Pendahuluan
diketahui (Kasjmir et al., 2012). SLE juga sering diartikan sebagai penyakit
dan prognosis pada penyakit ini beragam sesuai dengan ras atau etnis dan status
ekonomi pasien (Pons-Estel et al., 2018). Penyakit ini terutama menyerang wanita
usia reproduksi dengan angka kematian yang cukup tinggi. Faktor genetik,
SLE.
Insiden SLE di seluruh dunia untuk semua kelompok umur adalah 4,43 per
100.000 populasi. Insiden pada pria dan wanita dari semua kelompok umur adalah
1,26 dan 7,69 per 100.000 populasi. Prevalensi SLE 47,99 per 100.000 yang
diamati pada tahun 2000 dan telah meningkat menjadi 90 per 100.000 pada
populasi dunia di tahun 2015. Menurut berbagai sumber, kejadian SLE pada
wanita adalah sekitar enam kali lebih tinggi daripada pada pria (Fatoye, Gebrye
and Svenson, 2018). Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS),
pada tahun 2016 diketahui bahwa teradapat 2.166 pesien rawt inap yang
insiden kasus baru SLE sebesar 10,5%. Penyakit lupus kebanyakan menyerang
wanita pada usia 15-50 tahun (usia masa produktif), namun lupus juga dapat
disregulasi imunitas alami, dan imunitas adaptif. Kemajuan dramatis telah dicapai
dalam pemahaman tentang fenotipe sel dan molekul dalam patogenesis SLE. Sel
B limfosit memainkan peran penting dalam respon imunitas adaptif. Sel B terlibat
mediasi jalur signaling dan sitokin yang disekresikan oleh subset dari sel T. Peran
respons imun alami dalam patogenesis SLE juga telah diperhatikan, terutama
penemuan Toll like Receptor (TLR) pada Plasmacytoid Dendritic Cell (pDC) yang
dapat diaktifkan oleh kompleks kekebalan tubuh, menginduksi produksi IFN-α dan
terjadinya SLE pada manusia adalah gen dari kompleks Histokompatibilitas Mayor
melibatkan polimorfisme dari gen HLA (human leucocyte antigen) kelas II.
Hubungan HLA DR2 dan DR3 dengan SLE pada umumnya ditemukan pada etnik
yang berbeda, dengan risiko relatif terjadinya penyakit berkisar antara 2 sampai 5.
Gen HLA kelas II juga berhubungan dengan adanya antibody tertentu seperti anti-
ribonuclear protein) dan anti-DNA. Gen HLA kelas III, khususnya mengkode
komponen komplemen C2 dan C4, memberikan risiko SLE pada kelompok etnik
tertentu. Penderita dengan homozygous C4A null alleles tanpa memandang latar
belakang etnik, merupakan risiko tinggi perkembangan SLE. Selain itu SLE
antigen) maupun antigen asing. Beban antigen melebihi kapasitas regulasi dari
diperantarai sel B, ditandai oleh autoantibodi terhadap antigen nucleus dan reaksi
lokal dan kerusakan jaringan yang parah. Organ yang sering terkena dampak
termasuk kulit (Cutaneous Lupus), sistem saraf (SSP Lupus), sendi dan otot
(rheumatoid lupus, rhupus), dan ginjal (Lupus ginjal), yang memberikan kontribusi
berpengaruh ialah agen infeksi seperti virus Epstein-Barr (EBV). Hal ini
dari self antigen dan agen fisik/kimia seperti sinar ultraviolet (UV) dapat
menyebabkan inflamasi yang akan memicu apoptosis sel dan kerusakan jaringan.
hormone (LH) ditemukan pada beberapa penderita SLE laki-laki. Jadi esterogen
yang berlebihan dengan aktivitas hormone androgen yang tidak adekuat pada laki-
imun.
SLE dibandingkan dengan kontrol sehat. Menariknya, selain dari hormon estrogen
itu sendiri faktor yang berkaitan dengan kromosom X juga mungkin penting dalam
predisposisi perempuan untuk SLE. Setidaknya tiga varian gen predisposisi yang
terletak pada kromosom X telah diidentifikasi (IRAK1, MECP2, TLR7). Ada juga
bukti untuk efek dosis gen, karena prevalensi XXY (Sindrom Klinefelter) meningkat
14 kali lipat pada pria dengan SLE bila dibandingkan dengan populasi umum pria,
vitro dapat menyebabkan eksaserbasi pada SLE. Hormon sex steroid, yaitu
SLE dapat menyerang semua jaringan pada tubuh. Salah satu yang kurang
menjadi perhatian pada SLE yakni Premature Ovarian Failure (POF) atau sering
disebut menopause dini. Sedangkan jika dilihat dari artinya POF ialah amenore
yang terjadi pada wanita sebelum usia 40 karena kegagalan ovarium, hal ini
Etiologi dan patogenesis dari POF belum diketahui, dan diyakini bahwa hal ini
30% dari POF berkaitan dengan kelainan imun. Deteksi dini POF adalah kunci
untuk diagnosis dan pengobatan. Dalam beberapa tahun terakhir, sitokin telah
menjadi minat yang tinggi untuk diteliti. Hal ini menunjukkan bahwa interleukin-6
(IL-6) dan interleukin-21 (IL-21) memainkan peran penting dalam penyakit terkait
Penelitian lain telah menemukan bahwa TCD4+ subset limfosit dan antigen
ovarium mengubah konsentrasi antibodi anti-ovarium, sel imun dan sitokin yang
terjadinya POF. Selain itu, telah ditemukan bahwa jumlah limfosit CD8 + T limfosit
meningkat dalam darah perifer pada pasien POF primer. Dalam pengamatan
bahwa POF disebabkan oleh kelainan imun. IL-21 adalah anggota dari sitokin IL-
2 dan IL-21 berikatan dengan reseptor Il-21r untuk menghasilkan efek biologi. IL-
21 memiliki hubungan penting dengan beberapa penyakit autoimun (RA, Crohn
dan SLE), dan berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit (Niu et al., 2010).
