Oleh:
Ady Hidayatullah
213.C.0023
A. BIOKIMIA OTOT
a) Aktin
Aktin terbenuk dari monomer G-aktin. Pada kekuatan fisiologik
dan dengan adanya Mg2+, G-aktin melakukan polimerisasi nonkovalen
hingga terbentuk filamens heliks-ganda tak-larut yang dinamakan F-
aktin.
b) Miosin
Merupakan Heksamer asimetrik, dan mempunyai ekor fibrosa
yang terdiri atas 2 heiks yang saling terpilin.
Molekul Heksamer terdiri atas :
c) Tropomiosin
Tropomiosin merupakan molekul fibrosa yang terdiri atas dua
buah rantai, alfa, dan beta, yang melekat pada F-aktin dalam alur antar-
filamen.
d) Troponin
Terdapat 3 buah komponen Troponin :
e) Mioglobin
Merupakan Suatu protein monometrik dan menyimpan oksigen
sebagai cadangan untuk menghadapi kekurangan oksigen.
Hidrolisis ATP menggerakkan pengikatan dan pelepasan aktin
dan miosin dalam 5 macam reaksi.
Kaput S-1 miosin menghidrolisis ATP menjadi ADP + Pi. Kalau
kontraksi otot distimulasi, (lewat kejadian Ca2+ tropinin, tropomiosin,
dan aktin) maka aktin terjangkau dan miosin akan menemukannya serta
membentuk kompleks seperti yang di tunjukkan. Pembentukan kompleks
tadi meningkatkan Pi dan di ikuti oleh pelepasan ADP disertai dengan
perubahan bentuk. Molekul ATP yang lain terikat pada Kaput S-1 dengan
membentuk kompleks aktin-miosin-ATP. Kompleks miosin-ATP
mempunyai afinitas yang rendah terhadap aktin, dan aktin akan
dilepaskan. Pada tahap terkhir ini kunci relaksasi tergantung pada
pengikatan ATP dan kompleks aktin miosin.
Aktin larut dalam 0,6 N larutan KCl. Aktin itu akan berikatan
dengan Ca dalam bentuk Ca aktinat. Aktin dalah protein dengan BM
70.000, dengan myosin (miosin), aktin membentuk aktomiosin. Miosin
terdapat dalam otot dalam bentuk magnesiummiosinat, BM-nya kira-kira
450.000.
Protein lain lain yang dijumpai pada otot adalah pigmen
respiratoria mioglobin. Fungsinya seperti Hb darah. Kemampuan
spesifiknya adalah menerima O2 dari darah, menyimpannya, dan
akhirnya melepaskannya untuk dipergunakan dalam metabolisme aerobik
otot rangka. Struktur molekulnya berbeda jauh dengan Hb dan
mempunyai afinitas mengikat O2 yang lebih besar daripada Hb.
1. Otot Rangka
Otot rangka mengandung air 75%, protein (terutama globulin)
20%, karbohidrat 1%, lemak, enzim, dan berbagai garam anorganik (Na,
K, Mg, Ca) 4%. Miofibril mengandung paling sedikit 4 macam globulin
yakni : aktin, miosin, tropomiosin, dan troponin (paramiosin). Berbagai
protein tersebut di atas tidak diketemukan dalam jaringan non muskuler
Otot rangka dihubungkan ke tulang melalui tendon. Tendon
menggerakan tulang dengan kontraksi otot rangka, yang dikontrol oleh
neuron motorik bawah dari medula spinalis. Satu neuron motorik dapat
mempersarafi beberapa serabut otot. Neuron motorik dan seluruh serabut
otot yang dipersarafinya disebut unit motorik. Secara umum, otot yang
memiliki kontrol halus hanya memiliki sedikit serabut otot yang
dipersarafi oleh neuron motorik tunggal. Otot yang tidak memerlukan
kontrol halus (yaitu otot yang menunjang punggung) terdiri atas banyak
serabut otot per neuron motorik.
