Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pada masa perang dunia ke-2, kegagalan getas pada lasan kapal
Liberty & T-2 tankers merupakan hal yang mendapat perhatian lebih.
Beberapa kapal terbelah menjadi dua bagian, biasanya hal ini terjadi saat
musim dingin baik pada saat kapal beada di laut lepas maupun saat kapal
berlabuh. Hal ini difokuskan pada kenyataan bahwa baja ulet dapat
menjadi getas pada kondisi tertentu. Patah getas disebabkan oleh tegangan
tiga sumbu (triaxial stress), temperatur rendah, dan laju peregangan tinggi
atau laju pembebanan cepat. Selain itu, material untuk moda transportasi
diharapkan tahan terhadap pembebanan secara cepat. Hal tersebut
diperhitungkan untuk memaksimalkan faktor keselamatan (safety factor)
dari moda transportasi ketika terjadi benturan atau tabrakan.

Maka dari itu uji impak sangat penting untuk dilakukan untuk
memprediksi ketahanan material pada pembebanan cepat dengan
temperatur yang berbeda-beda.

2. Tujuan :

a. Menentukan bentuk patahan dari material Baja dan Aluminium setelah


pengujian
b. Menentukan kurva harga impak terhadap temperatur dari material
Baja dan Aluminium
c. Menentukan temperatur transisi material Baja.

Page 1 of 29
BAB II

TEORI DASAR

Pengujian impak adalah pengujian dengan pembebanan cepat (rapid


loading). Mekanisme dari alat ini adalah dengan menaikkan pendulum pada
ketinggian tertentu lalu dilepaskan. Sehingga terdapat perbedaan ketinggian.
Perbedaan ketinggian tersebut dapat digunakan untuk menentukan energi
potensialnya. Pada saat energi potensial sama dengan nol maka energi kinetiknya
maksimum saat menumbuk spesimen. Prinsip dari pengujian ini adalah dengan
menghitung energi yang diberikan oleh pendulum (energi potensial) dan energi
yang terserap pada spesimen (energi kinetik).

Gambar 2.1 Alat Uji Impak

Page 2 of 29
Menurut ASTM E23 ada dua metode pengujian impak yaitu metode Charpy dan
Izod. Berikut ini adalah perbedaan antara kedua metode tersebut :

No. Charpy Izod

1.

Gambar 2.2 Metode Charpy Gambar 2.3 Metode Izod

2. Keuntungan : Keuntungan :

lebih akurat lebih mudah karena tidak


harus mengatur peletakan
notchnya.

3. Kerugian : Kerugian :

harus mengatur peletakan kurang akurat , karena


notchnya pada tengah- energi pada penumpu juga
tengah spesimen ikut diserap.

Page 3 of 29
Spesimen Charpy menurut ASTM E23

Gambar 2.4 Spesimen Charpy

Spesimen Izod menurut ASTM E23

Gambar 2.5 Spesimen Izod

Faktor – faktor yang mempengaruhi kegagalan impak antara lain :

 Takikan : takikan akan menyebabkan terjadinya tegangan tiga sumbu


(triaxial stress) yang dapat menyebabkan konsentrasi tegangan. Pada
triaxial stress komponen tegangan geser sama dengan nol & tegangan
normalnya maksimum. maka material akan mengalami patah getas.

Page 4 of 29
Gambar 2.6 Triaxial Stress

 Temperatur : Pada temperatur kamar, vibrasi atom dalam keadaan


setimbang. Ketika temperatur turun maka vibrasi atomnya melambat,
sehingga pergerakan dislokasinya sulit. Hal tersebut menyebabkan
deformasi sulit terjadi dan akhirnya material akan mengalami patah getas.
 Kecepatan pembebanan : dengan adanya kecepatan pembebanan yang
sangat cepat menyebabkan pergerakan dislokasi tidak sempat terjadi.
Sehingga tidak sempat terjadi deformasi plastis dan akhirnya
menyebabkan patah getas.