Studi ini menemukan bahwa kadar serum IL-21 pada pasien dengan POF secara
sel inflamasi folikuler matang (limfosit, sel plasma). Peningkatan kadar IL-21 dalam
serum pasien dengan POF dapat dimediasi oleh reseptor sel inflamasi pada
estrogen pada wanita berumur <40 tahun. POF dicirikan oleh gangguan
diagnosis POF. Pasien mungkin mengeluh hot flushes dan gejala lain yang terkait
vagina, serta penurunan kontraksi vagina . Selain itu, gangguan pelumasan dan
(Benetti‐Pinto et al., 2015). Studi kasus kontrol pada 58 wanita POF dilaporkan
penurunan nilai psychological and physical health domains in the World Health
dengan kontrol sehat. Sebaliknya, tidak ada perbedaan dalam hubungan sosial,
Kelompok pasien POF dilaporkan adanya frekuensi yang lebih tinggi dari perasaan
kontrol (p = 0,015) (Benetti-Pinto, 2011). Demikian pula, dalam studi kasus kontrol
lain mengevaluasi kualitas hidup dan fungsi seksual dari 80 perempuan POF,
bila dibandingkan dengan kontrol. Penurunan nilai dari kehidupan seksual pasien
kehidupan seksual yang dinilai, domain psikologis, seperti orgasme dan kepuasan
seksual, yang bertentangan dengan fisik seperti rasa sakit dan lubrikasi, yang
pada penderita SLE maka derivate esterogen harus selalu diberikan. Tetapi
derivate murni esterogen belum efektif karena derivate murni esterogen tidak
Melihat hal ini maka perlu dilakukan inovasi terkait hormon esterogen sebagai
terapi SLE dan menunda menopause pada penderita SLE. Salah satu bahan alami
esterogen. Bahan alami itu ialah kacang merah (Phaseoulus vulgaris L. sp.).
kacang merah masih belum dimanfaatkan secara optimal. Saat ini kacang merah
dan profil glukosa (Ombra et al., 2016). Wedick et al. (2012) menunjukkan bahwa,
di antara flavonoid, intake yang lebih tinggi dari anthocyanin dapat secara
signifikan dikaitkan dengan risiko yang lebih rendah dari diabetes tipe 2.
Pengobatan POF saat ini yang telah disetujui ialah dengan Hormonal
bagi pasien yang mengalami POF akibat kemoterapi (Cocharane., 2015). Tujuan
terapi penggantian hormon (HRT) pada pasien dengan POF adalah untuk
diberikan pada saat diagnosis POF dan terus sampai usia rata-rata menopause
(Webber, Davies and Anderson, 2016). Transdermal estradiol dan oral atau vagina
Pandangan pasien dan referensi harus sesuai dengan rute pemberian, dosis, dan
mempunyai beberapa efek samping ketika digunakan terlalu lama. Efek samping
payudara, dimana derivate ini akan menurunkan gen BRCA1/2. Tidak hanya
memicu kanker payudara, derivate ini juga dapat memicu kanker endometrium dan
thrombosis.
yang berasal dari America utara dan selatan. Di Indonesia kacang merah sangat
mudah ditemui dan telah tersebar luas di Indonesia. Kcang merah merupakan
sumber utama karbohidrat kompleks, serat, protein, dan mineral seperti kalium,
(ER) dan menunjukkan aktivitas estrogenik. Ada dua jenis reseptor estrogen pada
manusia, hER dan hERβ, dengan distribusi jaringan yang berbeda seluruh tubuh
lemah pada urutan 10-2-10-3 dari 17β-estradiol tergantung pada subtipe reseptor,
tetapi mungkin berada dalam plasma pada konsentrasi 100-lipat lebih tinggi dari
estrogen endogen.
agen penunda menoupause pada wanita yang terdiagnosis SLE. Peneliti berharap
Umum:
Khusus:
1.2 Tujuan
Umum:
Khusus:
1.3 Manfaat
dalam:
diperlukan pencegahan.
premature ovarian failure dan menjaga penderita SLE tidak jatuh pada