Anda di halaman 1dari 15

KETIDAKBERDAYAAN

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

Keperawatan Jiwa 1

Dosen Pengampu : Ns.Duma Lumban Tobing, M. Kep, Sp. Kep. J

Disusun Oleh :

Jesica Rachel 1710711098

Arlia Fika 1710711099

Rismayanti 1710711100

Salbila Safa Alivia 1710711118

Sarah Nurul Izzah M 1710711132

Febby Fereza 1710711135

Anggi Dwi Prasetyo 1710711136

Refany Salsabila 1710711146

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2019
1. Definisi

Perasaan ketidakberdayaan adalah persepsi bahwa tindakan yang dilakukan individu


tidak akan memberikan hasil yang bermakna sehingga menyebabkan hilangnya kontrol atas
situasi saat ini maupun yang akan terjadi (Wilkinston, 2012, p. 581). Pasien merasa bahwa
tidak ada upaya yang akan mengubah luka yang diderita. Emosi seperti rasa takut, perasaan
kehilangan, dan kesedihan, pada umumnya akan terjadi. Hal tersebut juga terjadi akibat
ketergantungan pasien dengan orang lain akan kebutuhannya, sehingga pasien berada dalam
keadaan berduka (Pereira et al, 2014).

2. Etiologi

Perasaan ketidakberdayaan adalah persepsi bahwa tindakan yang dilakukan individu


tidak akan memberikan hasil yang bermakna sehingga menyebabkan hilangnya kontrol atas
situasi saat ini maupun yang akan terjadi (Wilkinston, 2012, p. 581). Pasien merasa bahwa
tidak ada upaya yang akan mengubah luka yang diderita. Emosi seperti rasa takut, perasaan
kehilangan, dan kesedihan, pada umumnya akan terjadi. Hal tersebut juga terjadi akibat
ketergantungan pasien dengan orang lain akan kebutuhannya, sehingga pasien berada dalam
keadaan berduka (Pereira et al, 2014).

Perasaan ketidak berdayaan dapat berdampak negatif terhadap kualitas hidup pasien
(Pereira et al, 2014, p. 135). Kualitas hidup adalah sebuah konsep yang sangat subjektif dan
multidimensi yang berkaitan dengan status kognitif, kepuasan, dan kebahagiaan emosional.
Penurunan kualitas hidup dapat mempengaruhi keadaan psikologis, gangguan dalam berpikir,
serta gangguan dalam hubungan sosial (Vileikyte, 2005 dalam Ginanjar & Herawati, 2014).

3. Rentang Respon Marah

Rentang respon marah menurut Stuart dan Sundeen, (1998) yaitu:

Respon adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuka.

A) Respon Adaptif.
1) Asertif
Mengemukakan pendapat atau mengekspresikan rasa tidak senang atau tidaksetuju
tanpa menyakiti lawan bicara.
2) Frustasi
Suatu proses yang menyebabkan terhambatnya seseorang dalam mencapai
keinginannya. Individu tersebut tidak dapat menerima atau menunda sementara
sambil menunggu kesempatan yang memungkinkan. Selanjutnya individu merasa
tidak mampu dalam mengungkapkan perannya dan terlihat pasif.
3) Respon transisi Pasif
adalah suatu perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-haknya. Klien
tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena merasa kurang mampu,rendah
diri atau kurang menghargai dirinya
B) Respon maladaptif
1) Agresif
Suatu perilaku yang disertai dengan rasa marah, merupakan dorongan mental untuk
bertindak (dapat secara konstruksi/destruksi) dan masih terkontrol.Perilaku agresif
dapat dibedakan dalam 2 kelompok, yaitu pasif agresif dan aktif agresif
a) Pasif agresif
Perilaku yang tampak dapat berupa pendendam, bermuka asam, keraskepala,
suka menghambat dan bermalas-malasan
b) Aktif agresif
Sikap menentang, suka membantah, bicara keras, cenderung menuntutsecara
terus menerus, bertingkah laku kasar disertai kekerasan.
2) Amuk
Rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai kehilangan kontrol diri.Individu
dapat merusak diri sendiri, orang lain atau lingkungan.

