Anda di halaman 1dari 31

ILUSTRASI KASUS

Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 68 tahun di Bagian Penyakit


Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 16 September 2019, pukul
22.00 WIB dengan:

Keluhan utama:
Perubahan kesadaran sejak 5 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


 Perubahan kesadaran sejak 5 hari yang lalu, perubahan kesadaran terjadi
secara perlahan-lahan. Pasien kadang bisa diajak komunikasi dengan keluarga
dan terkadang bicara meracau dan tidak nyambung.
 Nyeri pada kedua lutut sejak 4 tahun yang lalu.
 Pasien mengalami stroke 2 tahun yang lalu. Pasien mengalami serangan stroke
sebanyak 3 kali yaitu tahun 2017, 2018 dan terakhir juli 2019. Setelah
serangan stroke pertama (2017) pasien masih bisa berjalan dan beraktifitas
seperti biasa, namun sejak serangan stroke ke-2 pada 2018 pasien hanya
terbaring ditempat tidur. Sejak 5 hari ini pasien lebih banyak diam dan tidur,
kemudian pasien dirawat di RS Siti Rahmah dan dirawat selama 5 hari,
kemudian dirujuk ke RSUP M. Djamil Padang.
 Penglihatan kabur sejak 2 tahun yang lalu, mata kanan pasien sudah dioperasi
2 tahun yang lalu.
 Tukak pada bokong, panggul kiri, betis kanan, mata kaki kanan dan kiri
diketahui sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya luka lecet karena berbaring lama,
semakin lama semakin meluas dan dalam. Pasien hanya terbaring ditempat
tidur, tidak dapat melakukan aktivitas apapun, semua aktivitas dibantu oleh
keluarga sejak 3 bulan terakhir. Setelah serangan stroke, pasien hanya dapat
mengingat kenangan lama, tetapi masih dapat mengenali wajah dan nama
anggota keluarga.
 Lemah letih dirasakan sejak 2 bulan yang lalu
 Penurunan nafsu makan sejak 1 bulan yang lalu yang lalu, pasien hanya
makan 1 - 2 sendok setiap makan.

1
 Demam sejak 5 hari yang lalu, demam tinggi, tidak terus menerus, tidak
menggigil dan tidak berkeringat banyak.
 Buang air kecil berwarna teh pekat sejak 1 hari SMRS, BAK berdarah tidak
ada, nyeri saat BAK tidak ada
 Riwayat jatuh tidak ada.
 Kejang tidak ada.
 Mual tidak ada, muntah tidak ada.
 Gangguan pendengaran tidak ada
 Nyeri dada tidak ada.
 Perdarahan tidak ada.
 Riwayat tranfusi dirumah sakit sebelumnya tidak ada
 Buang air besar dalam batas normal.
 Pasien sebelumnya telah dirawat di RS Siti Rahmah 2 minggu yang lalu
karena gangguan elektrolit dan dirawat selama 5 hari dan pulang. Kemudian
pasien masuk lagi ke IGD RS Siti Rahmah 1 minggu kemudian dan dirujuk ke
RS Dr.M.Djamil untuk penatalaksanaan lanjut.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat serangan stroke sebanyak 3 kali yaitu tahun 2017, 2018 dan 2019
 Riwayat sakit gula ada, sejak 10 tahun yang lalu, minum metformin, namun
karena makan sedikit sejak 2 bulan yang lalu, tidak minum obat lagi
 Riwayat sakit TBC tidak ada.
 Riwayat sakit asma tidak ada.
 Riwayat sakit jantung tidak ada.
 Riwayat sakit ginjal tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga


 Ibu pasien menderita diabetes.

Riwayat Pekerjaan, Perkawinan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan


 Pasien menikah dengan 1 orang suami dan memiliki 3 orang anak (1 orang
anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan).

2
 Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Suamin pasien pensiunan PNS dan
sudah meninggal 7 tahun yang lalu karena penyakit jantung.
 Pasien tinggal bersama anak bungsunya sejak 1 tahun yang lalu. Sebelumnya
pasien tinggal bersama anak kedua nya (laki-laki, 40 tahun) yang tidak bekerja
dan belum menikah. Anak pertama pasien perempuan usia 45 tahun bekerja
sebagai PNS di Bandung dan sudah bekeluarga, memiliki 3 anak. Pada
awalnya anak ketiga pasien (perempuan, 28 tahun) tinggal bersama kakaknya
di Bandung dan kuliah disana. Setelah serangan stroke yang ke-2 tahun 2018,
anak bungsu pasien pindah ke kampung untuk mengurus ibunya. Anak pertana
dan cucu-cucu pasien jarang berkunjung. Pasien lebih banyak berdiam diri
sejak mengalami stroke.
 Sejak 1 tahun yang lalu pasien hanya berbaring di tempat tidur dan tidak
melakukan aktivitas apapun. Pasien makan disuapkan oleh anak pasien dan
dimandikan. Pasien menggunakan pampers untuk BAB dan BAK.

Riwayat Penggunaan Obat-Obatan


 Pasien mengkonsumsi obat antidiabetes (metformin) namun dihentikan sejak 2
bulan yang lalu.

Riwayat Sosial Kemasyarakatan


 Sebelum terkena stroke pasienmasih bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan
aktif dalam sosial dan lingkungan. Setelah sakit, terutama setelah menderita
stroke pasien hanya beraktivitas terbatas di lingkungandi rumah. Aktivitas
seperti berjalan, makan dan minum serta mandi dibantu oleh anak pasien.

Analisis Keuangan
 Pasien tidak bekerja.
 Pasien mendapatkan biaya hidup dari uang pensiun suami untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.

Riwayat Asupan Nutrisi


 Sebelum pasien mengalami penurunan kesadaran, makan 3x sehari dengan
nasi tim yang berisi sayuran, kadang ditambah kentang, ikan dan daging ayam

3
namun porsi tidak pernah habis. Semenjak sakit pasien hanya makan 2 - 3
sendok tiap makan.

