Keluhan utama:
Penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu
1
Penurunan nafsu makan sejak 2 bulan yang lalu, pasien makan 1-2x sehari,
pasien hanya makan setengah porsi dari biasanya.
Kejang tidak ada.
Mual muntah tidak ada.
Sesak nafas tidak ada.
Nyeri dada tidak ada.
Riwayat nyeri persendian tidak ada.
Sembab pada kedua tungkai tidak ada.
Gangguan pendengaran tidak ada
Gangguan penglihatan tidak ada.
BAK di tempat tidur.
BAB hanya 1 x seminggu sejak 1 tahun ini.
Riwayat Pengobatan
Riwayat kontrol rutin ke dokter jiwa di RSJ HB Saanin dan RS Reksodiwiryo
7 tahun yang lalu, diberi Haloperidol, CPZ, THP, sirup asam valproat, dan b
complex. Namun keluarga menghentikan sendiri pengobatan 1 tahun yang
lalu karena kondisi pasien semakin lemah setelah mengkonsumsi obat.
Pasien pernah berobat jalan ke dokter jiwa di Batam 2 tahun yang lalu dan
diberi haloperidol, depakote, dan cpz. Pasien direncanakan untuk kontrol ke
RSUP M Djamil Padang. Namun keluarga tidak jadi membawa pasien.
2
Riwayat Pekerjaan, Perkawinan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan
Pasien menikah dan memiliki 3 orang anak. Pasien seorang ibu rumah tangga.
Sejak 7 tahun ini pasien tidak dapat lagi mengurus rumah tangganya.
Pasien tinggal bersama suami. Sehari-hari pasien dirawat oleh suaminya.
Kadang-kadang anak pasien ada membantu merawat pasien. Dalam 7 bulan
ini pasien dirawat bergantian oleh suami dan anak perempuannya.
Pasien tergolong taat beribadah dan hampir selalu shalat di Masjid.
Pasien tergolong aktif berkegiatan di masyarakat.
Biaya hidup ditanggung oleh suami, penghasilan suami cukup untuk
memenuh kebutuhan sehari-hari.
Pasien tidak mudah bercerita mengenai kondisi dan perasaannya bila ditimpa
masalah.
Sebelum sakit pasien tertekan memikirkan masalah rumah tangga anak
perempuannya. Pasien juga terpengaruh dengan isu bahwa suaminya
berselingkuh.
Analisis Keuangan
Pasien seorang ibu rumah tangga.
Pasien mendapatkan biaya hidup dari suaminya dan dari anak-anaknya. Biaya
hidup cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Suami bekerja dengan membuka usaha pencucian karpet dan motor.
3
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum: Sakit berat Tinggi badan : 153 cm
Kesadaran : Sopor Berat badan : 34 kg
Tekanan darah: 100/70 mmHg BMI : 14,5 (underweight)
Nadi : 74 x/menit, teratur BBI : 48 kg
Nafas : 24 x/menit LILA : 18 cm
Suhu : 37,5oC Sianosis : (-)
VAS :3 Anemis : (-)
SpO2 : 98% Ikterus : (-)
Oedem : (-)
4
Auskultasi : suara nafas bronkovesikular, ronki (+/+) pada basal paru,
wheezing tidak ada
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V, luas 1 ibu
jari, thrill (-), kuat angkat (-)
Perkusi : batas kanan LSD, batas atas RIC II, batas bawah 1 jari
medial LMCS RIC V, pinggang jantung (+)
Auskultasi : irama teratur, bising (-), M1> M2, P2< A2
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-), kolateral (-), venektasi (-)
Palpasi :hepar tidak teraba, lien S0
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal.
Punggung : nyeri tekan dan nyeri ketok CVA sulit dinilai
Alat kelamin : Tidak ditemukan kelainan.
Anus : Tidak ditemukan kelainan.
Ekstremitas : Reflek fisiologis +/+, Reflek patologis +/+,edema +/+, CRT < 2”
Spasme (+), rigiditas (+) keempat anggota gerak. Kontraktur pada
elbow joint, knee joint, dan ankle joint.
Status lokalis:
Lokasi : Regio gluteal dextra: ulkus dekubitus, ukuran diameter 4 dan 5
cm, eritem (+), laserasi (+), jaringan nekrotik (+), pus (+), dasar
jaringan otot.
Regio gluteal sinistra: ulkus dekubitus, ukuran diameter 5 dan 6
cm, eritem (+), laserasi (+), jaringan nekrotik (+), pus (+), dasar
jaringan otot.
