Keperawatan Jiwa 1
Disusun Oleh :
Rismayanti 1710711100
2019
1. Definisi
2. Etiologi
Perasaan ketidak berdayaan dapat berdampak negatif terhadap kualitas hidup pasien
(Pereira et al, 2014, p. 135). Kualitas hidup adalah sebuah konsep yang sangat subjektif dan
multidimensi yang berkaitan dengan status kognitif, kepuasan, dan kebahagiaan emosional.
Penurunan kualitas hidup dapat mempengaruhi keadaan psikologis, gangguan dalam berpikir,
serta gangguan dalam hubungan sosial (Vileikyte, 2005 dalam Ginanjar & Herawati, 2014).
A) Respon Adaptif.
1) Asertif
Mengemukakan pendapat atau mengekspresikan rasa tidak senang atau tidaksetuju
tanpa menyakiti lawan bicara.
2) Frustasi
Suatu proses yang menyebabkan terhambatnya seseorang dalam mencapai
keinginannya. Individu tersebut tidak dapat menerima atau menunda sementara
sambil menunggu kesempatan yang memungkinkan. Selanjutnya individu merasa
tidak mampu dalam mengungkapkan perannya dan terlihat pasif.
3) Respon transisi Pasif
adalah suatu perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-haknya. Klien
tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena merasa kurang mampu,rendah
diri atau kurang menghargai dirinya
B) Respon maladaptif
1) Agresif
Suatu perilaku yang disertai dengan rasa marah, merupakan dorongan mental untuk
bertindak (dapat secara konstruksi/destruksi) dan masih terkontrol.Perilaku agresif
dapat dibedakan dalam 2 kelompok, yaitu pasif agresif dan aktif agresif
a) Pasif agresif
Perilaku yang tampak dapat berupa pendendam, bermuka asam, keraskepala,
suka menghambat dan bermalas-malasan
b) Aktif agresif
Sikap menentang, suka membantah, bicara keras, cenderung menuntutsecara
terus menerus, bertingkah laku kasar disertai kekerasan.
2) Amuk
Rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai kehilangan kontrol diri.Individu
dapat merusak diri sendiri, orang lain atau lingkungan.
4. Pengkajian
A. Faktor predisposisi
Menurut Struart dan Laraia (2005) faktor predisposisi merupakan faktor yang
beresiko yang menjadi sumber terjadinya stres dan mempengaruhi tipe dan sumber dari
individu untuk menghadapi stres baik secara biologis, psikososial dan sosiokultural.
Faktor predisposisi tersebut antara lain :
Factor predisposisi biologis meliputi latar belakang genetic, status nutrisi, kepekaan
biologis, kesehatan secra umum, dan keterpaparan pada racun.
Faktor prediposisi sosal budaya meliputi usia, gender, pendidikan, pendapatan,
pekerjaan, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, pengalaman sosial,
tingkatan sosial
Faktor prediposisi Psikologis meliputi :
Pengalaman traumatis (khususnya dalam enam bulan terakhir) : cidera fisik yang
menyebabkan intoleransi aktivitas.
Gangguan konsep diri karena menganggap dirinya terancam oleh kegagalan dalam
mencapai tujuan sehingga menimbulkan perasaan frustasi.
Adanya ancaman terhadap konsep diri (harga diri dan perubahan peran).
Mengalami stres psikologis akibat tidak mampu mengontrol stimulus yang ada.
Kemampuan melakukan komunikasi verbal, berinteraksi dengan orang lain.
Kemampuan mengungkapkan masalah pada orang lain.
Tipe kepribadian yang dimiliki.
Adanya pengalaman tidak menyenangkan yang menyebabkan trauma
Motivasi: kurangnya dukungan dari orang lain.
Self kontrol rendah, ketidakmampuan melakukan kontrol diri ketika mengalami
kegagalan (terlalu sedih).
Kepribadian: menghindar, tergantung dan tertutup/menutup diri dan mudah
menyerah/pesimis.
Persepsi individu yang buruk tentang dirinya sendiri dan orang lain.
Riwayat kesulitan mengambil keputusan, tidak mampu berkonsentrasi.
B. Faktor Presipitasi
Kejadian Stresful
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang, dapat terjadi karena
perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena
kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain,
lingkungan dan zat yang maha tinggi.
Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres
spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan
keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga,
kelompok maupun komunitas.
C. Penilaian Terhadap Stressor
A. Kognitif
1) Lapang pandang menjadi sempit.