Sel otot rangka adalah sel yang sangat berdiferensiasi yang tumbuh
selama embriogenesis dan setelah itu dalam kehidupan di bawah kontrol
faktor pertumbuhan, hormon, dan stimulus fisik. Selama embriogenesis,
sel otot rangka mengalami hiperplasia (peningkatan jumlah sel) dan
hipertrofi (peningkatan ukuran sel). Setelah embriogenesis, sel otot
rangka terus mengalami hipertrofi sebagai respons terhadap stimulus
tertentu, termasuk olahraga, namun tidak lagi mengalami hiperplasia.
Miostatin protein, yang juga dikenal sebagai “faktor pertumbuhan dan
diferensiasi-8”, diidentifikasikan memiliki peran penting dalam
pengaturan pertumbuhan otot rangka sebelum dan setelah kelahiran,
dengan membatasi pertumbuhan dan reproduksi serabut sel otot.
b) Kontraksi Otot
Kontraksi otot terjadi apabila jembatan silang miosin
berikatan dengan tempat spesifik diprotein aktin. Apabila hal ini
terjadi, energi yang disimpan di kepala miosin dari pemecahan
molekul ATP sebelumnya, dilepaskan. Energi yang dilepaskan,
digunakan untuk mengayunkan jembatan silang sehingga filamen
aktin dan miosin bergeser satu sama lain. Hal ini memendekan dan
menyebabkan kontraksi otot. Dengan berayunnya jembatan silang,
sisa ADP dan P dilepaskan dari miosin.
Selama kontraksi otot, panjang filamen aktin dan miosin
tidak berubah, tetapi pita I dan zona H memendek. Setiap kontraksi
otot melibatkan beberapa siklus berulang pergeseran filamen untuk
menimbulkan tegangan yaang diperlukan otot untuk bekerja.
1) Penggabungan Eksitasi-Kontraksi
Dengan mempertimbangkan bahwa miosin dan aktin
siap berikatan, dan energi tersedia untuk dilepaskan guna
mengayunkan jembatan silang, pertanyaannya menjadi : Apa
yang mencegah kontraksi otot rangka terjadi setiap waktu?
Jawaban sederhanyanya adalah bahwa mioksin dan aktin tidak
dapat selalu berikatan satu sama lain sehingga jembatan silang
tidak dapat selalu berayun. Kontraksi otot rangka hanya terjadi
sebagai respons terhadap stimulasi saraf dan pelepasan kalsium
intrasel-selanjutnya.
Apabila potensial aksi disampaikan oleh neuron
motorik ke serabut otot rangka, neuron melepaskan asetilkolin
(ACh) ke dalam taut neuromuskular. ACh berdifusi ke daerah
khusus sel otot, yang disebut end plate. End plate sel otot
dipusatkan pada reseptor untuk ACh. ACh berikatan dengan
reseptor sehingga terjadi pembukaan saluran natrium yang
terdapat di sel otot. Dengan membukannya saluran ini, ion
natrium menyerbu masuk ke dalam sel sehingga terjadi
depolarisasi sel (menyebabkan bagian dalam sel bermuatan
positif) dan mencetuskan potensial aksi. Potensial aksi
disalurkan ke seluruh serabut otot sehingga terjadi proses
depolarisasi serabut. Depolarisasi menyebar ke serabut otot
melalui tubulus kecil, yang disebut tubulus transversus (T),
yang berjalan di sepanjang taut antara pita A dan I.
Apabila bagian dalam sel menjadi positif, ion kalsium
dilepaskan dari kantong intrasel kalsium (yang disebut kantung
lateral) yang terletak berdekatan dengan tubulus T. Kantong
lateral adalah evaginasi kompartemen penyimpanan kalsium
intrasel yang besar.: retikulum sarkoplasma (sarkoplasmic
reticulum, SR). Kadar kalsium intrasel yang tinggi yang
dilepaskan dari SE mencetuskan kontraksi otot.
e) Relaksasi Otot
Serabut otot mengalami relaksasi ketika kalsium dipompa
keluar dari sitoplasma kembali kedalam reticulum sarkoplasma.