5
Geriatric Comphrehensif Assesment
Penapisan Depresi : Sukar dinilai
Mini Mental State Examination (MMSE) : Sukar dinilai
Activity Daily Living (ADL) Barthel :
Sebelum sakit : 0 (Ketergantungan total)
Setelah sakit : 0 (Ketergantungan total)
Uji Mental Singkat : Sukar dinilai
Mini Nutritional Asessment (MNA) :
Sebelum sakit : 9 (Malnutrisi)
Setelah sakit : 6,5 (Malnutrisi)
Laboratorium
Darah
Hb : 10,5 gr/dL Trombosit : 322.000/mm3
Ht : 30% Diff. count : 0/0/0/78/20/2
Leukosit : 9.250/mm3 LED : 40 mm/jam
Kesan: anisositosis normokrom, leukosit shift to the left
GDS: 93 mg//dl
SpO2: 98%
Urinalisa :
Protein : (-) Kristal : (-)
Glukosa : (-) Epitel : gepeng (+)
Leukosit : 0-3/LPB Bilirubin : (-)
Eritrosit : 0-1/LPB Urobilinogen : (+)
Silinder : (-) Keton : (-)
Kesan : dalam batas normal
6
Feses Rutin :
Warna : kuning Eritrosit : (-)
Konsistensi : lembek Telur cacing : (-)
Leukosit : (-) Amoeba : (-)
Kesan : dalam batas normal
Pemeriksaan EKG:
Irama : sinus QRS Komplek : 0,08 detik
HR : 74 x /menit ST Segmen : isoelektrik
Axis : normal Gel T : normal
Gel P : 0,06 detik SV1+RV5 : <35
PR interval : 0,16 detik R/S V1 : <1
Kesan : irama sinus
Daftar Masalah :
Penurunan kesadaran Ulkus dekubitus
Pneumonia Kontraktur sendi
Imobilisasi Skizofrenia
Ketergantungan total Demensia
Malnutrisi Inkontinensia
Diagnosis Kerja :
Penurunan kesadaran ec ensefalopati sepsis
Sepsis ec Community Acquired Pneumonia
Multipel ulkus dekubitus et regio gluteus grade 3
Immobilisasi dengan ketergantungan total
Malnutrisi
Skizofrenia
Parkinson
Inkontinensia urin
Diagnosis Banding :
7
Sindrom delirium akut
Penurunan kesadaran ec stroke akut
Penurunan kesadaran ec gangguan elektrolit
Sepsis ec ulkus dekubitus
Terapi :
Istirahat/ diet 500 kkal MC 4 x 125 cc (karbohidrat 240 kkal, protein 160 kkal,
lemak 100 kkal) dinaikkan secara bertahap sampai 1400 kkal via NGT/ O2 2
L/menit
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
Levofloxacine 1x750 mg (iv)
Metronidazole 3 x 500 mg (iv)
Inhalasi n-asetil sistein 3x300 mg
Paracetamol 3x 500 mg po
Pasang kasur dekubitus
Pasang kateter: balans cairan
Perawatan luka
Mobilisasi dini: weight shifting tiap 2 jam, latihan lingkup gerak sendi
Pemeriksaan Anjuran :
Analisa gas darah Kultur pus
Elektrolit (Na, K, Cl, Ca) Kultur darah
Faal ginjal (ureum, kreatinin) Konsul neurologi
Faal hemostasis (PT, aPTT, d Konsul bedah orthopedi
dimer) Konsul psikiatri
Faal hepar (albumin, globulin, Konsul rehabilitasi medik
SGOT, SGPT) Konsul gizi klinik
Chest xray
Kultur sputum/swab tenggorok
8
FOLLOW UP
Tanggal 3 Mei 2019 (07.00 WIB)
S/ Penurunan kesadaran (+), demam (+), sesak nafas (+)
O/
KU Kes TD (mmHg) Nadi (x/i) Nafas (x/i) Suhu (oC)
Berat Somnolen 110/70 90 22 37,2
Urine : warna kuning pekat, jumlah ± 150 cc/ 6 jam
Keluar Hasil Laboratorium :
Ureum : 43 mg/dl Kalsium : 9,7 mmol/L
Kreatinin : 0,7 mg/dl Albumin : 2,2
Natrium : 132 mmol/L Globulin : 3,5
Kalium : 3,9 mmol/L SGOT : 16
Klorida : 105 mmol/L SGPT : 11
Analisa gas darah:
pH : 7,54 HCO3 : 20,1 mmol/L
pCO2 : 23,3 mmHg BEecf : -2,7 mmol/L
pO2 : 192,1 mmHg SO2 : 99,2%
Kesan: hipoalbumin, alkalosis respiratorik
Advis:
Asupan nutrisi adekuat
9
Passive ROM exercise
Weight shifting miring kanan miring kiri tiap 2 jam
Perawatan luka dekubitus
Edukasi oral hygiene tiap hari
Menjaga kelembaban dan kebersihan kulit
Pasang kasur dekubitus
konsul gizi klinik
Konsul bedah orthopedi
Konsul rehabilitasi medik
Konsul neurologi
Kultur sputum
Kultus pus
Kultur darah