2) Kurang mampu menerima rangsang dari luar.
3) Waspada dengan gejala fisiologis.
4) Bingung.
5) Takut akan konsekuensi yang abstrak.
6) Cenderung menyalahkan diri sendiri.
7) Berfokus pada diri sendiri.
8) Kurang konsentrasi.
9) Gangguan perhatian.
10) Mengungkapkan ketidakmampuan karena perubahan dalam fungsi tubuh yang
mengalami gangguan.
11) Mengungkapkan keluhan karena perubahan pada kejadian kehidupan.
12) Sulit mengambil keputusan.
13) Mengatakan takut kehilangan kontrol.
B. Afektif
1) Gelisah.
2) Sedih yang mendalam hingga mengalami frustasi.
3) Menangis.
4) Mengalami penyesalan.
5) Merasa tidak berdaya.
6) Berfokus pada diri sendiri.
7) Merasa bingung.
8) Ragu dan tidak percaya diri.
9) Merasa khawatir.
10) Cenderung menyalahkan diri sendiri.
11) Apatis.
12) Pesimis.
13) Mudah marah.
C. Fisiologis
1) Tanda-tanda vital : Tekanan Darah, Nadi, Respirasi, suhu badan.
2) Berat badan.
3) Wajah murung dan muka berkerut.
4) Suara bergetar dan kadang melemah / pelan.
5) Gangguan pola tidur (tidur berlebihan).
6) Nafsu makan menurun/ hilang sama sekali.
7) Simpatik:
a) Anoreksia.
b) Mulut kering.
c) Wajah pucat.
d) Nadi dan tekanan darah turun.
e) Pupil menyempit.
f) Lemah.
g) Nafas pelan sesekali nafas dalam.
8) Parasimpatik:
a) Nyeri kepala (pusing).
b) Penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut nadi.
c) Letih.
d) Tidur berlebihan.
e) Lesu.
D. Perilaku
1) Gerakan pelan dan lemas.
2) Penurunan produktivitas.
3) Gelisah dan melihat hanya sepintas.
4) Kontak mata buruk.
5) Apatis.
6) Melamun.
7) Menunduk.
8) Memalingkan wajah.
E. Sosial
1) Bicara pelan dan lirih.
2) Menarik diri dari hubungan interpersonal.
3) Kurang inisiatif.
4) Menghindari kontak sosial dengan orang lain.
5) Menunjukkan sikap apatis.
D. Sumber Koping
Merupakan pilihan – pilihan atau strategi yang membantu menentukan apa yang dapat
dilakukan dan apa yang beresiko. Mereka dapat mengandalkan sumber koping yang
tersedia, kesempatan bahwa pilihannya tersebut akan berhasil dan memungkinkan
individu tersebut dapat menerapkan strategi tertentu secara efektif. Hal yang termasuk
kedalam sumber koping, yaitu:
a) Personal ability
1) Pengetahuan klien tentang masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
2) Kemampuan klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
3) Jenis upaya klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
4) Kemampuan dalam memecahkan masalah.
b) Sosial support
1) Caregiver utama dalam keluarga.
2) Kader kesehatan yang ada di lingkungan tempat tinggal.
3) Peer group yang ada turut serta dalam memberi dukungan.
c) Material asset
1) Keberadaan asset harta benda pendukung pengobatan yang dimiliki (tanah, rumah,
tabungan) serta fasilitas yang membantunya selama proses gangguan fisiologis.
2) Mempunyai fasilitas Jamkesmas, SKTM, ASKES.
3) arak/ akses pelayanan kesehatan yang dikunjungi
d) Positive belief
1) Keyakinan dan nilai positif tentang ketidakberdayaan yang dirasakan: tidak ada.
2) Keyakinan dan nilai positif tentang pelayanan kesehatan yang ada.
E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah semua upaya yang diarahkan untuk menglola suatu
masalah. Tiga jenis utama mekanisme koping adalah sebagai berikut:
1. Mekanisme koping berfokus pada masalah, yang melibatkan tugas dan upaya
langsung untuk mengatasi ancaman. Contoh: negosiasi, konfrontasi, dan mencari
saran.
2. Mekanisme koping berfokus secara kognitif, dimana seseorang mencoba untuk
mengendalikan makna dari suatu masalah lalu menetralisirnya. Contoh: perbandingan
positif, ketidaktahuan selektif, dan devaluasi objek yang diinginkan.
