Anda di halaman 1dari 11

GENETIKA KELAMIN

Resume, Questioning & Answering

Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Genetika


yang Dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. agr. H. Mohamad Amin, S.Pd., M.Si. dan
Bapak Andik Wijayanto, S.Si, M.Si

Disusun oleh
Kelompok 9/Offering C 2017:
1. Akmadanti Elhanda F 170341615043
2. Eliza Fitri Kamaliya 170341615027

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
2019

BAB I
KAJIAN GENETIK EKSPRESI GEN
EKSPRESI KELAMIN PADA MAKHLUK HIDUP PROKARIOTIK
Fenomena perkelaminan ditemukan pada mahkluk hidup prokariotik,
contohnya pada E coli. Pada E coli terdapat sel kelamin jantan dan betina, tetapi
tidak berfungsi sempurna, yang memungkinkan kedua perangkat kromosom
berbaur membentuk genom diploid utuh. Transfer materi genetic selalu
berlangsung satu arah (jantan ke betina). Sel kelamin tersebut dikenali atas dasar
ada dan tidak adanya “suatu kromosom kelamin yang tidak lazim” yang disebut
factor F (fertility).
Sel-sel E coli Jantan (F+)
E coli dinyatakan berkelamin jantan jika terdapat factor F yang disebut
sebagai F+ (jantan) dan tidak terkandung factor F atau F- (betina). Transfer materi
genetic dari F+ ke F- didahului oleh konjugasi antar 2 sel yang terbentuk melalui
pelekatan pilus kelamin jantan pada permukaan kelamin betina dan merangsang
kejadian yang merangsang replikasi DNA factor F, kemudian hasil replikasinya
dikirim ke F-. Akibat transfer materi genetic tersebut menyebabkan F - berubah
menjadi F+.
Sel E coli Berkelamin Jantan (Hfr)
Faktor F+ dalam sel E coli dapat berintegrasi ke dalam sel kromosom
utama melalui peristiwa pindah silang yang dapat menyebabkan F+ berubah jadi
Hfr (High frequency of Recombination). Hfr tetap berkelamin jantan. Jika sel Hfr
berdekatan dengan F-, terjadilah replikasi DNA yang terinduksi oleh konjugasi.
Namun, transfer materi genetic secara utuh jarang terjadi, karena konjugasi sel
jantan dan betina sangat rapuh dan mudah terpisah sehingga terkadang F- tidak
berubah jadi F+.
EKSPRESI KELAMIN PADA MAHKLUK HIDUP EUKARIOTIK
Ekspresi Kelamin pada Tumbuhan Eukariotik
Chlamydomonas
Sel-sel Chlamydomonas biasanya haploid, dan dapat bereproduksi secara
vegetative dengan pembelahan. Secara genetik perkelaminan pada
Chlamydomonas ada 2 kelamin (mating type), yaitu tipe (+) dan tipe (-), yang
tidak dapat dibedakan secara morfologi,kelamin berada dibawah kontrol satu gen.
Satu individu jantan dari tingkat apa pun dapat berkonjugasi dengan betina dari
tiap tingkat, bahkan individu jantan tertentu dapat juga berkonjugasi dengan
jantan lainya jika jarak tingkatnya cukup jauh (demikian halnya dengan betina).
Dalam hal ini individu-individu haploid yang memiliki alela kelamin (mating
type) yang sama biasanya tidak dapat bergabung satu sama lain membentuk zigot
kecuali sel sel haploid yang memiliki konstitusi alela yang berlawanan dapat
bergabung.
Saccharomyces dan Neurospora
S.cerevisiae dan N.crassa bersifat monogenik atau berada dibawah kontrol
satu gen. Pada S.cerevisiae dan N.crassa kelamin dibedakan menjadi mating type
(+) (-).Kelamin pada S.cerevisiae dapat dibedakan menjadi kelamin a dan α.