4
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : sakit berat
Kesadaran : delirium fluktuatif
Tekanan Darah : 110/80 mmHg (berbaring)
Nadi : 82 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 37,6ºC
Keadaan gizi : kurang
Tinggi badan : 153 cm
Berat badan : 38 kg
BMI : 16,23 (underweight)
BBI : 47,7 kg
Edema : tidak ada
Anemis : ada
Ikterus : tidak ada
Kulit : Turgor menurun
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Kepala : Normocephal
Rambut : Uban (+), tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan
Gigi dan Mulut : caries (+), candida (-), mukosa bibir dan mulut
kering
Leher : JVP 5 - 2 cmH2O
Paru :
 Paru depan
o Inspeksi : simetris kiri = kanan dalam keadaan statis dan dinamis
o Palpasi : fremitus sulit dinilai
o Perkusi : sonor kiri = kanan, batas pekak hepar di RIC VI
o Auskultasi : suara nafas vesikular, ronkhi -/-, wheezing -/-

5
 Paru belakang
o Inspeksi : simetris kiri = kanan dalam kedaan statis dan dinamis
o Palpasi : fremitus sulit dinilai
o Perkusi : sonor kiri = kanan, batas peranjakan paru sukar dinilai
o Auskultasi : suara nafas vesikular, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
o Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
o Palpasi : iktus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V, luas 1 ibu
jari, thrill (-), kuat angkat
o Perkusi : batas kanan LSD, batas atas RIC II, batas bawah 1 jari
medial LMCS RIC V, pinggang jantung (+)
o Auskultasi : irama teratur, bising (-), M1> M2, P2< A2
Abdomen
o Inspeksi : Distensi (-), kolateral (-), venektasi (-)
o Palpasi : Hepar tidak teraba, lien S0
o Perkusi : timpani
o Auskultasi : bising usus (+) normal.
Punggung : CVA : nyeri tekan dan nyeri ketok tidak bisa dinilai
Alat kelamin : Tidak ditemukan kelainan.
Anus : Tidak ditemukan kelainan.
Anggota gerak : Reflek fisiologis +/+, Reflek patologis -/-,edema -/-, CRT
< 2”
Status Lokalis
Regio gluteus : ulkus dekubitus (+) grade III, berjumlah 1 buah, ukuran
20x12x4 cm, pus (+), pinggir tidak rata, dasar jaringan
otot, hiperemis, darah (+), jaringan nekrotik (+), tulang
teraba
Regio Maleolus Lateral S : ulkus dekubitus (+) grade II, ukuran 2 x 2 cm, pus
(+), pinggir tidak rata, hiperemis, darah (+), jaringan
nekrotik (+)
Regio Maleolus Lateral D : ulkus dekubitus (+) grade II, ukuran 3 x 2 cm, pus
(+), pinggir tidak rata, hiperemis, darah (+), jaringan
nekrotik (+)

6
Geriatri Comphrehensif Assesment
Penapisan Depresi : Sukar dinilai
Mini Mental State Examination (MMSE) : Sukar dinilai
Activity Daily Living (ADL) Barthel : 0 (Ketergantungan total)
Uji Mental Singkat : Sukar dinilai
Mini Nutritional Asessment (MNA) : 8 (malnutrisi)
Kebutuhan nutrisi setelah sakit : ~ 1670 kkal
Skor F1 : 0,58

Laboratorium
Darah
 Hb : 6,1 gr/dL  Trombosit : 351.000/mm3
 Ht : 19%  Diff. count : 0/0/2/88/8/2
 Leukosit : 14.890/mm3  LED : 40 mm/jam
Kesan : anemia ringan normositik normokrom, leukositosis dengan neutrofilia
shift to the right, LED meningkat

GDS: 150 mg//dl


SaO2: 99%

Urinalisa :
Protein : (+) Kristal : (-)
Glukosa : (-) Epitel : gepeng (+)
Leukosit : 2-3/LPB Bilirubin : (-)
Eritrosit : 1-2/LPB Urobilinogen : (+)
Silinder : granular 3-4/LPB
Kesan : proteinuria

Feses Rutin :
Warna : coklat Eritrosit : 0 - 1 LPB
Konsistensi : lunak Telur cacing : (-)
Leukosit : 3-4 LPB Amoeba : (-)
Kesan : dalam batas normal

7
Pemeriksaan EKG:
Irama : sinus QRS Komplek : 0,06
HR : 80 x /menit ST Segmen : isoelektrik
Axis : normal Gel T : inverted di V1-V3
Gel P : 0,06 detik SV1+RV5 : <35
PR interval : 0,20 detik R/S V1 : <1
Q patologis di V1-V3
Kesan : sinus rhytm, Old MCI anterior

Daftar Masalah :
 Perubahan kesadaran
 Multiple ulkus dekubitus
 Anemia
 Diabetes
 OA Genu Bilateral
 Old MCI
 Sistitis
 Old Stroke
 Imobilisasi dengan Ketergantungan total
 Malnutrisi
 Inkontinensia urin
 Frailty
 Katarak

Diagnosis Kerja :
 Perubahan kesadaran ec sindrom delirium akut
 Sepsis ec multiple ulkus dekubitus grade III
 Anemia sedang normositik normokrom ec penyakit kronik
 DM Tipe 2 tidak terkontrol underweight
 Old MCI
 Sistitis
 OA Genu bilateral

8
 Immobilisasi dengan Ketergantungan total
 Malnutrisi
 Inkontinensia urin
 Frailty
 Old Stroke
 Katarak Senilis

Diagnosis Banding :
 Penurunan kesadaran ec gangguan elektrolit
 Penurunan kesadaran ec uremik ensefalopati
 Penurunan kesadaran ec sepsis related encephalopathy

Terapi :
 Istirahat/ diet 900 kkal MC 6 x 150 cc, 1 cc = 1 kkal (karbohidrat 465 kkal,
protein 210 kkal, lemak 225 kkal) / O2 3 L/menit
 IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf
 Metronidazole 3 x 500 mg iv
 Ciprofloxasin 2 x 200 mg iv
 Parasetamol 3 x 500 po
 Redressing ulkus 1x/hari
 Pasang kasur dekubitus
 Pasang kateter – balans cairan
 Mobilisasi dini : miring kiri dan miring kanan setiap 2 jam, latihan lingkup
gerak sendi

