Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

Sindrom fibromialgia (FM) sebenarnya sering dijumpai dalam praktik


sehari-hari, tetapi sering tidak terdiagnosis karena gejalanya heterogen dan
tumpang tindih dengan penyakit lain. Fibromialgia dahulu sering dinamai
psychogenic rheumatism, fibrositis, atau myelasthenia.1 Gejala utama FM
adalahnyeri muskuloskeletal kronik yang tersebar luasdi seluruh bagian tubuh.
Fibromialgia sering disertaipenyakit lain dalam bidang reumatologi,neurologi, dan
psikologi sehingga membingungkan.Gejala penyerta FM yang seringdijumpai
antara lain cepat lelah, insomnia,depresi, nyeri kepala, parestesia, dan irritable
bowel syndrome (IBS). Fibromialgia sering kali berlangsung kronik dan
menurunkan kualitashidup penderitanya.2 Prevalensi FM pada populasi Amerika
sekitar 2-5%.3 Etiologi dan patofisiologinya belum sepenuhnya diketahui.
Sebelumnya diduga sebagai penyakit inflamasi muskuloskeletal, tetapi akhir-akhir
ini terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa FM terjadi karena gangguan
sistem saraf pusat dengan mekanisme utama berupa amplifikasi/ sensitisasi
sentral.2 Pendekatan diagnosis FM mengalami perkembangan signifi kan dengan
diperkenalkannya kriteria diagnosis baru oleh AmericanCollege of Rheumatology
(ACR) tahun 2010, mengganti tender point dengan WidespreadPain Index (WPI)
dan symptom severity (SS), yang lebih sederhana dan mudah diterapkan.4
Manajemen FM meliputi terapi farmakologi dan non-farmakologi. Dengan
memahami patofisiologi, diagnosis, dan manajemen FM lebih mendalam,
pengelolaan pasien diharapkan rasional dan lebih baik.

1
BAB 2
FIBROMIALGIA

2.1 DEFINISI
Fibromialgia merupakan sindrom nyeri kronik yang ditandai dengan nyeri
muskuloskeletal dan kekakuan otot yang tersebar luas, meliputi keempat kuadran
tubuh, sisi kiri dan kananserta atas dan bawah tubuh.1 Fibromialgia sering disertai
gangguan tidur, cepat lelah, cemas, depresi, kaku di pagi hari, irritable bowel
syndrome (IBS), nyeri kepala, vertigo, parestesia, dan sebagainya.1,5 Fibromialgia
tidak termasuk dalam artritis karena tidak menyebabkan reaksi peradangan
ataupun menyebabkan kerusakan sendi, otot atau jaringan yang lainnya.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data di Amerika Serikat, kira-kira 20% pasien klinik
rheumatologi adalah pasien fibromyalgia, yang kebanyakan berusia 30-50 tahun.
Dari data tersebut dapat dikatakan 1 dari 5 pasien yang berobat adalah
fibromialgia. Prevalensi FM pada populasi umum di berbagai negara berkisar
antara 2-5%, wanita 7 kali lebih banyak daripada pria, sebagian besar berusia 35-
65 tahun.1,3,6 . Prevalensi fibromialgia pada populasi umum di Amerika Serikat
untuk perempuan ialah 3,4%, sedangkan untuk laki-laki 0,5%.

2.3 ETIOLOGI
Etiologi FM tidak diketahui pasti, tetapi diduga ada predisposisi genetik
dengan pencetus stresor lingkungan.7,8 Diduga terdapat hubungan antara FM
dengan fenomena polimorfisme genetik pada monoamine related genes. Gen-gen
ini meliputi serotonin-2A receptor gene (HTR2A), serotonin transporter gene
(HTTLPR) regulatory region, dan dopamine-D4 related gene.9 Proses timbulnya
nyeri dan penghantaran informasi sensorik di otak dan medula spinalis
dikendalikan oleh volume control setting yang diturunkan secara genetik dan
dipengaruhi oleh lingkungan; makin tinggi volume controlsetting, nyeri akan
makin mudah dialami tanpa perlu rangsang nosiseptif perifer.2

2
2.4 PATOFISIOLOGI
Meskipun penyebab pasti fibromialgia masih menjadi misteri, secara umum
para ahli sepakat mengenai adanya mekanisme pengolahan input yang tidak
normal, khususnya input nyeri (nosiseptif), pada sistem saraf pusat. Pasien
fibromialgia mempersepsikan stimuli non-nosiseptif sebagai stimuli nosiseptif
serta kurang mampu mentoleransi nyeri yang seharusnya dapat ditoleransi oleh
orang normal. Semula FM diduga sebagai penyakit inflamasi otot, tetapi ternyata
tidak ditemukan kelainan pada biopsi otot maupun anatomi sistem saraf sehingga
FM digolongkan ke dalam nyeri fungsional.1,5