Pemompaan kalsium adalah proses aktif yang terjadi di membrane
reticulum sarkoplasma. Proses ini menggunakan energy yang
berasal dari pemecahan molekul ATP yang berbeda. Ketika kadar
kalsium turun sampai sekitar 10-7 molar, troponin kembali ke
posisisnya semula pada molekul tropomiosin, dan tropomiosin
kembali menghambat peningkatan aktin dan myosin, yang
menyebabkan kontraksi otot berlaku.
h) Kontraksi Isometrik
i) Kontraksi Isotonik
l. Refleks Regang
2. Otot Jantung
Kontraksi otot jantung sama dengan kontraksi otot rangka, dengan
perbedaan sebagai berikut:
a) Sel jantung dapat berkontraksi secara spontan; yaitu kontraksi tanpa
stimulasi saraf. Stimulasi saraf dapat meningkatkan atau menurunkan
kecepatan kontraksi jantung.
b) Serabut otot jantung dihubungkan satu sama lain melalui daerah
dengan resistensi rendah, yang disebut diskus interkalatus. Diskus
interkalatus memungkinkan terjadinya depolarisasi, yang dimulai pada
satu serabut otot jantung, untuk menyebar ke serabut di sekitarnya
dengan cepat sehingga memastikan kontraksi semua serabut otot
jantung secara bersamaan pada satu waktu. Kontraksi secara
bersamaan diperlukan untuk mempertahankan curah jantung dan
tekanan darah.
c) Terdapat dua sumber kalsium yang terlibat dalam menghasilkan
kontraksi sel otot jantung. Pada otot jantung, seperti pada otot rangka,
ion kalsium dilepaskan ke intrasel dari retikulum sarkoplasma, namun
ion kalsium juga masuk ke sel dari cairan ekstrasel melalui saluran
natrium-kalsium yang ada di tubulus T. Saluran ini juga peka voltase,
namun lambat untuk terbuka sehingga memperlama durasi potensial
aksi jantung. Dengan demikian, kekuatan kontraksi jantung sangat
bergantung pada kadar kalsium ekstrasel. Sebaliknya, kontraksi otot
rangka tidak bergantung kalsium ekstrasel.
d) Karena adanya saluran kalsium yang lambat, kontraksi sel otot jantung
berlangsung sekitar 10 kali lebih lama daripada kontraksi otot rangka.
Akibatnya, otot jantung tidak mampu mencetuskan potensial aksi
secara cepat dan tidak mampu mencetuskan atau tetani. Apabila otot
jantung berada dalam status kontraksi menetap, jantung tidak akan
dapat terisi darah.
e) Dalam keadaan istirahat, sel otot jantung mengalami sedikit regangan
daripada yang diperlukan untuk menghasilkan tegangan maksimum,
yang memungkinkan jantung meningkatkan tegangan ketika
mengalami regangan selama peningkatan pengisian jantung (misal,
selama olahraga)
3. Otot Polos
Secara fungsional, otot rangka dibedakan atas dua tipe yaitu; (tipe
1) otot merah/ aerob dan (tipe2) otot putih/ anaerob. Contoh dari otot tipe
I adalah pelari maraton dimana sumber energi dari geerakan ototnya
adalah glikolisis aerobik, siklis asam sitrat, dan oksidasi asam lemak
sangat penting pada fase-fase terakhir. Contoh dari tipe otot II adalah
pelari sprint dimana sember energi dari gerakan ototnya adalah ATP,
kreatinin kinase dan glikolisis anaerobik. Berikut adalah penjelasan lebih
rinci;
1. Struktur Tulang
Tulang matur terdiri dari 30 % materi organik (hidup) dan 70 %
deposit garam. Materi organik disebut matriks, dan terdiri atas lebih dari
90 % serabut kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikogen (protein plus
polisakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan
sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam menutupi
matriks dan berikatan dengan serabut kolagen melalui proteoglikan.
Matriks organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensil (resistensi
terhadap tarikan yang meregangkan). Garam tulang menyebabkan tulang
memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan kompresi).
Tulang selalu berada dalam keadaan “Dynamic Equilibrium”
atau “peristiwa tukar ganti”. Peristiwa ini terlaksana karena ada dua jenis
sel , yaitu :
Osteoblas : - Deposisi tulang (Mineralisasi)
- Sintesis matriks baru
Osteoklas : - Resorpsii tulang (Demineralisasi)
- Menghancurkan matriks lama
2. Kalsium Tukar
4. Pembentukan Tulang
Pembentukan tulang berlangsung secara terus-menerus dan
dapat berupa pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan
pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan tulang
ditentukan oleh stimulasi hormonal, faktor makanan, dan banyaknya stres
yang dibebankan pada tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel
pembentukan tulang, osteoblas.
