Anda di halaman 1dari 58

, SKRINING PASIEN TERSANGKA HIV/AIDS

NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

01/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Skrining pasien tersangka HIV/AIDS yaitu proses atau kegiatan yang
harus dilakukan untuk mengetahui apakah pasien yang masuk Rumah
Sakit Ibu dan Anak Cahaya Sangatta adalah tersangka HIV/AIDS
PENGERTIAN
sehingga kepada pasien tersebut dapat diberikan pelayanan sesuai
dengan fasilitas dan tenaga ahli di Rumah Sakit Ibu dan Anak Cahaya
Sangatta.
1. Untuk mencegah terjadinya psien tersangka HIV/AIDS datang
ke RSIA Cahaya Sangatta namun tidak dapat dilayani dengan
TUJUAN optimal
2. Agar pasien tersangka HIV/AIDS mendapatkan pelayanan
secara cepat dan tepat.
KEBIJAKAN -
1. Pasien-pasien di UGD, Poliklinik, Ruang Perawatan, Kamar
bersalin dan kamar operasi yang diperkirakan tersangka
penderita HIV/AIDS harus dilakukan informed consent oleh
dokter untuk dilakukan skrining yang tertulis dalam formulir
informed consent.
2. Pasien-pasien di UGD, Poliklinik, Ruang Perawatan, Kamar
bersalin dan kamar operasi yang sudah terdiagnosa HIV dan
dalam pengobatan ARV, petugas harus melakukan penanganan
dengan menggunakan APD lengkap.
PROSEDUR 3. Skrining pasien-pasien yang dicurigai HIV/AIDS dilakukan
dengan cara:
a. Pemeriksaan darah dengan menggunakan metode Rapid Test:
 Jika hasilnya positif dirujuk ke pusat HIV
 Jika negatif pasien dapat melanjutkan penanganan seperti
semula
b. Untuk pasien-pasien yang ada di kamar bersalin, kamar
operasi, kamar perawatan, yang sudah terdiagnosa HIV dan
dalam pengobatan ARV tidak perlu dirujuk tetapi diupayakan
pengobatannya bisa dilanjutkan di RS.
UGD
Unit terkait Rawat inap
Rawat jalan

RSIA CAHAYA SANGATTA 1


, PENATALAKSANAAN ( VCT )
VALUNTARY COUNSELLING AND TESTING

NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 02/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Voluntary Counseling Test (VCT) adalah Proses konseling pra
testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang
bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang
mengetahui status HIV. Konseling pra testing memberikan
pengetahuan tentang HIV & manfaat testing, pengambilan keputusan
PENGERTIAN
untuk testing, dan perencanaan atas issue HIV yang akan dihadapi.
Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti &
menerima status (HIV+) dan merujuk pada layanan dukungan.
Voluntary Counseling Test (VCT) merupakan pintu masuk penting
untuk pencegahan dan perawatan HIV
Sebagai acuan dalam penatalaksanaan Konseling dan
TUJUAN
Testing HIV/AIDS secara sukarela di RSIA Cahaya Sangatta
KEBIJAKAN -
1. Peralatan :
 Papan nama dan petunjuk
 Poster HIV/AIDS dan IMS
 Leaflet HIV/AIDS dan IMS
 Brosur HIV/AIDS dan IMS
 Kotak saran
 Tempat sampah
PROSEDUR  Meja dan kursi
 Jam kerja layanan, kalender dan kondom.
 Alat peraga penis dan alat peraga reproduksi wanita
 Lemari arsip dan dokumen
2. Bahan:
 Tisu
 Persedian air minum

RSIA CAHAYA SANGATTA 2


, PENATALAKSANAAN ( VCT )
VALUNTARY COUNSELLING AND TESTING

NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 02/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
3. Cara Kerja:
a. Konseling Pre Testing
 Menyiapkan perlengkapan untuk konseling
 Memanggil pelanggan (dengan menyebutkan nomor
registrasi) dan mempersilahkan masuk keruangan.
 Mempersilahkan pelanggan duduk dengan nyaman di kursi
yang telah tersedia.
 Memberi salam dan memperkenalkan diri.
 Memeriksa ulang nomor kode pelanggan dalam formulir
dokumen pelanggan.
 Menanyakan latar belakang dan alasan kunjungan.
 Memberi informasi tentang HIV/AIDS sesuai dengan yang
ada pada cek list untuk konseling pre test (cek list pada
lampiran)
 Mengklarifikasi tentang fakta dan mitos tentang HIV/AIDS,
termasuk tentang IMS dan menawarkan pemeriksaan IMS
secara rutin, khususnya pada penasun (IDU)
 Membantu pelanggan untuk menilai resiko pelanggan
 Membantu pelanggan untuk membuat keputusan untuk
PROSEDUR dilakukan tes HIV, antara lain dengan menjelaskan
keuntungan dan akibat melakukan tes HIV.
 Mendikusikan prosedur HIV/AIDS, waktu untuk
mendapatkan hasil dan arti dari tes HIV.
 Mendiskusikan kemungkinan tindak lanjut setelah ada hasil
test.
 Menjelaskan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV
dan memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri
dengan status HIV.
 Menjajaki kemapuan pelanggan dalam mengatasi masalah.
 Melakukan penilaian system dukungan.
 Memberi waktu untuk berfikir.
 Bila pelanggan menyetujui untuk test, konselor memberikan
form informed consent kepada pelanggan dan meminta tanda
tangannya setelah pelanggan membaca isi form HIV/.AIDS.
 Mengisi dokumen pelanggan dengan lengkap dan mengisi
form rujukan ke laboratorium.
 Membuat perjanjian dengan pelanggan untuk menunggu hasil
test.

RSIA CAHAYA SANGATTA 3


, PENATALAKSANAAN ( VCT )
VALUNTARY COUNSELLING AND TESTING

NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 02/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
 Mengantar pelanggan ke tempat pengambilan darah dan
menyerahkan form laboratorium kepada petugas pengambilan
darah.
 Bila pelanggan tidak menyetujui untuk di test, konselor
menawarkan kepada pelanggan untuk dating kembali sewaktu-
waktu bila masih memerlukan dukungan dan / atau untuk
dilakukan test.
 Mengucapkan salam dan mengakhiri proses.

b. Konseling Post Testing


 Memangggil pelanggan dengan menyebutkan nomor regester
seperti prosedur pemanggilan konseling pre-test.
 Memperhatikan komunikasi non verbal saat pelanggan
memasuki ruang konseling.
 Menanyakan kesiapan pelanggan untuk menerima test.
 Mengkaji ulang secara singkat dan menayakan keadaan umum
pelanggan.
 Memperhatikan amplop hasil test yang masih tertutup kepada
pelanggan.
PROSEDUR  Menanyakan kesiapan pelanggan untuk menerima hasil test.
a. Apabila pelanggan menyatakan sudah siap / sanggup
menerima hasil test, maka konselor menawarkan kepada
pelanggan untuk membuka amplop bersama konselor.
b. Apabila pelanggan menyatakan belum siap, konselor meberi
dukungan kepada pelanggan untuk menerima hasil dan beri
waktu sampai pelanggan menyatakan dirinya siap.
 Membuka amplop dan menyampaikan secara lisan hasil testing
HIV.
 Memberi kesempatan pelanggan membaca hasil.
 Menjelaskan kepada pelanggan tentang hasil testing HIV yang
telah dibuka dan yang telah dibaca bersama.
 Memberi kesempatan danventilasikan keadaan emosinya.
 Menerapkan manajemen reaksi.

RSIA CAHAYA SANGATTA 4


, PENATALAKSANAAN ( VCT )
VALUNTARY COUNSELLING AND TESTING

NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 02/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
c. Bila Hasil Test Positif
 Memeriksakan apa yang diketahui tentang hasil test.
 Menjelaskandengantenangartihasilpemeriksaan
 Memberi kesempatan untuk memventilasikan emosi.
 Memfasilitasi coping problem
 Setelah pelanggan cukup tenang dan konseling dapat
dilanjutkan konselor menyelesaikan informasi sebagai berikut :
a. Pengobatan ARV
b. Kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual
c. Menawarkan konseling pasangan
 Menawarkan secara rutin pelanggan mengikuti pemeriksaan
sifilis dan manfaat pengobatan sifilis.
 Untuk pelanggan perempuan terdapat fasilitas layanan
pemeriksaan kehamilan dan rencana penggunaan alat
kontrasepsi bagi laki-laki dan perempuan.
 Memotivasi agar dating ke klinik untuk evaluasi awal secara
medis.
 Konselor dan pelanggan menyepakati waktu kunjungan
berikutnya.
 Apabila pada waktu yang ditentukan pelanggan tidak bias hadir,
PROSEDUR
disarankan untuk menghubungi konselor melalui telepon untuk
perjanjian berikutnya.
 Memberi kesempatan kepada pelanggan untuk bertanya
mengenai hal-hal yang belum diketahui.
 Menawarkan pelayanan VCT pada pasangan pelanggan.
 Apabila pelanggan sudah jelas dan tidak ada pertanyaan, maka
konseling pasca-testing ditutup.
 Memotivasi agar bersama di damping oleh MK.
 Konselor mengisi form pasca-konseling.

d. Bila Hasil Test Negatif


 Mendiskusikan kemungkinan pelanggan masih berada dalam
periode jendela.
 Membuat ikhtisar dan gali lebih lanjut berbagai hambatan.
 Memastikan pelanggan paham mengenai hasil test yang diterima
dan pengertian periode jendela.
 Menjelaskan kebutuhan untuk melakukan test ulang dan
pelayanan VCT bagi pasangan.
 Menjelaskan upaya penurunan resiko yang dapat dilakukan.

