Anda di halaman 1dari 49

FARMAKOTERAPI

TUBERKULOSIS
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis

Tuberkulosis 
penyakit infeksi menular
yang paling berbahaya di
dunia

Basil tuberkel yang merupakan batang


ramping dan kurus, dapat berbentuk lurus
ataupun bengkok yang panjangnya sekitar
2-4 mm dan lebar 0,2 – 0,5 mm yang
bergabung membentuk rantai.
• M. tuberculosis dan tujuh spesies lain yang sangat
dekat dengan mikobakteria (M. bovis, M. africanum, M.
microti, M. caprae, M. pinnipedii, M. canetti and M.
mungi) bersama-sama membentuk kompleks M.
tuberculosis.
• Tidak semua spesies tersebut menyebabkan penyakit pada
manusia. Mayoritas kasus TB di Amerika Serikat
disebabkan oleh M. tuberculosis. M. tuberculosis juga
disebut sebagai tubercle bacili (CDC, 2016).
• Mycobacterium bovis (M. bovis) adalah jenis mikobakteria
lain sebagai penyebab penyakit TB pada manusia. M.
bovis paling umum ditemukan di sapi, bison, dan rusa
(CDC, 2011).
• Termasuk dalam bakteri tahan asam
• Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas
serta akan mati pada 6°C selama 15-20 menit. Biakan
bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari
langsung selama 2 jam. Dalam dahak, bakteri
mycobacterium dapat bertahan selama 20-30 jam.
• Dapat tahan hidup di udara kering maupun dalam
keadaan dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam
lemari es.
• Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob
• Bakteri ini biasanya berpindah dari tubuh manusia ke
manusia lainnya melalui saluran pernafasan, keluar
melalui udara yang dihembuskan pada proses respirasi
dan terhisap masuk saat seseorang menarik nafas.
• WHO (2015)  1,5 juta orang meninggal karena TB (1.1 juta
HIV negatif dan 0.4 juta HIV positif) dengan rincian 89.000
laki-laki, 480.000 wanita dan 140.000 anak-anak.
• 2014, kasus TB diperkirakan terjadi pada 9,6 juta orang dan
12% di antaranya adalah HIV-positif (WHO, 2015).
• Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2015 yang dirilis oleh
WHO, sebanyak 58% kasus TB baru terjadi di Asia Tenggara
dan wilayah Western Pacific pada tahun 2014. India, Indonesia
dan Tiongkok menjadi negara dengan jumlah kasus TB
terbanyak di dunia, masing-masing 23%, 10% dan 10% dari
total kejadian di seluruh dunia. Indonesia menempati peringkat
kedua bersama Tiongkok. Satu juta kasus baru pertahun
diperkirakan terjadi di Indonesia
• Angka prevalensi TB (gambaran frekuensi penderita
lama dan baru yang ditemukan pada jangka waktu
tertentu di sekelompok masyarakat tertentu) 2014
adalah 647 per 100.000 penduduk.  ↑ dari tahun
sebelumnya, yaitu sebanyak 272 per 100.000
penduduk.
• Angka insidensi (gambaran frekuensi penderita baru)
dan mortalitas juga mengalami peningkatan. Angka
insidensi tahun 2014 sebesar 399/100.000 penduduk.
 tahun sebelumnya sebesar 183/100.000 penduduk.
• Sementara itu, angka mortalitas pada tahun 2014
adalah sebesar 41/100.000 penduduk dengan nilai
pada tahun 2013 adalah sebesar 25/100.000 penduduk
2013 (WHO, 2015)
• Pada tahun 2015, jumlah penemuan kasus TB
adalah 330.910 kasus (201  324.539 kasus).
Kasus terbanyak dilaporkan di provinsi dengan
jumlah penduduk besar, yaitu Jawa Barat, Jawa
Timur, dan Jawa Tengah (38% dari keseluruhan
kasus di Indonesia).
KASUS RESISTENSI

Indonesia berada pada peringkat 8 dari 27 negara dengan


MDR-TB terbanyak di dunia.
Perkiraan jumlah pasien MDR-TB di Indonesia: 6.900
jiwa atau 1% dari kasus baru dan 12% dari kasus
pengobatan ulang (WHO global repost 2013).
Hasil DRS (Drug Resistance Survey) di Jawa Tengah pada
2006 menunjukkan bahwa 1,8% MDR-TB ditemukan
pada TB kasus baru dan 17,1% ditemukan pada kasus TB
yang pernah mendapat pengobatan.
KASUS RESISTENSI