4. Pengkajian
A. Faktor predisposisi
Menurut Struart dan Laraia (2005) faktor predisposisi merupakan faktor yang
beresiko yang menjadi sumber terjadinya stres dan mempengaruhi tipe dan sumber dari
individu untuk menghadapi stres baik secara biologis, psikososial dan sosiokultural.
Faktor predisposisi tersebut antara lain :
 Factor predisposisi biologis meliputi latar belakang genetic, status nutrisi, kepekaan
biologis, kesehatan secra umum, dan keterpaparan pada racun.
 Faktor prediposisi sosal budaya meliputi usia, gender, pendidikan, pendapatan,
pekerjaan, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, pengalaman sosial,
tingkatan sosial
 Faktor prediposisi Psikologis meliputi :
 Pengalaman traumatis (khususnya dalam enam bulan terakhir) : cidera fisik yang
menyebabkan intoleransi aktivitas.
 Gangguan konsep diri karena menganggap dirinya terancam oleh kegagalan dalam
mencapai tujuan sehingga menimbulkan perasaan frustasi.
 Adanya ancaman terhadap konsep diri (harga diri dan perubahan peran).
 Mengalami stres psikologis akibat tidak mampu mengontrol stimulus yang ada.
 Kemampuan melakukan komunikasi verbal, berinteraksi dengan orang lain.
 Kemampuan mengungkapkan masalah pada orang lain.
 Tipe kepribadian yang dimiliki.
 Adanya pengalaman tidak menyenangkan yang menyebabkan trauma
 Motivasi: kurangnya dukungan dari orang lain.
 Self kontrol rendah, ketidakmampuan melakukan kontrol diri ketika mengalami
kegagalan (terlalu sedih).
 Kepribadian: menghindar, tergantung dan tertutup/menutup diri dan mudah
menyerah/pesimis.
 Persepsi individu yang buruk tentang dirinya sendiri dan orang lain.
 Riwayat kesulitan mengambil keputusan, tidak mampu berkonsentrasi.
B. Faktor Presipitasi
 Kejadian Stresful
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang, dapat terjadi karena
perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena
kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain,
lingkungan dan zat yang maha tinggi.
 Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres
spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan
keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga,
kelompok maupun komunitas.
C. Penilaian Terhadap Stressor
A. Kognitif
1) Lapang pandang menjadi sempit.
2) Kurang mampu menerima rangsang dari luar.
3) Waspada dengan gejala fisiologis.
4) Bingung.
5) Takut akan konsekuensi yang abstrak.
6) Cenderung menyalahkan diri sendiri.
7) Berfokus pada diri sendiri.
8) Kurang konsentrasi.
9) Gangguan perhatian.
10) Mengungkapkan ketidakmampuan karena perubahan dalam fungsi tubuh yang
mengalami gangguan.
11) Mengungkapkan keluhan karena perubahan pada kejadian kehidupan.
12) Sulit mengambil keputusan.
13) Mengatakan takut kehilangan kontrol.

B. Afektif
1) Gelisah.
2) Sedih yang mendalam hingga mengalami frustasi.
3) Menangis.
4) Mengalami penyesalan.
5) Merasa tidak berdaya.
6) Berfokus pada diri sendiri.
7) Merasa bingung.
8) Ragu dan tidak percaya diri.
9) Merasa khawatir.
10) Cenderung menyalahkan diri sendiri.
11) Apatis.
12) Pesimis.
13) Mudah marah.

C. Fisiologis
1) Tanda-tanda vital : Tekanan Darah, Nadi, Respirasi, suhu badan.
2) Berat badan.
3) Wajah murung dan muka berkerut.
4) Suara bergetar dan kadang melemah / pelan.
5) Gangguan pola tidur (tidur berlebihan).
6) Nafsu makan menurun/ hilang sama sekali.
7) Simpatik:
a) Anoreksia.
b) Mulut kering.
c) Wajah pucat.
d) Nadi dan tekanan darah turun.
e) Pupil menyempit.
f) Lemah.
g) Nafas pelan sesekali nafas dalam.
8) Parasimpatik:
a) Nyeri kepala (pusing).
b) Penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut nadi.
c) Letih.
d) Tidur berlebihan.
e) Lesu.