RSIA CAHAYA SANGATTA 5


, PENATALAKSANAAN ( VCT )
VALUNTARY COUNSELLING AND TESTING

NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 02/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
 Memberi kesempatan kepada pelanggan untuk bertanya
mengenai hal-hal yang belum diketahui.
 Apabila pelanggan sudah jelas dan tidak ada pertanyaan, maka
konseling pasca-testing ditutup.
PROSEDUR
 Memotivasi agar bersedia didampingi oleh MK untuk
mempertanyakan perilaku yang aman.
 Membuat perjanjian untuk kunjungan ulang apabila dibutuhkan.
 Mengisi form pasca konseling.
UGD
Unit terkait Rawat inap
Rawat jalan

RSIA CAHAYA SANGATTA 6


, PENANGGULANGAN HIV-AIDS
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

03/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
a. Program penanggulangan HIV/AIDS adalah upaya Rumah Sakit
dalam melaksanakan penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan
pedoman penanganan HIV/AIDS berupa kegiatan promotif,
preventif, dan deteksi dini.
b. Penanggulangan adalah serangkaian upaya menekan laju penularan
HIV/AIDS melalui kegiatan pencegahan, promosi, konseling, dan
tes sukarela rahasia, pengobatan serta perawatan dan dukungan
PENGERTIAN terhadap orang dengan HIV
c. Pencegahan adalah upaya untuk memutuskan mata rantai penularan
HIV/AIDS di masyarakat, terutama beresiko tinggi tertular dan
menularkan HIV/AIDS seperti pengguna narkoba, jarum suntik,
pekrja seks dan pelanggan pasangannya, laki-laki yang
berhubungan seks dengan laki-laki warga binaan di LP, ibu yang
telah terinfeksi HIV dan bayinya, penerima darah/organ atau
jaringan tubuh donor.
1. Sebagai pedoman dalam pelaksanaan program penanggulangan
HIV/AIDS
TUJUAN
2. Menyusun strategi pada kegiatan promotif, preventif,dan deteksi
dini HIV/AIDS
KEBIJAKAN -
1. Membentuk tim program penanggulangan HIV/AIDS
2. Menyusun rencana kerja tim penanggulangan HIV/AIDS
3. Melaksanakan kegiatan program penanggulangan HIV/AIDS
PROSEDUR 4. Mengevaluasi pelaksanaan program penanggulangan HIV/AIDS
5. Membuat rencana tindak lanjut hasil evaluasi
6. Mendokumentasikan hasil pelaksanaan program penanggulangan
HIV/AIDS
1. Tim penanggulangan HIV/AIDS RSIA Cahaya Sangatta
Unit terkait
2. Manajemen RSIA Cahaya Sangatta

RSIA CAHAYA SANGATTA 7


, ( VCT )
VALUNTARY COUNSELLING AND TESTING
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

04/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Adalah suatu proses interaksi antara konselor dan konseling yang
datang dengan sukarela untuk mendapatkan bantuan dan akses ke
PENGERTIAN semua layanan kesehatan, baik informasi, edukasi pemecahan
masalah, testing, terapi, perawatan dan dukungan psikososial yang
berhubungan dengan HIV/AIDS
1. Mendiskusikan alasan pengembangan sistem rujukan dan jejaring
2. Mengembangkan sunber daya untuk memfasilitasi rujukan pada
TUJUAN tempat pelayanan VCT mereka
3. melakukan rujukan sebagai bagian kewajiban klinik pada tempat
layanan VCT mereka
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. pasien datang ke ruang VCT
2. Konselor emndata dan melakukan pencatatan ke buku kunjungan
VCT
3. Konselor melakukan konseling kepada pasien
4. Setelah dilakukan konseling apabila klien setuju untuk dilakukan
pemeriksaan laboratorium, klien diminta mengisi formulir
PROSEDUR
persetujuan untuk testing HIV
5. Pasien diarahkan ke laboratorium dengan membawa surat
pengantar pemeriksaan laboratorium
6. Sampel darah diambil oleh petugas laboratorium
7. Klien kembali ke klinik VCT untuk membuat janji pertemuan
berikutnya.
1. Petugas VCT
Unit terkait
2. Petugas Laboratorium

RSIA CAHAYA SANGATTA 8


, REGISTRASI KLIEN
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

05/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
PENGERTIAN Pendaftaran untuk mendapatkan nomor registrasi pelayanan VCT
1. Klien dapat terdokumentasi dengan baik
TUJUAN 2. Klien teridentifikasi
3. Rahasia klien terjaga
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Klien/pasien dipersilahkan masuk dan duduk dengan santai
2. Klien/pasien diberi nomor/kode sesuai dengan nomor/kode masing-
masing konselor
3. Klien diberi kartu identitas klien
PROSEDUR
4. Pengiriman laboratorium hanya ditulis nomor/kode/register
5. Setelah konseling, kartu identitas tersebut disimpan baik-baik dan
dibawa pada waktu pasca konseling dan bila akan konseling lanjutan
atau testing
Unit terkait Klinik VCT

RSIA CAHAYA SANGATTA 9


, PEMERIKSAAN LABORATORIUM RAWAT JALAN
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

06/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
PENGERTIAN Pemeriksaan yang dilakukan oleh klien rawat jalan di polik VCT
Mempermudah klien dalam melakukan pemeiksaan laboratorium
TUJUAN
setelah klinik VCT
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Klien datang di poli VCT
2. Konseling Pre Test
3. Bila klien setuju dilakukan testing, maka klien menandatangi
informed consen
PROSEDUR 4. Dilakukan pengambilan darah di laboratorium
5. Kembali datang untuk pos tes sesuai perjanjian dengan konselor
6. Bila hasil negatif, kembali tes ulang bila diperlukan
7. Bila hasil positif dilakukan konseling lanjutan dan dirujuk ke
rumah sakit rujukan ODHA
Unit terkait VCT, poli umum, poli spesialis

RSIA CAHAYA SANGATTA 10


, INFORMED CONSENT KLIEN VCT
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

07/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Penandatanaganan persetujuan tindakan secara sukarela oleh
klien/pasien atau keluarga yang berhak secara hukum, setelah
mendapatkan penjelasan yang lengkap oleh konselor dan diberi
PENGERTIAN
kesempatan untuk bertanya hal-hal yang kurang dimengertinya untuk
keperluan tes darah klien/pasien dalam rangkaian pelayanan konseling
dan tes sukarela untuk penyakit infeksi HIV/AIDS.
1. Untuk memberikan informasi tentang informed consent pada
yang membuthkan pelayanan konseling dan tes HIV/AIDS
2. Untuk menggugah kesadaran tentang sukarela tes darah untuk
TUJUAN
HIV/AIDS yang diperlukan
3. Untuk memberikan perlindungan hukum bagi klien/pasien dan
konselor.
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
a. Persiapan
Klien/pasien diberi informasi mengenai kegunaan informed
consent pelayanan VCT
b. Pelaksanaan
1. Penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan informed
consent: penjelasan terkait dalam pelayanan konseling pre
tes
2. Pemberian informed consent kepada klien/pasien untuk
dibaca, dimengerti, dan ditandatangani secara sukarela
3. Bila masih di bawah 18 tahun diwakili oleh orang tuanya,
PROSEDUR kecuali sudah menikah.
4. Bila karena satu dan lain hal tidak mampu dengan secara
sadar menandatangani informed consent, maka diwakili
oleh keluarga yang berhak mewakili secara hukum. Mereka
yang berhak secara hukum adalah suami, anak kandung,
orang tua kandung, saudara kandung
5. Bila dalam keadaan gawat dan tidak mampu menerima
penjelasan dan atau menandatangani informed consent,
maka dapat dilakukan tes darah tanpa informed consent bila
diperlukan tes darah

RSIA CAHAYA SANGATTA 11


, INFORMED CONSENT KLIEN VCT
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

07/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
6. Bila karena penyakitnya memerlukan segera di tes darahnya
untuk kepentingan terapi, maka dokter yang menanganinya
PROSEDUR boleh memintakan informed consent dengan memberikan
penjelasan sebelumnya tanpa dilakukan konseling pre tes
oleh konselor.
Seluruh tim medis HIV/AIDS
Unit terkait Pelaksana pelayanan VCT
Seluruh staf medis

RSIA CAHAYA SANGATTA 12


, PELAKSANAAN RUJUKAN
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

08/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Rujukan merupakan proses ketika petugas kesehatan atau pekerja
PENGERTIAN masyarakat melakukan penilaian bahwa klien memerlukan pelayanan
tambahan lainnya.
1. Mendiskusikan alasan pengembangan sistem rujukan dan
jejaring
2. Mengembangkan sumber daya untuk memfasilitasi rujukan
TUJUAN
pada tempat pelayanan VCT
3. Melakukan rujukan sebagai bagian kewajiban klinik pada
tempat layanan VCT
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Klien dengan HIV positif
2. Pemberian penjelasan rencana rujukan kepada klien atau keluarga
3. Perawat menghuni rumah sakit rujukan
4. Dilakukan rujukan ke Rumah Sakit rujukan HIV dan AIDS sesuai
PROSEDUR standar PPI
5. Petugas yang terlibat langsung dalam transportasi klien harus
menggunakan APD sesuai standar PPI
6. Fasilitas dan alat yang kontak dengan pasien harus dibersihkan
dengan desinfektan
Petugas VCT
Unit terkait
Semua ruang perawatan dan ruang tindakan

RSIA CAHAYA SANGATTA 13


, PELAKSANAAN RUJUKAN
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

09/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Pembacaan hasil laboratorium adalah pemberian informasi kepada
PENGERTIAN klien setelah dilakukannya pemeriksaan laboratorium, sehingga klien
memperoleh informasi tentang hasil dari pemeriksaan tersebut.
1. Klien memperoleh informasi tentang hasil laboratorium
TUJUAN
2. Klien memperoleh penjelasan dari Tim VCT
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Klien bertemu dengan konselor
2. Konselor membuka hasil laboratorium dihadapan klien
3. Bila hasil laboratorium klien Positif HIV dilakukan konseling pasca
PROSEDUR test terhadap klien
4. Bila hasil laboratorium negatif dilakukan konseling pasca tes
kemudian disarankan untuk dilakukan pemeriksaan HIV/AIDS 3
bulan yang akan datang.
Unit terkait Petugas VCT

RSIA CAHAYA SANGATTA 14


, Penatalaksanaan Pajanan Benda Tajam Dan Cairan Tubuh Pasien
HIV dan AIDS
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 10/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Penatalaksanaan tertusuk jarum dan benda tajam adalah salah
satu upaya pencegahan dan pengendalian infeksi terhadap petugas yang
PENGERTIAN tertusuk benda yang memiliki sudut tajam atau runcing yang menusuk,
memotong, melukai kulit seperti jarum suntik, jarum jahit bedah, pisau,
skalpel, gunting, atau benang kawat.
Melindungi petugas kesehatan, mahasiswa, petugas kebersihan,
TUJUAN pengunjung dari perlukaan dan tertular penyakit seperti hepatitis B,
hepatitis C dan HIV

KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS


1. Pertolongan pertama
a. Jangan panik
b. Penatalaksanaan lokasi terpapar
 Segera cuci bagian yang terpapar dengan sabun
antiseptik dan air mengalir
 Bilas dengan air bila terpapar pada daerah membran
mukosa
 Bilas dengan air atau cairan Nacl bila terpapar pada
daerah mata
2. Melaporkan ke Tim VCT, laporan meliputi: hari, tanggal, jam,
dimana, bagaimana kejadian, bagian mana yang terkena,
PROSEDUR
penyebab, jenis sumber, dan jumlah sumber yang mencemari.
3. Dilakukan konseling pra testing
4. Bila klien setuju dilakukan tes HIV dan AIDS, klien diminta
mengisi formulir persetujuan untuk testing HIV
5. Bila klien tidak setuju dilakukan konseling, klien dimotivasi
sampai klien siap dilakukan testing HIV
6. Apabila status klien HIV harus diberikan profilaksis pasca pajanan
berupa obat ARV 4 jam setelah paparan, maksimal 48-72 jam
diberikan selama 28 hari (pemberian profilaksis dilakuakn di
Rumah sakit Rujukan HIV dan AIDS)
7. Tes HIV diulang setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan.
1. Petugas VCT
Unit terkait
2. Petugas Laboratorium

RSIA CAHAYA SANGATTA 15


, Pemeriksaan Laboratorium HIV dan AIDS untuk Pelayanan
Antenatal Care
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 11/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Memberikan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama
kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan Ante Natal Care (ANC)
PENGERTIAN selengkapnya mencakup banyak hal meliputi anamnesa, pemeriksaan
fisik baik umum dan kebidanan, pemeriksaan laboratorium serta
intervensi dasar dan khusus sesuai dengan resiko yang ada.
Peningkatan pada upaya deteksi dini pencegahan penularan HIV dari
TUJUAN ibu ke anak (PPAI)

KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS


1. Ibu hamil datang untuk pertama kali mendapatkan pelayanan
ante natal
2. Bidan/perawat mengecek buku laporan HIV dan AIDS atau
rekam medis untuk mendapatkan riwayat HIV sebelumnya
3. Bila pasien belum pernah tes HIV, maka bidan/perawat akan
PROSEDUR
menjelaskan rencana pemeriksaan tes secara singkat
4. Bidan/perawat menghubungi petugas laboratorium
5. Petugas laboratorium mengambil sampel darah pasien
6. Bila tes HIV positif, maka bidan/perawat akan menghubunhi
tim VCT untuk melakukan konseling.
1. Petugas di ruang kebidanan
Unit terkait 2. Tim VCT
3. Petugas Laboratorium

RSIA CAHAYA SANGATTA 16


, Perawatan Pasien HIV/AIDS
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

12/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Merupakan kebijakan sebagai dasar pedoman dalam memberikan
PENGERTIAN perawatan pasien HIV/AIDS.
1. Agar pengelola perawatan dapat menyiapkan ruangan, tenaga
dan peralatan yang dibutuhkan untuk merawat pasien
HIV/AIDS
TUJUAN 2. Agar pelayanan perawatan pasien dapat berjalan dengan baik,
aman, tepat dan cepat
3. Menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi petugas yang
memberikan pelayanan kepada pasien HIV/AIDS
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Setiap ruangan yang merawat pasien HIV/AIDS diupayakan
menyiapkan kamar khusus HIV/AIDS yang memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. Cukup penerangan dan sirkulasi yang baik
b. Ada kamar mandi, wc, dan wastafel
c. Alat kedokteran dan perawatan disendirikan
d. Tersedia tempat sampah medik dan linen kotor, bertutup
dan berinjak yang dilapisi plastik
e. Tersedia alat pelindung diridan cairan
dekontaminasi/antiseptik
f. Kasur dan bantal dilapisi plastik/vinil
PROSEDUR
g. Tersedia tempat pembuangan forum dan alat tajam habis
pakai yang terbuat dari bahan tidak tembus
h. Tersedia ruang dekontaminasi
2. Setiap petugas yang memberikan pelayanan kepada pasien
HIV/AIDS harus memenuhi kriteria:
a. Memahami tentang penyakit HIV/AIDS
b. Mampu menerapkan universal precaution
c. Berkepribadian matang
d. Tidak hamil, menderita penyakit infeksi dan kelainan kulit
3. Pelayanan keperawatan kepada pasien HIV/AIDS diberikan
dengan memegang prinsip:

RSIA CAHAYA SANGATTA 17


, Perawatan Pasien HIV/AIDS
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

12/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
a. Pencegahan penularan penyakit melalui kewaspadaan universal
(universal precaution)
b. Perawatan terpadu secara komperhensif dan berkesinambungan
c. Tidak diskriminatif dan menghakimi
d. Memegang teguh rahasia jabatan
e. Memberikan asuhan keperawatan dengan melibatkan pasien dan
keluarga disertai dukungan psikososial secara optimal
PROSEDUR 4. Semua staf keperawatan tidak boleh memberikan informasi baik
lisan atau tulisan mengenai diagnosa pasien HIV/AIDS kepada
pihak manapun
5. Semua berkas rekam medik, alat perawatan, bahan dan limbah
tercemar harus diberi tanda khusus bulatan tutup warna kuning.
6. Perawat wajib membuat laporan pasien HIV/AIDS yang dirawat ke
bagian rekam medik dalam amplop tertutup sesuai formulir yang
disediakan
Unit terkait Perawat ruangan

RSIA CAHAYA SANGATTA 18


, Kewaspadaan Universal (Universal Precaution)
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

13/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Merupakan pedoman yang harus dilakukan dalam upaya pengendalian
PENGERTIAN infeksi yang diterapkan dalam pelayanan kesehatan kepada semua
pasien HIV/AIDS dan setiap waktu.
1. Untuk melindungi petugas RS dari infeksi HIV dan
memberikan pelayanan kesehatan kepada semua pasien
HIV/AIDS
TUJUAN 2. Untuk memberikan acuan kepada staf perawatan dalam
memberikan pelayanan terhadap pasien HIV/AIDS
3. Agar pelayanan terhadap pasien HIV/AIDS dapat diberikan
dengan baik dan aman bagi petugas pelayanan.

KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS


1. Cuci tangan dengan sabun/antiseptik sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan
2. Penggunaan alat pelindung yang sesuai untuk setiap tindakan
meliputi: sarung tangan, baju pelindung, Apron, masker, dan
kacamata
3. Alat pelindung diri dipakai selama melakukan tindakan:
 Memandikan, menolong BAB dan BAK
 Menyiapkan bahan pemeriksaan
 Mengganti pakaian dan alat tenun
 Mengukur pengeluaran urine, feses, dan muntah
PROSEDUR  Melakukan hukna
 Melakukan tindakan invasif seperti pemasangan infus,
cateterisasi, suction, menyuntik dan lain sebagainya.
 Membantu prosedur tindakan medis
 Merawat jenazah
4. Pengelolaan pembuangan alat tajam dan jarum spuit disposible
dengan hati-hati
5. Pengelolaan dan pembuangan limbah tercemar dengan aman
6. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan melakukan
dekonteminasi, pembersihan dan setrilisasi
7. Sarung tangan dan masker dipakai secara disposible

RSIA CAHAYA SANGATTA 19


, Kewaspadaan Universal (Universal Precaution)
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

13/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
8. Sarung tangan rumah tangga dari karet dapat dipakai ulang
setelah melalui proses dekontaminasi, pembersihan dan
sterilisasi
PROSEDUR 9. Sarung tangan rumah tangga dipakai pada saat membersihkan
instrumen dan alat kesehatan, ruangan, tempat tidur dan lain
sebagainya.

Unit Terkait Perawat ruangan

RSIA CAHAYA SANGATTA 20


, Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 14/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Penggunaan Alat Pelindung Diri untuk memberikan rasa aman bagi
PENGERTIAN
petugas yang merawat pasien dengan HIV.
TUJUAN Melindungi petugas dari penularan HIV dampak yang merugikan
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Cuci tangan dengan sabun/antiseptik sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan
2. Penggunaan alat pelindung yang sesuai untuk setiap tindakan
meliputi: sarung tangan, baju pelindung, Apron, masker, dan
kacamata
3. Alat pelindung diri dipakai selama melakukan tindakan:
 Memandikan, menolong BAB dan BAK
 Menyiapkan bahan pemeriksaan
 Mengganti pakaian dan alat tenun
 Mengukur pengeluaran urine, feses, dan muntah
 Melakukan hukna
 Melakukan tindakan invasif seperti pemasangan infus,
cateterisasi, suction, menyuntik dan lain sebagainya.
 Membantu prosedur tindakan medis
PROSEDUR  Merawat jenazah
4. Pengelolaan pembuangan alat tajam dan jarum spuit disposible
dengan hati-hati
5. Pengelolaan dan pembuangan limbah tercemar dengan aman
6. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan melakukan
dekonteminasi, pembersihan dan setrilisasi
7. Sarung tangan dan masker dipakai secara disposible
8. Sarung tangan rumah tangga dari karet dapat dipakai ulang
setelah melalui proses dekontaminasi, pembersihan dan
sterilisasi
9. Sarung tangan rumah tangga dipakai pada saat membersihkan
instrumen dan alat kesehatan, ruangan, tempat tidur dan lain
sebagainya.
10. Hal-hal yang perlu diperhatikan waspada terhadap kontaminasi

Unit Terkait Perawat ruangan

RSIA CAHAYA SANGATTA 21


, Pengelolaan Linen Kotor Pasien HIV/AIDS
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

15/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Tindakan penyimpanan dan pengiriman linen kotor setelah dipakai oleh
PENGERTIAN pasien HIV/AIDS.
Mencegah penularan HIV/AIDS melalui linen kotor yang
TUJUAN kemungkinan terkontaminasi virus HIV/AIDS
1. Memperhatikan keamanan pasien
KEBIJAKAN 2. Memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja
1. Langkah-langkah:
a. Pakai sarung tangan, masker, topi
b. Masukan linen kotor pasca pakai kedalam ember dengan label
infeksius, catat jumlah dan jenis linen. Pisahkan dari linen
kotor dan infeksius
PROSEDUR c. kirim ke binatu, untuk dilakukan dekontaminasi linen
menggunakan klorin 0,5% selama 10 menit
d. Transportasi linen dengan menggunakan troli linen kotor
dengan terpal merah
2. Hal-hal yang diperhatikan:
a. Selama transportasi petugas tetap menggunakan alat pelindung
diri
b. Hindari kebocoran pada plastik pembungkus linen kotor