Ganti kateter dan NGT per 2 minggu
10
Konsul Bagian Neurologi
Kesan:
Penurunan kesadaran ec ensefalopati sepsis
Suspek parkinsonisme
Advis:
Brain CT-scan
A/
Penurunan kesadaran ec ensefalopati sepsis
Sepsis ec Community Acquired Pneumonia
Multipel ulkus dekubitus et regio gluteus grade III
Immobilisasi dengan ketergantungan total
Malnutrisi
Skizofrenia
Parkinson
Inkontinensia urin
P/
Istirahat/ diet 500 kkal MC 4 x 125 cc (karbohidrat 240 kkal, protein 160 kkal,
lemak 100 kkal) dinaikkan secara bertahap sampai 1400 kkal via NGT/ O2 2
L/menit
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
11
Transfusi albumin 20% 100 cc
Cetriaxone 2x1 gr (iv)
Levofloxacine 1x750 mg (iv)
Metronidazole 3 x 500 mg (iv)
Inhalasi n-asetil sistein 3x300 mg
Paracetamol 3x 1000 mg po
Pasang kateter: balans cairan
Perawatan luka
Pasang kasur dekubitus
Mobilisasi dini: weight shifting tiap 2 jam, latihan lingkup gerak sendi
12
Kedua hillus tidak menebal/melebar
Corakan bronkovaskular kedua paru baik
Tampak infiltrat di kedua lapangan paru
Sinus dan diafragma kanan dan kiri baik
Tulang dan jaringan lunak dinding dada terlihat baik
Kesan: bronkopneumonia
13
Konsul Bagian Rehabilitasi Medik
Kesan: Sindrom imobilisasi
Advis:
Program rehabilitasi pada pasien ini adalah untuk mencegah berlanjutnya efek
sindrom imobilisasi dan disabilitas sekunder antara lain
Merubah posisi tiap 2-3 jam
Latihan lingkup gerak sendi berkala
Gizi adekuat
Kebersihan kulit
Konsul bedah ortopedi
Kontrol elektrolit
A/
Penurunan kesadaran ec ensefalopati sepsis
Sepsis ec Community Acquired Pneumonia
Multipel ulkus dekubitus et regio gluteus grade III
Hiperkoagulasi dengan risiko tinggi tromboemboli vena
Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronis
Immobilisasi dengan ketergantungan total
Malnutrisi
Skizofrenia
Parkinson
Konstipasi
P/
Istirahat/ diet 700 kkal MC 6 x 125 cc (karbohidrat 400 kkal, protein 160 kkal,
lemak 140 kkal) dinaikkan secara bertahap sampai 1400 kkal via NGT/ O2 2
L/menit
Terapi lain dilanjutkan
14
Tanggal 7 Mei 2019 (07.00 WIB)
S/ Pasien mulai buka mata, komunikasi inadekuat, makanan cair melalui NGT
habis, BAK melalui kateter, demam ada, sesak nafas tidak ada, bak keruh
O/
KU Kes TD (mmHg) Nadi (x/i) Nafas (x/i) Suhu (oC)
Sedang CM 110/70 84 18 37,7
Urine : warna kuning, keruh, jumlah ± 900 cc/24 jam
SpO2 : 97%
Urinalisa :
Protein : (+) Kristal : (-)
Glukosa : (-) Epitel : gepeng (+)
Leukosit : 20-25/LPB Bilirubin : (-)
Eritrosit : 0-1/LPB Urobilinogen : (+)
Silinder : (-) Yeast : (+)
Kesan : Infeksi saluran kemih
15
Konsul Konsultan Geriatri
Kesan :
Penurunan kesadaran ec ensefalopati sepsis (perbaikan)
Sepsis ec Community Acquired Pneumonia (perbaikan)
Multipel ulkus dekubitus et regio gluteus grade III
Hiperkoagulasi dengan risiko tinggi tromboemboli vena
Immobilisasi dengan ketergantungan total
Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronis
Infeksi saluran kemih
Malnutrisi
Skizofrenia
Parkinson
Konstipasi
Advis :
Transfusi albumin 20% 100 cc Kultur urine
Infus flukonazole 1 x 200 mg Terapi lain dilanjutkan
16
Konsul Bagian Gizi Klinik
Kesan:
Kakheksia, hipoalbuminemia, hipermetabolisme sedang (anemia) pada sepsis,
ulkus dekubitus grade 3
Advis:
Nutrisi diberikan energi 1400 kkal, protein 45 gr, lemak 25 %
Nutrisi enteral via NGT : - MTS putel 3 x 200 kkal
- Proten gold 3 x 150 kkal
Nutrisi parenteral aminofluid 500 ml (18 jam) : lipofundin 20% 100 ml (6
jam)
Mikronutrien: zink 1 x 20 mg (larutkan 1 sdm air minum)