Pada studi menggunakan magnetic resonance spectroscopy, tidak ditemukan


perbedaan kadar fosfat berenergi tinggi antara pasien FM dengan kelompok
kontrol,5 sedangkan studi functional magnetic resonance imaging otak
menunjukkan bahwa respons nyeri pada pasien FM dapat ditimbulkan dengan
stimulus rangsang yang lebih rendah daripada kontrol. Studi ini mendukung teori
bahwa FM berhubungan dengan gangguan pemrosesan rangsang nyeri pada
susunan saraf pusat.10,11 Beberapa kelainan fisiologik dan biokimia telah
ditemukan pada susunan saraf pusat pasien fibromialgia sehingga fibromialgia
tidak lagi dapat disebut sebagai keluhan subjektif. Kelainan tersebut adalah kadar
serotonin yang rendah, disfungsi poros hipotalamus hipofisis, kadar hormon
pertumbuhan yang rendah, dan kadar substansi P yang meningkat.

Patofisiologi FM belum sepenuhnya jelas. Banyak teori yang diajukan


oleh para ahli, antara lain:
a. Amplifikasi/sensitisasi sentral
Pengetahuan tentang FM telah meningkatdengan pesat dalam beberapa tahun
terakhir.Penelitian-penelitian skala besar membuktikan bahwa nyeri pada FM
tersebar luasakibat disfungsi susunan saraf pusat. Nyerididuga berasal dari
ketidakseimbangan neurotransmiter susunan saraf pusat yangmenyebabkan
amplifikasi/sensitisasi sentral.2Menurut teori amplifikasi/sensitisasi
sentral,kornu dorsale medula spinalis menjadi hiperresponsif terhadap
stimulasi nosiseptif dan somatik sehingga terjadi hiperalgesia dan alodinia.
Teori ini dapat menerangkan lebih baik mengenai hipersensitivitas padapasien

3
FM. Pada FM, terjadi fenomena windup yang berkaitan dengan reseptor N-
methyl-D-aspartate (NMDA) dan plastisitas neuron;akibatnya, stimulus
berintensitas rendah dikulit maupun jaringan otot akan menghasilkan input
nosiseptif tingkat tinggi yang bila ditransmisikan ke otak akan dipersepsikan
sebagai rasa nyeri.2,12,13
b. Neurotransmiter
Pada FM, terjadi peningkatan kadar neurotransmiter eksitatorik glutamat,
nerve growth factor, brain derived neurotrophic factor, dan substansi P; kadar
substansi P cairan serebrospinal pasien FM tiga kali lebih tinggi dibandingkan
kontrol.14 Substansi P merupakan neurotransmiter nosiseptif yang berperan
penting dalam munculnya hiperaktivitas neuronal serta proses sensitisasi
sentral bersama asam amino eksitasi pronosiseptif yang bekerja pada reseptor
NMDA dan neuropeptida lainnya. Kadar substansi P sangat dipengaruhi oleh
kadar serotonin. Studi terbaru menunjukkan adanya korelasi negatif kuat
antara konsentrasi metabolit serotonin dalam serum, 5 hidroksindolasetat, dan
substansi P. Substansi P juga merupakan inhibitor poten bagi corticotropin
releasinghormone (CRH), sehingga diduga turut berperan dalam penurunan
kadar CRH pada sejumlah pasien FM.9
c. Stress response system
Stres kronis dapat memicu gangguan stress response system tubuh yang
menyebabkan munculnya gejala FM. Pada umumnya, pasien mengalami
gangguan pada 2 komponen utama stress response system, yaitu
aksishipotalamus–pituitari–adrenal (HPA) dan sistem saraf autonom.9
― Aksis hipotalamus-pituitari-adrenal
Aksis HPA memegang peranan penting dalam respons fi siologis terhadap
stres.Pada pasien FM, terjadi penurunan kadar kortisol, serotonin, dan
norepinefrin,padahal serotonin dan norepinefrin berperan dalam inhibisi
desenden pada kornu dorsale medula spinalis.5
― Sistem saraf autonom
Pasien FM menunjukkan gangguan respons simpatis terhadap stres berupa
penurunan respons vasokonstriksi terhadap stres dingin dan akustik,
penurunan respons denyut jantung terhadap latihan, penurunan variabilitas