Kurva Temperatur Transisisi :

Gambar 2.7 Kurva Temperatur Transisi

Page 5 of 29
Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan perubahan jenis patahan
material jika diuji pada temperature yang berbeda-beda

NDT (Nill Ductile Temperature) adalah temperatur dimana material mengalami


100 % patah getas

FATT (Fracture Appereance Transition Temperature) adalah temperature dimana


material mengalami 50 % patah ulet dan 50 % patah getas.

FTP (Fracture Transition Plastic) adalah temperature dimana material ulet


sempurna mengalami patah getas.

Temperatur transisi dipengaruhi oleh beberapa aspek metallurgical diantaranya:

a. Komposisi material

Gambar 2.8 Kurva Energi terhadap Temperatur dengan Penambahan Komposisi Carbon

Dari kurva tersebut menunjukkan bahwa penambahan suatu unsur dapat


menaikkan atau menurunkan temperatur transisinya.

Page 6 of 29
b. Ukuran butir material dan orientasinya

Gambar 2.9 Kurva Energi terhadap Temperature dengan perbedaan orientasi

Ukuran butir menentukan temperature transisi karena semakin besar


ukuran butir maka energi yang diserap semakin besar. Ukuran butir dapat
dilihat dari pengambilan orientasi notch pada spesimen. Bentuk butir
ditentukan oleh arah proses rolling dalam preparasi spesimen. Kurva diatas
merupakan representasi dari perubahan orientasi bila notch dan
pembebanan pada arah longitudinal atau transversal dari arah butir yang
sudah di roll.

c. Struktur kristal material yang diuji

Gambar 2.10 Kurva Energi terhadap Temperature dengan perbedaan struktur kristal

Page 7 of 29
Berdasarkan temperature transisi material dibagi menjadi tiga
yaitu: FCC materials, low strength BCC material dan, high-strength
materials. Tiga kategori tersebut dibedakan menurut kekuatan dari
material berdasarkan energi yang diserap terhadap kenaikan temperature.
Pada material dengan struktur BCC,ketika temperatur rendah maka
material sedikit menyerap energi yang diartikan mengalami patah getas.
Pada kurva terdapat kenaikan temperature tidak sebanyak diawal, daerah
tersebut dapat ditentukan sebagai daerah temperatur transisi Sedangkan
struktur FCC tidak mempunyai temperatur transisi. Hal tersebut
dikarenakan bentuk kristal dari fcc yang mempunyai bidang slip yang
banyak.. bidang slip merupakan bidang dengan kerapatan atom paling
tinggi. FCC merupakan struktur kristal yang memiliki bidang slip paling
banyak jika bandingkan dengan BCC. Hal tersebut berdampak ketika
mendapat pembebanan material, struktur FCC dapat menyerap energi lebih
banyak untuk berdeformasi plastis, yaitu dimana strukturnya akan slip
antar satu butir dengan butir lainnya. Maka dengan kondisi seperti itu
kenaikan temperatur tidak akan berpengaruh, karena tidak akan merubah
bidang slip pada struktur.

Gambar 2.11 Struktur BCC Gambar 2.12 Struktur FCC

Gambar 2.13 Bidang Slip FCC

Page 8 of 29
Jenis –jenis patahan :

 Patahan Ulet (Fibrous Fracture)


Patahan ulet disebabkan oleh tegangan geser maksimum. Ciri –
cirinyaantara lain : permukaannya kasar, lebih gelap dan tidak dapat
memantulkan cahaya.

Gambar 2.14 Patah Ulet

 Patahan Getas (Cleavage Fracture)


Patahan getas disebabkan oleh tegangan normal maksimum. Ciri –
cirinyaantara lain : permukaannya rata, lebih mengkilap dan dapat
memantulkan cahaya.

Gambar 2.15 Patah Getas

 Patahan Campuran
Merupakan kombinasi dari patah ulet dan patah getas.