Pemeriksaan Anjuran :
 Analisa gas darah
 Darah perifer lengkap (eritrosit, retikulosit, MCV, MCH, MCHC)
 Elektrolit (Na, K, Cl, Ca)
 Faal ginjal (ureum, kreatinin)
 Faal hemostasis (PT, aPTT)
 D-dimer
 Faal Hepar (Albumin, globulin, SGOT, SGPT)

9
 Cek GDP/GD2PP, HbA1c, profil lipid
 Rontgen thorak PA
 Kultur urin
 Kultur pus
 Konsul gizi klinik
 Konsul rehabilitasi medik
 Konsul mata
 Konsul Bedah Vaskular

FOLLOW UP
Tanggal 17 September 2019
S/ Perubahan kesadaran (+), demam (-), makan melalui NGT habis, BAK (+)
melalui kateter
O/
KU Kes TD (mmHg) Nadi (x/i) Nafas (x/i) Suhu (oC)
Berat somnolen 100/70 85 22 36,7
Urine : warna kuning pekat, jumlah ± 200 cc/8 jam

Keluar hasil laboratorium


 MCV : 89 fl  Ureum : 36 mg/dl
 MCH : 29 pg  Kreatinin : 0,7 mg/dl
 MCHC : 33%  Natrium : 123 mmol/L
 Eritrosit : 2,09 juta  Kalium : 4,3 mmol/L
 Retikulosit : 2,38 %  Klorida : 88 mmol/L
 PT/aPTT : 12,5/36,9 s  Kalsium : 9,1 mg/dl
 D-dimer : 658 ng/ml  Albumin : 2,0 g/dl
 Globulin : 3,9 g/dl

Kesan: normositik normokrom, retikulositosis, faal hemostasis normal,


hiponatremi, hipoalbuminemia

10
Konsul Konsultan Geriatri
Kesan :
 Sindrom delirium akut
 Sepsis ec Multiple ulkus dekubitus grade III
 Anemia sedang normositik normokrom ec penyakit kronik
 DM Tipe 2 tidak terkontrol underweight
 Old MCI
 OA Genu bilateral
 Sistitis
 Hiponatremia ec low intake
 Hipoalbuminemia ec low intake
 Immobilisasi dengan ketergantungan total
 Malnutrisi
 Inkontinensia urin
 Frailty
 Old Stroke
 Katarak Senilis
Advis :
 Inf Albumin 20% 100 cc
 Asupan nutrisi adekuat  konsul gizi klinik
 Passive ROM exercise
 Weight shiftingMiring kanan miring kiri tiap 2 jam
 Edukasi oral hygiene tiap hari
 Pasang kasur ulkus dekubitus
 Redressing 1x/hari
 Kultur pus
 Kultur urin
 Konsul Rehabilitasi Medik
 Konsul Bedah Vaskuler
 Konsul Mata

11
Konsul Konsultan Ginjal Hipertensi
Kesan:
 Hiponatremi ec low intake DD/ cerebral salt water syndrome
 Sistitis
Advis:
 IVFD NaCl 3% 12 jam/kolf (1 kolf)
 Cek elektrolit post koreksi
 Kultur urin

Konsul Konsultan Hematoonkologi Medik


Kesan:
 Anemia sedang normositik normokrom ec penyakit kronis
Advis:
 Tranfusi PRC 1 unit per hari, target Hb ≥ 10 mg/dl
 Atasi penyakit dasar

Konsul Konsultan Metabolik Endokrin


Kesan:
 DM tipe 2 tidak terkontrol underweight
Advis:
 Cek GDP/GD2PP, HbA1c, Profil lipid
 Konsul mata

Konsul Dokter Spesialis Mata


Status Oftalmologi
OD OS
Visus Belum bisa dinilai (apatis) Belum bisa dinilai (apatis)
Palpebra Edem (-) Edem (-)
Segmen anterior Normal Normal
Pupil Bulat, Rf +/+, θ 3 mm Bulat, Rf +/+, θ 3 mm
Lensa IOL (pc) Keruh total

12
TIO N (p) N (p)
Funduskopi mata Bening Keruh
Papil Bulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4
Pembuluh darah aa : vv = 2 : 3
Retina Perdarahan (+) dot, blot, Detail tidak bisa dinilai
eksudat (-)
Makula Rf Fovea (+)

Kesan:
 Moderate NPDR OD
 Katarak matur OS, Pseudofakia OD
 Saat ini tanda-tanda retinopati diabetikum pada mata kiri belum bisa
dinilai karena media keruh
Advis:
 Regulasi gula darah
 Kontrol poli mata : USG mata dan ekstraksi lensa OS

Konsul Bagian Gizi


Kesan:
 Kaheksia, hipoalbuminemia, hipermetabolisme sedang (anemia, leukositosis,
hiponatremia), DM Tipe 2, ulkus dekubitus, ISK
Advis:
 Nutrisi diberikan energi 1400 kkal, protein 60 gr, lemak 20%.
 Nutrisi enteral via NGT: NTS 500 kkal dan diabetasol 500 kkal @ 400 ml.
 Mikronutrien:Zinc 1 x 20 mg larutkan dalam 1 SDM air minum.
 IVFD aminofluid 500 cc
 IVFD Plasbumin 20% 100 cc/ 3 jam
 Koreksi hiponatremia dan anemia
 Evaluasi Balance cairan

13
Konsul Bedah Vaskular
Kesan:
 Ulkus Dekubitis grade II-III
Advis:
 Debridement elektif jika KU baik
 Miring kanan-kiri tiap 2 jam
 Pakai Kasur Dekubitus

Tanggal 17 September 2019 (17.00 WIB)


S/Penurunan kesadaran (+), demam (-), sesak (-)
O/
KU Kes TD (mmHg) Nadi (x/i) Nafas (x/i) Suhu (oC)
Berat somnolen 80/50 110 21 37
Urine : warna kuning pekat, jumlah ± 550 cc/24 jam
Q-SOFA = 2
IVC : 18

A/
 Syok Sepsis ec Ulkus Dekubitus grade III
 Penurunan kesadaran ec hiponatremi
 Hiponatremi ec low intake
 Hipoalbuminemia ec low intake
 Anemia sedang normositik normokrom ec penyakit kronik
 Immobilisasi dengan Ulkus dekubitus grade III
 DM Tipe 2 tidak terkontrol underweight
 Sistitis Akut
 Ketergantungan total
 Malnutrisi
 Frailty
 Old stroke
 Katarak