Awasi balans cairan
A/
Penurunan kesadaran ec ensefalopati sepsis (perbaikan)
Sepsis ec Community Acquired Pneumonia (perbaikan)
Multipel ulkus dekubitus et regio gluteus grade III
Hiperkoagulasi dengan risiko tinggi tromboemboli vena
Immobilisasi dengan ketergantungan total
Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronis
Infeksi saluran kemih
Malnutrisi
Skizofrenia
Parkinson
Inkontinensia
P/
Istirahat/ diet 1400 kkal MTS putel 3 x 200 kkal, proten gold 3 x 150 kkal,
protein 45 gr, lemak 25 %
IVFD aminofluid 500 ml (18 jam) : lipofundin 20% 100 ml (6 jam)
Transfusi albumin 20% 100 cc
Heparin 2 x 5000 unit (sc)
Metronidazole 3 x 500 mg (iv)
17
Fluconazole 1 x 200 mg (iv)
Paracetamol 2x1000 mg
Asam folat 1 x 5 mg
Vitamin B12 1 x 100 mg
Zink 1 x 20 mg (larutkan 1 sdm air minum)
Awasi perdarahan
18
Sela dan parasela baik
Pons, cerebelum, dan CPA tak tampak kelainan
Kesimpulan: brain atrophy
A/
Penurunan kesadaran ec ensefalopati sepsis (perbaikan)
Sepsis ec Community Acquired Pneumonia (perbaikan)
Multipel ulkus dekubitus et regio gluteus grade III
Hiperkoagulasi dengan risiko tinggi tromboemboli vena
Immobilisasi dengan ketergantungan total
Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronis
Infeksi saluran kemih
Malnutrisi
Skizofrenia
Parkinsonisme diinduksi obat
Normopressure hydrocephalus
Inkontinensia urin
P/
Istirahat/ diet 1400 kkal MTS putel 3 x 200 kkal, proten gold 3 x 150 kkal,
protein 45 gr, lemak 25 %
IVFD aminofluid 500 ml (18 jam) : lipofundin 20% 100 ml (6 jam)
Transfusi albumin 20% 100 cc
19
Heparin 2 x 5000 unit (sc)
Metronidazole 3 x 500 mg (iv)
Fluconazole 1 x 200 mg (iv)
Sitrol 1 x 0,375
THP 3 x 2 mg
Levopar 2 x 100 mg
Asam folat 1 x 5 mg
Vitamin B12 1 x 100 mg
Zink 1 x 20 mg (larutkan 1 sdm air minum)
Konsul bedah syaraf
Konsul psikiater
Urinalisa ulang
20
Urinalisa :
Protein : (-) Kristal : (-)
Glukosa : (-) Epitel : gepeng (+)
Leukosit : 0-1/LPB Bilirubin : (-)
Eritrosit : 0-1/LPB Urobilinogen : (+)
Silinder : (-)
Kesan : dalam batas normal
A/
Penurunan kesadaran ec ensefalopati sepsis (perbaikan)
21
Sepsis ec CAP (perbaikan)
Multipel ulkus dekubitus et regio gluteus grade III
Hiperkoagulasi dengan risiko tinggi tromboemboli vena
Infeksi saluran kemih (perbaikan)
Immobilisasi dengan ketergantungan total
Malnutrisi
Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik
Skizofrenia
Parkinsonisme diinduksi obat
Normopressure hydrocephalus
Inkontinensia urin
P/
Istirahat/ diet 1400 kkal MTS putel 3 x 200 kkal, proten gold 3 x 150 kkal,
protein 45 gr, lemak 25 %
IVFD aminofluid 500 ml (18 jam) : lipofundin 20% 100 ml (6 jam)
Amikasin 1 x 500 mg (dalam 100 cc NaCl 0,9%, iv)
Warfarin 1 x 2 mg
Sitrol 1 x 0,375
THP 3 x 2 mg
Levopar 2 x 100 mg
Aricept 1 x 5 mg
Asam folat 1 x 5 mg
Vitamin B12 1 x 100 mg
Zink 1 x 20 mg (larutkan 1 sdm air minum)
Pasang kateter: balans cairan
Perawatan luka
Mobilisasi dini: weight shifting tiap 2 jam, latihan lingkup gerak sendi
Awasi perdarahan
22
O/
KU Kes TD (mmHg) Nadi (x/i) Nafas (x/i) Suhu (oC)
Berat apati 130/80 91 19 37
Urine : warna kuning, jernih, jumlah ±1000 cc/24 jam
SpO2 : 98% (pulse oxymetri)
Pulmo:suara nafas bronkvesikular, ronkhi basah halus nyaring di basal paru,
wheezing tidak ada
Keluar hasil laboratorium
Hb : 8,5 gr/dL Natrium : 125
Ht : 21% Kalium : 3,6
Leukosit : 7.080/mm3 Clorida : 99
Trombosit : 310.000/mm3 Albumin :2,0
Diff. count : 0/0/4/70/21/6 Globulin : 1,9
Kesan: anemia ringan, leukositosis perbaikan, hiponatremia, hipoalbumin