Sementara itu, hasil DSR di Jawa Timur pada tahun 2009


menunjukkan bahwa 2% MDR-TB ditemukan pada TB
kasus baru dan 9,7% pada kasus TB yang pernah
mendapatkan pengobatan. Pengobatan tidak terstandar
terhadap pasien diduga TB resisten obat atau MDR-TB
yang dilakukan di rumah sakit, klinik swasta, praktisi
swasta dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
memperparah situasi resistensi kuman TB (Kemenkes RI,
2016)
Penyebaran Mycobacterium Tuberculosis

• Ditularkan melalui udara, bukan melalui


kontak permukaan.
Faktor Penyebaran Mycobacterium
tuberculosis
Ada 4 faktor penentu terjadinya penyebaran penyakit TBC
(CDC, 2016), yaitu:
1 Daya tahan tubuh seseorang rendah
2 Infectiousness (tingkat penularan)
Tingkat penularan penderita TB berhubungan langsung
dengan jumlah tubercle bacillus yang dikeluarkan oleh
penderita ke udara. Penderita dengan banyak tubercle
bacillus bersifat lebih menular dibandingkan penderita
dengan sedikit pengeluaran bacilli atau tanpa bacilli. Makin
tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak
negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular (Depkes RI, 2005).
Faktor Penyebaran Mycobacterium tuberculosis

Karakteristik berikut akan mempengaruhi tingkat


penularan:
a. Faktor klinis  keberadaan batuk, khususnya batuk
selama 3 minggu atau lebih; penyakit saluran nafas,
khususnya yg berhubungan dengan laring (sangat
menular), mulut dan hidung gagal ditutup ketika batuk;
serta ketidak sesuaian/kurangnya terapi
b. Prosedur memicu batuk atau produksi aerosol
(contohnya bronchoscopy, induksi sputum, pemberian
obat bentuk aerosol).
c. Radiografi dan laboratorium meliputi lubang atau
rongga pada radiografi dada, kultur positif M.tuberculosis
dan hasil positif dari AFB (Acid-Fast Bacilli) sputum
smear.
Faktor Penyebaran Mycobacterium tuberculosis

3. Lingkungan
Faktor lingkungan mempengaruhi konsentrasi M. tuberculosis.
Faktor lingkungan penyebab meningkatnya penyebaran M.
tuberculosis adalah:
a. Konsentrasi droplet nuclei
Semakin banyak droplet nuclei di udara, maka kemungkinan
penyebaran M. tuberculosis semakin tinggi.
b. Ruangan
Paparan di ruangan yg kecil dan tertutup.
c. Ventilasi
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya
pelarutan/eliminasi droplet nuclei.
d. Sirkulasi udara
Sirkulasi kembali udara dengan kandungan droplet nuclei.
Faktor Penyebaran Mycobacterium
tuberculosis

e. Penanganan spesimen
Jika prosedur penanganan spesimen tidak memadai, maka
akan menghasilkan droplet nuclei.
f. Tekanan udara
Tekanan udara positif di dalam ruangan penderita dapat
menyebabkan perpindahan M. tuberculosis menuju ruangan
lain.
Faktor Penyebaran Mycobacterium tuberculosis

4. Kontak
a. Durasi kontak dengan penderita TB menular
Semakin lama kontak, maka risiko penularan
semakin tinggi.
b. Frekuensi kontak dengan penderita
Semakin sering terjadi kontak dengan penderita,
maka semakin tinggi risiko penularan TB.
c. Paparan fisik dengan penderita
Semakin dekat kontak, maka risiko penularan
semakin tinggi.
Waktu saat TB Bersifat Menular

Tuberkulosis menjadi mudah menular ketika TB terjadi pada


paruparu atau laring. Umumnya, seseorang dengan penyakit TB di
paru/laring seharusnya dianggap mudah menular sampai orang
tersebut:
C.1. Telah menyelesaikan minimal 2 minggu standar terapi anti-TB.
Namun lebih baik jika dengan pengamatan langsung oleh tenaga
kesehatan, dan
C.2. Telah mempunyai hasil sputum smear negatif 3 kali berturut-
turut pada 3 hari berbeda, dengan minimal 1 spesimen di pagi hari,
dan
C.3. Memiliki peningkatan pada gejala. Seorang dicurigai TB harus
dianggap mudah menular hingga hasil investigasi diagnostiknya
selesai.
Patogenesis TBC
A. TUJUAN TERAPI TUBERKULOSIS
• Segera mengatasi tanda dan gejala penyakit
• Pencapaian keadaan tidak menular, sehingga
mengakhiri isolasi
• Kepatuhan terhadap rejimen pengobatan oleh
pasien, dan penyembuhan secepat mungkin
(biasanya dengan setidaknya 6 bulan
perawatan)
Infeksi Laten