4
denyut jantung, penurunan respons epinefrin terhadap hipoglikemia, serta
gangguan tidur.9,16
d. Komorbid Psikiatri
Pasien FM rentan mengalami gangguanpsikiatri sebagai salah satu
penyakit komorbid,seperti depresi, ansietas, dan somatisasi.9Komorbiditas
ini diduga turut memberikan kontribusi terhadap munculnya gejala FM
danpersistensi gejala.5,16,17Dari teori-teori di atas, para ahli
menyimpulkan bahwa FM adalah penyakit akibatgangguan persepsi dan
pemrosesan nyeripada sistem saraf pusat (pain processing).2

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Gejala utama FM adalah nyeri kronis muskuloskeletal yang tersebar luas
di seluruhbagian tubuh. Spektrum gejala FM sangat luas,antara lain kekakuan otot
terutama pagi hari,sebagian besar pasien mengalami nyeri tekan(tenderness),
cepat lelah, nyeri sendi, nyerikepala, nyeri punggung, sistitis, vulvodinia,tinitus,
vertigo, kesemutan, IBS, gangguan tidur, kecemasan, depresi, dan sebagainya.4
Ada 3 gejala utama yang dikenal dengan TRIAD Fibromialgia, yaitu :

1. Nyeri muskuloskeletal

 Lokasi nyeri yang sering dijumpai adalah pada aksial, yaitu di


sekeliling bahu, leher dan belakang bawah (low back). Paling
menonjol pada servikal dan lumbal. Sebagian pasien mengeluh nyeri
otot dan rasa lemah, walaupun secara objektif tidak ditemukan
kelemahan otot

2. Kekakuan (stiffness)

 Merupakan gejala umum paling sering dijumpai, seperti pada pasien


reumatik lainnya. Rasa kaku terutama pada pagi hari dan membaik
setelah bergerak, walaupun pada pasien dapat berlangsung selama 3
hari

5
3. Kelelahan (fatique)

 Keluhan ini erat kaitannya dengan gangguan tidur. Gangguan tidur


berupa sering terbangun malam hari sehingga pasien tidak segar pada
saat bangun tidur dan merasa sangat lelah. Gangguan tidur juga
ternyata berpengaruh secara signifikan terhadap intensitas nyeri,
kelelahan sepanjang hari dan kaku pagi hari.

2.6 DIAGNOSIS
Meskipun kewaspadaan telah meningkat,diperkirakan 75% pasien FM
tetap tidak terdiagnosis. Fibromialgia sering disertai penyakit lain dalam bidang
rematologi,neurologi, dan psikologi sehingga menyulitkan penegakan diagnosis.
Fibromyalgia dapat ditegakkan apabila pasien memenuhi kedua kriteria ACR
1990, yaitu:
1. Rriwayat nyeri muskuloskeletal yang menyebar minimal 3 bulan
2. Nyeri yang signifikan pada minimal 11 dari 18 tender points jika
dilakukan palpasi dengan jari
3. Lokasi nyeri pada 4 kuadran dan skeletonaksia.

Kriteria ACR sangat bermanfaat dalam menegakkan diagnosis, meskipun


beberapa pasien memiliki jumlah tender sites yang lebih sedikit dan nyeri regional
yang lebih, sehingga didiagnosis fibromyalgia
Nyeri yang tersebar luas ini didapatkan pada 97% pasien FM,
dibandingkan dengan 70% pada kontrol. Kriteria diagnosis ini mempunyai
sensitivitas 88,4% dan spesifisitas 81,1%.18

Penekanan tender point dilakukan dengan ibujari tangan secara tegak lurus
dengan gayasebesar kurang lebih 4 kg, ditandai kuku ibujari tangan yang dipakai
menekan berubah warna menjadi putih. Dikatakan positif bilapada penekanan
pasien merasa nyeri.

6
Kontroversi evaluasi tender point4,9:
― Bersifat subjektif. Meskipun sudah dilakukanstandardisasi penekanan pada
tenderpoint, masih terdapat banyak variasi kekuatanpenekanannya. Bila
tender point jumlahnyakurang dari 11, akan sulit diinterpretasi.
― Perempuan umumnya mempunyai nilai ambang nyeri yang lebih rendah
daripadapria, sehingga hasil pengukuran tender pointakan bias.
― Penekanan tender point sangat dipengaruhioleh kondisi psikologis pasien
saatpemeriksaan sehingga hasil pengukurannyarawan bias psikologis.
― Penekanan tender point mengarahkanpada kelainan patologi FM di otot,
padahalterdapat bukti-bukti kuat tidak ada kelainanotot.
― Diagnosis FM hanya didasarkan nyeri dantender point tanpa
memperhitungkan gejalalain, padahal 73-85% pasien FM mengeluhfatigue,
gangguan tidur, dan kekakuan padapagi hari (morning stiff ness), serta
gejalapenyerta lain, seperti gangguan kognitif dansomatik.4,9