Gambar 2.16 Patah Campuran

Page 9 of 29
BAB III

DATA PERCOBAAN

1. Data

Temperatur Energi Panjang Lebar Tinggi Notch


No. Baja
(○C) (J) (mm) (mm) (mm) (mm)

1 1 40 60 62.8 9.5 9.54 8.23

2 2 80 69 63.06 9.59 9.74 8.1

3 3 25 38 63.62 9.72 9.57 8.11

4 4 -20 8 62.55 9.56 9.73 8.12

5 5 -40 8 61.87 9.78 9.71 8.22

Temperatur Energi Panjang Lebar Tinggi Notch


No. Aluminium
(○C) (J) (mm) (mm) (mm) (mm)

1 1 40 29 62.26 9.48 9.5 8.15

2 2 80 36 62.87 9.41 9.51 8.25

3 3 25 57 62.93 9.71 9.63 8.37

4 4 -20 24 62.2 9.49 9.44 8.15

5 5 -40 11 63.3 9.42 9.47 8.2


Tabel 3.1 Data Hasil Percobaan

Page 10 of 29
2. Pengolahan Data

 Nilai harga impak dapat ditentukan menggunakan persamaan :

𝐸
HI =
𝐴

Dengan A = notch × tinggi

 Contoh perhitungan (spesimen baja 1) :

tinggi = 9.54 mm
notch = 8.23 mm, maka A = 9.54 mm × 8.23 mm
A = 78.5142 mm2

60
HI = = 0.764192974 J/mm2
78.5142 mm2

Temperatur Energi Tinggi Notch A HI Permukaan


No. Spesimen
(C) (J) (mm) (mm) (mm2) (J/mm2) Patahan

1 Baja 1 40 60 9.54 8.23 78.5142 0.764192974 Ulet

2 Baja 2 80 69 9.74 8.1 78.894 0.874591224 Campuran

3 Baja 3 25 38 9.57 8.11 77.6127 0.489610592 Campuran

4 Baja 4 -20 8 9.73 8.12 79.0076 0.101256082 Getas

5 Baja 5 -40 8 9.71 8.22 79.8162 0.100230279 Getas

Aluminium Ulet
6 40 29 9.5 8.15 77.425 0.374556022
1

Page 11 of 29
Aluminium Ulet
7 80 36 9.51 8.25 78.4575 0.458847147
2

Aluminium Ulet
8 25 57 9.63 8.37 80.6031 0.707168831
3

Aluminium Ulet
9 -20 24 9.44 8.15 76.936 0.311947593
4

Aluminium Ulet
10 -40 11 9.47 8.2 77.654 0.141654004
5
Tabel 3.2 Hasil Pengolahan Data

Kurva hubungan antara harga impak dan temperatur pada spesimen Baja :

Hubungan Antara Harga Impak &


Temperatur (Baja)
1
Harga Impak( J/mm^2 )

0.8

0.6

0.4

0.2

0
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100
Temperatur (C)

Kurva 3.1 Hubungan Antara Harga Impak dan Temperatur pada Spesimen Baja

Temperatur transisi Baja adalah ± 32.5 ○C

Page 12 of 29
Kurva hubungan antara harga impak dan temperatur pada spesimen Aluminium :

Hubungan Antara Harga Impak &


Temperatur (Aluminium)
0.8
Harga Impak( J/mm^2 )

0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100
Temperatur (C)

Kurva 3.2 Hubungan Antara Harga Impak dan Temperatur pada Spesimen Aluminium

Perbandingan kurva hubungan antara harga impak dan temperatur pada spesimen
Baja & Aluminium :

Perbandingan Baja - Aluminium


1
0.9
Harga Impak( J/mm^2

0.8
0.7
0.6
0.5
0.4 Baja
0.3 Aluminium
0.2
0.1
0
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100
Temperatur (C)

Kurva 3.3 Perbandingan Hubungan Antara Harga Impak dan Temperatur pada Spesimen
Baja & Aluminium