Osteoblas dijumpai pada permukaan luar dan bagian dalam
tulang osteoblas berespons terhadap berbagai sinyal kimia untuk
menghasilkan matriks organik. Ketika pertama kali dibentuk, matriks
organik disebut osteoid. Dalam beberapa hari, garam kalsium mulai
mengendap pada osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati.
Ketika tulang terbentuk, osteosit di matriks membentuk tonjolan ke
setiap tulang yang lain sehingga membentuk sistem kanal mikroskopik
(kanalikuli) di tulang.
Aktivitas osteoblas dipengaruhi oleh diet stimulasi hormonal,
dan, olahraga. Faktor ini berinteraksi dan bersifat dinamis sehingga
menyebabkan kecepatan pembentukan tulang yang berbeda sepanjang
hidup.
a) Olahraga dan Aktivasi Osteoblas
Aktivitas osteoblas distimulasi oleh olahraga dan menahan
beban, akibat arus listrik yang dihasilkan ketika stres mengenai
tulang. Fraktur tulang secara dramatis menstimulasi aktivitas
osteoblas, namun mekanisme pastinya belum jelas.
b) Stimulasi Hormonal dan Aktivasi Osteoblas
Estrogen, testosteron, dan hormon pertumbuhan
meningkatkan aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang.
Pertumbuhan tulang di percepat selama pubertas akibat melonjaknya
kadar hormon tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya
menyebabkan tulang panjang berhenti tumbuh dengan menstimulasi
penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Ketika
kadar estrogen turun setelah menopause, aktivitas osteoblas
berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan mengganggu
pembentukan tulang.
c) Diet dan Aktivitas Osteblas
Diet yang adekuat selama masa kanak-kanak dan remaja
sangat penting untuk pertumbuhan tulang yang maksimal. Defisiensi
ion kalsium selama masa remaja akan menghasilkan tulang yang
kurang padat pada masa selanjutnya dalam kehidupan. Sebagian
besar kalsium yang terdapat dalam tulang seumur hidup individu
dideposit sebelum usia 20 tahun.
d) Kontrol Vitamin D pada Aktivitas Osteoblas
Vitamin D menstimulasi klasifikasi tulang secara langsung
dengan bekerja pada osteoblas, dan secara tidak langsung dengan
menstimulasi absorpsi kalsium di usus. Peningkatan absorpsi
kalsium meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong
klasifikasi tulang. Dengan demikian, vitamin D sangat penting untuk
memastikan absorpsi kalsium yang adekuat di usus. Akan tetapi,
vitamin D dalam jumlah yang sangat besar dapat meningkatkan
kadar kalsium serum. Vitamin D dalam jumlah besar tanpa kalsium
yang adekuat dalam makanan, sebenarnya dapat meningkatkan
resorpsi tulang.
5. Penguraian Tulang
Penguraian tulang yang disebut resorpsi, terjadi secara
bersamaan dengan pembentukan tulang dan juga terus berlangsung
seumur hidup. Resorpsi tulang terjadi akibat aktivitas sel yang disebut
osteoklas. Osteoklas adalah sel fagosit besar multinukleus yang berasal
dari monosit (sel drah putih)yang terdapat ditulang. Osteoklas
menyekresi berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang dan
memudahkan fagositosisnya. Osteoklas juga menyekresi berbagai sitokin
yang lebih lanjut menstimulasi resorpsi. Osteoklas biasanya hanya
terdapat pada satu bagian kecil tulang pada satu waktu, dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit, setelah selesai disuatu daerah, osteoklas
menghilang dan osteoblas muncul. Osteoblas mulai mengisi daerah yang
kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini menmungkinkan tulang
tua yang telah melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat.