Unit Terkait Petugas laundry

RSIA CAHAYA SANGATTA 22


, Pengelolaan Spesimen Darah Untuk Pemeriksaan Laboratorium
HIV/AIDS
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 16/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Tindakan untuk mengelolah bahan pemeriksaan laboratorium
PENGERTIAN khususnya darah secara aman

TUJUAN Melindungi petugas dari penularan HIV

KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS


1. Cuci tangan
2. pakai sarung tangan dan kaca mata dan baju pelindung
3. Jelaskan pada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
4. Mengambil spesimen lab sesuai kebutuhan
5. Beri label pada spesiemn dan tanda bulatan tertutup warna
merah
6. Masukan dalam kotak/tempat spesimen
PROSEDUR 7. Kirim ke Laboratorium
8. Lepaskan sarung tangan dekontaminasi dengan klorin 0,5%,
cuci tangan dengan larutan antiseptik
9. Lepas kacamata bersihkan dengan air sabun
10. Lepas topi, masker, baju kimono, masukan dalam kantong
plastik diberi label infeksius kirim ke bagian pencucian
11. Bersihkan sepatu dengan klorin 0,5%
12. Cuci tangan
Unit Terkait Laboratorium

RSIA CAHAYA SANGATTA 23


, Penatalaksanaan Jenazah HIV/AIDS
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

17/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
PENGERTIAN Jenazah adalah seseorang yang meninggal karena penyakit

1. Upaya pencegahan standar atau pencegahan dasar pada semua


kondisi
TUJUAN
2. Mencegah penularan secara kontak pada petugas atau
masyarakat umum
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
Alat Yang Disiapkan :

Alat pelindung diri diantaranya : sarung tangan, pelindung muka


(masker dan kaca mata), gaun/jubah/apron dan pelindung kaki

Penatalaksanaan :

1. Petugas melakukan cuci tangan dengan menggunakan antiseptik


bisa pilih salah satu antiseptik dan dilanjutkan dengan mencuci
tangan kembali dengan air mengalir selama 2-5 Menit

2. Semua Petugas memakai alat pelindung semua alat haru dipakai


pada saat menangani jenazah untuk mengurangi pejanan darah dan
cairan tubuh jenazah
PROSEDUR
3. Petugas yang sudahberpakain lengkap mengangakat jenazah ke
meja untuk dimandikan

4. Setelah selesasi dimandikan jenazah di siram dengan larutan


kaporit , tunggu 5 –10 menit dan bilas ulang dengan air sampai
kering dengan dosis kaporit dengan konsentrasi 35 % : 14 dr
kaporit dalam 1 liter air, kaporit dengan konsentrasi 60% : 8 gr
kaporit dalam 1 liter air, kaporit dengan konsentrasi 70 % :7,1 % gr
kaporit dalam 1 liter air

5. Setelah jenazah kering dilakukan pengkafanan dengan bungkus


kain kafan yang harus dilakukan oleh petugas yang berpakaian
lengkap

RSIA CAHAYA SANGATTA 24


, Kewaspadaan Universal (Universal Precaution)
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

13/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
6. Setelah dikafani pasien dibungkus dengan plastik

7. Setelah petugas selesasi mengakfani petugas menyerahkan ke


modin setempat untuk disholatkan

8. Modin memimpin pelaksanaan sholat jenazah sesuai pelaksanaan


sholat jenazah

9. Selesai sholat, Selanjutnya jenazah diangkat oleh petugas ke


PROSEDUR keranda mayat untuk dibawa ke pamakaman

10. Pada saat sampai petugas menyerahkan kepada modin untuk


melakukan ritual sesuai adat setempat , dan apabila lubang kuburan
sudah siap maka selanjutnya pelaksanaan penguburan dapat
dilaksanakan

11. Penguburan dilakukan oleh petugas sampai jenazah berada di tanah


untuk selanjutnya sesuai penguburan di daerah setempat

Unit terkait Kamar jenazah

RSIA CAHAYA SANGATTA 25


, Pemeriksaan Pasien HIV Positif Pada Kunjungan Pertama
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

18/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Pasien positif adalah pasien yang telah dinayatakan positif melalui
PENGERTIAN pemeriksaan dengan strategi tiga dan dibuktikan dengan adanya
dokumen tertulis
Sebagai acuan bagi petugas RS dalam menangangi pasien HIV positif
TUJUAN
yang datang ke RS.
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Pasien mendaftar terlebih dahulu dengan membayar registrasi
2. petugas registrasi mencatat di buku registrasi dengan mengisi
form rekam medik
3. Perawat melakukan pengukura BB, dan TB dan mencatat di
forrm pemeriksaan fisik forensik baseline
4. Perawat mengisi form identif responden
5. Setelah mendapat giliran pemeriksaan, pasien diperiksa oleh
dokter umum yang bertugas
6. Dokter melakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan
PROSEDUR stadium klinis (WHO)
7. Dokter yang memeriksa mengisi form anamnesis dan
pemeriksaan fisik form baseline
8. Dokter meminta pemeriksaan laboratorium sesuai dengan SPM
pelayanan pasien HIV positif dengan memakai form
pemeriksaan dasar Lab
9. Apabila pada pemeriksaan klinis didapati pasien berada pada
stadium 3 atau 4, pasien diberikan profilaksis kotrimoxazole
1x960 mg
10. Pasien dianjurkan kunjungan ulang setelah seminggu
 UGD
 Rawat inap
Unit Terkait  Rawat jalan
 Rekam medik
 Laboratorium

RSIA CAHAYA SANGATTA 26


, Pelayanan Kunjungan Ulang Pasien HIV Positif Pra Pengobatan
ARV
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 19/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Kunjungan ulang dimaksud adalah kunjungan yang dilakukan di RS
PENGERTIAN oleh pasien setelah menjalani pemeriksaan pada kunjungan pertama
sebelumnya.
Sebagai acuan bagi dokter umum, PPDS, dokter spesialis, perawat
TUJUAN
RSIA Cahaya Sangatta dalam melayani pasien kunjungan ulangan.
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Pasien mendaftar terlebih dahulu dengan membayar registrasi
2. Petugas pendaftar mencatat di form registrasi rawat jalan
3. Perawat melakukan pengukura BB, dan TB dan mencatat di
forrm pemeriksaan perawat
4. Pasien diperiksa oleh dokter umum yang bertugas
5. Dokter melakukan pengkajian hasil pemeriksaan laboratorium
serta pemeriksaan fisik dan menuliskan di dokumen rekam
medikbagian form pemeriksaan dokter pada kartu kunjungan
pasien.
PROSEDUR 6. Apabila pasien dalam keadaan darurat yang memerlukan
tindakan segera, maka dokter yang memeriksa dapat mengambil
tindakan yang dianggap perlu untuk kemudian merujuk pasien
kepada dokter yang sesuai dengan keadaan pasien
7. Bagi pasien yang stabil maka dokter yang memeriksa merujuk
pasien kepada dokter PPDS penyakit dalam yang bertugas di
RS untuk pengobatan infeksi oportunis dan pengobatan ARV
8. Apabila diputuskan pasien memnuhi syarat untuk pengobatan
ARV, maka pasien menjalani konseling adherens
 UGD
 Rawat inap
Unit Terkait  Rawat jalan
 Rekam medik
 Laboratorium

RSIA CAHAYA SANGATTA 27


, Pemberian obat Anti Retoviral (ARV)
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

20/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
1. Obat ARV(Anti retroviral) adalah obat yang diberikan kepada pasien
HIV positif yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam
SPM pemberian obat ART
PENGERTIAN 2. SPM (standar pelayanan minimal) adalah standar acuan penanganan
medis bagi petugas kesehatan
3. Yang dimaksud keadaan darurat untuk pengambilan ARV adalah
keadaan dimana pasien kehabisan obat diluar perhitungan.
Sebagai acuan bagi dokter umum, dokter spesialis, dan Tim
TUJUAN
penanggulangan HIV/AIDS di RSIA Cahaya Sangatta.
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Petugas yang berwenang memberikan ARVadalah:
a. Pada tahap inisiasi ARV diberikan oleh dokter spesialis penyakit
dalam bagi pasien dewasa dan dokter spesialis ilmu kesehatan
anak bagi pesian anak
b. Pada tahap ulangan ARV dapat diberikan oleh dokter umum
yang bertugas
c. Dokter RS lain atas persetujuan dokter penanggung jawab
pengobatan di poliklinik rawat jalan
2. Jenis obat yang diberikan adalah sesuai dengan SPM pengobatan
PROSEDUR ARV di RS
3. pasien berhak mendapat pengobatan ARV adalah pasien yang
memenuhi syarat sesuai SPM PENGOBATAN ARV UNTUK
ORANG DEWASA dan SPM PENGOBATAN ARV UNTUK
ANAK di RS
4. Tempat pengambilan obat ARV dapat diambil di Apotek pada
instalasi farmasi
5. Pada keadaan darurat, obat ARV dapat diambil di Apotik 24 jam
dengan persetujuan apoteker penanggung awab ARV yang ada di
Instalasi Farmasi

RSIA CAHAYA SANGATTA 28


, Pemberian obat Anti Retoviral (ARV)
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

20/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
6. Prosedur kerja:
a. Pasien:
 Pasien yang sudah ditentukan memenuhi syarat mendapat
pengobatan ARV terlebih dahulu harus menjalani konseling
kepatuhan (Adherence)
 Setelah menjalani konseling kepatuhan, konselor merujuk
kembali kepada dokter yang merawat untuk mendapatkan
PROSEDUR
pengobatan ARV
b. Dokter:
Dokter yang merawat memberikan resep pengambilan obat
ARV, sesuai dengan ketentuan pengambilan obat ARV
c. Pencatatan:
Pencatatan pelaporan pengambilan ARV dicatat oleh petugas
farmasi pada instalasi farmasi di RS.
 UGD
 Rawat inap
Unit Terkait  Rawat jalan
 Instalasi farmasi

RSIA CAHAYA SANGATTA 29


, Pelaksanaan Konseling Adherence
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