D. Perilaku
1) Gerakan pelan dan lemas.
2) Penurunan produktivitas.
3) Gelisah dan melihat hanya sepintas.
4) Kontak mata buruk.
5) Apatis.
6) Melamun.
7) Menunduk.
8) Memalingkan wajah.

E. Sosial
1) Bicara pelan dan lirih.
2) Menarik diri dari hubungan interpersonal.
3) Kurang inisiatif.
4) Menghindari kontak sosial dengan orang lain.
5) Menunjukkan sikap apatis.
D. Sumber Koping
Merupakan pilihan – pilihan atau strategi yang membantu menentukan apa yang dapat
dilakukan dan apa yang beresiko. Mereka dapat mengandalkan sumber koping yang
tersedia, kesempatan bahwa pilihannya tersebut akan berhasil dan memungkinkan
individu tersebut dapat menerapkan strategi tertentu secara efektif. Hal yang termasuk
kedalam sumber koping, yaitu:
a) Personal ability
1) Pengetahuan klien tentang masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
2) Kemampuan klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
3) Jenis upaya klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
4) Kemampuan dalam memecahkan masalah.
b) Sosial support
1) Caregiver utama dalam keluarga.
2) Kader kesehatan yang ada di lingkungan tempat tinggal.
3) Peer group yang ada turut serta dalam memberi dukungan.

c) Material asset
1) Keberadaan asset harta benda pendukung pengobatan yang dimiliki (tanah, rumah,
tabungan) serta fasilitas yang membantunya selama proses gangguan fisiologis.
2) Mempunyai fasilitas Jamkesmas, SKTM, ASKES.
3) arak/ akses pelayanan kesehatan yang dikunjungi

d) Positive belief
1) Keyakinan dan nilai positif tentang ketidakberdayaan yang dirasakan: tidak ada.
2) Keyakinan dan nilai positif tentang pelayanan kesehatan yang ada.

E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah semua upaya yang diarahkan untuk menglola suatu
masalah. Tiga jenis utama mekanisme koping adalah sebagai berikut:
1. Mekanisme koping berfokus pada masalah, yang melibatkan tugas dan upaya
langsung untuk mengatasi ancaman. Contoh: negosiasi, konfrontasi, dan mencari
saran.
2. Mekanisme koping berfokus secara kognitif, dimana seseorang mencoba untuk
mengendalikan makna dari suatu masalah lalu menetralisirnya. Contoh: perbandingan
positif, ketidaktahuan selektif, dan devaluasi objek yang diinginkan.
3. Mekanisme koping berfokus pada emosi, dimana klien diminta untuk mengurangi
distress emosionalnya. Contoh meliputi mechanism pertahanan ego, seperti denial,
supresi atau proyeksi.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA (KETIDAKBERDAYAAN)

PENGKAJIAN
I. IDENTITAS KLIEN
A. Nama : Tn. S
B. Umur : 45 tahun
C. Jenis kelamin : Laki - Laki

II. PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI


 Predisposisi:
 F.P Biologis: Klien mengeluh mual dan muntah, Klien merasakan rasa tidak nyaman
di ulu hatinya.
 F.P Sosial Budaya: klien berusia 45 tahun dan berjenis kelamin laki-laki.
 F.P Psikologi: klien mengatakan jarang control ke RS, lebih menyukai
makanan padang, terkadang lupa untuk meminum obat anti diabetes.
 Presipitasi: Klien mengatakan bingung kenapa bisa terkena DM sementara tidak ada
riwayat DM dalam keluarganya.