Kelamin a dispesifikasi oleh alela MAT a, sedangkan α dispesifikasi oleh MAT α.
Kelamin-kelamin itu termanifestasi bilamana salah satu alela tersebut menempati
lokus MAT pada kromosom 3.
Kelas Jamur Basidiomycetes
90 % spesies jamur dalam kelas Basidiomycetes tergolong heterotalik.
sekitar 37% spesies heterotalik tersebut (bipolar) kompabilitas kelamin
dipengaruhi oleh 1 pasang faktor Aα yang berperilaku seperti halnya pada
Mucorales heterotalik atau semacam Ascomycetes seperti Neurospora sitophila
(N. crassa). 63% spesies heterotalik adalah tetrapolar, kompatibilitas kelamin
secara mendasar dipengaruhi oleh 2 pasang factor, AaBb yang terletak pada
kromosom 3.
Lumut Hati
Pada kromosom sporofit lumut hati dilaporkan terdiri dari 7 pasangan yang
masing-masing kromosomnya setangkup, serta sepasang (pasangan ke 8) yang
tidak setangkup kromosomnya. Pada pasangan ke 8 inilah salah satu kromosom
lebih besar daripada yang lainya yang disebut sebagai kromosom X,sedangkan
yang lebih kecil disebut kromosom Y. Kromosom X berkembang menjadi
gametofit betina sedangkan yang mengandung kromosom Y berkembang menjadi
gametofit jantan dan genotip sporofit adalah XY.
Tumbuhan Berumah Satu atau Berumah Dua
Sebagian besar Spermatophyta adalah monocious (berumah satu).
Contohnya pada jagung. Jagung dapat dijumpai gen mutan bα (barren stalk) dan
ts (tassel seed). Apabila dalam keadaan homozigot bαbα , tanaman jagung akan
hanya berbunga jantan dan dalam keadaan homozigot tsts, tanaman jagung akan
hanya berbunga betina. Dalam hal ini terlihat bahwa kelainan pada jagung
dikendalikan oleh dua gen pada lokus yang berlainan.
Tumbuhan berumah dua bunga jantan dan betina berada pada individu
yang berlainan. Seperti pada Ecballium elaterium , jenis kelamin dintentukan oleh
kombinasi pasangan dari tiga alela αD, α+,αd. Dikatakan bahwa αD dominan
terhadap α+ maupun αd. Pada kombinasi pasangan αDαD, αDα+, dan αDαd, individu
yang bersangkutan berkelamin jantan. Pada kombinasi α+α+ dan α+αd individu itu
tergolong rumah satu,sedangkan pada kombinasi pasangan αdαd individu itu
berkelamin betina. Dalam hal ini jelas terlihat bahwa Ecballium elaterium dapat
merupakan tumbuhan berumah satu,tetapi dapat pula berumah dua,jelas terlihat
pula bahwa jenis kelamin pada Ecballium elaterium ditentukan oleh hanya satu
gen pada satu lokus.
Marga Melandrium
Sebagaimana diketahui Melandrium adalah salah satu marga tumbuhan
yang tergolong berumah dua yang jenis kelaminnya bersangkut paut dengan
kromosom kelamin. Pada marga Melandrium ditemukan adanya kromosom
kelamin X dan Y, kromosom Y secara fisik lebih besar dari kromosom X bahkan
dikatakan bahwa kromosom Y sebagai pembawa faktor jantan. Analisis
kromosom kelamin Melandrium menunjukkan gambaran bagian serta fungsinya
bahwa jika :
a) Daerah I hilang, akan muncul tumbuhan biseks
b) Daerah II hilang, akan muncul tumbuhan betina
c) Daerah III hilang, akan muncul tumbuhan jantan steril (anthera bersifat
abortif)
Tumbuhan Melandrium yang mempunyai pasangan kromosom kelamin
XX berkelamin betina, sedangkan yang berkelamin XY berkelamin jantan.