14
P/
 Loading NaCl 0,9% 30 cc/kgBB dalam 3 jam
 Drip norepinefrin 0,05-1 mcg/kgBB titrasi naik tiap 15 menit dengan
target MAP ≥ 65

Tanggal 18 September 2019 (08.00)


S/ Pasien mulai dapat kontak mata, makanan cair melalui NGT habis, BAK (+)
melalui kateter, BAB (+), demam (-)
O/
KU Kes TD (mmHg) Nadi (x/i) Nafas (x/i) Suhu (oC)
Berat Sedang 100/70 80 20 36,5
Urine : warna kuning, jernih, jumlah ± 600 cc/24 jam

Hasil Laboratorium :
Natrium :

Ekspertise foto thoraks AP


 Trakea di tengah
 Mediastinum superior tidak melebar, Aorta baik
 Jantung posisi normal, ukuran tidak membesar
 Kedua hillus tidak menebal/melebar
 Corakan bronkovaskular kedua paru baik
 Tidak tampak infiltrat maupun nodul di kedua lapangan paru
 Diafragma kanan dan kiri licin. Sinus kostofrenikus kanan dan kiri lancip
 Tulang kesan intak
Kesan: Tak tampak kelainan radiologi pada radiografi toraks

Ekspertise foto Pelvis AP


Kesan : Sakroilitis kanan, OA hipjoint bilateral, suspek vesikolitiasis,
aterosklerosis, tak tampak osteomielitis

Ekspertise foto Pedis AP dan Oblik :

15
Kesan : calcaneus spur bilateral, aterosklerosis pedis kiri, tulang intak, tak tampak
osteomielitis/gas gangren

Ekspertise foto Cruris bilateral AP dan lateral :


Kesan : OA Genu dan ankle bilateral, calcaneus spur kanan
Konsul Konsultan Ginjal Hipertensi
Kesan:
 Hiponatremi ec low intake DD/ cerebral salt water syndrome
 Sistitis Akut
 Vesikolitiasis
Advis:
 IVFD NaCl 3% 12 jam/kolf (1 kolf)
 Cek elektrolit post koreksi

Konsul Konsultan Penyakit Tropik dan Infeksi


Kesan:
 Syok Sepsis ec ulkus dekubitus grade III terkontrol
Advis:
 IVFD NaCl 0,9% 6 jam/kolf
 Drip norepinefrin dipertahankan 24 jam bila MAP > 65 tercapai, kemudian
titrasi turun
 Cek PCT, Bilirubin, PaO2/FiO2
 Kultur darah
 Balance cairan positif

Tanggal 20 September 2019 (08.00)


S/ Pasien sudah mulai dapat kontak namun lebih banyak tidur, makanan cair
melalui NGT habis, BAK (+) melalui kateter, BAB (+)
O/
KU Kes TD (mmHg) Nadi (x/i) Nafas (x/i) Suhu (oC)
Sedang somnolen 110/80 84 24 36.7
Urine : warna kuning, jernih, jumlah ± 720 cc/24 jam

16
Keluar hasil laboratorium
 Hb : 10,1 gr/dl
 Leukosit : 12.790/mm3
 Diff count : 0/0/6/75/15/4
 Trombosit : 158.000/mm3
 Procalcitonin : 0,41 ng/dl
 Natrium : 120 mmol/L
 Albumin : 2,0 mg/dl
 GDP : 185 mg/dl
 GD2PP :
 HbA1C : reagen habis
 Total Kolesterol :
 LDL :
 HDL :
 Trigliserida :

Kesan: leukositosis dengan neutrofilia shift to the right, hipoalbuminemia,


hiponatremia.

A/
 Syok Sepsis ec Ulkus Dekubitus grade III
 Penurunan kesadaran ec hiponatremi
 Hiponatremi ec low intake
 Hipoalbuminemia ec low intake
 Anemia sedang normositik normokrom ec penyakit kronik
 Immobilisasi dengan Ulkus dekubitus grade III
 DM Tipe 2 tidak terkontrol underweight
 Sistitis Akut
 Ketergantungan total
 Malnutrisi
 Frailty

17
 Old stroke
 Katarak Matur OD

P/
 IVFD NaCl 3% 12 jam/kolf (1 kolf)
 Plasmubin 20% 100 cc / 3 jam

Konsul Bagian Rehabilitasi Medik


Kesan:
 Sindrom imobilisasi
 Old stroke
Advis:
Program rehabilitasi pada pasien ini adalah untuk mencegah berlanjutnya sindrom
imobilisasi dengan cara:
 Merubah posisi setiap 2-3 jam
 Latihan LGS pasif 2x sehari
 Gizi adekuat
 Kebersihan kulit

Tanggal 23 September 2019


S/ Pasien sudah mulai dapat kontak namun belum baik, makanan blender rice dan
susu melalui NGT habis, BAK (+) melalui kateter, BAB (+), demam (-)

O/
KU Kes TD (mmHg) Nadi (x/i) Nafas (x/i) Suhu (oC)
Sedang CM afasia 120/70 86 23 37.2
Urine : warna kuning, jernih, jumlah ± 750 cc/24 jam

Keluar hasil laboratorium


 Hb : 11.3 gr/dl  Diff count : 0/0/2/73/21/4
 Leukosit : 10.250/mm3  Trombosit :335.000/mm3
Kesan: leukositosis dengan neutrofilia shift to the right

18
A/
 Syok Sepsis ec Ulkus Dekubitus grade III
 Penurunan kesadaran ec hiponatremi
 Hiponatremi ec low intake
 Hipoalbuminemia ec low intake
 Anemia sedang normositik normokrom ec penyakit kronik
 Immobilisasi dengan Ulkus dekubitus grade III
 DM Tipe 2 tidak terkontrol underweight
 Sistitis Akut
 Ketergantungan total
 Malnutrisi
 Frailty
 Old stroke
 Katarak

P/
 Pastikan hasil kultur swab tenggorok, pus dan urin
 Eskalasi antibiotik sesuai kultur