Factor yang mengontrol aktivitas osteoklas adalah hormone
paratiroid dan kalsitonin
a) Hormone paratiroid dan aktivitas osteoklas
Aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh hormone
paratiroid, yang dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak
tepat dibelakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormone paratiroid
meningkat sebagai respon terhadap penurunan kadar kalsium serum.
Hormone paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan
menstimulasi penguraian tulang sehingga membebaskan kalsium
kedalam darah. Peningkatan kalsium serum bekerja dengan cara
umpan balik negative untuk menurunkan pelepasan hormone
paratiroid lebih lanjut. Terdapat hipotesis bahwa estrogen
mengurangi resorpsi tulang dengan hambat efek hormon paratiroid
pada okteosklas: mekanisme ini tidak diketahui.
b) Efek Lain Hormon Paratiroid
Hormin paratiroid meningkatkan kalsium serung dengan
menurunkan ekskresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid uga
meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan
kadar fosfat darah. Aktivasi vitamin D di ginjal bergantung pada
hormon paratiroid.
c) Kalsitonin dan Aktivitas Okteoklas
Kalsitonin adalah hormon yang disekresi oleh kelenjar
tiroid sebagai respons terhadap kalsium serum yang tinggi.
Kalsitonin memiliki efek yang lemah dalam menghambat aktivitas
dan pembentukan okteoklas. Efek ini meningkatkan kalsifikasi
tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.
6. Remodelling
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan okteoklas
menyebabkan tulang terus-menerus diperbarui atau mengalami
remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas melebihi aktivitas
okteoklas sehingga menyebabkan penebalan dan pemajangan skelet.
Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur. Pada dewasa muda, aktivitas osteoblas dan aktivitas
okteoklas biasanya seimbang sehingga jumlah total massa tulang
konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas okteoklas melebihi aktivitas
osteoblas dan densitas tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga
meningkat pada tulang yang mengalami imobilisasi. Pada usia dekade
ketujuh atau kedelapan, dominasi aktivitas osteoklas dapat menyebabkan
tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivias osteoklas dikontrol
oleh beberapa faktor fisik dan hormon.
7. Jenis Tulang
Tulang diklasifikasikan sebagai panjang, pendek, pipih, atau tidak
beraturan. Tulang panjang ditemukan di ekstremitas, sedangkan tulang
pendek dijumpai di pergelangan kaki dan pergelangan tangan. Tulang
pipih ditemukan di tengkorak dan selubung iga. Tulang tidak beraturan
mencakup vertebra, tulang wajah, dan rahang.
Tulang panjang terdiri atas batang tebal panjang, yang disebut
diafisis, dan dua ujung, yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari
setiap epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat
kartilago yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng
pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh dengan cara mengakumulasi
kartilago di lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuhn dengan cara
mengakumulasi kartilago di lempeng epifisis. Kartilago digantikan oleh
osteoblas, dan tulang memanjang. Pada akhir usia remaja, kartilago
habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon
pertumbuhan, estrogen, dan terstosterom menstimulasi pertumbuhan
tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, menstimulasi fusi
lempeng epifisis. Batang tulang panjang memiliki rongga di sepanjang
kanalis meduralis, yang berisi sumsum tulang.
8. Sumsum Tulang
Sumsung tulang terdiri atas sel yang berperan dalam
pembentukan sel darah (sumsum merah) dan sel lemak (sumsum kuning).
Sumsum ditemukan pada tulang panjang dan tulang pipih tidak
beraturan. Biopsi sumsum tulang dilakukan pada tulang pipih.
C. BIOKIMIA SENDI
Sendi adalah daerah tubuh tempat dua tulang menyatu atau tempat
pertemuan antara dua bagian atau objek yang berbeda. Sendi memungkinkan
beban pasif (tulang) bergerak. Otot melekat pada 2 tulang yang terhubung
oleh sendi. Beberapa komponen penunjang sendi, terdiri atas;
1) Tulang rawan hialin (kartilago hialin) adalah jaringan tulang rawan yang
menutupi kedua ujung tulang. Berguna untuk menjaga benturan Terdiri
atas substansi rawan ; kondroitin sulfat, sedikit protein, dan sedikit
Ca2+. Rawan sendi ini dibuat oleh kondroblast/ kondrosit.