Terdapat juga pendapat lain bahwa tumbuhan betina tampaknya memiliki potensi
untuk menjadi jantan yang telah terbukti dengan adanya infeksi oleh jamur karat
tertentu akan dapat membentuk anthera.
Ekspresi Kelamin Pada Hewan Avertebrata
Paramecium bursaria
P.bursaria ditemukan 8 kelamin. Tipe (macam) kelamin secara fisiologis
tidak dapat berkonjugasi dengan tipenya sendiri, tetapi dapat berkonjugasi dengan
satu dari ke 7 tipe lain.
Ophyryotrcoha
Ophyryotrocha memiliki kelamin yang terpisah, ada individu jantan dan
ada individu betina. Tipe kelamin pada Ophyryotrocha ditentukan oleh ukuran
tubuh hewan itu. Dalam hal ini, jika berukuran kecil (karena masih muda atau
amputasi) hewan itu menghasilkan sperma jika tumbuh menjadi lebih besar hewan
itu akan berubah menghasilkan telur.
Cacing Tanah
Merupakan contoh kelompok hewan hermaphrodit yang lain yang
memiliki dua gonad yang terpisah (pada segmen-segmen yang berbeda),satu
gonad menghasilkan gamet jantan sedang gonad lain menghasilkan gamet betina.
Helix
Kelompok hewan hermaphrodit yang menghasilkan telur maupun
sperma. Telur dan sperma dihasilkan oleh sel-sel yang kadang kadang sangat
dekat satu sama lain pada satu gonad.
Crepidula
Mollusca penempel kapal. Perkembangan individu dimulai dari tahap
jantan yang akan diikuti oleh suatu tahap perantara dan akhirnya tahap betina.
Individu individu jantan relatif cepat mengalami perubahan memasuki tahap
betina (perubahan jantan ke betina dipengaruhi oleh lingkungan).
Lygaeus turcicus
Pada serangga kutu tanaman Lygaeus turcicus sudah ditemukan
kromosom kelamin X dan Y, kromosom X lebih kecil dari kromosom Y. Zigot
yang memiliki kromosom kelamin XX akan menjadi individu betina sedangkan
yang memiliki kromosom kelamin XY akan menjadi individu jantan.
Hymenoptera
Ciri khas pada bangsa Hymenoptera bahwa kromosom kelamin tidak
berperan pada ekspresi kelamin,serta jumlah maupun mutu makanan yang
dimakan alrva yang diploid akan menentukanya tumbuh dan berkembang menjadi
individu betina pekerja yang steril atau ratu yang fertil. Terlihat jelas bahwa
lingkungan menentukan sterilitas atau fertilitas,tetapi tidak mengubah kelamin
yang secara genetik telah tertetapkan.
Pola ekspresi pada lebah,semut,dan tawon disebut haplo-diploidy.
Mekanisme haplo-diploidy adalah sistem penetuan seks yang menghasilkan jantan
dari telur yang belum difertilisasi (sehingga haploid) dan betina yang telah
difertilisasi (sehingga diploid) dan tidak ada kromosom kelamin pada hewan
hewan itu . Namun dikatakan juga menurut Whiting bahwa ekspresi kelamin
tergantung juga pada komposisi genetik daerah/bagian kromosom tersebut dan
bukan semata mata tergantung pada fenomena diploid dan haploid.
Drosophila melanogaster
Pada lalat buah D.melanogaster terdapat kromosom X dan Y. Mekanisme
ekspresi kelamin pada D.melanogaster dikenal sebagai suatu mekanisme
perimbangan antara X dan A (X/A). Mekanisme tersebut sebagai perimbangan
antara X pada kromosom kelamin dan jumlah A (autosom) pada tiap pasangan A.
Hasil pertimbangan itu oleh Herskowitz (1973) disebut sebagai “numerical sex
index” atau “indeks kelamin numerik” . Ada pula hipotesis yang menyatakan
bahwa tiap perangkat autosom yang haploid memiliki determinan jantan sebesar
1,sedangkan tiap kromosom X memiliki determinan betina sebesar 1,5.