III. PENILAIAN TERHADAP STRESSOR


 Kognitif
1) Bicara lambat
2) Bingung.
3) Takut akan konsekuensi yang abstrak.
4) Gangguan perhatian.
5) Sulit mengambil keputusan.
 Afektif
1) Gelisah.
2) Merasa tidak berdaya.
3) Merasa bingung.
4) Merasa khawatir.
5) Pesimis.
 Respon Fisiologis
1) Wajah murung dan muka berkerut.
2) Gangguan pola tidur (tidur berlebihan).
3) Nafsu makan menurun/ hilang sama sekali.
4) Bicara lambat
 Respon Perilaku
1) Ekspresi muka murung
2) Penurunan produktivitas.
3) Gelisah dan melihat hanya sepintas.
 Respon Sosial
1) Bicara pelan dan lirih.
2) Kurang inisiatif.
3) Tidak dapat memberikan keputusan

IV. SUMBER KOPING


-
V. MEKANISME KOPING
-

5. 6. Diagnosa keperawatan dan Intervensi Keperawatan

No. Data fokus


1. DS:
1. Pasien mengeluh mual, muntah
2. Klien mengatakan rasa tidak nyaman di ulu hati
3. Memiliki riwayat DM sejak 4 tahun yang lalu
4. Klien mengatakan jarang kontrol ke rumah sakit
5. Klien menyukai makanan padang dan lupa minum obat anti diabetes
6. Klien mengatakan bingung kenapa bisa terkena DM sementara tidak ada riwayat DM
dalam keluarganya.
7. Klien mengatakan tidak nafsu makan
8. Klien merasa apapun yang akan dilakukan tidak akan merubah kondisinya.
DO:
1. Ekspresi muka klien murung.
2. Bicara lambat.
3. Tidur berlebihan.
4. Klien tidak dapat memberikan keputusan.

NO. ANALISA DATA MASALAH ETIOLOGI


1. DS : Ketidakseimbangan Berhubungan dengan
1. Pasien mengeluh mual, nutrisi : kurang dari faktor biologis
muntah kebutuhan tubuh
2. Klien mengatakan rasa tidak
nyaman di ulu hati
3. Klien mengatakan tidak
nafsu makan
DO;DT:
1. Membran mukosa pucat
2. Td: 90/80 mmhg
3. NADI : 60X/MENIT
2. DS: Ketidakberdayaan Terkait dengan
1. Klien mengatakan bingung penyakit progresif
kenapa bisa terkena DM yaitu Diabetes
sementara tidak ada riwayat Melitus.
DM dalam keluarganya.
2. Klien merasa apapun yang
akan dilakukan tidak akan
merubah kondisinya.
DO:
3. Ekspresi muka klien murung.
4. Bicara lambat.
5. Tidur berlebihan.
6. Klien tidak dapat
memberikan keputusan.
3. DS: Defisien pengetahuan Berhubungan dengan
1. Klien mengatakan bingung kurang informasi dan
kenapa bisa terkena DM sumber pengetahuan
sementara tidak ada riwayat
DM dalam keluarganya.
2. Klien mengatakan jarang
kontrol ke rumah sakit
3. Klien menyukai makanan
padang dan lupa minum obat
anti diabetes

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Berhubungan dengan faktor
biologis.
2. Ketidakberdayaan Terkait dengan penyakit progresif yaitu Diabetes Melitus.
3. Defisien pengetahuan Berhubungan dengan kurang informasi dan sumber pengetahuan.

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL DAN INTERVENSI


NO. DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan asuhan Intervensi :
: kurang dari kebutuhan keperawatan selama 3x24 1. Manajemen
tubuh Berhubungan dengan jam diharapkan kebutuhan gangguan makan.
faktor biologis. nutrisi pasien terpenuhi. Mandiri :
1. Status nutrisi a. Dorong klien untuk
Indikator: mendiskusikan
1) Asupan makanan makanan yang
(2→5). disukai.
2) Rasio berat b. Timbang berat
badan/tinggi badan badan klien secara
(2→5). rutin.
3) Energi (2→5). c. Monitor intake dan
2. Nafsu makan ouput dengan tepat.
Indikator: d. Beri dukungan
1) keinginan untuk sembari klien juga
makan (2→5). berusaha
2) intake makanan mengintegrasikan
(2→5). perilaku makan yang
3) rangsangan untuk baru.
makan (2→5). Kolaborasi :
3. Tingkat nyeri a. Kolaborasi dengan
Indikator : tim kesehatan untuk
1) nyeri yang mengembangkan
dilaporkan (3→5). rencana perawatan
2) mual (2→5). dengan melibatkan
klien dan orang-
orang terdekatnya
dengan tepat.
b. Rundingkan dengan
ahli gizi dalam
menentukan asupan
kalori harian yang
diperlukan.