Pemeriksaan tender point praktis jarangdikerjakan pada layanan kesehatan


primeratau tekniknya tidak benar. Pada perbaikanklinis, dapat terjadi pengurangan
jumlahtender point sehingga tidak lagi memenuhikriteria diagnosis FM menurut
ACR 1990.Untuk memperbaiki kelemahan kriteria ACR1990, pada tahun 2010
ACR memperkenalkanpendekatan diagnosis baru yang menggantitender point
dengan widespread pain index(WPI) dan symptom severity (SS) agar lebihefektif
dan efi sien dalam menegakkandiagnosis FM.4

7
Gambar 1 Widespread pain index (0-19)19 Keterangan: WPI: total jumlah area
nyeri pada tubuh yang dialami dalam 1 minggu terakhir (skala 0-19)

Kriteria FM menurut ACR 2010:


 WPI ≥7 dan nilai skala SS ≥5 atau nilai WPI3-6 dan SS ≥9
 Gejala telah dialami penderita dalamderajat yang setara paling sedikit selama
3bulan
 Pasien tidak menderita penyakit lain yangdapat menyebabkan nyeri

Area WPI adalah sebagai berikut (tabel 1):Skala SS (0-12): jumlah tingkat
keparahan 3 kelompok gejala utama (0-9) ditambah skala gejala somatisasi (0-3).
Tiga kelompok gejalautama adalah:

8
 Fatigue: skala 0-3
 Bangun tidur merasa tidak segar (wakingunrefreshed): skala 0-3
 Gejala kognitif: skala 0-3
Keterangan:
0 = tidak ada gejala
1 = gejala ringan atau intermiten
2 = gejala sedang dan sering muncul
3 = gejala berat, terus-menerus, dan seringmengganggu

Gejala somatisasi (skala 0-3) terangkum pada tabel 2.

Kriteria klinis baru ini 88% memenuhi kriteriaACR dan tidak memerlukan
pemeriksaan fisik serta tender point. Assesmen SS pada FM terutama berguna
untuk evaluasi longitudinal pada pasien dengan gejala sangat bervariasi.

2.7 DIAGNOSIS BANDING

 Sindrom nyeri miofasial

 Artritis rheumatoid

 Polymyalgia rheumatika/Giamt cell arteritis

 Polimiositis/dermatomiositis

9
 Miopati karena kelainan endokrin hiptiroid, hipertiroid, hipoparatiroid,
hiperparatiroid, insufisiensi adrenal

 Miopati metabolic (glycogen storage disease,lipid myopathies)

 Neurosis (depresi,ansietas)

 Karsinoma metastase

 Sindrom fatique kronis

 Parkinsonisme (fase diskinetik)

2.8 TATALAKSANA
Manifestasi klinis FM sangat bervariasi sehingga manajemen pasien FM
bersifat individual, bergantung pada gejala klinis utama, komorbiditas,dan
gangguan fungsi. Pada kasus FM yang sulit diobati, disarankan pendekatan
multidisipliner.Tujuan terapi FM adalah menghilangkan nyeri, mengobati
penyakit penyerta, dan meningkatkan kualitas hidup.Prinsip manajemen FM ada 2
jenis, yaitu terapi farmakologis dan terapi nonfarmakologis.
Secara keseluruhan tim multidisiplin diperlukan untuk tatalaksana
fibromialgia secara optimal. Tim multidisiplin tersebut terdiri atas spesialis
rehabilitasi medik, psikiater, terapis fisik, dan ahli lainnya. Tatalaksana
fibromialgia dapat dibagi menjadi tatalaksana medikamentosa dan non-
medikamentosa.

2.8.1 Terapi farmakologis


a. Antidepresan
Rasionalisasi penggunaan antidepresandidasarkan pada beberapa bukti
bahwaantidepresan dapat menghambat ambilankembali (reuptake) serotonin dan
norepinefrindi celah sinaps sehingga dapat memperkuatjalur inhibisi nyeri
desenden dan mengurangipersepsi nyeri. Antidepresan efektif mengatasigangguan
depresi dan cemas yang seringmenyertai FM.9 Beberapa antidepresanmemiliki
efek antagonis NMDA danaktivitas penyekatan kanal ion yang dapat
meningkatkan efek antinosiseptifnya.Obat antidepresan yang disarankan
antaralain:

10
― Golongan trisiklik
Misalnya amitriptilin dan nortriptilin.Dosis rendah memiliki efek sedang,
seperti perbaikan kualitas tidur dan gejala nyeri, tetapi kurang bermanfaat
untuk fatigue dan tender point. Hati-hati dengan efek samping
antikolinergik, antiadrenergik,antihistaminergik, serta quinidine-like eff
ect,terutama pada pasien lanjut usia.9 Amitriptilin sebaiknya dimulai
dengan dosis rendah 12,5-25 mg malam hari, kemudian dapat dinaikkan
sesuai respons terapi.
― Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)
Misalnya fluoksetin dan sitalopram. Toleransi terhadap SSRI lebih baik
dibandingkan golongan trisiklik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
fluoksetin secara signifi kan mengurangi rasa nyeri dan kelelahan serta
memperbaiki mood.9
― Selective serotonin and norepinephrine reuptake inhibitor (SSNRI).
Duloksetin adalah salah satu SNRI yang direkomendasikan oleh Food and
Drug Administration (FDA) pada tahun 2008 dan telah disetujui sebagai
salah satu obat untuk terapi FM pasien dewasa.20 Monoterapi duloksetin
60-120 mg sekali sehari dapat mengurangi rasa nyeri dan gejala utama
FM, serta dihubungkan dengan perbaikan fungsi dan kualitas hidup pasien.
Duloksetin berguna bagi pasien FM dengan atau tanpa gejala depresi. Efek
analgesik obat ini tidak bergantung pada kondisi mood pasien.21 Efek
samping duloksetin terjadi pada sekitar 5% kasus, meliputi mual (paling
sering), bibir kering, konstipasi, somnolen, nafsu makan menurun,

11
meningkatnya keringat, serta agitasi. Efek samping ini biasanya muncul
dalam beberapa minggu pertama penggunaan dan akan membaik dalam
beberapa hari sampai 1 minggu.21 Milnasipran adalah jenis SNRI lain yang
juga telah mendapat persetujuan FDA sejak tahun 2009 sebagai terapi
FM.22 Obat ini, selain bekerja menghambat reuptake serotonin dan
norepinefrin di celah sinaps, menunjukkan efek inhibisi ringan terhadap
NMDA. Monoterapi milnasipran pada pasien FM dengan dosis 50 mg-100
mg 2 kali sehari dapat mengurangi rasa nyeri serta memperbaiki keadaan
umum dan gejala penyerta (seperti kelelahan dan gangguan fungsi
kognitif) sehingga kualitas hidup pasien meningkat.23

b. Antikonvulsan
Antikonvulsan yang sering digunakan dalam pengobatan FM adalah
pregabalin dan gabapentin. Keduanya merupakan liganalfa2-delta (α2-δ) yang
memiliki aktivitas analgesik, ansiolitik, dan antikonvulsan. Cara kerja kedua obat
ini adalah berikatan denganreseptor α2-δ untuk memodulasi influks ionkalsium ke
dalam neuron yang mengalami hipereksitasi, sehingga mengurangi pelepasan
neurotransmiter pronosiseptif, sepertisubstansi P dan glutamat.24
Pregabalin adalah obat pertama yangdisetujui FDA untuk FM pada tahun
2007.25Monoterapi pregabalin dapat mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki
gejala gejala yang menonjol pada pasien FM, sepertigangguan tidur, serta
dikaitkan denganmeningkatnya fungsi dan kualitas hidup pasien. Dosis pregabalin
sebesar 150-300 mg2 kali sehari. Efek samping pregabalin yang paling sering
adalah pusing dan somnolen. Sebuah metaanalisis efikasi dan keamanan
menyimpulkan bahwa pregabalin efektif danrelatif aman untuk FM.24

c. Opioid
Tramadol adalah obat yang bekerja langsungdi SSP sebagai agonis reseptor
opiat dan sebagai monoamine reuptake inhibitor yang memiliki efek antinosiseptif
pada jalur nyeri asenden maupun desenden.26 Kombinasi37,5 mg tramadol dan
325 mg parasetamol dikatakan dapat mengurangi nyeri secara signifikan pada
pasien FM.27

12
d. Terapi farmakologis lain
Pasien sering menggunakan OAINS (obat antiinflamasi nonsteroid)
meskipun tidak ada bukti penelitian yang menunjukkan efektivitas OAINS
tunggal dalam pengobatanFM. Kortikosteroid terbukti tidak efektif dalam
mengatasi gejala-gejala FM sehingga tidak direkomendasikan.9