2) Kantung sendi (bursa articularis) di antara kedua rawan sendi.
Kantung ini berisi cairan sendi. Dalam cairan sendi terlarut glikosamino
glikan, terutama asam hialuraonat. Oleh karena sifat fisikokimia
glikosamino glikan pada cairan sendi ini membuat pergerakan tulang
halus tanpa gesekan.
3) Ligamen (ligamentum) adalah jaringan pengikat yang mengikat luar
ujung tulang yang saling membentuk persendian. Ligamentum juga
berfungsi mencegah dislokasi.
4) Cairan sinovial adalah cairan pelumas pada kapsula sendi
Otot yang melekat pada 2 tulang terhubung oleh sendi. Sendi dapat
bergerak bebas, yang disebut sendi diartrodial, atau dapat tidak bergerak,
yang disebut sendi sinartrodial.
Pada sendi diartrodial, dua ujung tulang tidak tersambung secara
langsung, namun menyatu dalam kapsul sendi fibrosa yang mengelilingi dan
menopang sendi. Terdapat dua lapisan kapsul sendi: lapisan luar dan lapisan
membran dalam yang disebut sinovium atau membran sinovial. Membran
sinovial menyekresi cairan licin, yang disebut cairan sinovial, yang melunasi
sendi. Membran sinovial juga menutupi tendon yang menghubungkan tulang
dengan otot, dan ligamen yang menghubungkan tulang satu sama lain.
Terdapat suplai vaskular yang berkembang dengan baik pada sinovium, yang
dapat rusak dan trauma sendi sehingga menyebabkan pembengkakan, memar,
dan nyeri di sekitar sendi. Pada beberapa sendi, membran sinovial
membentuk kantung yang tertutup diluar sendi, yang disebut bursa. Bursa
dijumpai pada daerah tempat tulang menyatu secara fisik, atau dijumpai pada
daerah tempat tulang menyati secara fisik, atau ketika tendon melewati
tulang. Bursa juga dapat mengalami inflamasi, kondisi yang disebut bursitis.
Sebagian besar sendi pada tubuh adalah sendi diartrodial, termasuk sendi
sakroiliaka, sendi interfalangeal, sendi panggul dan lutut, dan sendi bahu dan
siku. Meskipun semua sendi diartrodial dianggap dapat bergerak, sebagian
sendi ini lebih banyak bergerak dibandingkan sendi yang lain (yaitu sendi
sakroiliaka hampir terfiksasi, sedangkan sendi bahu dapat bergerak dalam
beberapa arah yang berbeda).
Pada sinartrosis, tulang menyatu dengan jaringan penyambung,
kartilago, ligamen, atau tulang lain, dengan demikian, posisinya sangat
terfiksasi. Contoh sinartrosis adalah sendi tulang tengkorak, iga, dan diskus
intervertebralis.
a) Rawan Sendi
Rawan sendi terdiri dari substansi rawan: kondrotin sulfat,
sedikit protein dan sedikit Ca2+. Dibuat oleh kondroblas atau kondrosit.
b) Membran dan cairan sinovium
Dalam cairan sendi terlarut glikosaminoglikan, terutama asam
hialuronat.Sel sinovium akan mensintesis asam hialuronat sebagai zat
tambahan plasma dalam membentuk cairan sendi. Cairan sinovium
berwarna kuning pucat, jernih dan kental. Biasanya jumlah cairan ini
sedikit berkisar antara 1-4 ml dan lebih sedikit lagi pada sendi-sendi
kecil.
c) Ligamentum dan kapsul sendi
Berperan dalam stabilisasi sendi.Secara umum strukturnya
merupakan gelendong kolagen (bersama-sama elastin merupakan protein
terbanyak yaitu 90%) dan diantaranya dapat dijumpai fibrosit.
d) Meniskus
Meniskus (lempeng firbokartilago) dijumpai pada sendi tertentu
seperti sendi lutut, sternoklavikular, radioulnar distal, dan
akromioklavikular
e) Lubrikasi sendi
Terdapat dua sistim lubrikasi yaitu sistim hidrostatik yang
berperan pada tekanan besar dan boundary system yang berperan pada
tekanan rendah
Daftar Pustaka