• Chemoprophylaxis harus dimulai pada pasien untuk


mengurangi risiko pengembangan menjadi penyakit aktif.
• Isoniazid, 300 mg setiap hari pada orang dewasa, adalah
pengobatan pilihan untuk TB laten di Amerika Serikat,
umumnya diberikan selama 9 bulan.
• Rifampin, 600 mg setiap hari selama 4 bulan, dapat
digunakan ketika resistansi isoniazid dicurigai atau ketika
pasien tidak dapat mentolerir isoniazid.
• Rifabutin, 300 mg setiap hari, dapat untuk menggantikan
rifampin untuk pasien yang berisiko tinggi terhadap
interaksi obat.
Infeksi Laten

• CDC merekomendasikan rejimen isoniazid / rifapentin


12 minggu sebagai alternatif yang setara dengan 9
bulan isoniazid harian untuk mengobati infeksi TB
laten (LTBI) pada pasien sehat berusia 12 tahun atau
lebih yang memiliki faktor prediktif untuk kemungkinan
lebih besar mengembangkan TB, yg termasuk
paparan baru terhadap TB yg menular, konversi dari
negatif menjadi positif infeksi pada tes tidak langsung
(yaitu, tes pelepasan interferon-gamma [IGRA] atau
tes kulit tuberkulin), dan temuan radiografi dari TB
paru yg sembuh.
Infeksi Laten

• Wanita hamil, pecandu alkohol, dan pasien dengan


diet rendah yang diobati dengan isoniazid harus
menerima piridoksin, 10 hingga 50 mg setiap hari,
untuk mengurangi insiden efek sistem saraf pusat
(SSP) atau neuropati perifer.
TB Aktif

• Rejimen pengobatan TB standar adalah isoniazid,


rifampisin, pirazinamid, dan etambutol selama 2 bulan,
diikuti oleh isoniazid dan rifampisin selama 4 bulan.
• Ethambutol dapat dihentikan jika rentan terhadap
isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid.
• Sampel yang tepat harus dikirim untuk pengujian kultur
dan kerentanan sebelum memulai terapi untuk semua
pasien dengan TB aktif. Di mana data tersebut untuk
memandu awal pemilihan obat bagi pasien baru.
• Jika data kerentanan tidak tersedia, obat pola resistensi di
daerah di mana pasien yang kemungkinan menderita TB
harus digunakan. Jika pasien sedang dievaluasi untuk
retensi TB, sangat penting untuk mengetahuinya obat apa
yang digunakan sebelumnya dan untuk berapa lama.
TB Aktif

• Rejimen pengobatan TB standar adalah isoniazid,


rifampisin, pirazinamid, dan etambutol selama 2 bulan,
diikuti oleh isoniazid dan rifampisin selama 4 bulan.
• Ethambutol dapat dihentikan jika rentan terhadap
isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid.
• Sampel yang tepat harus dikirim untuk pengujian
kultur dan kerentanan sebelum memulai terapi untuk
semua pasien dengan TB aktif. Dimana data tersebut
untuk memandu awal pemilihan obat bagi pasien baru.
TB Aktif

• Jika data kerentanan tidak tersedia, obat pola resistensi di


daerah di mana pasien yang kemungkinan menderita TB
harus digunakan. Jika pasien sedang dievaluasi untuk
retensi TB, sangat penting untuk mengetahuinya obat apa
yang digunakan sebelumnya dan untuk berapa lama.
• Pasien harus menyelesaikan 6 bulan atau lebih perawatan.
• Pasien HIV-positif seharusnya dirawat selama 3 bulan
tambahan dan setidaknya 6 bulan dari hasil kultur negatif.
Ketika isoniazid dan rifampin tidak bisa digunakan, durasi
pengobatan menjadi 2 tahun atau lebih, tanpa memandang
status kekebalan.
TB Aktif

• Pasien yang lambat merespons, mereka yang tetap


positif dalam hasil kultur selama 2 bulan pengobatan,
mereka dengan lesi kavitas pada radiografi dada, dan
pasien HIV-positif harus dirawat selama 9 bulan dan
setidaknya selama 6 bulan sejak mereka berobat.
Resisten Obat

• Jika pasien tersebut resistan terhadap obat, tujuannya


adalah untuk memperkenalkan dua atau lebih agen
aktif di mana pasien belum menerima sebelumnya.
• Dengan MDR-TB, tidak ada rejimen standar yang
dapat diusulkan.
• Sangat penting untuk menghindari monoterapi atau
hanya menambahkan satu obat rejimen yang gagal.
Resisten Obat

Resistensi obat harus dicurigai dalam situasi berikut:


✓ Pasien yang telah menerima terapi TB sebelumnya
✓ Pasien dari wilayah geografis dengan prevalensi resistensi
yang tinggi (Afrika Selatan, Meksiko, Asia Tenggara, negara-
negara Baltik, dan negara-negara bekas Soviet)
✓ Pasien yang tunawisma, dilembagakan, penyalahguna
narkoba IV, dan / atau terinfeksi dengan HIV
✓ Pasien yang masih memiliki sputum positif basil tahan asam
setelah 2 bulan terapi
✓ Pasien yang masih memiliki kultur positif setelah 2 hingga 4
bulan terapi
✓ Pasien yang gagal terapi atau kambuh setelah perawatan
ulang
✓ Pasien diketahui terkena kasus TB-MDR
Tuberculous Meningitis and
Extrapulmonary Disease

• Isoniazid, pyrazinamide, ethionamide, dan cycloserine


menembus cairan serebrospinal.
• Pasien dengan CNS TB sering dirawat untuk waktu yg
lebih lama (9–12 bulan).
• TB ekstrapulmoner pada jaringan lunak dapat diobati
dengan rejimen konvensional.
• TBC tulang biasanya dirawat selama 9 bulan, kadang-
kadang dengan debridemen bedah.
Children

• TB pada anak-anak dapat diobati dengan


rejimen yg serupa dengan yang digunakan pada
orang dewasa, meskipun beberapa dokter masih
lebih suka memperpanjang perawatan hingga 9
bulan.
• Dosis pediatrik obat seharusnya digunakan.
Wanita hamil

• Perawatan yang biasa dilakukan wanita hamil


adalah isoniazid, rifampisin, dan etambutol 9
bulan.
• Wanita dengan TB harus diperingatkan agar
tidak hamil, penyakit menimbulkan risiko pada
janin serta ibu.
Wanita hamil

Isoniazid atau etambutol relatif aman saat


digunakan selama kehamilan.
Suplementasi dengan vitamin B secara khusus
penting selama kehamilan.
Rifampin jarang dikaitkan dengan cacat lahir, tetapi
yang terlihat kadang-kadang parah, termasuk
pengurangan ekstremitas dan lesi CNS.
Wanita hamil

• Pyrazinamide belum diteliti pada sejumlah besar


wanita hamil, tetapi informasi anekdot
menunjukkan bahwa itu mungkin aman.
• Ethionamide dapat dikaitkan dengan persalinan
prematur, cacat bawaan, dan sindrom Down saat
digunakan selama kehamilan, sehingga tidak
dapat direkomendasikan pada kehamilan.
Wanita hamil

• Streptomisin telah dikaitkan dengan gangguan


pendengaran pada bayi baru lahir, termasuk tuli
dan harus disediakan untuk situasi kritis di mana
alternatif tidak ada.
• Cycloserine adalah tidak dianjurkan selama
kehamilan.
• Fluoroquinolones harus dihindari pada
kehamilan dan selama menyusui.
Gangguan Ginjal

• Pada hampir semua pasien, isoniazid dan


rifampisin tidak memerlukan modifikasi
dosis gagal ginjal.
• Pyrazinamide dan etambutol biasanya
membutuhkan pengurangan dosis frekuensi
dari setiap hari hingga tiga kali seminggu.
• Masalah paling serius dengan terapi TB adalah ketidakpatuhan
terhadap rejimen yang ditentukan. Cara paling efektif untuk
memastikan kepatuhan adalah dengan terapi yang diamati secara
langsung.
• Pasien yang memiliki BTA positif harus mengecekkan sampel
dahak noda basil tahan asam setiap 1 - 2 minggu sampai 2x kultur
berturut-turut negatif. Setelah terapi pemeliharaan, pasien harus
melakukan kultur sputum bulanan hingga negatif, yang umumnya
terjadi selama 2 - 3 bulan. Jika kultur sputum terus positif setelah 2
bulan, pengujian kerentanan obat harus diulang, dan konsentrasi
obat serum harus diperiksa.
• Pasien harus memiliki nitrogen urea darah, kreatinin
serum, transaminase aspartat atau transaminase alanin,
dan hitung darah lengkap yang ditentukan pada awal
dan secara berkala, tergantung pada adanya faktor lain
yang dapat meningkatkan kemungkinan toksisitas (usia
lanjut, penyalahgunaan alkohol, dan mungkin
kehamilan).
• Hepatotoksisitas harus dicurigai pada pasien yang
transaminase melebihi lima kali lebih tinggi batas
normal atau bilirubin totalnya melebihi 3 mg / dL (51,3
µmol / L). Jika ini terjadi maka agen penyebab harus
dihentikan dan dipilih alternatifnya.

Anda mungkin juga menyukai