Konsul Psikiater
Kesan:
Skizofrenia YTT
Advis:
Abilify 1 x 5 mg
23
Advis:
IVFD NaCl 3% 12 jam/kolf
Transfusi PRC 1 unit
A/
Penurunan kesadaran ec hiponatremia
Penurunan kesadaran ec ensefalopati sepsis (perbaikan)
Sepsis ec CAP (perbaikan)
Multipel ulkus dekubitus et regio gluteus grade III
Hiperkoagulasi dengan risiko tinggi tromboemboli vena
Infeksi saluran kemih
Immobilisasi dengan ketergantungan total
Malnutrisi
Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik
Skizofrenia
Parkinsonisme diinduksi obat
Normopressure hydrocephalus
Inkontinensia urin
P/
Transfusi PRC 1 unit
IVFD NaCl 3% 12 jam/kolf
Terapi lain lanjut
Cek ulang elektrolit
O/
KU Kes TD (mmHg) Nadi (x/i) Nafas (x/i) Suhu (oC)
Sedang CM 130/70 95 20 37
24
Urine : warna kuning, jernih, jumlah ±800 cc/24 jam
SpO2 : 96% (pulse oxymetri)
P/
Rawat jalan
25
DISKUSI
Masalah utama pada pasien ini adalah skizofrenia dan imobilisasi. Pasien
mulai bertingkah laku aneh sejak sejak 7 tahun yang lalu, kemudian diikuti oleh
lupa ingatan. Kondisi ini semakin lama semakin parah dan membuat keluarga
memeriksakan pasien ke psikiater. Pasien mendapatkan terapi dari dokter psikiater
dan rutin kontrol selama 6 tahun. Satu tahun terakhir ini keluarga pasien
menghentikan sendiri pengobatan karena kondisi yang semakin lemah. Pasien
juga mengalami adanya pergerakan involunter pada kedua tungkainya sejak 7
tahun yang lalu. Dalam 2 tahun ini pasien hanya terbaring saja di tempat tidur.
Dalam 7 bulan ini anggota gerak pasien bertambah kaku dan tampak semakin
menekuk. Kondisi ini diperparah dengan adanya ulkus dekubitus pada regio
gluteal pasien. Pasien datang dengan infeksi paru dan jatuh ke dalam sepsis.
Selain itu pasien juga datang dengan status nutrisi yang jelek. Adanya infeksi dan
immobilisasi meningkatkan risiko pasien untuk mengalami trombosis vena dalam.
26
Skizofrenia yang terjadi pada pasien tergolong late onset, karena baru
mengenai pasien pada usia di atas 40 tahun. Gejala positif yang ditemukan dari
anamnesis adalah adanya tingkah laku aneh (bizzare), gangguan pikir yang
bermanifestasi sebagai ucapan yang inkoheren, dan tanda negatif yang ditemui
adalah afek datar dengan kontak mata berkurang. Kondisi skizofrenia pada geriatri
harus dibedakan dari gangguan lainnya seperti demensia, efek samping obat,
gangguan skizoafektif, dan delirium.1,2
Pengobatan pasien skizofrenia membutuhkan pengobatan berkelanjutan
dengan risiko efek samping. Pasien usia lanjut dengan skizofrenia terutama
beresiko mengalami efek samping dari obat antipsikotik, terutama efek samping
motorik. Telah diketahui bahwa insiden gejala sindroma ekstrapiramidal (EPS)
dan tardive dyskinesia (TD) meningkat seiring bertambahnya usia. Hoffman et al
(1991) mencatat parkinsonisme yang diinduksi antipsikotik pada lebih dari 60%
pasien usia lanjut yang menerima obat antipsikotik konvensional.1
Tiimbulnya TD dan persistensinya merupakan risiko utama pada pasien
usia lanjut. Woerner et al melaporkan 31% insiden onset TD baru di antara
populasi usila (usia rata-rata 77 tahun) yang diobati dengan antipisikotik
konvensional pada subjek yang diikuti secara prospektif selama 43 minggu.
Populasi ini telah diikuti hingga 7 tahun dan insiden kumulatifnya lebih dari 60%.
Baru-baru ini, Jeste dkk. memeriksa waktu munculnya TD pada kelompok lansia
yang diobati dengan antipsikotik tipikal. Di antara subkelompok antipsikotik-naif,
kejadian kumulatif TD pada 1 dan 3 bulan masing-masing adalah 3,4 dan 5,9%.