Page 13 of 29
No. Material Bentuk Patahan

1. Baja 1 Ulet

Temperatur : 40 ○C

Gambar 3.1

2. Baja 2 Campuran

Temperatur : 80 ○C

Gambar 3.2

Page 14 of 29
3. Baja 3 Campuran

Temperatur : 25 ○C

Gambar 3.3

4. Baja 4 Getas

Temperatur : -20 ○C

Gambar 3.4

Page 15 of 29
5. Baja 5 Getas

Temperatur : -40 ○C

Gambar 3.5

6. Aluminium 1 Ulet

Temperatur : 40 ○C

Gambar 3.6

Page 16 of 29
7. Aluminium 2 Ulet

Temperatur : 80 ○C

Gambar 3.7

8. Aluminium 3 Ulet

Temperatur : 25 ○C

Gambar 3.8

Page 17 of 29
9. Aluminium 4 Ulet

Temperatur : -20 ○C

Gambar 3.9

10. Aluminium 5 Ulet

Temperatur : -40 ○C

Gambar 3.10

Page 18 of 29
Gambar patahan spesimen Baja berdasarkan temperatur

40 80 25 -20 -40

Gambar 3.11 Patahan Baja

Gambar patahan spesimen Aluminium berdasarkan temperatur

40 80 25 -20 -40

Gambar 3.12 Patahan Aluminium

Page 19 of 29
BAB IV

ANALISIS DATA

Pada percobaan ini dapat ditentukan harga impak dari material. Harga
impak diperoleh dari energi yang diserap dibagi luas permukaan patahan.
Sedangkan luas permukaan patahan dapat ditentukan dari tinggi spesimen dikali
notch. Dari harga impak tersebut dibuat kurva terhadap temperatur. Dari kurva
3.1, didapatkan temperatur transisinya sebesar 32.5 ○C. Temperatur transisi Baja
menunjukkan daerah dimana jenis patahan Baja akan berubah saat temperatur
tertentu. Pada temperatur rendah Baja akan mengalami patah getas dan pada
temperatur tinggi akan mengalami patah ulet. Hal tersebut diakrenakan pada saat
temperatur rendah atom – atom akan sulit bervibrasi menyebabkan pergerakan
dislokasi sulit terjadi. Sehingga deformasi plastis tidak sempat terjadi dan
akhirnya mengalami patah getas. Ketika temperatur tingi atom – atom akan cepat
bervibrasi menyebabkan pergerakan dislokasi terjadi. Sehingga deformasi plastis
terjadi dan akhirnya mengalami patah ulet. Sedangkan Aluminium tidak memiliki
temperatur transisi karena struktur kristal Aluminium berupa FCC yang banyak
bidang slip didalamnya. Hal tersebut berdampak ketika mendapat pembebanan
material, struktur FCC dapat menyerap energi lebih banyak untuk berdeformasi
plastis, yaitu dimana strukturnya akan slip antar satu butir dengan butir lainnya.
Maka dengan kondisi seperti itu kenaikan temperatur tidak akan berpengaruh,
karena tidak akan merubah bidang slip pada struktur..

Kurva hasil percobaan yang didapat sedikit berbeda dari literatur. Pada
literatur kurva Aluminium (logam FCC) diatas kurva Baja (logam BCC).
Sedangkan dari hasil percobaan yang dapat dilihat pada kurva 3.3, kurva
Aluminium berada tepat di tengah - tengah kurva Baja.

Selain itu, kurva Aluminium yang didapatkan dari hasil percobaan pada
kurva 3.2 juga berbeda dari literatur. Dari literatur kurva logam FCC cenderung

Page 20 of 29
lurus, sedangkan pada kurva hasil percobaan terdapat cekungan ke bawah (tidak
lurus). Pada saat temperatur 40 ○C seharusnya harga impaknya tinggi.

Berdasarkan teori, semakin tinggi temperatur maka material akan semakin


tinggi menyerap energi dan mengalami patah ulet. Hal ini tidak terjadi pada
material baja 2. Pada gambar 3.11 dapat dilihat bahwa Baja 2 memiliki
temperature 80 ○C dan patahannya campuran (ulet-getas). Sedangkan baja 1
memiliki temperature 40 ○C, patahannya ulet. Baja 2 yang memiliki temperatur
lebih tinggi daripada baja 1 seharusnya patahannya lebih ulet. Lain halnya pada
Baja 3, 4, dan 5. Pada Baja 3,4, dan 5 terbukti bahwa semakin rendah temperatur
maka semakin kecil pula energi yang diserap dan material mengalami patah getas.

Teori semakin tinggi temperatur maka material akan semakin tinggi


menyerap energi dan mengalami patah ulet tidak terjadi pada Aluminium 1. Pada
gambar 3.12 Aluminium 1 memiliki temperature 40 ○C, sedangkan Aluminium 3
memiliki temperatur 25 ○C. Yang terjadi adalah Aluminium 3 lebih ulet daripada
Aluminium 1. Padahal seharusnya Aluminium 1 yang memiliki temperature lebih
tinggi daripada Aluminium 3, patahannya lebih ulet. Lain halnya pada baja 2, 4,
dan 5 yang terbukti bahwa semakin tinggi temperatur maka semakin besar pula
energi yang diserap dan material mengalami patah ulet

Terjadinya kesalahan – kesalahan tersebut dapat disesbkan oleh kesalahan


pengukuran temperatur saat pembebanan. Hal tersebut dikarenakan laju
penurunan temperatur yang sangat cepat. Laju penurunan temperatur dapat
menyebabkan temperature berubah sangat cepat, sehingga pembebanan harus
dilakukan dengan segera saat mencapai temperature yang diinginkan. Sedangkan
pada percobaan ini praktikan kurang sigap untuk melakukan pembebanan.
Sehingga temperatur pada saat pembebanan sudah menurun dari temperature yang
diinginkan. Begitu pula yang terjadi pada laju kenaikan temperature pada
specimen yang diberi perlakuan dingin. Selain itu Thermostat yang digunakan
untuk mengukur temperatur spesimen, tidak memungkinkan untuk mengukur
temperatur tepat pada saat pembebanan. Sehingga dapat terjadi galat atau error

Page 21 of 29
pada saat pengukuran. Selain itu batang thermostat dapat menggeser kedudukan
specimen. Sehingga pembebanan dapat melanceng pada bagian yang tidak sesuai
dari notch.

Page 22 of 29
BAB V

KESIMPULAN & SARAN

1. Kesimpulan

a. Bentuk patahan

Baja 1 : ulet Aluminium 1 : ulet

Baja 2 : campuran Aluminium 2 : ulet

Baja 3 : campuran Aluminium 3 : ulet

Baja 4 : getas Aluminium 4 : ulet

Baja 5 : getas Aluminium 5 : ulet

b. kurva harga impak terhadap temperatur dari material Baja

Hubungan Antara Harga Impak &


Temperatur (Baja)
1
Harga Impak( J/mm^2 )

0.8

0.6

0.4

0.2

0
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100
Temperatur (C)

Page 23 of 29
kurva harga impak terhadap temperatur dari material Baja dan
Aluminium

Hubungan Antara Harga Impak &


Temperatur (Aluminium)
0.8
Harga Impak( J/mm^2 )

0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100
Temperatur (C)

c. Temperatur transisi material Baja adalah 32.5 ○C

2. Saran
Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat seharusnya pembebanan harus
dilakukan dengan segera saat mencapai temperature yang diinginkan Hal
tersebut dilakukan agar temperaturnya tidak mengalami penurunan/
kenaikan terlalu jauh dari temperature yang diinginkan. Selain itu
thermostat dijaga agar batangnya tidak menggeser kedudukan notch
spesimen.

Page 24 of 29
DAFTAR PUSTAKA

1. ASTM E23

2. Callister, William D. Materials Science And Engineering An Introduction,

8th Edition, New York: John Wiley & Sons, Inc. Page 250-254

3. Dieter, G. E. 1988. Mechanical Metallurgy. SI Metric Edition. UK: Mc


Graw-Hill Book Co. Page 471 - 499

Page 25 of 29
LAMPIRAN

Tugas Setelah Praktikum

1. Buatlah kurva yang menghubungkan antara energi yang diserap


terhadap Temperature material !
2. Tentukan temperature transisi dari kedua material tersebut! Apakah
kegunaan Temperatur Transisi suatu material? Jelaskan dengan baik
dan tepat!
3. Buatlah analisis mengenai bentuk patahan untuk semua spesimen!

Jawab:

1. Tabel Energi dan Temperatur

No. Spesimen Temperatur(○C) Energi (J)

1 Baja 1 40 60

2 Baja 2 80 69

3 Baja 3 25 38

4 Baja 4 -20 8

5 Baja 5 -40 8

6 Aluminium 1 40 29

7 Aluminium 2 80 36

8 Aluminium 3 25 57

9 Aluminium 4 -20 24

10 Aluminium 5 -40 11

Page 26 of 29
Kurva energi yang diserap terhadap temperatur material Baja

Hubungan Antara Energi &


Temperatur (Baja)
80
Energi yang diserap (J)

60

40

20

0
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100
Temperatur (C)

Kurva energi yang diserap terhadap temperatur material Aluminium

Hubungan Antara Energi &


Temperatur (Aluminium)
60
Energi yang dserap (J)

50
40
30
20
10
0
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100
Temperatur (○C)

Page 27 of 29
2. a. -Temperature transisi untuk baja : ± 32.5 oC
-Aluminium tidak mempunyai temperatur transisi karena logam
FCC memiliki banyak bidang slip didalamnya. Hal tersebut
berdampak ketika mendapat pembebanan material, struktur FCC
dapat menyerap energi lebih banyak untuk berdeformasi plastis,
yaitu dimana strukturnya akan slip antar satu butir dengan butir
lainnya. Maka dengan kondisi seperti itu kenaikan temperatur tidak
akan berpengaruh, karena tidak akan merubah bidang slip pada
struktur.
-Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan
perubahan jenis patahan material jika diuji pada temperature yang
berbeda-beda.
-Temperatur transisisi sangat penting untuk diketahui karena kita
dapat mengetahui di temperature mana yang menyebabkan material
mengalami patah getas / patah ulet/ patah campuran. Contohnya
kasus seperti material pada moda transportasi jarak jauh dimana
moda transportasi tersebut akan melewati berbagai medan dengan
temperatur yang berbeda. Maka temperatur transisi menjadi salah
satu faktor keselamatan (safety factor) dari material tersebut.

3. Analisis Patahan:

 Baja 1 (Temperatur = 40 ○C ) :
Terjadi patah ulet dimana pada bagian sisi spesimen di permukaan
notch terdapat fibrous yang besar pada salah satu patahan dan
permukaannya gelap

Baja 2 (Temperatur = 80 ○C) : Terjadi patah campuran,


permukaannya gelap dan sedikit terang

Page 28 of 29
Baja 3 (Temperatur = 25 ○C) : Terjadi patah campuran ,
permukaannya terang dan sedikit gelap

Baja 4 (Temperatur = -20 ○C) : Terjadi patah getas dimana


spesimen terpisah satu sama lain, permukaannnya rata, terang dan
mengkilap.

Baja 5 (Temperatur = -40 ○C) : Terjadi patah getas dimana


spesimen terpisah satu sama lain, permukaannnya rata, terang dan
mengkilap.

Aluminium 1 (Temperatur = 40 ○C) : Terjadi patah ulet dimana


pada bagian sisi spesimen di permukaan notch terdapat fibrous
yang besar pada sisi kanan dan kiri di kedua patahan.

Aluminium 2 (Temperatur = 80 ○C) : Patah ulet dimana patahan


tidak terpisah

Aluminium 3 (Temperatur = 25 ○C) : Patah ulet dimana patahan


tidak terpisah

Aluminium 4 (Temperatur = -20 ○C) : Terjadi patah ulet dimana


pada bagian sisi spesimen di permukaan notch terdapat fibrous
yang besar pada sisi kanan dan kiri di kedua patahan.

Aluminium 5 (Temperatur = -40 ○C) : Terjadi patah ulet dimana


pada bagian sisi spesimen di permukaan notch terdapat fibrous
yang besar pada sisi kanan dan kiri di kedua patahan..

Page 29 of 29

Anda mungkin juga menyukai