Tanggal 24 September 2019


S/ Pasien sudah mulai dapat kontak namun belum baik, gelisah (-), demam (-),
tukak di bokong sudah mengering, makanan blender rice dan susu melalui NGT
habis, BAK (+) melalui kateter, BAB (+)
O/
KU Kes TD (mmHg) Nadi (x/i) Nafas (x/i) Suhu (oC)
Sedang CM afasia 110/60 79 20 36.7
Urine : warna kuning, jernih, jumlah ± 450 cc/24 jam

Ekstremitas:
 Regio sacrum: ulkus dekubitus (+) ukuran 6x5x1 cm, pus (-), darah (-), sudah
mulai mengering, jaringan granulasi (+)

19
Keluar hasil kultur urine: no growth
Keluar hasil kultur pus: Klebsiella pneumonia ssp pneumoniae
- Sensitif dengan Cefepim dan Meropenem

A/
 Syok Sepsis ec Ulkus Dekubitus grade III
 Penurunan kesadaran ec hiponatremi
 Hiponatremi ec low intake
 Hipoalbuminemia ec low intake
 Anemia sedang normositik normokrom ec penyakit kronik
 Immobilisasi dengan Ulkus dekubitus grade III
 DM Tipe 2 tidak terkontrol underweight
 Sistitis Akut
 Ketergantungan total
 Malnutrisi
 Frailty
 Old stroke
 Katarak

P/
 Ganti antibiotik Cefepim
 Cek ulang leukosit dan diff count/3 hari
 Persiapan home carefamily meeting

20
DISKUSI

Telahdirawat seorang pasien perempuan usia 68 tahun di Bagian Penyakit


Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 26 Juni 2019 dengan diagnosis
akhir :

 Syok Sepsis ec Ulkus Dekubitus grade III


 Penurunan kesadaran ec hiponatremi
 Hiponatremi ec low intake
 Hipoalbuminemia ec low intake
 Anemia sedang normositik normokrom ec penyakit kronik
 Immobilisasi dengan Ulkus dekubitus grade III
 DM Tipe 2 tidak terkontrol underweight
 Sistitis Akut
 Ketergantungan total
 Malnutrisi
 Frailty
 Old stroke
 Katarak

Masalah utama pada pasien ini adalah imobilisasi akibat stroke berulang
yang dialami pasien. Halter (2017) mendefinisikan imobilisasi sebagai suatu
keadaan tidak bergerak atau tirah baring selama 3 hari atau lebih dengan gerak
anatomik tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologik. Imobilisasi pada
pasien ini terjadi karena pasien mengalami stroke sejak 1 tahun yang lalu dan
mengalami stroke berulang 2 bulan yang lalu yang mengakibatkan kelemahan
pada tubuh.Chen et al (2010) menyatakan bahwa usia merupakan faktor
nonmodifiable untuk terjadinya stroke, dan bahwa angka kejadian stroke adalah
75-89% pada usia >65tahun.1,2
Komplikasi yang terjadi akibat imobilisasi pada pasien ini adalah ulkus
dekubitus, sistitis, malnutrisi, anemia dan hipoalbuminemia. Heppner (2013)
menyatakan bahwa infeksi merupakan penyebab signifikan morbiditas dan

21
mortalitas pada geriatri. Hal ini terkait penurunan imunitas (immunosenescence)
berupa penurunan fungsi dan jumlah sel limfosit T, kemampuan mengenali
antigen dan fungsi efektor dari sistem imun. Proses penuaan juga memiliki efek
signifikan terhadap menurunnya sitokin dalam sirkulasi, menurunnya fungsi
neutrofil, menurunnya fungsi ekspresi CD16 dan fagositosis. Kondisi ini juga
disertai proses penuaan anatomik dan fisiologis. Pneumonia, infeksi saluran
kemih, infeksi kulit dan jaringan lunak merupakan infeksi tersering yang terjadi
pada geriatri.4
Pasien datang dengan mengalami perubahan kesadaran karena Sindrom
Delirium Akut (SDA). Pencetus terjadinya sindrom delirium akut pada pasien ini
adalah adanya infeksi, baik pada saluran kemih dan kulit. Sindrom delirium akut
merupakan manifestasi primer infeksi pada geriatri. Heppner (2013) menyatakan
bahwa SDA terjadi pada 14-56% pasien geriatri yang dirawat. Pada kondisi
infeksi terdapat peningkatan sitokin proinflamasi, ditambah dengan adanya
defisiensi neurotransmitter akibat hipoksemia, akan menyebabkan terjadinya
gangguan transduksi sinyal dan menimbulkan manifestasi klinis SDA.
Menurut Halter et al (2017) dan National Pressure Ulcer Advisory Panel
(NPUAP) 2016, ulkus dekubitus merupakan kerusakan jaringan setempat pada
kulit dan/atau jaringan dibawahnya akibat tekanan atau kombinasi antara tekanan
dan pegeseran pada bagian tubuh (tulang) yang menonjol. Madhuri (2011)
menyatakan bahwa angka kejadian ulkus dekubitus berkisar 4.4-33% pada
populasi pasien usia lanjut. Faktor risiko utama penyebab berkembangnya ulkus
dekubitus adalah usia, penurunan mobilitas, malnutrisi dan adanya penyakit
vaskuler. Secara lokasi terjadinya menurut Bhattacharya (2015) 25% terjadi pada
daerah sakrum, ischial dan trokanter, diikuti dengan area maleolus, kalkaneus,
patela dan tibial.1,4,5
Faktor risiko terjadinya ulkus dekubitus dibedakan menjadi faktor intrinsik
dan ekstrinsik. Faktor risiko instrinsik pada pasien adalah adanya stroke, infeksi,
malnutrisi dan immobilisasi. Sementara faktor ekstrinsik dapat berupa adanya
tekanan, gesekan serta kelembaban. Ulkus dekubitus yang terjadi pada pasien ini
sudah berada pada stadium 2 dan 3 dimana ulkus sudah sampai ke jaringan otot
dan disertai dengan infeksi dimana ditemukan pus dengan hasil kultur kuman E.
coli. Menurut Yoshikawa (2002) pada 41% kasus mikroorganisme penyebab