Dapat dikatakan bahwa fenotip kelamin pada D.melanogaster adalah
sebagai hasil dari interaksi antara determinan jantan pada autosom dan determinan
betina pada kelamin X. Saat ini mekanisme ekspresi kelamin X/A pada
Drosophila sudah tersangkut paut dengan beberapa gen pada kromosom X yang
salah satunya dalah gen Sx1. Gen tersebut ternyata diregulasi oleh gen gen lain
yang terletak pada kromosom X maupun autosom. Gen gen pada kromosom X
menggiatkan gen Sx1 supaya bekerja (mendorong perkembangan betina) dan gen
gen tesrebut disebut sebagai “elemen elemen numerator” karena gen gen tersebut
bekerja atas numerator keseimbangan genik. Dilain pihak gen gen pada autosom
yang mempengaruhi Sx1 supaya tidak bekerja (mendorong perkembangan jantan)
disebut sebagai elemen elemen denominator . Terdapat juga gen tra (transformer)
mengubah individu betina menjadi individu jantan steril serta gen dsx (doublesex)
mengubah individu jantan maupun betina menjadi individu intersex.
Caddies Flies, Kupu Siang,dan Kupu Malam Serta Ulat Sutera
Pada Caddies Flies, Kupu Siang,dan Kupu Malam Serta Ulat Sutera
merupakan individu yang bergenotip XX mempunyai fenotip kelamin jantan.
Akan tetapi dikatakan pula bahwa kromosom kelamin pada hewan hewan itu
disimbolkan sebagai ZZ (jantan) dan ZW / ZO(betina).
Boniella
Cacing Boniella mempunyai kelamin yang terpisah, betina mempunyai
belalai panjang, sedangkan yang jantan berupa bentukan mikroskopis bersilia
yang hidup sebagai parasit pada tubuh individu betina. Diferensiasi kelamin pada
Boniella diatur oleh ada tidaknya senyawa kimia tertentu di lingkungan eksternal
yang dihasilkan individu betina. Ekpresi kelamin pada Boniella sebagai satu
contoh fenomena perkelaminan yang non genetik,dan tergantung pada faktor-
faktor lingkungan luar.
Ekspresi Kelamin Pada Hewan Vertebrata
Pisces
Pada kebanyakkan spesies ikan budidaya memiliki tipe perkelaminan
“gonochoristik” yang memiliki gonad dibedakan menjadi dua tipe yaitu spesies
yaitu (1) yang memiliki gonad belum terdiferensiasi(berkembang menjadi suatu
gonad serupa ovarium, selanjutnya kira kira separuhnya menjadi individu
jantan,sedangkan separuhnya lagi menjadi individu betina) dan yang telah
berdiferensiasi (gonad akan langsung berdiferensiasi menjadi suatu testis atau
suatu ovarium).
Ada 3 tipe hermaproditisma pada ikan, yaitu hermaproditisma sinkronus,
hermaproditisma protogynous, dan hermaproditisma protandrous.
Amphibia
Pada Amphibia tidak ada keseragaman pola ekspresi kelamin. Banyak
kelompok Amphibia yang sudah terdapat kromosom kelamin (tipe XY-XX
maupun tipe ZZ-ZW). Ada pula beberapa kelompok yang tidak memiliki
kromosom kelamin seperti Xenopus laevis.
Reptilia
Pada banyak jenis reptil, individu heterogamik berkelamin betina dengan
simbol ZW, dan yang homogametik berkelamin jantan dengan simbol ZZ.
Keadaan ini sama dengan yang terdapat pada kupu siang, kupu malam (moths),
caddies flies dan ulat sutera. Pada beberapa reptil suhu pengeraman telur yang
telah dibuahi berpengaruh besar terhadap ekspresi kelamin turunan. Dinyatakan
pula pada penyu Chrysema picta, suhu pengeraman yang tinggi biasanya
menghasilkan turunan betina sedangkan pada kadal suhu pengeraman yang tinggi
biasanya menghasilkan keturunan jantan.