Insiden TD 1 tahun secara keseluruhan bervariasi dari 22,3 hingga 36,9%,
tergantung pada sejauh mana paparan antipsikotik sebelumnya di antara pasien
ini. Data ini mengkonfirmasi tingginya tingkat TD pada lansia dan menunjukkan
bahwa TD dapat terjadi segera setelah paparan antipsikotik konvensional (hampir
6% pada 3 bulan).1
Obat neuroleptik antipsikotik dibagi menjadi agen tipikal dan atipikal atau
generasi kedua. Agen generasi kedua adalah agen pilihan karena risiko tardive
dyskinesia yang lebih rendah. Obat ini mempunyai mekanisme kerja dengan
memblokir reseptor dopamin D2, obat atipikal umumnya lebih kuat dalam
27
memblokir reseptor serotonin. Blokade D2 diduga merupakan penyebab
timbulnya efek samping dari obat-obatan ini.2
Blokade dopamin dari jalur dopamin nigrostriatal yang diproyeksikan dari
substantia nigra ke ganglia basalis, yang merupakan bagian dari sistem saraf
ekstrapiramidal yang memodulasi gerakan motorik, menyebabkan gejala yang
mirip dengan yang ditemukan pada penyakit Parkinson (peningkatan tonus otot
dengan kekakuan sendi, berjalan dengan langkah menyeret, wajah topeng, dan
tremor istirahat).2
Perubahan kognitif yang terlihat awal pada penyakit parkinson termasuk
kesulitan dalam mengingat dan memperhatikan, serta disfungsi eksekutif, gejala
selanjutnya mengacu pada kesulitan dalam perencanaan, multitasking dan
kapasitas pengambilan keputusan. Pada beberapa pasien, fitur-fitur kognitif ini
mungkin stabil selama bertahun-tahun, sedangkan pada penderita lain dapat
berkembang menjadi demensia. Diperkirakan sekitar 50% individu dengan PD
akan mengalami demensia (PDD) dalam waktu 10 tahun sejak diagnosis awal
mereka.3
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak atau tirah baring selama 3 hari
atau lebih dengan gerak anatomik tubuh menghilang akibat perubahan fungsi
fisiologik. Imobilisasi menggambarkan sindrom degenerasi fisiologis yang
diakibatkan penurunan aktivitas dan ‘deconditioning’. Berbagai faktor jasmani,
psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Pada
pasien ini faktor penyebab imobilisasi antara lain gangguan neurologis yaitu
penyakit parkinson, efek samping obat antipsikotik, dan malnutrisi. Pada pasien
kondisi immobilisasi mulai terjadi sejak 2 tahun terakhir saat pengobatan pada
pasien mulai dihentikan. Awalnya pasien masih dapat dibantu berdiri dan dapat
berdiri dengan berpegangan, kemudian terjadi penurunan hingga dalam 7 bulan
ini pasien hanya dapat terbaring di tempat tidur. Kemungkinan hal ini terjadi
karena pengaruh obat anti psikosis dan adanya penyakit parkinson yang diinduksi
obat.
Kondisi imobilisasi ini menyebabkan berbagai efek terhadap sistem organ.
Pada pasien ini tejadi kontrakur, pneumonia, hiperkoagulasi, ulkus dekubitus dan
28
maserasi kulit, atrofi korteks motorik dan sensorik, penurunan fungsi kognitif,
inkontinensia urin, infeksi saluran kemih, dan konstipasi.4
Imobilisasi dapat secara langsung menyebabkan kongesti vena, yang akan
menghambat pembersihan dan pengenceran faktor koagulasi aktif sehingga
dengan mudah menyebabkan emboli. Tromboemboli vena, terutama emboli paru,
bisa berakibat fatal jika tidak ada pencegahan dan penatalaksanaan yang optimal
dilakukan. Tromboemboli vena (VTE) dapat bermanifestasi sebagai trombosis
vena dalam (DVT) atau emboli paru (PE). Kondisi ini memerlukan tatalaksana
dengan pemberian antikoagulan dalam hal ini heparin subkutan yang dilanjutkan
dengan pemberian antikoagulan oral yaitu warfarin.5 Selanjutnya diperlukan
edukasi pasien mengenai risiko perdarahan pada pasien pada penggunaan warfarin
jangka panjang dan kontrol rutin untuk pemeriksaan faal hemostatik.
Pasien mengalami kondisi malnutrisi dimana indeks masa tubuh kurang
dari 18,5 kg/m2. Penyebab malnutrisi pada pasien ini antara lain asupan yang
tidak adekuat, kondisi gigi geligi yang buruk, adanya penyakit neurodegeneratif
dan gangguan psikiatrik, kondisi imobilisasi dan ketergantungan total, serta
pengetahuan mengenai gizi yang kurang pada anggota keluarga (care giver).
Malnutrisi energi dan protein pada lansia berhubungan dengan gangguan fungsi
muskuloskeletal, penurunan massa tulang, disfungsi imunitas, anemia, penurunan
fungsi kognitif, penyembuhan luka yang buruk, dan pada akhirnya meningkatkan
angka kesakitan dan kematian. Dengan demikian, intervensi yang bertujuan
meningkatkan status gizi seseorang akan memberikan dampak pula pada
peningkatan kualitas hidup, baik secara fisik maupun mental.6
Pemberian nutrisi pada pasien harus memperhatikan risiko refeeding
syndrome, yakni suatu kondisi berpindahnya cairan dan elektrolit yang terjadi
pada saat pemberian asupan karbohidrat berlebihan setelah periode kelaparan
yang cukup berat. Beberapa agambaran klinis yang terjadi antara lain gagal
jantung kongestif, aritmia, anoreksia, mual, konstipasi, ileus, ataksia, paralisis,
parestesia, anemia hemolitik, trombositopenia, bahkan koma. Sindrom ini dapat
dicegah dengan mengenali faktor risiko pasien, pengawasan yang ketat, serta
pemberian suplemen elektrolit.6
29
Pasien memiliki risiko tinggi untuk kejadia refeeding syndrome dengan
IMT yang < 16 kg/m2, asupan makan sedikit, dan penurunan bb > 15%. Sehingga
nutrisi diberikan setengah dari kebutuhan penuh dan dititrasi naik hingga
mencapai kebutuhan ideal. Selain itu diperlukan adanya pemantauan elektrolit dua
kali seminggu.
Pasien mengalami hipoalbumin berulang walaupun sudah diterapi dengan
diet tinggi protein dan pemberian transfusi albumin. Kondisi hipoalbumin ini
merupakan salah satu komplikasi dari adanya ulkus dekubitus pada pasien.
Tatalaksana hipoalbumin adalah dengan manajemen nutrisi dengan pemberian
protein 1,2-1,5 gr/kgBB/hari dan dapat ditingkatkan menjadi 2 gr/kgBB/hari. Jenis
protein yang direkomendasikan pada pasien ini adalah whey protein. Jenis protein
ini menstimulasi pembentukan otot postprandial lebih efektif dibandingkan
casein, selain itu proses pencernaan dan penyerapan lebih cepat.6
Ulkus dekubitus merupakan komplikasi imobilisasi pada usia lanjut. Pada
pasien ini faktor risiko yang mendasarinya adalah kulit yang menua, adanya
mobilitas terbatas, nutrisi buruk, penyakit komorbid psikosis, inkontinensia urin,
dan tekanan permukaan tidur yang keras dan lembab. Pada pasien malnutrisi, diet
tinggi kalori (30-35 kkal/kg/hari), tinggi protein (1,25-1,5 g/kg/hari) dan hidrasi
cukup dapat membantu penyembuhan luka dengan lama rawatan lebih pendek dan
komplikasi lebih sedikit. Suplementasi zink dan vitamin C dapat dipertimbangkan
bila terdapat bukti defisiensi.7
Tatalaksana ulkus dekubitus pada prinsipnya adalah mengurangi tekanan
pada kulit, membersihkan luka, debridement jaringan nekrotik, mengatasi
kolonisasi dan bacterial load, dan pemilihan wound dressing. Antibiotik topikal
seperti silver sulfadiazin sebaiknya digunakan selama 2 minggu untuk
membersihkan luka yang tidak sembuh setelah perawatan optimal 2-4 minggu.
Konsultasi bedah dipertimbangkan pada ulkus dekubitus stadium III dan IV yang
tidak respon dengan perawatan optimal atau bila kualitas hidup pasien dapat
meningkat dengan penutupan luka secara cepat.8
Immobilisasi lama pada pasien menyebabkan terjadinya kontraktur.
Prevalensi kontraktur pada fasilitas perawatan adalah sebesar 55% dan kehadiran
kontraktur dapat menjadi penanda kualitas perawatan bagi pasien geriatri.9 Ketika
30
kontraktur telah terjadi atau jika ada batasan gerakan sendi, latihan gerakan sendi
aktif dan pasif direkomendasikan serta peregangan lambat minimal sekali hingga
dua kali sehari untuk mempertahankan rentang lengkap gerakan sendi.
Ultrasonografi diathermy pada otot dapat diterapkan untuk memfasilitasi
peregangan.5 Pada pasien ini tatalaksana kontraktur adalah dengan latihan lingkup
gerak sendi pasif yang dimulai sesegera mungkin. Tindakan bedah merupakan
salah satu manajemen yang dapat dipertimbangkan.
Berbagai faktor risiko termasuk komorbiditas, malnutrisi,
immunesenescence, dan faktor-faktor penentu sosial kesehatan (misalnya, tempat
tinggal panti jompo, akses perawatan yang buruk) meningkatkan risiko infeksi
pada usia lanjut. Imobilisasi juga dikaitkan dengan terjadinya penumonia dan
infeksi saluran kemih. Akibat imobilisasi retensi sputum dan aspirasi lebih mudah
terjadi. Pada posisi berbaring, otot diafragma dan interkostal tidak berfungsi
denganbaik sehingga gerakan dinding dada juga menjadi terbatas yang
menyebabkan sputum sulit keluar. Manakala kondisi ini dibarengi dengan recoil
elastik berkurang, maka akan memudahkan usila untuk menderita pneumonia dan
atelektasis.10
Tingkat bakteremia jauh lebih tinggi pada usia lanjut daripada pada pasien
yang lebih muda, mencapai 14% dari semua rawat inap di beberapa unit geriatri.
Pasien yang lebih tua dengan bakteremia lebih kecil kemungkinannya mengalami
tanda-tanda sistemik seperti demam, kedinginan, atau diaforesis dibandingkan
pasien yang lebih muda.11 Pasien didiagnosis sebagai sepsis dengan memenuhi
kriteria quickSOFA yaitu penurunan kesadaran dan sesak nafas.