22
infeksi ulkus dekubitus adalah multipel, terutama staphylococcus aureus,
pseudomonas dan eschericia coli. Ulkus dekubitus terjadi akibat peningkatan
tekanan pada daerah kulit yang sama secara terus menerus. Tekanan akan
memberikan pengaruh pada daerah kulit sakrum ketika dalam posisi berbaring.
Aliran darah akan terhambat pada daerah kulit yang tertekan dan menyebabkan
anoksia jaringan dan nekrosis.
Tingkat bakteremia jauh lebih tinggi pada usia lanjut daripada pada pasien
yang lebih muda, mencapai 14% dari semua rawat inap di beberapa unit geriatri.
Pasien yang lebih tua dengan bakteremia lebih kecil kemungkinannya mengalami
tanda-tanda sistemik seperti demam, kedinginan, atau diaforesis dibandingkan
pasien yang lebih muda.11 Pasien didiagnosis sebagai sepsis dengan memenuhi
kriteria quickSOFA yaitu penurunan kesadaran dan hipotensi.
Penatalaksanaan ulkus dekubitus dilakukan dengan membersihkan ulkus
sekali sehari dengan kassa yang dibasahkan dengan NaCl 0,9% serta pemberian
Hyaluronic Acid (HA) + Silver sulfadiazine 1% topikal pada ulkus dan pemberian
VCO pada area bukan ulkus setelah pasien dimandikan untuk mengurangi
gesekan pada kulit. Menurut Beniamino (2016), manfaat penggunaan HA pada
ulkus dekubitus terkait mekanisme kerjanya yaitu membantu pembentukan
fibroblast, meningkatkan proliferasi dan migrasi sel epitelial serta membantu
pembentukan jaringan granulasi. Pasien juga dikonsultasikan kepada dokter
spesialis bedah konsultan bedah vaskuler untuk kemungkinan tatalaksana operatif
jika diperlukan untuk memperbaiki jaringan yang mati/debridement pada ulkus
dekubitus pasien. Zhao et al (2017) meneliti penerapan metode couple-kissing
flaps (CKF) pada ulkus dekubitus di daerah sakrum. Ditemukan bahwa hasilnya
memuaskan dan reliabel untuk diterapkan terutama pada ulkus dekubitus grade 3
dan 4. Selain itu komplikasi dan rekurensi ulkus juga minimal.
Pada tatalaksana ulkus dekubitus diperlukan tim terpadu geriatri yang
meliputi dokter, konsultan terkait, perawat, ahli gizi, bagian rehabilitasi medik dan
ahli farmasi klinik. Pasien dan keluarga/pramurawat harus diedukasi mengenai
risiko timbul ulkus dekubitus dan perburukan yang akan terjadi, serta mengetahui
strategi pencegahan dan penatalaksanaannya. Tatalaksana dapat berhasil apabila
disertai peran serta keluarga atau pramurawat (caregiver). Tatalaksana non
farmakologis untuk mencegah ulkus dekubitus adalah dengan perubahan posisi

23
secara teratur, melakukan latihan gerakan pasif setiap 1 atau 2 kali sehari selama
20 menit, menggunakan kasur berongga (kasur antidekubitus), memiringkan
pasien ke kanan dan ke kiri, mencegah terjadinya gesekan dan pemberian minyak
setelah pasien dimandikan dan buang air kecil/besar.
Infeksi saluran kemih pada pasien ini juga merupakan bagian dan terjadi
akibat imobilisasi. Menurut Theresa (2014) infeksi saluran kemih umum terjadi
pada geriatri dan merupakan infeksi tersering kedua setelah pneumonia, dengan
angka kejadian >10% pada populasi usia >65 tahun. Pada geriatri infeksi saluran
kemih dapat asimtomatik. Faktor risiko utama terjadinya infeksi saluran kemih
adalah adanya retensi urin akibat imobilisasi. Pemberian antibiotik yang adekuat
dan vulva hygiene pada pasien memberikan respon klinis dan laboratorik yang
perbaikan.
Imobilisasi juga berperan pada terjadinya malnutrisi dan hipoalbuminemia
pada usia lanjut. Menurut Konsensus Asuhan Gizi pada Lansia dan Pasien Geriatri
(2017), malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan, atau
ketidakseimbangan protein, energi, dan zat gizi lain yang dapat menyebabkan
gangguan fungsi pada tubuh. Pada pasien usia lanjut, terjadinya malnutrisi terjadi
akibat kombinasi dari beberapa faktor di antaranya kesulitan menelan dan
mengunyah, adanya inflamasi kronis, menurunnya sensasi bau dan kecap pasien
usia lanjut, serta penggunaan obat-obatan yang menekan nafsu makan.
Imobilisasi pada usia lanjut menyebabkan peningkatan kadar kortisol
sehingga metabolisme protein akan lebih rendah serta kondisi statis pada saluran
cerna akibat imobilisasi menyebabkan absorbsi nutrien menurun. Infeksi pada
pasien terutama ulkus dekubitus akibat imobilisasi pada pasien juga berkontribusi
pada terjadinya hipoalbuminemia. Neloska et al (2016) menyatakan bahwa infeksi
akan menyebabkan peningkatan sitokin proinflamasi yang akan menekan nafsu
makan serta menyebabkan hipermetabolisme yang meningkatkan kebutuhan
energi dan protein.
Hipoalbumin juga berkontribusi terhadap terjadi dan berkembangnya
ulkus dekubitus. Defisiensi serum albumin dapat menyebabkan gangguan perfusi
pada jaringan luka, mengurangi tekanan osmotik intravaskuler sehingga dapat
menyebabkan edem interstisial, mengurangi oksigenasi jaringan serta toleransi
jaringan terhadap tekanan. Penatalaksanaan hipoalbuminemia yaitu dengan

