Disusun Oleh :
20101440117036
SEMARANG
2019
A. Definisi
Post Partum adalah masa 6 minggu sejak janin lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke kondisi sebelum hamil ( Bobak, 2005). Post Partum (
puerpurium) adalah masa yang dimulai setetelah partus selesai dan berakhir
kira-kira setelah enam minggu, tetapi seluruh organ genitalia baru pulih
kembali seperti sebelum hamil dalam waktu tiga bulan ( Winkjosastro,2006).
Post Partum (masa nifas) adalah masa enam minggu sejak bayi lahir
sampai organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil (
Doengoes,2001).
Sectio caesarea didefinisikan sebagai suatu persalinan buatan, dimana
janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram
(Jitowiyono, 2010).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut, section caesarea
juga dapat didefinisikan sebagai suatu histektomia untuk melahirkan janin
dari dalam rahim (Mochtar, 2011).
Sectio caesarea (SC) atau biasa disebut operasi sesar atau caesarean
section adalah salah satu tindakan persalinan untuk mengeluarkan bayi
melalui sayatan abdomen dan uterus. SC merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa ibu dan janin bila diperlukan (dr. Joshephine
Darmawan, 2019).
B. Etiologi
Etiologi dilakukan Sectio Caesarea :
1. Etiologi yang berasal dari ibu
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion ) Chepalo Pelvik Disproportion
(CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran
lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan
jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis
juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat) Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan
kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab
terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-
eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar
tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini) Ketuban pecah dini adalah pecahnya
ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam
belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah
hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Faktor Hambatan Jalan Lahir Adanya gangguan pada jalan lahir,
misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan,
adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.
2. Etiologi yang berasal dari janin
a. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
Letak kepala tengadah Bagian terbawah adalah puncak kepala,
pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga
bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini
jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi
berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
4) Letak Sungsang Letak sungsang merupakan keadaan dimana
janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan
bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa
jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
5) Etiologi yang berasal dari kontra
a. Infeksi intrauterine.
b. Janin mati.
c. Syok / anemia berat yang belum diatasi dan kelainan berat
(Apriyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014)
C. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan misalnya plasenta
previlia sentralis dan lateralis, panggul sempit, dispropsisi cephalo pelvic,
rupture, uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distosia serviksdan malpresentasi janin, kondisi tersebul perlu adanya
tindakan tindakan pembedahan yaitu sectio caesarea (SC). Sedangkan untuk
janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC
ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa
kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar
hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh
karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa
nyaman.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan dan penyembuhan
menimbulkan masalah ansietas pada pasien selain itu dalam proses
pembedahan juga akan dilkukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah
dan saraf-saraf disekitar daerah insisi hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri. Setelah
proses pembedahan berakhir luka insisi akan ditutup dan menimbulkan luka
post operasi yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan infeksi.
(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
D. Manifestasi Klinik
1. Post Partum
Manifestasi klinik masa nifas adalah hal-hal yang bersifat karakteristik
dalam masa nifas :
a. Adaptasi Fisiologi
Perubahan fisiologis pada masa post partum menurut Bobak,
Lowdermik,Jensen (2004) meliputi :
1) Involusi
Yaitu suatu proses fisiologi pulihnya kembali alat kandungan ke
keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi
lebih kecil karena cytoplasmanya yang berlebihan dibuang.
a) Involusi uterus
Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena
kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan
pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri :
1. Setelah placenta lahir hingga 12 jam pertama Tinggi
FundusUteri 1 - 2 jari dibawah pusat.
2. Pada hari ke-6 tinggi Fundus Uteri normalnya berada di
pertengahan simphisis pubis dan pusat.
3. Pada hari ke-9 / 12 tinggi Fundus Uteri sudah tidak teraba.
b) Involusi tempat melekatnya placenta
Setelah placenta dilahirkan, tempat melekatnya placenta
menjadi tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang
kontraksi serta trombosis pada endometrium terjadi
pembentukan scar sebagai proses penyembuhan luka. Proses
penyembuhan luka pada endometrium ini memungkinkan
untuk implantasi dan pembentukan placenta pada kehamilan
yang akan datang.
c) Lochea
Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari
jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang
senggama. Menurut pembagiannya sebagai berikut :
1. Lochea rubra
Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada
hari kesatu dan kedua.