2.7.2 Terapi nonfarmakologis


Terapi farmakologis saja sering tidak memberikanhasil yang diharapkan
sehingga perlutambahan terapi nonfarmakologis. Terapi nonfarmakologis yang
banyak dipakai antara lain adalah:
A. Edukasi pasien
Edukasi pasien merupakan salah satu tatalaksana fibromialgia yang
paling penting. Edukasi pasien harus dilakukan sebagai langkah pertama
dalam tatalaksana pasien fibromialgia. Pasien perlu diinformasikan
mengenai penyakit yang sedang dialaminya. Pasien juga perlu
diinformasikan bahwa fibromyalgia tidak menyebabkan kelumpuhan dan
tidak bersifat degeneratif, serta terdapat pengobatan untuk penyakit
ini.6,9,27

B. Mengurangi stress
Konsultasi psikiatrik memiliki peran yang sangat penting dalam
tatalaksana depresi dan cemas pada pasien fibromialgia. Stres dalam
kehidupan harus diidentifikasi dan didiskusikan dengan pasien, dan pasien
harus diberikan pertolongan mengenai bagaimana menghadapi stres.6,9,28

C. Latihan
Untuk mengurangi nyeri, dapat dilakukan aplikasi panas dan
dingin ke otot secara bergantian masing-masing 15-20 menit diselingi
waktu untuk kembali ke suhu normal. Pelatihan biofeedback yang intens
(misalnya dua kali sehari untuk seminggu) seringkali penting untuk nyeri
otot yang kronik dan menyebar. Teknik tersebut terutama berguna untuk
otot-otot postural yang biasanya berfungsi tanpa disadari. Elektroda
permukaan ditempelkan ke atas otot untuk mendeteksi aktivitasnya.

13
Pelatihan biofeedback dilakukan untuk menolong pasien mengembalikan
otot ke keadaan istirahat normal setelah kontraksi.27,28
Teknik lain untuk mengurangi nyeri ialah spray and stretch.
Vapocoolant spray disemprotkan dengan pola menyapu searah serat otot
untuk melemaskan otot, sambil dilakukan peregangan otot secara pasif
oleh pasien atau klinisi. Peregangan adalah elemen kunci dari pengurangan
nyeri, meskipun mekanismenya belum diketahui.27
Hal lain yang perlu diatasi pada pasien fibromialgia adalah
gangguan yang terjadi pada otot. Untuk itu, olahraga dapat menjadi solusi
dan penting untuk disarankan. Selain meregangkan dan memperkuat otot,
olahraga juga dapat meningkatkan kebugaran kardiovaskular Hal tersebut
selanjutnya dapat menyebabkan depresi, menurunnya rasa percaya diri,
dan stres yang memicu nyeri lebih lanjut. Olahraga aerobik juga baik
untuk pasien dan dimulai setelah terjadi perbaikan tidur serta
berkurangnya nyeri serta kelelahan. Olahraga dilakukan mula-mula pada
level rendah dan pasien sebaiknya berolahraga 20-30 menit, 3-4 hari
seminggu.6,28

Terapi lain dapat membantu dengan derajat yang berbeda-beda,


misalnya injeksi, modifikasi perilaku, hipnoterapi, kompresi iskemik,
olahraga dan pengaturan stress namun, yang tidak boleh dilupakan ialah
perbaikan postur dan mekanika tubuh.6,28
D. Akupunktur dan Balneotherapy
Akupunktur boleh jadi berguna, bergantung pada latar belakang
kultural pasien. Terapi Spa atau yang lebih dikenal dengan Balneotherapy
telah diteliti mempunyai efek menurunkan nyeri pada pasien dengan
fibromialgia kronik.29,30

14
BAB III

3.1 Kesimpulan
1. Fibromialgia merupakan penyakit yang paling sering dikeluhkan tetapi
jarang diterapi secara maksimal
2. Banyak faktor yang menyebabkan fibromialgia dan faktor psikologi salah
faktor yang sering mencetuskan penyakit ini seperti keadaan anxietas dan
depresi
3. Terapi yang diberikan pada pasien fibromialgia tidak hanya terapi
farmakologis, terdapat beberapa terapi non farmakologis yang dapat
membantu mengurangi nyeri pada fibromialgia seperti akupuntur dan
Balneotherapy

3.2 Saran

Perlu penelitian lebih lanjut tentang terapi yang dapat mengurangi nyeri
pada fibromialgia baik secara farmakologis dan non farmakologis, sehingga
kualitas hidup pasien lebih baik

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Giamberardino MA. Update on fibromyalgia syndrome. International