21/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
1. Konseling Adherence selanjutnya disebut konseling kepatuhan
adalah kegiatan konseling yang dilaksanakan pada pasien yang
akan memulai pengobatan ARV atau sedang dalam pengobatan
ARV (sebagai konseling lanjutan)
2. Konseling adalah saran, anjuran, nasehat profesional yang
diberikan kepada seseorang yang mempunyai masalah/problem
PENGERTIAN 3. Adherence (kepatuhan) yang dimaksud adalah seberapa jauh
pasien menaati instruksi atau aturan minum obat dengan dosis
benar, cara yang benar, dan seumur hidup
4. Konselor adalah petugas yang memiliki keterampilan konseling
dan pemahaman akan seluk beluk HIV/AIDS dan pemahaman
akan konseling kepatuhan.
1. Sebagai acuan bagi petugas medis dan konselor di RS dalam
melaksanakan konseling kepatuhan
2. Menganalisa kesiapan pasien untuk menjalani pengobatan ARV
TUJUAN 3. Menyampaikan informasi, edukasi dan konseling kepada pasien
tentang pengobatan ARV
4. Memastikan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
ARV
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Pada pelaksanaan konseling pertama, dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan dan pengkajian gejala klinis
b. Penjelasan umum tentang manfaat ARV dan keburukan
apabila tidak patuh
c. Menggali kemungkinan hambatan
d. Mengecek kembali pengetahuan pasien dan pendamping
PROSEDUR tentang HIV/AIDS
e. Lakukan konseling pencegahan
f. Catat hasil konseling pada form konseling I
g. Konseling sebaiknya didampingi oleh keluarga atau
pendamping minum obat
2. Pelaksanaan konseling kedua dikaji hal-hal sebagai berikut:
a. Mengecek kembali perkiraan hambatan potensial

RSIA CAHAYA SANGATTA 30


, Pelaksanaan Konseling Adherence
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

21/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
b. Pemecahan masalah dari hambatan potensial
c. Diskusikan hasil tes laboratorium
d. kaji masalah kepatuhan minum obat profilaksis atau obat
TB
e. Bila ditemukan masalah ketidakpatuhan akibat efek
samping, rujuk pasien kepada dokter yang merawat
f. Apabila tidak ada masalah dengan obat profilaksis atau obat
TB, rencanakan bersama awal pengobatan
g. Bila dalam kajian diperkirakan kepatuhan akan baik,
langsung rujuk pasien kepada dokter yang menangani untuk
mulai ARV
h. Apabila kepatuhan masih diragukan sarankan untuk
PROSEDUR konseing ketiga
3. Pelaksanaan konseling ketiga, hal dikaji:
a. kaji gejala klinis
b. Tinjau ulang pengetahuan pasien tentang HIV, infeksi
oportunisi, CD4/viral load
c. Ingatkan kembali tentang pencegahan
d. Tinjau ulang rejimen pengobatan:
1. Efek samping
2. Strategi kepatuhan
3. Rencana follow up
4. Kaji kembali kesiapan pasien untuk minum obat
5. Catat dalam catatan kunjungan
 UGD
 Rawat inap
Unit Terkait  Rawat jalan
 Rekam medik
 Laboratorium

RSIA CAHAYA SANGATTA 31


, Pelayanan Kunjungan Ulang Pasien Dalam Pengobatan ARV
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

22/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
1. Kunjungan ulang adalah kunjungan yang dilakukan oleh pasien
yang sedang menjalani pengobatan ARV dengan tujuan:
 Pemeriksaan karena adanya keluhan yang dirasakan oleh
pasien
PENGERTIAN  Untuk menjalani konseling Adherence (kepatuhan
berobat)
 Untuk pengambilan obat ARV
2. Form kunjungan adalah form yang diisi oleh dokter atau
perawat yang menangani pasien.
Sebagai acuan prosedur bagi petugas tata usaha, perawat dan dokter
TUJUAN
klinik dalam melaksanakan pelayaann bagi pasien yang melakukan.
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Pasien mendaftar terlebih dahulu dengan memnayar registrasi
2. Perawat yang bertugas mengisi form kunjungan klinik form identif
responden
3. melakukan pemeriksaan TPRS serta mengukur TB dan BB
4. pasien diperiksa oleh dokter umum yang bertugas
5. Dokter melengkapi rekam medisdan form kartu kunjungan klinik
PROSEDUR (pasca ARV)
6. Apabila keadaan pasien masih apat ditangani oleh dokter
pemeriksa maka dokter pemeriksa dapat membrikan penanganan
seperlunya
7. Apabila dianggap perlu untuk dirujuk maka dokter akan merujuk
ke dokter penyakit dalam.
8. Perawat melengkapi buku register rawat jalan
 UGD
 Rawat inap
Unit Terkait  Rawat jalan
 Rekam medik
 Laboratorium

RSIA CAHAYA SANGATTA 32


, Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT)
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 23/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
1. Pencegahan penularan dai ibu HIV positif kepada bayi yang
dikandungnya adalah kegiatan yang termasuk PMTCT dari tim
PENGERTIAN penanggulangan AIDS RS
2. Prosedur pelaksanaan PMTCT adalah alur pelayanan yang
wajib dilalui oleh ibu hamil sebelum dan sesudah tes HIV
1. mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia
reproduksi
2. Mencegah kehamilanyang tidak direncanakan pada ibu HIV
positif
TUJUAN
3. Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif
ke bayi yang dikandungnya
4. Memberikan dukungan psikologis, sosial, dan perawatan
kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya.
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
IBU HAMIL

Poli/UGD Luar RS

status HIV Status HIV

PROSEDUR (+) (-) Belum Belum (-) (+)


diketahui diketahui

VCT/PITC

Menolak stattus

Terapi ARV

RSIA CAHAYA SANGATTA 33


, Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT)
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

23/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA

Terapi ARV

Klinik RSIA Cahaya


Sangatta

Antepartum Intrapartum Postpartum

Rekomendasikan
Seksio sesaria

Perinatologi Spesialis anak

Bayi dari ibu HIV Bayi dari ibu HIV


(+) (+)

PROSEDUR
Terapi ARV Terapi ARV

Keterangan:
1. Ibu hamil datang ke poliklinik/PONEK atas kehendak sendiri atau
tanpa rujukan dokter dan fasilitas kesehatan lainnya
2. Ibu hamil yang datang atas rujukan dokter/fasilitas kesehatan
lainnya
3. Status HIV ibu hamil positif adalah: bila didapatkan hasil positif
pada pemeriksaan laboratorium secara serologis dengan 3 (tiga)
cara pemeriksaan berbeda.
4. Status HIV ibu hamil negatif adalah: bila didapatkan hasil negatif
pada pemeriksaan laboratorium secara serologis dengan 3 (tiga)
cara pemeriksaan berbeda. Pemeriksaan di ulang 3 (tiga) bulan
kemudian, untuk memastikan tidak dalam kondisi window periode
5. Ibu hamil yang belum diketahui status HIV, dilakukan VCT atau
PITC
6. VCT adalah kegiatan konseling yang bersifat sukarela dan rahasia
antara konselor dari Tim penanggulangan HIV/AIDS RS dengan
ODHA atau orang terduga HIV.

RSIA CAHAYA SANGATTA 34


, Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT)
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

23/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
7. Ibu hamil yang menolak VCT, akan diupayakan konseling ulang,
pada kunjungan berikutnya
8. PITC adalah testing dan konseling yang diinisiasi oleh petugas
kesehatan untuk kepentingan tes diagnostik dan tawaran rutin
9. ARV diberikan pada ibu hamil dengan HIV (+), mengacu pada
prosedur tetap ARV
10. Antepartum adalah masa kehamilan mulai dari konsepsi sampai
dengan awal proses persalinan
PROSEDUR 11. Intrapartum adalah masa selama proses persalianan yang ditandai
dengan kontraksi rahim yang teratur dan terjadi pembukaan jalan
lahir
12. Postpartum adalah masa setelah plasenta lahir hingga 40 hari
selanjutnya
13. Seksio sesarea adalah proses persalianan dengan pembedahan
yang dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu atau sesegera
mungkin bila pasien datang dalam keadaan inpartum (bila
memungkinkan)
 UGD
 Rawat inap
 Rawat jalan
Unit Terkait  Rekam medik
 Laboratorium
 PONEK

RSIA CAHAYA SANGATTA 35


, Pemberian Obat Infeksi Oportunistik Bantuan Pemerintah Untuk
Penderita HIV/AIDS Melalui Klinik Rumah Sakit
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 24/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
1. Obat infeksi oportunistik bantuan pemerintah adalah obat-obat
yang digunakan untuk mengobati infeksi penyerta pada pasien
HIV/AIDS yang merupakan bantuan dari pemerintah.
2. Tim penanggulangan infeksi HIV/AIDS adalah Tim RS yang
diberi tanggungjawab dalam menangani permasalahan
HIV/AIDS di RS
3. Depo farmasi adalah fasilitas pelayanan farmasi yang dikelola
PENGERTIAN oleh instansi farmasi di ruang penderita yang bertangungjawab
dalam pengelolaan dan pelayanan perbekalan kesehatan serta
memberikan pelayanan farmasi lainnya
4. Petugas depo farmasi adalah apoteker, asisten apoteker dan
petugas administrasi dengan status sebagai pegawai instalasi
farmasi yang bertugas memberikan pelayanan perbekalan
kesehatan penderita, dibawah tanggung jawab instalasi farmasi.
Sebagai acuan dalam menetapkan langkah-langkah dan prosedur untuk
TUJUAN pengelolaan obat infeksi oportunistik bantuan pemerintah bagi
penderita HIV/AIDS yang disertai infeksi oportunistik
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Petugas depo farmasi menerima obat/resep infeksi oportunistik
dari pasien atau keluarga pasien
2. Petugas depo farmasi memeriksa kelengkapan resep dan
persyaratan yaitu adanya legalisasi berupa cap dan tanda tangan
dokter yang diberikan oleh Tim penanggulangan HIV/AIDS RS
3. Bila resep belum lengkap persyaratannya maka resep tersebut
PROSEDUR dikembalikan kepada pasien dan harus dilegalisasi terlebih
dahulu agar dapat dilayani
4. Petugas depo farmasi melayani resep yang sudah lengkap
persyaratannya
5. Petugas depo farmasi melakukan serah terima obat infeksi
oportunistik dengan pasien
6. Petugas depo farmasi melaporkan data pemakaian obat infeksi
oportunistik kepada tim penanggulangan HIV/AIDS RS

Unit Terkait  UGD, Rawat inap, Rawat jalan, Rekam medik, Farmasi

RSIA CAHAYA SANGATTA 36


, Profilaksis Pasca Pajanan (PPP)
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

25/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
a. Pajanan
1. Setiap perlukaan yang menembus kulit seperti tertusuk
jarum, luka iris atau kontak dengan lapisan mukosa/kulit
yang tidak utuh (kulit yang luka, pecah, lecet atau sedang
terserang dermatitis)
2. Kontak dengan darah/cairan tubuh lain pada kulit yang utuh
dengan kontak yang lama (Pedoman Nasional Perawatan,
dukungan dan pengobatan bagi ODHA)
PENGERTIAN 3. Pajanan meliputi:
 Parenteral berupa tusukan, luka dan lain-lain
 Percikan pada mukosa mata, hidung atau mulut
 Percikan pada kulit yang tidak utuh (pecah-pecah, lecet
atau exematos)
b. Profilaksis pasca pajanan
Selanjutnya disingkat PPP adalah tindakan/pengobatan yang
diberikan kepada petugas/keluarga atau orang sehat lain setelah
terpajan oleh cairan tbuh/darah ODHA atau terduga ODHA
1. Sebagai acuan petugas medis dan konselor dalam menangani
orang yang terpajan
TUJUAN 2. melindungi petugas medis/non medis atau orang sehat lain di
RS akibat pajanan ditempat kerja dan mengurangi resiko
penularan pada petugas kesehatan.
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Bagi individu yang terpajan:
a. Tindakan pertama pada setiap pajanan adalah mencuci
dengan air mengalir dan sabun antiseptik
b. Bila tertusuk jarum segera bilas dengan air mengalir atau air
PROSEDUR dalam jumlah yang banyak dengan sabun/antiseptik
c. Bila darah mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau
tusukan, cuci dengan sabun dan air mengalir atau larutan
garam dapur

RSIA CAHAYA SANGATTA 37


, Profilaksis Pasca Pajanan (PPP)
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 25/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
d. Bila darah mengenai mulut ludahkan dan kumur-kumur
dengan air beberapa kali
e. kalau terpercik pada maat cucilah mata dengan air mengalir
(irigasi) atau dengan garam fisiologis (Nacl 0,9%)
f. Jika darah memercik ke hidung, hembuskan keluar dan
bersihkan dengan air
g. jari yang tertusuk tidak boleh dihisap dengan mulut
h. Setiap pajanan dicatat dan dilaporkan seecpatnya (kurang
dari 4 jam) kepada Tim penanggulangan HIV/AIDS RS.
2. Bagi petugas yang menangani:
a. Orang yang terpajan diperlakukan seperti dalam keadaan
darurat dan mengisi formulir laporan pajanan poliklinik
rawat jalan bagian awal sampai V
b. Bila status sumber pajanan tidak diketahui, petugas
PROSEDUR melakukan analisa sumber pajanan
c. Petugas metujuk terpajan kepada konselor klinik rawat jalan
untuk konseling profilaksis
d. Dalam konseling profilaxis ditentukan kode pajanan (KP)
dan kode status HIVsumber pajanan (KS)
e. Bila hasil analisa sumber pajanan tidak dapat ditentukan
maka kode sumber pajanan adalah “KS HIV tidak tahu”
f. Pemberian profilaxis adalah sebagai berikut:
 KPI dengan KSI : pertimbangkan pemberian duviral
(Lamivudin dan Zidovudin) 2x1 tab selama 28 hari
 KP2 dengan KS2 dianjurkan duviral 2x1 tab +
Efavirenz 1x600 mg selama selama 28 hari
 KP3 dengan KS3
g. Terpajan menjalani VCT
Unit Terkait UGD, Rawat inap, Rawat jalan, Rekam medik, Farmasi

RSIA CAHAYA SANGATTA 38


, Prosedur Pemberian Obat ARV Sebagai Profilaksis Pasca pajanan
(PPP)
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 26/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
1. Profilaksis Pasca Pajanan adalah peberian obat ARV pada
petugas kesehatan yang terpajan oleh darah atau cairan tubuh
orang pengidap HIV
2. Obat Anti Retroviral adalah obat yang diberikan pada terpajan
PENGERTIAN sesuai protap profilaksis pasca pajanan (PPP)
3. Kode pajanan (KP) adalah kode yang diberikan kepada orang
terpajan
4. Kode status (KS) kode yang diberikan bagi sumber pajanan
Sebagai acuan prosedur bagi petugas dalam memberikan obat ARV
TUJUAN
pada pasca pajanan
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Pasein terpajan membawa resep dari dokter yang bertugas
2. Petugas farmasi memebrikan ARV
PROSEDUR 3. Petugas mencatat pada laporan pencatatan pelaporan pajanan
sesuai ketentuan

Unit Terkait UGD, Rawat inap, Rawat jalan, Rekam medik, Farmasi

RSIA CAHAYA SANGATTA 39


, Pemberian Obat Anti Retroviral Untuk Pasien Program PMTCT
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

27/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
1. Obat Anti Retroviral adalah obat yang zidovidun, lamivudin,
nevirapin, efavinez.
2. Tim penanggulangan infeksi HIV/AIDS adalah Tim RS yang
diberi tanggungjawab dalam menangani permasalahan
HIV/AIDS di RS
3. Depo farmasi adalah fasilitas pelayanan farmasi yang dikelola
oleh instansi farmasi di ruang penderita yang bertangungjawab
dalam pengelolaan dan pelayanan perbekalan kesehatan serta
memberikan pelayanan farmasi lainnya
4. Petugas depo farmasi adalah apoteker, asisten apoteker dan
PENGERTIAN petugas administrasi dengan status sebagai pegawai instalasi
farmasi yang bertugas memberikan pelayanan perbekalan
kesehatan penderita, dibawah tanggung jawab instalasi farmasi.
5. Pasien program PMCTC adalah ibu hamil dan bayi yang
beresiko terpapar virus HIV/AIDS yang berobat ke RS.
6. Formulir kendali pengambilan obat Anti Retroviral adalah
catatan pengambilan obat Anti Retroviral (ARV) yang berisi
data pasien, nama dokter yang menangani, waktu pengambilan
obat dan jumlah obat, informasi jadwal pasien kembali serta
bukti serah terima obat ARV tersebut.
Sebagai acuan dalam menetapkan langkah-langkah dan prosedur
TUJUAN pelayanan dan pengelolaan paket obat ARV bagi pasien program
PMTCT
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Petugas depo farmasi menerima permintaan obat/resep ARV
untuk pasien program PMTCT
2. Petugas depo farmasi memeriksa kelengkapan resep dan
persyaratan yaitu adanya legalisasi berupa cap dan tanda tangan
PROSEDUR dokter yang diberikan oleh Tim penanggulangan HIV/AIDS RS
3. Petugas depo farmasi melayani resep yang sudah lengkap
persyaratannya

RSIA CAHAYA SANGATTA 40


, Pemberian Obat Anti Retroviral Untuk Pasien Program PMTCT
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

27/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
4. Petugas depo farmasi melaporkan data pemakaian obat Anti
Retroviral pasien program PMCTC kepada tim penanggulangan
HIV/AIDS
5. Adanya persetujuan dari dokter anggota Tim penanggulangan
HIV/AIDS RS
6. Bila resep belum lengkap persyaratannya maka resep tersebut
PROSEDUR
dikembalikan kepada pasien dan harus dilegalisasi terlebih
dahulu agar dapat dilayani
7. Petugas depo farmasi melakukan serah terima obat Anti
Retroviral dengan pasien atau keluarganya dan mengingatkan
kembali jadwal ambil obat di waktu kunjungan berikutnya

Unit Terkait UGD, Rawat inap, Rawat jalan, Rekam medik, Farmasi

RSIA CAHAYA SANGATTA 41


, Pemberian Obat Anti Retroviral Untuk Penderita HIV/AIDS
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

28/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
1. Obat Anti Retroviral adalah obat yang zidovidun, lamivudin,
nevirapin, efavinez.
2. Tim penanggulangan infeksi HIV/AIDS adalah Tim RS yang
diberi tanggungjawab dalam menangani permasalahan HIV/AIDS
di RS
3. Depo farmasi adalah fasilitas pelayanan farmasi yang dikelola oleh
instansi farmasi di ruang penderita yang bertangungjawab dalam
pengelolaan dan pelayanan perbekalan kesehatan serta
memberikan pelayanan farmasi lainnya
4. Petugas depo farmasi adalah apoteker, asisten apoteker dan
PENGERTIAN petugas administrasi dengan status sebagai pegawai instalasi
farmasi yang bertugas memberikan pelayanan perbekalan
kesehatan penderita, dibawah tanggung jawab instalasi farmasi.
5. Penderita HIV adalah pasien yang terinfeksi virus HIV/AIDS yang
berobat ke RS.
6. Formulir kendali pengambilan obat Anti Retroviral adalah catatan
pengambilan obat Anti Retroviral (ARV) yang berisi data pasien,
nama dokter yang menangani, waktu pengambilan obat dan jumlah
obat, informasi jadwal pasien kembali serta bukti serah terima obat
ARV tersebut.
Sebagai acuan dalam menetapkan langkah-langkah dan prosedur
TUJUAN
pelayanan dan pengelolaan paket obat ARV bagi pasien HIV/AIDS
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Petugas depo farmasi menerima permintaan obat/resep ARV
untuk pasien HIV/AIDS
2. Petugas depo farmasi memeriksa kelengkapan resep dan
persyaratan yaitu adanya legalisasi berupa cap dan tanda tangan
PROSEDUR dokter yang diberikan oleh Tim penanggulangan HIV/AIDS RS
3. Petugas depo farmasi melayani resep yang sudah lengkap
persyaratannya
4. Petugas depo farmasi melaporkan data pemakaian obat Anti
Retroviral kepada tim penanggulangan HIV/AIDS

RSIA CAHAYA SANGATTA 42


, Pemberian Obat Anti Retroviral Untuk Penderita HIV/AIDS
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

28/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
5. Adanya persetujuan dari dokter anggota Tim penanggulangan
HIV/AIDS RS
6. Bila resep belum lengkap persyaratannya maka resep tersebut
dikembalikan kepada pasien dan harus dilegalisasi terlebih
PROSEDUR dahulu agar dapat dilayani
7. Petugas depo farmasi melakukan serah terima obat Anti
Retroviral dengan pasien atau keluarganya dan mengingatkan
kembali jadwal ambil obat di waktu kunjungan berikutnya

Unit Terkait UGD, Rawat inap, Rawat jalan, Rekam medik, Farmasi

RSIA CAHAYA SANGATTA 43


, Pengobatan dengan ARV Untuk Penderita HIV/AIDS Dewasa
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

29/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Pengobatan ARV diberikan pada:
a. Pasien infeksi HIV/AIDS dengan stadium tertentu
PENGERTIAN
b. Profilaksis pasca pajanan
c. Pencegahan penularan dari ibu ke bayi
Sebagai acuan dalam menetapkan langkah-langkah dan prosedur
TUJUAN
pelayanan dan pengelolaan paket obat ARV bagi pasien HIV/AIDS
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Pemberian ARV untuk pegobatan HIV/AIDS
a. Regimen lini I
Standar : AZT/d4T+3TC+NVP/EFV
b. Regimen lini I pada keadaan-keadaan khusus
a. Wanita hamil
1. Kriteria start sama dengan dewasa lain
2. Bila memungkinkan setelah trimester I
3. Pilihan AZT/d4T+3TC+NVP
4. Dihindari EFV
b. Ko-infeksi TB
Hitung CD 4 Rekomendasi ARV Waktu pemberian ARV
setelah OAT
PROSEDUR
CD4<200/mm³ Mulai ARV a Antara 2-8 minggu

CD4 antara 200-350/mm³ Mulai ARV b Setelah 8 minggu

CD4>350 mm³ Mulai ARV c Evaluasi ulang setelah 8


minggu

Tidak tersedia Mulai ARV d Antara 2-8 minggu

c. Wanita hamil dan ko-infeksi TB


1. Pilihan : AZT + 3CT + EFV
 Setelah trimester I
 Kontrasepsi post partum

RSIA CAHAYA SANGATTA 44


, Pengobatan dengan ARV Untuk Penderita HIV/AIDS Dewasa
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

29/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
2. EFV dapat diganti dengan NVP setelah pengobatan
TB selesai
d. Ko-infeksi HBV
1. NVP bila mungkin dihindari
2. Kontraindikasi NVP: ALT > 10x nilai normal
tertinggi
3. Perhatikan interaksi obat
a. Ribavirin dan AZT (monitor Hb)
b. Interferon dan EFV(depresi)
e. Ko-infeksi HCV
1. Bila memungkinkan hindari NVP
2. Kontraindikasi NVP : ALT > 10x nilai normal
3. Perhatikan interaksi obat:
a. Ribavirin dan AZT (monitor HB)
b. Interferon dan EFV (depresi)
f. Monitoring ARV :
1. Monitoring HB pada pasien AZT dilakukan pada
saat baseline dan minggu ke 4,8 dan 12 setelah AZT
2. Monitoring pada minggu ke 4, 8 dan 12 setelah
PROSEDUR permulaan ART hanya merupakan alternatif
3. pasien yang belum ada indikasi untuk pemberian
ARV harus dilakukan pemeriksaan CD4 setiap 6
bulan. Untuk pasien dengan gejala stadium 2 atau
nilai CD4 mendekati nilai batas, frekuensi
pemeriksaan CD4 dapat ditingkatkan. Pasien dalam
ARV harus diperiksa CD4 setiap 6 bulan bila stabil
4. Tes kehamilan diperlukan pada wanita yang
memulai ARV yang mengandung EFV dan bila
dicurigai kehamilan pada wanita yang mendapat
EFV
5. beberapa ahli berpendapat bahwa nilai prediktif
monitoring enzim hati rutin adalah rendah. WHO
merekomendasikan monitoring enzim hati
tergantung gejala yang muncul. Monitoring teratur
enzim hati dalam 3 (tiga) bulan pertama dan
selanjutnya tergantung gejala yang timbul
direkomendasikan pada pasien wanita dengan CD4
lebih dari 250/mm³ dan penderita ko-infeksi
Hepatitis B atau C dengan penyakit hati lain

RSIA CAHAYA SANGATTA 45


, Pengobatan dengan ARV Untuk Penderita HIV/AIDS Dewasa
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

29/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
6. Monitoring rutin (setiap 6 bulan), apabila
memungkinkan tes kimia lengkap terutama profil
lipid, ALT dan fungsi ginjal harus dipertimbangkan
PROSEDUR pada penderita yang mendapat ergimen lini II
g. Subsitusi
Subsitusi obat dilakukan bila ditemukan toksisitas obat
grade 3 atau 4 menurut WHO.

Unit Terkait UGD, Rawat inap, Rawat jalan, Rekam medik, Farmasi

RSIA CAHAYA SANGATTA 46


, Pemberian Cotrimoxazole Profilaksis
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

30/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Pemberian cotrimoxazole profilaksis adalah bagian dari standar
PENGERTIAN pelayanan untuk pencegahan Pneumocystis Jiroveci Pneumonia (PCP)
dan toxoplasosis
Sebagai acuan dalam menetapkan langkah-langkah dan prosedur
TUJUAN
pelayanan dan pengelolaan paket obat ARV bagi pasien HIV/AIDS
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
a. Kriteria Diagnosis:
1. Sebagai profilaksis primer:
a. Semua pasien simptomatik stadium 2,3,4 WHO
b. pasien asimptomatik dengan jumlah CD4< 200
c. Pada wanita hamil dengan persyaratan diatas, pemberian
cotrimoxazole tanpa memandang umur kehamilan
2. Sebagai profilaksis sekunder: Pada semua pasien yang
pernah terinfeksi PCP, toxoplamosis
b. Penatalaksanaan
1. Rejimen Obat
1x1 sehari 1 tablet double strength (DS) atau 1x2 tablet
single strength (SS)
PROSEDUR DS= Sulfametoxazole 800 mg + trimetoprim 160 mg
SS= Sulfametoxazole 400 mg + trimetoprim 80 mg
Pada kasus adanya reaksi obat:
a. Grade I: erythema; lanjutkan cotrimoxazole dengan
observasi cermat, berikan antihistamin
b. Grade 2: maculo papular rash yang difuse, deskuamasi
kering; lanjutkan cotrimoxazole dengan observasi
cermat dan follow up, berikan antihistamin
c. Grade 3: vesikel, ulcerasi mukosa; hentikan
cotrimoxazole sampai reaksi hilang (biasanya 2 minggu)
dan kemudian pertimbangkan pemberian ulang dengan
desensitisasi

RSIA CAHAYA SANGATTA 47


, Pemberian Cotrimoxazole Profilaksis
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

30/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
d. Grade 4: dermatitis exoliatif, steven jhonson syndrom
atau eritema multiforme, hentikan cotrimoxazole secara
permanen.
Protokol desensitisasi cotrimoxazole:
a. Hari I: 80 mg sulfametoxazole + 16 trimetoprim (2ml
suspensi)
b. hari 2: 160 mg sulfametoxazole + 32 trimetoprim (4
ml suspensi)
PROSEDUR c. Hari 3 : 240 mg sulfametoxazole + 48 trimetoprim (6
ml suspensi
d. Hari 4: 320 mg sulfametoxazole + 64 trimetoprim (8
ml suspensi
e. Hari 5: 1 tablet SS
f. Hari 6: 2 tablet SS atau 1 tablet DS
2. Rejimen alternatif:
Jika cotrimoxazole tidak dapat ditoleransi, berikan dapsone
50 mg PO 2xsehari atau 1x100mg

Unit Terkait UGD, Rawat inap, Rawat jalan, Rekam medik, Farmasi

RSIA CAHAYA SANGATTA 48


, Pengelolaan Penderita HIV Dengan Ko-Infeksi Mycobacterium
Tuberculosis
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 31/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
Standar pelayanan medis ini merupakan pedoman bagi pengelolaan
penderita ODHA yang disertai dengan penyakit TB baik secara
diagnosis dugaan maupun pasti. TB adalah penyakit penyerta dan
penyebab kematian yang paling sering mempengaruhi penderita
dengan infeksi HIV. Karena kerentanan imunologis pasien saat
terinfeksi HIV, kemungkinan terjadinya oleh infeksi M. tuberculosis
meningkat sampai 20x lipat dan besar kemungkinan hal tersebut akan
mengancam jiwa. Sebaliknya, adanya infeksi TB pada orang dengan
ODHA mengakibatkan keadaan penyakit AIDS-nya memburuk dengan
PENGERTIAN lebih cepat.
Penyakit TB yang muncul pada penderita HIV dapat terjadi dengan
gambaran klinis yang tipikal (khas) maupun tidak. Gambaran yang
tidak khas muncul lebih sering pada penderita dengan tingkat
penurunan kekebalan imunitas yang lebih berat. Munculnya penyakit
TB pada ODHA dapat terjadi di semua fase perkembangan infeksi
HIV, baik sebelum infeksi HIV bermanifestasi sebagai penyakit
maupun saat pasien menjadi AIDS. tambahan lagi, penyakit TB dapat
terjadi di paru maupun diluar paru.
Sebagai acuan dalam menetapkan langkah-langkah dan prosedur
TUJUAN
pelayanan dan pengelolaan paket obat ARV bagi pasien HIV/AIDS
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
1. Diagnosis
Pada TB paru, gejala yang sering timbul adalah:
a. Batuk yang lama selama lebih dari tiga minggu dan tidak
membaik dengan pengobatan antibiotik biasa
PROSEDUR b. Produksi dahak yang produktif, purulen, kadang disertai
dengan bercak darah
c. Demam atau panas badan ringan atau tinggi
d. Berkeringat pada malam hari
e. Penurunan berat badan dan napsu makan yang menurun

RSIA CAHAYA SANGATTA 49


, Pengelolaan Penderita HIV Dengan Ko-Infeksi Mycobacterium
Tuberculosis
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 31/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
Disamping gejala di atas, untuk dapat mengkategorikan penderita TB-
PROSEDUR HIV dengan baik, perlu ditanyaka apakah ada riwayat pengobatan TBC
sebelumnya. Adanya riwayat penyakit TB dapat diketahui bila ia
pernah dikatakan sakit TB atau mendapatkan obat TB yang berjumlah
paling sedikit 3 (tiga) macam disertai obat yang membuat urine
berwarna merah. Bila ya apakah obat yang diberikan di konsumsi
secara lengkap sampai 6 bulan atau tidak. Apakah dokter atau
puskesmas sudah menyatakan sembuh.
TB ekstra paru dapat menunjukan gejala-gejala di atas disertai dengan
gejala yang berhubungan dengan lokasi radangnya. Manifestasi yang
tersering adalah : limfadenitis, efusi pleura, peritonitis, TBC milier,
meningitis. Gejala tersebut kemudian lebih jarang ditemukan, yaitu
perikarditis, atritis, osteomilitis atau enteritis dll. Pada penderita HIV-
AIDS yang dialami, gejala paru dan gambaran foto toraks ditemukan
lebih tidak tipikal.
Tabel 1. gejala klinis dan radiologis TB paru yang berkaitan dengan derajat
immunosupresi