2. Lochea sanguinolenta
Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah dan
pada hari ke-3 - 6 post partum.
3. Lochea serosa
Berwarna merah muda agak kekuningan, mengandung
serum, selaput lendir, leucocyt dan jaringan yang telah mati,
pada hari ke-7 - 10.
4. Lochea alba
Berwarna putih / jernih, berisi leucocyt, sel epitel, mukosa
serviks dan bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari
ke-1 – 2 minggu setelah melahirkan.
b. Adaptasi psikososial
Ada 3 fase perilaku pada ibu post partum menurut Bobak,
Lowdermik, Jensen (2004) yaitu :
1) Fase “taking in” (Fase Dependen)
Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu
dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri. Beberapa hari
setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dalam
tanggung jawab sebagai seorang ibu dan ia lebih mempercayakan
kepada orang lain dan ibu akan lebih meningkatkan kebutuhan
akan nutrisi dan istirahat. Menunjukkan kegembiraan yang
sangat, misalnya menceritakan tentang pengalaman kehamilan,
melahirkan dan rasa ketidaknyamanan.
2) Fase “taking hold” (Fase Independen)
a) Ibu sudah mau menunjukkan perluasan fokus perhatiannya
yaitu dengan memperlihatkan bayinya.
b) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.
c) Ibu mulai terbuka untukmenerima pendidikan kesehatan bagi
diri dan bayinya.
3) Fase “letting go” (Fase Interdependen)
a) Fase ini merupakan suatu kemajuan menuju peran baru.
b) Kemandirian dalam merawat diri dan bayinya lebih
meningkat.
c) Mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya
5. Periode pascapartum
Ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Perubahan
fisiologis pada masa ini sangat jelas yang merupakan kebalikan dari
proses kehamilan. Pada masa nifas tejadi perubahan-perubahan fisiologis
terutama pada alat-alat genitalia eksterna maupun interna, dan akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan yang terjadi pada masa nifas ini adalah:
a. Perubahan Sistem Reproduksi
Perubahan pada sistem reproduksi secara keseluruhan disebut proses
involusi, disamping itu juga terjadi perubahan-perubahan penting
lain yaitu terjadinya hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi.Organ
dalam system reproduksi yang mengalami perubahan yaitu:
1) Uterus
Uterus adalah organ yang mengalami banyak perubahan
besar karena telah mengalami perubahan besar selama masa
kehamilan dan persalinan. Pembesaran uterus tidak akan terjadi
secara terus menerus, sehingga adanya janin dalam uterus tidak
akan terlalu lama. Bila adanya janin tersebut melebihi waktu yang
seharusnya, maka akan terjadi kerusakan serabut otot jika tidak
dikehendaki. Proses katabolisme akan bermanfaat untuk
mencegah terjadinya masalah tersebut. Proses katabolisme
sebagian besar disebabkan oleh dua faktor, yaitu :
a) Ischemia Myometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus-
menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta, membuat
uterus relatif anemi dan menyebabkan serat otot atropi.
b) Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi
di dalam otot uterus. Enzim proteolitik dan makrofag akan
memendekan jaringan otot yang sempat mengendur hingga
10 kali panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari semula
selama kehamilan. Akhir 6 minggu pertama persalinan :
1. Berat uterus berubah dari 1000 gram menjadi 60 gram
2. Ukuran uterus berubah dari 15 x 12 x 8 cm menjadi 8 x 6
x 4cm.
3. Uterus secara berangsur-angsur akan menjadi kecil
(involusi) sehingga akhirnya kembali pada keadaan
seperti sebelum hamil.
Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa
involusi terlihat pada table berikut :
2. Uri/ Plasenta lahir Dua jari bawah pusat 750 gram 12,5 cm Lunak
2.
Selama 24 jam pertama dapat meningkat saampai 38 derajat selsius sebagai
3. akibat efek dehidrasi persalinan. Setelah 24 jam wanita tidak harus demam.
4.
Denyut nadi Denyut nadi dan volume sekuncup serta curah jantung tetap
tinggi selama jam pertama setelah bayi lahir. Kemudian mulai
menurundengan frekuensi yang tidak diketahui. Pada minggu ke-8 sampai
ke-10 setelah melahirkan, denyut nadi kewmbali ke frekunsi sebelum
hamil.
Pernapasan
Tekanan Darah
j. Perubahan Kulit
Pada waktu hamil terjadi pigmenrtasi kulit pada bebrapa tempat
karena prose hormonal. Pigmentasi ini berupa kloasma gravidarum
pada pipi, hiperpimentasi kulit sekitar payudara, hiperpigmentasi
kulit dinding peryrt (striae gravidarum). Setelah persalinan,
hormonal berkurang dan hiperpigmentasi pun menghilang. Pada
dinding perutakan menjadi putih mengkilap yaitu”striae albikan”
E. Pathway
Nyeri Resiko
akut infeksi
Hmbatan
mobilitas
fisik
F. Komplikasi
1. Melukai organ sekitar rahim
Di sekitar rahim terdapat organ penting seperti kandung kemih, saluran
kencing, dan usus besar. Organ-organ serta syaraf yang terletak
berdekatan bisa saja terkena goresan pisau bedah. Meski begitu, kasus ini
sangat jarang terjadi.
2. Melukai bayi
Bayi juga bisa terluka ketika dinding rahim dibuka.
3. Perdarahan
Perdarahan lanjutan yang terjadi akibat kontraksi rahim tidak baik setelah
plasenta dilahirkan sehingga Anda membutuhkan tranfusi darah. Bila
terjadi perdarahan berat saat operasi maka pada kasus yang lebih parah
akan dilakukan pengagkatan rahim.
4. Problem buang air kecil
Pada saat pembedahan dokter akan menodorong kandung kencing agar
tidak ikut tersayat ketika membuka dinding rahim. Akibatnya, otot-otot
saluran kencing akan terganggu sehingga masih ada sisa urin di kandung
kemih meski Anda sudah buang air kecil. Penderita akan mengeluarkan
urin saat tertawa, batuk, atau mengejan. Untuk mengatasinya akan
dipasang selang kateter untuk membantu mengeluarkan urin. Lakukan
latihan otot dasar panggul untuk menghindari masalah ini.
5. Infeksi
Infeksi bisa terjadi akibat kurangnya sterilitas alat-alat operasi, retensi
urin, luka operasi yang terkontaminasi atau melalui transfusi darah.
Infeksi bakteri pada umumnya dapat ditangani baik dengan antibiotik.
6. Perlengketan
Ibu yang menjalani operasi caesar berisiko mengalami perlengkatan
plasenta pada rahim (plasenta akreta). Perlengketan juga bisa terjadi bila
darah, jaringan rahim (endometrium) atau jaringan plasenta tertinggal
dan menempel pada usus atau organ dalam lainnya.
7. Trombus dan emboli
Pemberian obat bius selama operasi berlangsung dapat membuat otot-
otot berelaksasi, dimikian pula dengan otot-otot pembuluh darah. Kondisi
ini menyebabkan aliran darah melambat. Akibatnya, resiko pembentukan
trombus dan emboli meningkat. Trombus merupakan bekuan darah yang
bisa menyumbat aliran darah. Bila bekuan darah terbawa aliran darah
maka dapat menyumbat pembuluh darah di kaki, paru-paru, otak atau
jantung. Kondisi ini dapat menimbulkan kematian bila penyumbatan
sampai terjadi otak dan jantung.
8. Emboli air ketuban
Emboli terjadi bila cairan ketuban dan komponennya masuk ke dalam
aliran darah hingga menyumbat pembuluh darah. Emboli air ketuban bisa
terjadi pada persalinan normal atau operasi Caesar, sebab ketika proses
persalinan berlangsung terdapat banyak pembuluh darah yang terbuka.
Kejadian ini amat sangat jarang terjadi.
9. Infeksi puerpuralis (nifas)
a. Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi
atau perut sedikit kembung
c. Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering
kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi
infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
G. Data Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hemoglobin atau hematokrit untuk mengkaji perubahan kadar pra
operasi dan untuk mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) untuk mengidentifikasi adanya infeksi.
c. Urinalisis/ kulture urine
d. Pemeriksaan elektrolit.
(Doengoes M, 2010)
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya:
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien : nama, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan dan nama penanggung jawab/suami,
umur, suku bangsa dll.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : nyeri karena trauma karena pembedahan
section caesaria
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Provocative : adanya indikasi section caesaria ,
menyebabkan klien dilkukan operasi SC trauma
pembedahan discontinuiras jaringan menimbulkan nyeri.
b) Qualitas / Quantitas : nyeri dirasakan klien setelah efek
anestesi secara perlahan hilang, nyeri akan timbul jika efek
pemberian analgetika berakhir ( 4 jam setelah pemberian)
dan akan hilang saat analgetika di berikan. Qualitas nyeri
bersifat subyektif tergantung bagaimana klien
mempersepsikan nyeri tersebut.
c) Region : daerah yang mengalami nyeri adalah luka insisi
yang terdapat pada abdomen. Insisi pada SC klasik di
Midline Abdomen antara pusat dan simpisis pubis, pada SC
Transprovunda di daerah supra simpisis pubis dengan luka
insisi melintang. Area penyebaran nyeri dirasakan sampai
bokong dan terkadang adanya after pain ( nyeri alihan) yang
dirasakan klien sampai ke pinggang.
d) Skala nyeri berkisar dari nyeri sedang sampai nyeri berat,
dengan skala numeric 1-10, berada pada rentang 5-10.
e) Timing : nyeri dirasakan setelah 6 – 12 jam post section
caesaria, dan 1-3 hari pertama SC.
5) Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Reproduksi
Abdomen : luka insisi, proses penyembuhan luka
Uterus : TFU, kontraksi, letak fundus uter.
Lokhea : jumlah, warna, bau, serta kaji adanya
bekuan/ tidak
Vulva &Vagina : kebersihan, ada tidaknya tanda-tanda
radang
Payudara : laktasi, pengeluaran ASI, kesulitan dalam
pemberian ASI / menyusui, kemampuan bayi
menghisap
b. System Gastrointestinal
Bising usus di observasi setiap 1-2 jam post SC
c. System Kardiovaskuler
Ukur Tekana Darah, Denyut nadi, HB,Ht. Leucosit
d. System Genitourinaria
Vesicaurinaria, urine, warna, bau
e. System Muskuloskeletal
Kemampuan bergerak dan respon terhadap rangsangan,
ambulasi dini, kaji Howman sign.
f. Sietem Respirasi
Kaji respirasi rate, pola serta jenis pernafasan.
g. System Panca Indra
Penglihatan, pendengaran, perasa, peraba serta penciuman.
6) Psikologis
Penerimaan ibu terhadap bayi, pelaksanan Inisiasi Menyusu
Dini ( IMD).
7) Pemeriksaan terhadap bayi baru lahir
Penilaiian APGAR SCORE
2. Diagnosa Keperawatan
a. (00132) Nyeri akut b.d agen cedera fisik
b. (00004) Resiko Infeksi b.d prosedur invasif
c. (00092) Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri
d. (00108) devisit perawatan diri; mandi b.d nyeri
e. (00126) Devisien pengetahuan b.d kurangnya informasi
3. Intervensi Keperawatan
NOC NIC
Diagnosa
(00132) Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (1400)
b.d agen cedera fisik keperawatan selama 3x24 jam 1. Lakukan pengakajian
diharapkan klien dapat nyeri secara
Kontrol nyeri (1605) komprehensif yang
1. (160502) mengenali kapan meliputi lokasi,
nyeri terjadi karakteristik, durasi,
2. (160504) menggunakan frekuensi, kualitas,
tindakan pengurangan nyeri faktor pencetus
tanpa analgesik 2. Ajarkan penggunaan
3. (160505) menggunakan teknik nonfarmakologi
analgesik yang direkomendasi 3. Dorong pasien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyeri
dengan tepat
4. Dukung istirahat tidur
untuk yang adekuat
untuk penurunan nyeri
Pemberian Analgesik
(2210)
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,
keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
2. Cek perintah
pengobatan meliputi
obat, dosis, dan
frekuensi
3. Monitor tanda-tanda
vital