2. Ketidakberdayaan Terkait Setelah dilakukan asuhan 1. Dukungan


dengan penyakit progresif keperawatan selama 3x24 pengambilan
yaitu Diabetes Melitus. jam diharapkan keputusan
ketidakberdayaan pasien Intervensi :
hilang. a. Bantu pasien untuk
1. Penerimaan : status mengklarifikasi nilai
kesehatan dan harapan yang
Indikator: mungkin akan
1) Mengenali realita membantu dalam
situasi kesehatan membuat pilihan
(2→5). yang penting dalam
2) Menyesuaikan hidupnya.
perubahan dalam b. Berikan informasi
status kesehatan sesuai permintaan
(2→5). pasien
3) Mengepresikan c. Bangun komunikasi
kedamaian dari dengan pasien sedini
dalam diri (2→5). mungkin sejak
4) Mengepresikan pasien masuk ke
kegembiraan (2→5). unit perawatan
5) Membuat keputusan d. Informasikan
tentang kesehatan kepada pasien
(2→5). mengenai
pandangan-
pandangan atau
solusi alternatif
dengan cara yang
jelas dan
mendukung.
2. Inspirasi harapan
Intervensi :
a. Bantu pasien
mengembangkan
spiritualitas diri.
b. Jangan memalsukan
hal yang
sebenarnya.
c. Dukung hubungan
terapeutik dengan
orang yang penting
bagi pasien.
d. Demonstrasikan
harapan dengan
menunjukan bahwa
sesuatu dalam diri
pasien adalah
sesuatu yang
berharga dan
memandang bahwa
penyakit pasien
adalah hanya satu
segi dari individu.
3. Defisien pengetahuan Setelah dilakukan asuhan 1. Pengajaran :
Berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 Proses penyakit
kurang informasi dan jam diharapkan pengetahuan Intervensi:
sumber pengetahuan. pasien tentang penyakitya a. Kaji tingkat
meningkat. pengetahuan pasien
1. Pengetahuan : terkait proses
Manajemen penyakit.
diabetes b. jelaskan
Indikator : patofisiologi
1) Faktor-faktor penyakit.
penyebab c. jelaskan proses
dipertahankan penyakit sesuai
(2→5). kebutuhan.
2) Rencana makan yang d. berikan informasi
dianjurkan pada pasien
dipertahankan mengenai
(2→5). kondisinya.
3) Peran tidur dan e. berikan informasi
olahraga dalam kepada keluarga
mengontrol glukosa mengenai
darah dipertahankan perkembangan
(2→5). pasien.
4) Pencegahan f. jelaskan alasan
hiperglikemia dibalik manajemen/
dipertahankan terapi/ dan
(2→5). penanganan yang
5) Prosedur yang harus direkomendasikan.
diikuti dalam
mengobati 2. Modifikasi
hiperglikemia perilaku
dipertahankan Intervensi :
(2→5). a. tentukan motivasi
6) Efek samping obat pasien terhadap
dipertahankan perlunya perubahan
(2→5). perilaku.
b. bantu pasien untuk
dapat
mengidentifikasi
kekuatan dirinya dan
menguatkannya.
c. dukung untuk
mengganti
kebiasaan yang tidak
diingingkan dengan
kebiasaan yang
diinginkan.
d. tawarkan penguatan
positif dalam
pembuatan
keputusan bagi
pasien.
e. identifikasi masalah
pasien terkait
dengan istilah
perilaku.
f. fasilitasi keterlibatan
keluarga dalam
proses modifikasi
g. fasilitasi keterlibatan
dari perawatan
kesehatan lain,
sediakan dalam
proses modifikasi
secara tepat.