Immunosupresi ringan Immunosupresi ringan


Gejala dan tanda Gambaran klinis menyerupai Gambaran atipikal
klinis TB paru disertai batuk yang menyerupai TB paru
berdahak primer
Pemeriksaan hapusan dahak Sediaan apusan sputum
dapat menunjukan hasil yang + positif sulit ditemukan
Foto thoraks Biasanya menunjukan Gambaran thoraks dapat
gambaran menyerupai TB paru menyerupai pneumonia
pada non ODHA bakterial, inflitasi
unilateral, atau bilateral
 Inflitrasi lobus atau dan dapat ditemukan pada
bilateral lobus bawah. Lesi di
 Kavitasi lobus atas atau kavitasi
 Fibrosis lebih jarang ditemukan.
Penyakit TB paru tak
dapat disingkirkan
dengan pemeriksaan foto
thoraks

RSIA CAHAYA SANGATTA 50


, Pengelolaan Penderita HIV Dengan Ko-Infeksi Mycobacterium
Tuberculosis
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 31/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
2. Pemeriksaan Penunjang
PROSEDUR Diagnosis pasti penyakit TB hanya dapat ditentukan dengan
keberhasilan menunjukan adanya kuman M.tb/BTA dengan
pemeriksaan mikroskopik atau dengan membiakan kuman M.tb
(TB guidelin). Untuk upaya ini, diusahakan agar bahan
pemeriksaan diambil segera mungkin, sebelum obat TB
dimulai, dari bahan yang sesuai dengan penyakitnya. Bahan
pemeriksaan harus segera dikirim ke laboratorium untuk
pemeriksaan.

Hasil pemeriksaan mikrobiologi yang negatif tidak dapat


menyingkirkan diagnosis TB. Pemeriksaan penunjang lain dpat
dilakukan seperti pemeriksaan thoraks foto PA, pemeriksaan
histopatologis, pemeriksaan sitologi. Pemeriksaan Mantoux test
tidak banyak dapat membantu untuk menegakan diagnosis
karena respon immunologik yang rendah pada penderita HIV-
AIDS. Bila bukti klinis menunjang dengan kuat tetapi
pemeriksaan penunjang tidak memberikan hasil positif,
penderita harus dapat mendapatkan therapi aksjuvantibus,
disertai penilaian responnya pada kunjungan berikutnya.

3. Pembagian Kategori Penderita


Untuk penatalaksanaannyayang rasional, penderita dibagi ke
dalam kategori sebagai berikut:
a. Penderita HIV dengan TB paru BTA positif
1. Satu pemeriksaan sputum BTA positif dengan
2. Adanya infeksi HIV yang dibuktikan dengan
pemeriksaan laboratorium atau
3. bukti klinis yang kuat akan adanya infeksi HIV
b. Penderita HIV dengan dengan TB paru BTA negatif
1. Terdapat paling sedikit dua kali pemeriksaan dahay
yang menunjukan hasil negatif
2. Pemeriksaan radiologis konsisten dengan gambaran TB
aktif
3. Adanya infeksi HIV yang dibuktikan secara
laboratorium
4. Adanya bukti klinis yang kuat akan adanya infeksi HIV
5. Adanya keputusan dari klinisi untuk memberikan
pengobatan TB yang lengkap

RSIA CAHAYA SANGATTA 51


, Pengelolaan Penderita HIV Dengan Ko-Infeksi Mycobacterium
Tuberculosis
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 31/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
6. Pasien dengan pemeriksaan sputum BTA negatif tetapi
PROSEDUR pemeriksaan kultur menunjukan hasil yang positif untuk
M. tuberkulosis
c. Penderita HIV dengan TB ekstraparu
a. Terdapat hasil pemeriksaan kultur positif atau BTA
positif dari spesimen yang diperoleh dari satu lesi
ekstrapulmonal atau
b. Pemeriksaan histopatolgi menunjukan bukti klinis yang
konsisten dengan TB ekstrapulmonal yang aktif dan
c. Adanya infeksi HIV yang dibuktikan secara
laboratorium atau
d. Adanya bukti klinis yang kuat akan adanya infeksi HIV
dan
e. Adanya keputusan dari klinisi untuk memberikan
pengobatan TB yang lengkap
d. Penderita HIV dengan TB berat/memerlukan segera (paling
sedikit 1 gejala)
a. tidak dapat berjalan tanpa dibantu
b. Frekuensi nafas > 3x/menit
c. panas badan > 39ºC
d. nadi lebih cepat dari 120x/mnt
4. Penatalaksanaan
a. Pengobatan TB
Rawat pasien TB sesuai panduan program nasional TB dan
bekerjasama dengan otoritas lokal seperti tim DOTS dan
pengawas tingkat kabupaten. Daftarkan pasien untuk
memperoleh obat progran TB nasional dan memastikan agar
penderita bisa mendapatkan pengelolaan tindak lanjutan
dengan tepat.
Monitoring kesembuhan pada penderita dengan sputum
BTA positif, monitoring keberhasilan lakukan pemeriksaan
sediaan apus sputum BTA dengan pola sebagai berikut:
a. Pada akhir fase awal
b. Saat fase lanjutan –pada akhir bulan 5
c. Saat perawatan selesai- bulan 6 atau 8

RSIA CAHAYA SANGATTA 52


, Pengelolaan Penderita HIV Dengan Ko-Infeksi Mycobacterium
Tuberculosis
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSIA 31/MDGs/2017 1/1


CAHAYA
SANGATTA
Bila menggunakan rejimen kategori I dan ditemukan hasil
PROSEDUR pemeriksaan yang positif pada akhir fase intensif. Ulangi
lagi pemeriksaan foto thoraks sebagai alat pemeriksaan
penunjang tidak diperlukan untuk monitoring keadaan
penderita dan dianggap mubazir.
b. Pemberian Obat ARV
Waktu dan urutan pemberian obat TB dan obat HIV sangat
penting untuk diperhatikan, pemberian ARV yang terlalu
cepat akan dapat memberikan reaksi paradoksial. Bila
memungkinkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan CD4
pada penderita yang baru di diagnosis agar dapat ditentukan
waktu pemberian ARV terbaik. Secara umum ditentukan
bahwa sebaiknya terapi TB diselesaikan dahulu sebelum
memulai perawatan ARV, kecuali jika ada resiko tinggi
terjadinya perburukan AIDS dan kematian saat terapi TB.

Unit Terkait UGD, Rawat inap, Rawat jalan, Rekam medik, Farmasi

RSIA CAHAYA SANGATTA 53


, Penanganan Jenazah Infeksius
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

32/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT Direktur RSIA Cahaya Sangatta
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Juli 2017
dr. Regina Tirza Maindoka
NIK. R.021
1. Jenazah infeksius adalah jenazah yang berpotensi menularkan
penyakit wabah yang beresiko
PENGERTIAN 2. Penyakit wabah beresiko tinggi adalah penyakit yang mudah
menular dan mengancam kematian
Sebagai acuan dalam menetapkan langkah-langkah dan prosedur
TUJUAN
pelayanan dan pengelolaan paket obat ARV bagi pasien HIV/AIDS
KEBIJAKAN SK Direktur RSIA Cahaya Sangatta tentang Pelayanan HIV/AIDS
a. Persiapan perawatan
1. Setiap orang yang terlibat langsung menangani harus
menggunakan APD
2. Menggunakan sarung tangan rangkap 2
3. Mencuci tangan dengan sabun tetap dilakukan sesudah
melepas sarung tangan
4. Keluarga tidak boleh memeluk dan mencium jenazah
b. Perawatan jenazah
1. Dilakukan secepatnya, jangan ada waktu terbuang
2. Tidak lebih dari yang diperlukan
3. Perawatan jenazah di ruang perawatan:
PROSEDUR a. Pemberitahuan ke kamar jenazah
b. Alat kesehatan (infus set, cateter, selang sonde dll)
dilepas, dimasukan ke dalam kantong berisi desinfektan
dan diperlakukan sebagai sampah medis
c. Jenazah dimasukan dalam kantong/karung plastik
tembus pandang, dikirim ke kamar jenazah pakai
brankas stailensteel
d. Kain/linen bekas direndam dalam sodium hypoclorite
selama ½ jam (30 menit) sebelum dicuci
e. Brankar/cairan dan alat lain yang berhubungan dengan
jenazah/cairan tubuh jenazah di desinfeksi dengan
sodium hypoclorite

RSIA CAHAYA SANGATTA 54


, Penanganan Jenazah Infeksius
NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

32/MDGs/2017 1/1
RSIA
CAHAYA
SANGATTA
4. Perawatan di kamar jenazah
a. Plastik pembungkus jenazah dibuka/digunting
memanjang di tengah
b. Disiram pelan-pelan dengan sodium hypoclorite
pakaian/penutup jenazah dibuka dan langsung direndam
dalam sodium hypoclorite
c. Jenazah dimandikan dengan sodium hypoclorite yang
diikuti dengan tata cara ritual agama, dapat dilakukan
oleh petugas kesehatan atau petugas keagamaan di
bawah supervisi dokter
d. Membersihkan rongga mulut dan lubang-lubang tbuh
lainnya menggunakan forceps atau alat lain yang sesuai
e. Embalming, dengan larutan formalin
PROSEDUR f. Semua lubang tubuh ditutup dengan kapas formalin
lembab
g. Luka/lesi kulit ditutup dengan kapas/kasa formalin
lembab dan direkat/ditutup dengan plester kedap air
h. Menutup/membungkus jenazah:
1. Jenazah muslim dimasukan kedalam kantung plastik
tembus pandang, kemudian dibungkus dengan kain
kafan
2. Jenazah non muslim dikenakan pakaian kemudian
dimasukan ke dalam kantung plastik tembus
pandang atau dapat dimasukan ke dalam peti
i. Mencuci tangan setelah melepas APD
j. Desinfeksi ruang perawatan jenazah dengan sodium
hypoclorite

Unit Terkait UGD, Rawat inap, Rawat jalan, Rekam medik, Farmasi

RSIA CAHAYA SANGATTA 55


RSIA CAHAYA SANGATTA 56
RSIA CAHAYA SANGATTA 57
RSIA CAHAYA SANGATTA 58

Anda mungkin juga menyukai