Association for The Study of Pain. 2008;16:1-6.
2. Clauw DJ, Arnold ML, McCarberg BH. The science of fi bromyalgia.
Mayo Clin Proc. 2011;86:907-11.
3. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, Arnold LM, Choi H, Deyo RA, et
al. Estimates of the prevalence of arthritis and other rheumatic conditions
in the United States: Part II. Arthritis Rheum.2008;58:26-35.
4. Wolfe F, Clauw DJ, Fitzcharles MA, Goldenberg DL, Katz RS, Mease P,
et al. The American College of Rheumatology Preliminary Diagnostic
Criteria for Fibromyalgia and Measurement ofSymptom Severity. Arthritis
Care & Res. 2010;62:600-10.
5. Abeles AM, Pillinger MH, Bruce MS, Abeles M. Narrative review: The
Pathophysiology of fi bromyalgia. Ann Intern Med. 2007;146:726-34.
6. Sommer C. Fibromyalgia: a clinical update. International Association for
The Study of Pain. 2010;18:1-4.
7. Arnold LM, Hudson JI, Hess EV, Ware AE, Fritz DA, Auchenbach MB, et
al. Family study of fi bromyalgia. Arthritis Rheum. 2004;50:944-52.
8. Buskila D. Fibromyalgia: The diagnosis and pharmacologic treatment. Eur
J Pain. 2009;3:111-5.
9. Arnold LM. The Pathophysiology, diagnosis and treatment of fi
bromyalgia. Psychiatr Clin N Am. 2010;33:375-408.
10. Gracely RH, Petzke F, Wolf JM, Clauw DJ. Functional magnetic
resonance imaging evidence of augmented pain processing in fi
bromyalgia. Arthritis Rheum. 2002;46:1333-43
11. Nebel MB, Gracely RH. Neuroimaging of fi bromyalgia. Rheum Dis Clin
North Am. 2009;35:313-27.
12. Staud R, Rodriguez ME, Evelyn F, McKnight WL. Mechanisms of
disease: Pain in fi bromyalgia syndrome. Nat Clin Pract Rheumatol.
2006;2:90-8.
13. Staud R. Biology and therapy of fi bromyalgia: Pain in fi bromyalgia
syndrome. Arthritis Research & Therapy. 2006;8:1-7.
14. Sarchielli P, Mancini ML, Floridi A,Coppola F, Rossi C, Nardi K, et al.
Increased levels of neurotrophins are not specifi c for chronic migraine:
evidence from primary fi bromyalgia syndrome. J Pain. 2007;8:737-45.
15. Spaeth M. Fibromyalgia syndrome: The role of neurochemicals. Primary
Psychiatry. 2006;13:72-5.
16. Goldenberg DL, Bradley LA, Arnold LM, Glass JM, Claw DJ. Academic
highlights: Understanding fi bromyalgia and its related disorders. Prim
Care Companion J Clin Psychiatry. 2008;10:133-44.
17. Theme K, Turk DC, Flor H. Comorbid depression and anxiety in fi
bromyalgia syndrome: Relationship to somatic and psychosocial variables.
Psychosomatic Med. 2004;66:837-44.
18. Wolfe F, Smythe HA, Yunus MB, Bennett RM, Bombardier C,
Goldenberg DL, et al. The American College of Rheumatology 1990
criteria for the classifi cation of fi bromyalgia: Report of the Multicenter
Criteria Committee. Arthritis Rheum. 1990;33:160-72.

16
19. Prateeparanich P. Introduction and revised fi bromyalgia. Paper presented
at: Aseap 2011. Proceeding of the 4th Conggress of the Association of
Southeast Asian Pain Societies. 2011 May5-8. Pattaya, Thailand;
2011.p.63-6.
20. Eli Lilly and Company. Cymbalta (duloxetine). Package insert.
Indianapolis (IN); 2008.
21. Russell IJ, Mease PJ, Smith TR, Kajdasz DK, Wohlreich MM, Detke MJ,
et al. Effi cacy and safety of duloxetine for treatmen of fi bromyalgia in
patients with or without major depressivedisorder: Result from a 6 month,
randomized, double-blind, placebo-controlled fi xed dose trial. Pain.
2008:136:432-44.
22. Forest Pharmaceuticals, Inc. Savella (minacipran). Package insert; 2009.
23. Mease PJ, Clauw DJ, Gendreau M, Rao SG, Kranzler J, Chen W. dkk. The
effi cacy and safety of minacipran for of treatment fi bromyalgia. A
randomized, double-blind, placebo-controlledtrial. J Rhematol.
2009;36:398-409.
24. Straube S, Derry S, Moore RA and McQuay HJ. Pregabalin in fi
bromyalgia: Meta-analysis of effi cacy and safety from company clinical
trial reports. Rheumatology. 2010;49:706-15.
25. Pfi zer Inc. Lyrica (pregabalin). Package insert. New York; 2007.
26. Kranzler JD, Gendreau JF, Rao SG. The psychopharmacology of fi
bromyalgia: A drug development perspective. Psychopharmacol Bull.
2002;36:165-213.
27. Benneth RM, Kanim M, Karim R, Rosenthal N. Tramadol and
acetaminophen combination tablets in the treatmen of fi bromyalgia pain:
Double blind, randomized placebo-controlledstudy. Am J Med.
2003;114:537-45.
28. Ang DC, Chakr R, Mazzuca S, France C, Steiner J, Stump T. Cognitive
behavioral therapy attenuates nociceptive responding in patients with fi
bromyalgia: A pilot study. Arthritis Care Res. 2010;62:618-23.
29. Khasnis A, Wilke WS. Balneotherapy in fibromyalgia: a single blind
randomized controlled clinical study. 2012;27:155-62.
30. Itoh K, Kitakoji H. Eff ects of acupuncture to treat fi bromyalgia: A
preliminary randomized controlled trial. Chin Med. 2010;5:11.