Aves
Kromosom kelamin pada burung disimbolkan XX atau ZZ untuk jantan
dan XO, ZW atau ZO untuk betina. Misalnya pada ayam peliharaan yang
memiliki satu kromosom yang mirip dengan kromosom kelamin Y pada manusia,
bahkan yang dikatakan pula kromosom W pada ayam bukanlah elemen penentu
kelamin betina yang kuat. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa penentuan
kelamin pada ayam mungkin juga burung secara keseluruhan sama dengan yang
ditemukan pada Drosophila yaitu tergantung pada perimbangan Z dan A atau Z/A.
Mammalia Tikus dan Manusia
Perkembangan kelamin pada mammalia terbagi menjadi dua tahap proses
yaitu (1) diferensiasi kelamin oleh gonad. Apabila kemudian terbentuk testis maka
akan disekresikan hormon testosteron. Hormon testosteron ini akan disirkulasikan
ke seluruh bagian tubuh embrio dan menginduksi sel sel somatik untuk
berkembang dalam jalur jantan. Akan tetapi jika ovarium yang terbentuk maka
tidak adanya testosteron ini memungkinkan sel sel somatik untuk berkembang
dalam jalur betina. Sekarang ini pada kromosom kelamin Y pada tikus sudah
ditemukan gen atau perangkat gen yg mengendalikan suatu ciri dominan yg
disebut Sex-reversed (Sxr) trait. Gen tersebut menyebabkan zigot tikus yang
bergenotip AAXX tumbuh dan berkembang menjadi individu tikus yang
berfenotip kelamin jantan lengkap dengan testis sekalipun tidak mengalami
spermatogenesis.
Differensiasi kelamin betina berlangsung agak belakangan daripada
diferensiasi kelamin jantan dan baru tampak jelas sekitar bulan kedua
perkembangan. Oleh karena tidak adanya protein antigen H-Y gonad-gonad
primitif berkembang menjadi ovarium dan karena tidak adanya testosteron dan
substansi penghambat saluran Muller, saluran Wolff mengalami degenerasi.
Saluran Muller berkembang menjadi tuba fallopi, rahim, dan sebagian vagina.
Tonjolan genital menjadi gland penis (jantan) menjadi clitoris. Lipatan genital
menjadi pembungkus penis pada jantan berkembang menjadi labia minora dan
jaringan yg menjadi skrotum pada jantan berkembang menjadi labioa majora. Sel
sel primordia yg menjadi kelenjar prostat pada jantan berkembang menjadi
kelenjar skene dan yg menjadi kelenjar cowper pada jantan berkembang menjadi
kelenjar bartholini.
BAB II
SEJARAH PENEMUAN KROMOSOM KELAMIN
1891 : ahli biologi jerman H Henking menemukan bahwa sperma dipilah
atas dasar ada tidaknya X body. 1902 : C.E . Mc Clung megaitkan X body dengan
determinasi kelamin, tetapi secara salah menyatakannya spesifik untuk individu
jantan Awal abad ke 20 : Wilson dkk. X body dikenal sebagai kromosom kelamin
(kromosom X).
EVOLUSI KROMOSOM KELAMIN
Asal mula evolusioner kromosom kelamin primitif berkaitan erat dengan
evolusi kelamin terpisah yang berlatar belakang genetik. Pola transisi paling
sederhana, dari keadaan kelamin tergabung menuju kepada suatu keadaan kelamin
terpisah sempurna, adalah melalui kejadian mutasi pada dua lokus. Salah satu
lokus itu adalah f, yang mengontrol fungsi betina dan m yang mengatur lokus
jantan. Mekanisme pada dua lokus diikuti dengan roses seleksi dan pengurangan
rekombinasi akan memunculkan kromosom proto X maupun kromosom proto Y.