24
penambahan asupan protein dengan penambahan langsung pada diet, minyak ikan
gabus dan dengan transfusi albumin. Dukungan nutrisi adalah bagian dari terapi
yang berperan penting dalam kesembuhan pasien.
Menurut Brock et al (2016) hipoalbuminemia dapat ditemukan pada 87%
populasi geriatri dan dikaitkan dengan menurunnya respon terhadap terapi
sehingga masa penyembuhannya akan lebih lama, memperpanjang masa rawat
inap (masa rawat inap pasien dengan malnutrisi 90 kali lebih lama dibanding
dengan pasien dengan gizi baik), menambah biaya rumah sakit, dan secara umum
meninggikan angka morbiditas dan mortalitas pasien. Dengan dukungan nutrisi
yang optimal akan meningkatkan daya tahan tubuh pasien sehingga meningkatkan
kemampuan tubuh untuk melawan penyakit. Pasien mengalami hipoalbumin
berulang walaupun sudah diterapi dengan diet tinggi protein dan pemberian
transfusi albumin. Kondisi hipoalbumin ini merupakan salah satu komplikasi dari
adanya ulkus dekubitus pada pasien. Tatalaksana hipoalbumin adalah dengan
manajemen nutrisi dengan pemberian protein 1,2-1,5 gr/kgBB/hari dan dapat
ditingkatkan menjadi 2 gr/kgBB/hari. Jenis protein yang direkomendasikan pada
pasien ini adalah whey protein. Jenis protein ini menstimulasi pembentukan otot
postprandial lebih efektif dibandingkan casein, selain itu proses pencernaan dan
penyerapan lebih cepat.6
Pasien mengalami kondisi malnutrisi dimana indeks masa tubuh kurang
dari 18,5 kg/m2. Penyebab malnutrisi pada pasien ini antara lain asupan yang
tidak adekuat, kondisi gigi geligi yang buruk, adanya penyakit neurodegeneratif,
kondisi imobilisasi dan ketergantungan total. Malnutrisi energi dan protein pada
lansia berhubungan dengan gangguan fungsi muskuloskeletal, penurunan massa
tulang, disfungsi imunitas, anemia, penurunan fungsi kognitif, penyembuhan luka
yang buruk, dan pada akhirnya meningkatkan angka kesakitan dan kematian.
Dengan demikian, intervensi yang bertujuan meningkatkan status gizi seseorang
akan memberikan dampak pula pada peningkatan kualitas hidup, baik secara fisik
maupun mental.6
Pemberian nutrisi pada pasien harus memperhatikan risiko refeeding
syndrome, yakni suatu kondisi berpindahnya cairan dan elektrolit yang terjadi
pada saat pemberian asupan karbohidrat berlebihan setelah periode kelaparan
yang cukup berat. Beberapa agambaran klinis yang terjadi antara lain gagal

25
jantung kongestif, aritmia, anoreksia, mual, konstipasi, ileus, ataksia, paralisis,
parestesia, anemia hemolitik, trombositopenia, bahkan koma. Sindrom ini dapat
dicegah dengan mengenali faktor risiko pasien, pengawasan yang ketat, serta
pemberian suplemen elektrolit.6
Pemberian nutrisi pada pasien ini harus diberikan secara bertahap, untuk
mencegah terjadinya Refeeding Syndrome (RS). Menurut kriteria NICE pasien ini
berisiko tinggi untuk mengalami RS karena memenuhi satu atau lebih kriteria
mayor yaitu IMT < 16 kg/m2, penurunan berat badan > 20% dalam 3-6 bulan
terakhir dan sedikit atau sama sekali tidak ada asupan selama > 10 hari. Pada
pasien malnutrisi, diet tinggi kalori (30-35 kkal/kg/hari), tinggi protein (1,25-1,5
g/kg/hari) dan hidrasi cukup dapat membantu penyembuhan luka dengan lama
rawatan lebih pendek dan komplikasi lebih sedikit. Suplementasi zink dan vitamin
C dapat dipertimbangkan bila terdapat bukti defisiensi.7 Rekomendasi dari
Konsensus Asuhan Gizi pada Lansia dan Pasien Geriatri (2017) pada pasien
dengan risiko tinggi mengalami RS, pemberian nutrisi dimulai dengan 10-15
kkal/kgBB/hari (H1-3) dilanjutkan dengan 15-25 kkal/kgBB/hari (H4-5), 30
kkal/kgBB/hari (H6) dan diberikan kebutuhan penuh pada hari ke 7.
Anemia pada pasien terkait dengan infeksi dan inflamasi yang terjadi pada
pasien. Menurut Rohrig (2016) anemia terjadi pada 40% populasi > 65 tahun.
Penyebab anemia pada usia lanjut dapat dibedakan kepada 3 subtipe yaitu anemia
dengan defisiensi nutrien (besi, folat atau vitamin B12), anemia tanpa defisiensi
nutrien (eritropoietin) dan anemia karena inflamasi kronis. Pada pasien usia lanjut
62.1% kasus adalah anemia karena penyakit/inflamasi kronis. Inflamasi kronis
menyebabkan peningkatan sitokin proinflamasi (TNF-α, IL-1), hal ini
mempengaruhi homeostasis zat besi, mengurangi produksi eritropoietin dan
menurunkan proliferasi dan diferensiasi sel-sel progenitor eritroid. Anemia
penyakit kronik atau disebut juga dengan anemia inflamasi menyebabkan aktivasi
makrofag sehingga merangsang pengeluaran IL-6. Selanjutnya IL-6 akan mengaktivasi
sel retikuloendotelial di hati untuk menghasilkan hepsidin. Hepsidin akan berinteraksi
dengan feropontin yang akan menghambat absorpsi besi oleh usus halus, dan menurunkan
pelepasan besi oleh makrofag. Akibat kedua efek hepsidin tersebut, maka kadar besi
dalam plasma akan menurun. Kondisi anemia pada pasien ini diterapi dengan pemberian
transfusi darah.13

26
Immobilisasi lama pada pasien menyebabkan terjadinya kontraktur.
Prevalensi kontraktur pada fasilitas perawatan adalah sebesar 55% dan kehadiran
kontraktur dapat menjadi penanda kualitas perawatan bagi pasien geriatri.9 Efek
imobilisasi pada pasien ini, seperti kontraktur dan atrofi otot sudah mulai terlihat.
Edukasi mengenai perubahan posisi (weight shifting) pasien setiap 2-3 jam,
perlunya latih lingkup gerak sendi pasif 2x/hari terutama sendi-sendi besar, serta
Isometric Contraction Exercisedirasakan penting dilakukan secara reguler dengan
dukungan penuh keluarga.
Penatalaksaan paripurna harus diberikan pada pasien ini karena pasien
menderita multimorbiditas, dengan cara mengatasi penyakit dasar, penyakit
penyerta serta sindroma geriatrik yang ada. Edukasi pada keluarga sangat penting
terutama mengenai asupan nutrisi, kebersihan tubuh dan lingkungan, oral hygiene,
serta dukungan moral dan afeksi dari keluarga.
Pengelolan pasien secara bersama dalam tim medis interdisipliner dengan
partisipasi keluarga merupakan salah satu pendekatan pelayanan geriatri yang
paripurna. Pendidikan dan informasi kepada keluarga mereka tentang imobilisasi
lama, latihan gerak sendi, serta pemenuhan nutrisi merupakan hal yang penting
dalam perawatan pasien selanjutnya. Tatalaksana pada pasien ini mencakup
melakukan tinjauan geriatri lengkap, merumuskan tujuan fungsional dan mengatur
rencana terapi termasuk rencana waktu yang diperlukan untuk mencapai tujuan
terapeutik; mengevaluasi semua asupan obat, mengurangi dosis obat yang dapat
menyebabkan kelemahan atau keletihan atau jika memungkinkan dihentikan;
Memberikan nutrisi yang memadai dengan mempertimbangkan asupan cairan dan
serat, dan suplementasi vitamin dan mineral untuk pasien dengan masalah
hipokinesia; Melakukan mobilisasi segera dan progresif untuk mencegah
imobilisasi lebih lanjut. Program pelatihan dan remobilisasi harus dimulai selama
kondisi medis yang stabil, termasuk pelatihan mobilitas di samping tempat tidur
dan latihan rentang gerak sendi pasif; Mengelola faktor risiko imobilisasi dan
komplikasi akibat imobilisasi; Mengenali dan mengelola infeksi, malnutrisi,
anemia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi dalam
kasus imobilisasi serta penyakit penyerta lainnya / komorbiditas.5
Secara garis besar dapat kita simpulkan kerangka masalah pada pasien ini
sesuai gambar dibawah ini.

27
ISK Electrolyte
imbalance et
hipoalbuminemia

Sindrom delirium akut

Malnutrisi

Imobilisasi

Anemia

Ulkus dekubitus
Intelectual
Impairment
DMTipe 2

Gambar 1. Kerangka Masalah pasien

Rencana Kegiatan (Discharge Planning)

Waktu Aktivitas Obat Makanan Minuman

28
05.00-05.30 Cek kasur, alas
tempat tidur, kulit
punggung, bokong,
genitalia, adakah urin,
feses.

05.30-06.30 Senam ringan (latihan


lingkup gerak sendi
pasif 15-30 menit)

06.30-07.30 Mandi, ganti pakaian

07.30-08.30 Redressing ulkus Metronidazole Sarapan : nasi Air putih


500 mg + lauk : nasi 250
tim saring
Vitamin B
kompleks 2 tab 150 cc

Vitamin C 50
mg

08.30-10.30 Berjemur dibawah


sinar matahari

10.30-11.30 Tidur dengan miring Snack/susu: Air putih


kiri dan kanan selama 250
I50 cc
10 menit

11.30-12.30 Istirahat siang

12.30-13.30 Di dudukan setengah Makan siang : Air putih


duduk sekitar 60 nasi + lauk 250
derajat. pauk + sayuran
 NTS 150 cc

13.30-16.00 Istirahat siang

16.00-16.30 Senam ringan (latihan Metronidazole

29
lingkup gerak sendi 500 mg
pasif 15-30 menit)
Vitamin B
kompleks 2 tab

16.30-17.00 Mandi

17.00-17.30 Redresing ulkus Susu + ekstrak Air putih


minyak ikan 250 cc
gabus

150 cc +100 cc

17.30-19.00 Tidur miring kiri dan


miring kanan selama
10 menit

19.00-20.00 Istirahat Metronidazole Makan malam Air putih


500 mg  NTS 150 cc 250 cc

Vitamin B
kompleks 2 tab

Vitamin C 50
mg

Zink 1 tab

22.00 Tidur

DAFTAR PUSTAKA

1. Halter B.J et al. Hazzard’s Geriatric Medicine and Gerontology. Seventh


edition. 2017.

30
2. Chen RL, Balami JS, Esiri MM, Chen LK, Buchan AM. Ischemic stroke in the
elderly: an overview of evidence. Medscape Journal Neurology. 2010. P 256-
65
3. Nguyen QT, Anderson SR, Sanders L, Nguyen LD. Managing Hypertension
in the Elderly: A Common Chronic Disease with Increasing Age. American
Health Drug Benefits Journal. 2012. P146-53
4. Heppner HJ. Sieber C, Walger P, Bahrmann P, Singler K. Infection in the
elderly. Critical Care Clinic Journal. Elsevier. 2013. P 757-74.
5. Madhuri R. Pressure Ulcer. BMJ Clinical Evidence Journal. 2011.
6. Bhattacharya S, Mishra R.K. Pressure ulcers: Current understanding and newe
modalities of treatment. Indian Journal of Plastic Surgery. 2015. P4-16
7. Yoshikawa T, Livesley N, Chow A. Infected pressure ulcer in elderly
individuals. Clinical Infectious Disease Journal. 2002. P1390-96
8. Beniamino P, Vadalia M, Laurino C. Cross-linked hyaluronic acid in pressure
ulcer prevention. Journal of Wound Care. 2016. P400-5
9. Zhao J C et al. Couple-kissing flaps for succesful repair of severe sacral
pressure ulcers in frail elderly patients. BMC Geriatric Journal. 2017
10. Theresa A, Manisha J. Urinary tract infection in older adults. Aging Health
Journal. 2013.
11. Neloska L et al. The Association between Malnutrition and Pressure Ulcers in
Elderly in Long-Term Care Facility. Maced J. Medical Science. 2016. P423-
427
12. Brock et al. Prevalence of hypoalbuminemia and nutritional issues in
hospitalized elders. Revista Latino-Americana de enfermagem Journal. 2016
13. Rohrig G. Anemia in the frail, elderly patient. Clinical Intervention in Aging
Journal. 2016. P 319-326

31

Anda mungkin juga menyukai