17

Anda mungkin juga menyukai

  • Presentasi GM Yuli
    Presentasi GM Yuli
    Dokumen66 halaman
    Presentasi GM Yuli
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • GM Edit
    GM Edit
    Dokumen29 halaman
    GM Edit
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • GM Geriatri
    GM Geriatri
    Dokumen31 halaman
    GM Geriatri
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • GM Edit
    GM Edit
    Dokumen29 halaman
    GM Edit
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • GM Edit
    GM Edit
    Dokumen29 halaman
    GM Edit
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • GM Edit
    GM Edit
    Dokumen29 halaman
    GM Edit
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • GM Ulkus
    GM Ulkus
    Dokumen27 halaman
    GM Ulkus
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Referat Fibromialgia
    Referat Fibromialgia
    Dokumen12 halaman
    Referat Fibromialgia
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • GM Edit
    GM Edit
    Dokumen29 halaman
    GM Edit
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • GM Geriatri
    GM Geriatri
    Dokumen31 halaman
    GM Geriatri
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Psikosomatis
    Psikosomatis
    Dokumen17 halaman
    Psikosomatis
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Birth Defect
    Birth Defect
    Dokumen40 halaman
    Birth Defect
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Geriatri
    Geriatri
    Dokumen33 halaman
    Geriatri
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Porto Folio Di
    Porto Folio Di
    Dokumen4 halaman
    Porto Folio Di
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Cover GW
    Cover GW
    Dokumen1 halaman
    Cover GW
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Epicalc Bahasa
    Epicalc Bahasa
    Dokumen427 halaman
    Epicalc Bahasa
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Referat Fibromialgia
    Referat Fibromialgia
    Dokumen12 halaman
    Referat Fibromialgia
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Diskusi Fix
    Diskusi Fix
    Dokumen4 halaman
    Diskusi Fix
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Fibromyalgia
    Fibromyalgia
    Dokumen14 halaman
    Fibromyalgia
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Referat Fibromialgia
    Referat Fibromialgia
    Dokumen12 halaman
    Referat Fibromialgia
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Referat Fibromialgia
    Referat Fibromialgia
    Dokumen12 halaman
    Referat Fibromialgia
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Studi Eksperimen
    Studi Eksperimen
    Dokumen43 halaman
    Studi Eksperimen
    Arta Novita Harlan
    Belum ada peringkat
  • GABUNG
    GABUNG
    Dokumen34 halaman
    GABUNG
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Teknik Pengolahan Data Dan Analisis Data
    Teknik Pengolahan Data Dan Analisis Data
    Dokumen13 halaman
    Teknik Pengolahan Data Dan Analisis Data
    Mitera Babyshop
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi Dalam Kehamilan
    Hipertensi Dalam Kehamilan
    Dokumen34 halaman
    Hipertensi Dalam Kehamilan
    sri hartini
    100% (1)
  • Diskusi Fix
    Diskusi Fix
    Dokumen4 halaman
    Diskusi Fix
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Diskusi Case Death 2
    Diskusi Case Death 2
    Dokumen4 halaman
    Diskusi Case Death 2
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Draft Case Death 2 - Perbaikan 2
    Draft Case Death 2 - Perbaikan 2
    Dokumen30 halaman
    Draft Case Death 2 - Perbaikan 2
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat
  • Hiv-Aids Dengan TB Milier
    Hiv-Aids Dengan TB Milier
    Dokumen67 halaman
    Hiv-Aids Dengan TB Milier
    Dwinda Rizary
    Belum ada peringkat