3. Mekanisme koping berfokus pada emosi, dimana klien diminta untuk mengurangi
distress emosionalnya. Contoh meliputi mechanism pertahanan ego, seperti denial,
supresi atau proyeksi.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA (KETIDAKBERDAYAAN)
PENGKAJIAN
I. IDENTITAS KLIEN
A. Nama : Tn. S
B. Umur : 45 tahun
C. Jenis kelamin : Laki - Laki
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Berhubungan dengan faktor
biologis.
2. Ketidakberdayaan Terkait dengan penyakit progresif yaitu Diabetes Melitus.
3. Defisien pengetahuan Berhubungan dengan kurang informasi dan sumber pengetahuan.
Evaluasi Implementasi
Saat pertama kali berinteraksi dengan pasien, pasien tidak langsung bersedia untuk
menceritakan mengenai kondisi kesehatan dan perasaannya saat ini. Penulis membutuhkan
waktu kurang lebih tiga kali pertemuan hingga akhirnya pasien bersedia menceritakan
tentang kondisi kesehatan dan perasaannya hingga penulis pun akhirnya mengangkat
diagnose ketidakberdayaan. Pada awalnya, pasien enggan untuk menceritakan mengenai
kondisi kesehatan dan perasaannya. Namun setelah dilakukan intervensi, pasien sudah mulai
mampu terbuka dan bercerita terutama setelah dilakukan perawatan terhadap lukanya. Pasien
tidak lagi mengeluh saat dilakukan perawatan luka. Pasien tetap mengatakan merasa nyeri
saat dilakukan perawatan luka, namun ia sudah tidak mau mengeluh karena ia sudah sadar
bahwa perawatan luka yang dilakukan oleh perawat bertujuan agar lukanya tidak menjadi
infeksi dan semakin parah. Dengan demikian, pasien selalu berharap dan bersemangat untuk
dapat segera sembuh. Saat dilakukan perawatan luka pun pasien sudah mulai menanyakan
mengenai kondisi lukanya apakah sudah semakin membaik. Hal tersebut menandakan bahwa
pasien sudah mulai bersikap aktif terhadap perawatan yang diberikan. Selain itu, pada
awalnya pasien bersikap pasrah menerima begitu saja perawatan yang diberikan. Namun
setelah kurang lebih tiga kali penulis memotivasi pasien untuk selalu mengembangkan
pikiran dan harapan yang positif, maka pada akhirnya pasien mampu menerima perawatan
yang diberikan. Saat kondisinya sudah semakin membaik dan ia diperbolehkan pulang,
pasien sudah mampu untuk mencari informasi mengenai keberlanjutan perawatan lukanya
sesampainya ia di rumah. Setelah berbincang dengan salah seorang perawat ruangan yang
merawat lukanya, pasien memutuskan untuk meminta bantuan perawat tersebut datang ke
rumahnya untuk merawat lukanya setiap dua hari sekali. Pasien mengatakan sebenarnya ia
merasakan paling nyeri saat lukanya dibersihkan oleh perawat tersebut. Namun justru
tindakan perawat tersebut dalam membersihkan luka pasien cukup teliti dan sabar sehingga
produksi pus yang ada pada luka pun dapat dibersihkan. Selain itu pasien pun sudah tahu
bahwa hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar lukanya semakin membaik. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pasien yang pada awalnya bersikap pasrah terhadap perawatan yang
akan dijalaninya dan tidak mampu untuk mencari informasi mengenai perawatan, kini sudah
mampu untuk mencari informasi mengenai perawatan dan sudah mampu untuk membuat
keputusan secara mandiri mengenai perawatannya dengan meminta perawat tersebut untuk
datang ke rumahnya merawat lukanya.
Daftar Pustaka :
Bulechek, Gloria M., Howard, Joanne, Cheryl. 2013. Nursing Interventions Classification
(NIC). Singapore; Indonesia : Elsevier; Mocomedia.
Febriyani, Devi, 2016, Perasaan Ketidakberdayaan dengan kualitas hidup pasien ulkus
diabetik. Aceh : Idea Nursing Journal
Utami, Rensita Noorma. 2014, analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat
perkotaan pada pasien ketidakberdayaan dengan diabetes melitus tipe 2 di ruang antasena RS.
DR. H. MARXOEKI MAHDI, BOGOR. Depok
Stuart, Gail W. 2016. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart, edisi
Indonesia pertama, oleh Budi Anna Keliat dan Jesika Pasaribu. Jakarta: Elsevier