Setelah itu akan terjadi proses seleksi lebih lanjut yang berkenaan dengan seleksi
alela-alela yang menguntungkan pada individu jantan tetapi merugikan individu
betina, yang akan mengarah pada diferensiasi genetic selanjutnya antara kedua
kromosom kelamin.
Erosi Kromosom Y
Ada dua pola erosi evolusioner kromosom proto Y yang utama. Pola erosi
kromosom pertama adalah yang melibatkan “Muller’s Ratchel” bersangkut paut
dengan hilangnya kelompok kromosom yang membawahi mutan-mutan
merugikan dalam jumlah yang paling kecil, dari suatu populasi terbatas akibat
“genetic drift”. Peristiwa tersebut menyebabkan peningkatan progresif jumlah
rata-rata alela-alela merugikan per-individu. Pola kedua berupa fiksasi mutan-
mutan terpaut Y yang merugikan melalui “hitchhiking” dengan mutasi-mutasi
yang menguntungkan secara selektif pada kromosom proto Y.
Evolusi Determinasi Kelamin X/A dan Sistem Kromosom Kelamin XO
Westergaard mengemukakan bahwa system keseimbangan X/A berevolusi
dari system kromosom Y penentu kelamin jantan. Spesies-spesies yang
mempunyai suatu gen semacam mf yang dibutuhkan untuk perkembangan kea rah
kelamin jantan, terpaksa mempertahankan suatu pola Y determinasi kelamin
berupa kromosom Y sebagai penentu kelamin jantan, kecuali hal tersebut telah
diganti oleh mekanisme genetik lain.
Diduga bahwa ekspresi gen ff dibutuhkan untuk perkembangan kelamin
betina dan tidak adanya produk ff misalnya dikarenakan kehadiran suatu alela ff
sterilitas betina yang dominan mengarah kepada perkembangan parsil atau
lengkap kelamin jantan.
Pembentukan suatu kromosom proto Y yang membawa f f dan mf berakibat
munculnya individu-individu jantan parsial (pada tingkat fenotif). Berkenaan
dengan determinasi kelamin X/A yang berevolusi dari keadaan tersebut, setelah
itu diduga adanya evolusi suatu alela tersebut mengurangi ekspresi satu-satynya
ekspresi copy ff pada individu jantan yang mengarah kepada peluang karakter
jantan yang lebih tinggi.

Eliza Fitri Kamaliya (170341615027)


1. Bagaimana mekanisme mekanisme ekspresi kelamin X/A pada Drosophila?
Jawab: Mekanisme ekspresi kelamin X/A pada Drosophila juga dipengaruhi
gen Sx1 yang diregulasi oleh gen gen lain yang terletak pada kromosom X
maupun autosom. Gen gen pada kromosom X menggiatkan gen Sx1 supaya
bekerja (mendorong perkembangan betina) dan gen gen tesrebut disebut
sebagai “elemen elemen numerator” karena gen gen tersebut bekerja atas
numerator keseimbangan genik. Dilain pihak gen gen pada autosom yang
mempengaruhi Sx1 supaya tidak bekerja (mendorong perkembangan jantan)
disebut sebagai elemen elemen denominator . Terdapat juga gen tra
(transformer) mengubah individu betina menjadi individu jantan steril serta
gen dsx (doublesex) mengubah individu jantan maupun betina menjadi
individu intersex.
2. Bagaimana perbedaan ekspresi gen kelamin pada amphibi dan reptil?
Jawab : Pada Amphibia tidak ada keseragaman pola ekspresi kelamin. Banyak
kelompok Amphibia yang sudah terdapat kromosom kelamin (tipe XY-XX
maupun tipe ZZ-ZW). Pada banyak jenis reptil, individu heterogamik berkelamin
betina dengan simbol ZW, dan yang homogametik berkelamin jantan dengan
simbol ZZ.

Anda mungkin juga menyukai