Tatalaksana CAP pada geriatri dengan sepsis adalah dengan pemberian
antibiotik adekuat. Antibiotik pilihan adalah ceftriaxone ditambah makrolide atau
fluoroquinolon generasi ke 2 dan 3. Pada pasien ini diberikan ceftriaxone dan
levofloxacine dengan respon pengobatan baik. Pasien memperlihatkan respon
yang baik setelah 3 hari pemberian antibiotik. Antibiotik pada pasien diberikan
selama 7 hari, sesuai dengan American Thoracic Society dengan lama pemberian
antibiotik selama 5-10 hari.12
Aliran urin juga terganggu akibat tirah baring lama dan kondisi
inkontinensia urin juga dapat menyebabkan ISK. Pada pasien terjadi infeksi jamur
31
pada saluran kemih. Pasien ditatalaksana dengan pemberian anti jamur. Pada
evaluasi pemeriksaan urinalisa didapatkan adanya perbaikan dimana tidak
ditemukan lagi leukosituria dan yeast.
Anemia pada pasien tergolong anemia pada penyakit kronis. Pemeriksaan
feritin serum menunjukkan adanya peningkatan yang merupakan penanda bahwa
anemia yang diderita pasien bukan akibat oleh defiiensi zat besi. Anemia penyakit
kronik atau disebut juga dengan anemia inflamasi menyebabkan aktivasi
makrofag sehingga merangsang pengeluaran IL-6. Selanjutnya IL-6 akan
mengaktivasi sel retikuloendotelial di hati untuk menghasilkan hepsidi. Hepsidin
akan berinteraksi dengan feropontin yang akan menghambat absorpsi besi oleh
usus halus, dan menurunkan pelepasan besi oleh makrofag. Akibat kedua efek
hepsidin tersebut, maka kadar besi dalam plasma akan menurun. Kondisi anemia
pada pasien ini diterapi dengan pemberian transfusi darah.13
Pengelolan pasien secara bersama dalam tim medis interdisipliner dengan
partisipasi keluarga merupakan salah satu pendekan pelayanan geriatri yang
paripurna. Pendidikan dan informasi kepada keluarga mereka tentang imobilisasi
lama, latihan gerak sendi, serta pemenuhan nutrisi merupakan hal yang penting
dalam perawatan pasien selanjutnya. Tatalaksana pada pasien in mencakup
melakukan tinjauan geriatri lengkap, merumuskan tujuan fungsional dan mengatur
rencana terapi termasuk rencana waktu yang diperlukan untuk mencapai tujuan
terapeutik; mengevaluasi semua asupan obat, mengurangi dosis obat yang dapat
menyebabkan kelemahan atau keletihan atau jika memungkinkan dihentikan;
Memberikan nutrisi yang memadai dengan mempertimbangkan asupan cairan dan
serat, dan suplementasi vitamin dan mineral untuk pasien dengan masalah
hipokinesia; Melakukan mobilisasi segera dan progresif untuk mencegah
imobilisasi lebih lanjut. Program pelatihan dan remobilisasi harus dimulai selama
kondisi medis yang stabil, termasuk pelatihan mobilitas di samping tempat tidur
dan latihan rentang gerak sendi pasif; Mengelola faktor risiko imobilisasi dan
komplikasi akibat imobilisasi; Mengenali dan mengelola infeksi, malnutrisi,
anemia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi dalam
kasus imobilisasi serta penyakit penyerta lainnya / komorbiditas.5
32
DAFTAR PUSTAKA
2. Anderson DL, Rabins PV. Schizophrenia in: Hazzard’s Geriatric Medicine and
Gerontology, Seventh Edition. McGraw-Hill Education. 2017; 1089-94.
3. Kotagal V, Bohnen NI. Parkinson Disease and Related Disorders, in: Hazzard’s
Geriatric Medicine and Gerontology, Seventh Edition. McGraw-Hill Education.
2017; 1015-29.
6. Setiati S, Laksmi PW. Pedoman asuhan nutrisi pada orang usia lansia dan pasien
geriatri. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2017.
8. Institute for Clinical Systems Improvement. Healt care protocol: pressure ulcer
prevention and treatment protocol. 3rd edition. 2012.
10. Setiati S, Roosheroe AG. Imobilisasi pada usia lanjut, dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI. Interna Publishing. 2015: 3758-63.
11. High KP. Infection: General Principles, in: Hazzard’s Geriatric Medicine and
Gerontology, Seventh Edition. McGraw-Hill Education. 2017; 1943-56.
12. Rahayu RA, Bahar A. Penatalaksanaan infeksi pada usia lanjut secara
menyeluruh, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Interna
Publishing. 2015; 3859-66.
13. Supandiman I, Fadjari H. Anemia pada penyakit kronis, dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Interna Publishing. 2015; 2642-5.
33