7. Hasil-hasil penelitian askep pada pasien yang mengalami


ketidakberdayaan

Evaluasi Implementasi
Saat pertama kali berinteraksi dengan pasien, pasien tidak langsung bersedia untuk
menceritakan mengenai kondisi kesehatan dan perasaannya saat ini. Penulis membutuhkan
waktu kurang lebih tiga kali pertemuan hingga akhirnya pasien bersedia menceritakan
tentang kondisi kesehatan dan perasaannya hingga penulis pun akhirnya mengangkat
diagnose ketidakberdayaan. Pada awalnya, pasien enggan untuk menceritakan mengenai
kondisi kesehatan dan perasaannya. Namun setelah dilakukan intervensi, pasien sudah mulai
mampu terbuka dan bercerita terutama setelah dilakukan perawatan terhadap lukanya. Pasien
tidak lagi mengeluh saat dilakukan perawatan luka. Pasien tetap mengatakan merasa nyeri
saat dilakukan perawatan luka, namun ia sudah tidak mau mengeluh karena ia sudah sadar
bahwa perawatan luka yang dilakukan oleh perawat bertujuan agar lukanya tidak menjadi
infeksi dan semakin parah. Dengan demikian, pasien selalu berharap dan bersemangat untuk
dapat segera sembuh. Saat dilakukan perawatan luka pun pasien sudah mulai menanyakan
mengenai kondisi lukanya apakah sudah semakin membaik. Hal tersebut menandakan bahwa
pasien sudah mulai bersikap aktif terhadap perawatan yang diberikan. Selain itu, pada
awalnya pasien bersikap pasrah menerima begitu saja perawatan yang diberikan. Namun
setelah kurang lebih tiga kali penulis memotivasi pasien untuk selalu mengembangkan
pikiran dan harapan yang positif, maka pada akhirnya pasien mampu menerima perawatan
yang diberikan. Saat kondisinya sudah semakin membaik dan ia diperbolehkan pulang,
pasien sudah mampu untuk mencari informasi mengenai keberlanjutan perawatan lukanya
sesampainya ia di rumah. Setelah berbincang dengan salah seorang perawat ruangan yang
merawat lukanya, pasien memutuskan untuk meminta bantuan perawat tersebut datang ke
rumahnya untuk merawat lukanya setiap dua hari sekali. Pasien mengatakan sebenarnya ia
merasakan paling nyeri saat lukanya dibersihkan oleh perawat tersebut. Namun justru
tindakan perawat tersebut dalam membersihkan luka pasien cukup teliti dan sabar sehingga
produksi pus yang ada pada luka pun dapat dibersihkan. Selain itu pasien pun sudah tahu
bahwa hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar lukanya semakin membaik. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pasien yang pada awalnya bersikap pasrah terhadap perawatan yang
akan dijalaninya dan tidak mampu untuk mencari informasi mengenai perawatan, kini sudah
mampu untuk mencari informasi mengenai perawatan dan sudah mampu untuk membuat
keputusan secara mandiri mengenai perawatannya dengan meminta perawat tersebut untuk
datang ke rumahnya merawat lukanya.
Daftar Pustaka :

NANDA. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2018-2020


Edisi 11. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Bulechek, Gloria M., Howard, Joanne, Cheryl. 2013. Nursing Interventions Classification
(NIC). Singapore; Indonesia : Elsevier; Mocomedia.

Moorhead, Sue., Marion, Meridean, Elizabeth. 2016. Nursing Outcomes Classification


(NOC)

Edisi-5. Singapore; Indonesia : Elsevier; Mocomedia.

Febriyani, Devi, 2016, Perasaan Ketidakberdayaan dengan kualitas hidup pasien ulkus
diabetik. Aceh : Idea Nursing Journal

Utami, Rensita Noorma. 2014, analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat
perkotaan pada pasien ketidakberdayaan dengan diabetes melitus tipe 2 di ruang antasena RS.
DR. H. MARXOEKI MAHDI, BOGOR. Depok

Stuart, Gail W. 2016. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart, edisi
Indonesia pertama, oleh Budi Anna Keliat dan Jesika Pasaribu. Jakarta: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai