Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dewasa ini, produk hasil rol banyak digunakan dalam dunia


industri. Salah satu contohnya adalah produk hasil cold rolling berupa
gulungan atau coil yang dapat digunakan dalam produksi body mobil.
Selain itu pada industri pembuatan baja proses pengerolan juga dilakukan
untuk menghasilkan produk baja bloom dan billet menggunakan proses
hot rolling. Tujuan utama dari proses rolling yaitu mereduksi ketebalan
benda kerja. Karena aplikasi produk rol sangat banyak maka dari itu
diperlukan pengetahuan tentang metode proses pengerolan. Sehingga
dalam dunia kerja kita dapat meminimalisir kesalahan dan meminimalisir
cacat yang terjadi karena pengerolan.

2. Tujuan
a. Menentukan kekerasan tembaga hasil pengerolan dari tiap reduksi
yang dilakukan
b. Menentukan nilai n (strain hardening exponent) dan K (Strength
coefficient)
c. Menentukan gaya dan daya pengerolan pelat tembaga berdasarkan
perhitungan dan pengukuran

1
BAB II

DASAR TEORI

Proses pengerolan merupakan proses deformasi plastis material dengan


gaya kompresi antara roll yang berputar konstan mereduksi benda kerja. Material
yang mengalami rolling akan memiliki struktur butir yang berbeda. Pada proses
pengerolan ketebalan benda kerja akan berkurang (reduksi tebal) dan bentuk
geometrinya berubah tetapi volume benda kerja tetap Dalam proses pengerolan
menurut temperature kerjanya dibagi menjadi 2 yaitu hot rolling dan cold rolling.
Pada hot rolling benda kerja dipanaskan pada temperatur diatas temperatur
rekristalisasinya, karena panas reduksi ketebalannya lebih besar . Pada hot rolling
tidak terjadi strain hardening. Sedangkan pada cold rolling benda kerja di roll
pada temperatur dibawah temperatur rekristalisasi. Hal tersebut menyebabkan
timbulnya strain hardening karena benda kerja mengalami deformasi.

 Skema proses rolling

 Parameter yang berpengaruh pada proses pengerolan adalah :


1. Diameter roll
Semakin besar ukuran diameter roll maka gaya pengerolannya semakin
besar, sesuai dengan persamaan :

P= 0 p* ( )+, dengan Lp=√


2. Tegangan alir material (ketahanan logam yang dirol terhadap deformasi)

2
Ketahanan logam terhadap deformasi dipengaruhi aspek metalurgi dan
aspek temperature, dan laju regangan material. Dari aspek metalurgi kita
dapat mengetajui bentuk butir, ukuran butir dan struktur Kristal material.
Dari aspek temperatur, semakin tinggi temperatur maka material tersebut
lebih mudah dideformasi.
3. Gesekan antara roll dengan benda kerja
Semakin besar gesekkan antara roll dengan benda kerja, maka energi yang
dibutuhkan dalam proses pengerolan semakin tinggi

4. Ada tidaknya front tension dan back tension pada pelat yang dirol. Adanya
front tension dan back tension dapat mengurangi gaya pembebanan rol
sehingga energi yang dibutuhkan saat proses pengerolan lebih sedikit.
-Front tension : pengerolan dimulai dari titik netral, kemudian diberikan
gaya tarik kearah depan. Dihasilkan dari pengaturan kecepatan coiler
terhadap kecepatan roll

3
-Back tension : pengerolan dimulai dari titik netral, kemudian diberikan
gaya tarik kearah depan. Dihasilkan dari pengaturan kecepatan uncoiler
relatif terhadap kecepatan roll
 Jenis-jenis pengerolan:

 Perbedaan proses hot rolling dan cold rolling

No. Hot Rolling Cold Rolling


Rolling dilakukan pada
Rolling dilakukan pada temperatur
temperatur diatas temperatur
1 dibawah temperatur rekristalisasi
rekristalisasi (T > 1/2Tm, dalam
(T < 1/2Tm, dalam Kelvin)
Kelvin)
Permukaan tidak halus karena
2 Permukaan halus
ada lapisan oksida

4
3 Butir bulat (equiaxial) Butir pipih (elongated)
Terjadi deformasi plastis,ada strain
4 Tidak ada strain hardening
hardening
5 Reduksi ketebalan besar Reduksi ketebalan kecil
6 Energi rolling kecil Energi rolling besar
Toleransi yang ketat sulit
dicapai (terjadi pemuaian dan
7 penyusutan , maka tidak dapat Toleransi yang ketat dapat dicapai
diukur dengan tepat
dimensinya)
8 Diameter rol : 0.18- 25 mm Diameter rol : 0.2- 3 mm

 Gambar (a.) Karena pada cold rolling dilakukan pada temperatur dibawah
temperatur rekristalisasi, maka butir yang terbentuk berbentuk fibrous /
pipih (elongated). Butir yang pipih akan menghasilkan sifat material
menjadi lebih keras dan kuat dengan adanya peningkatan tegangan luluh.
Gambar (b.) Sedangkan pada hot rolling bentuk butirnya bulat (equiaxial),
butir bulat akan membuat sifat material menjadi kurang keras dan kurang
kuat.

 Asumsi pada cold rolling:


1. Sudut kontak berbentuk circular. Tidak ada deformasi elastis pada roll
2. Koefisien gesekan konstan di seluruh titik pada sudut kontak
3. Tidak ada lateral spread, sehingga rolling dapat dianggap sebagai
permasalahan dalam plane strain
4. Bidang vertikal tetap , deformasi bersifat homogen
5. Kecepatan roll konstan

5
6. Deformasi elastis diabaikan, karena sangat kecil jika dibandingkan dengan
deformasi plastis
7. Kriteria distorsi energi dari kriteria luluh untuk plane strain : 1- 3 =

 Gaya selama proses pengerolan

Sepanjang pelat pada proses pengerolan terjadi 2 macam gaya, yaitu gaya radial
dan gaya gesek tangensial. Antara bidang masuk dan titik netral, kecepatan pelat
lebih rendah daripada kecepatan rol, gaya gesek tangensial searah pengerolan.
Sedangkan antara titik netral dan bidang keluar, kecepatan pelat lebih tinggi, gaya
gesek tangensial berlawanan dengan arah pengerolan.

6
Agar logam dapat ditarik maka :

F cos Pr sin

Pr cos Pr sin

tan

: koefisien gesek interface antar permukaan rol dan benda kerja

: sudut kontak

 Besarnya gaya pengerolan :

P= ̅ bLp

P : gaya pengerolan

̅ : tekanan pengerolan rata -rata

7
b:lebar pelat

Lp:panjang proyeksi busur rol yang bersentuhan dengan benda kerja

Lp=√

h= ho-hf (beda tebal)

Pengerolan sejatinya adalah proses kompresi, tekanan pengerolan dapat


didekati menggunakan persamaan forging dalam kondisi plane strain:

̅̅̅̀
̅= ( -1)

Q=

hm= (tebal rata-rata)

Dalam kondisi plane strain persamaan tegangan alir adalah ̀ = σ1- σ3 = ̅


 Sehingga gaya pengerolan :

P= 0 p* ( )+

, dimana σ0 = ∫

0 =Tegangan alir

b: lebar pelat

Lp : panjang proyeksi busur rol yang bersentuhan dengan benda kerja

 Daya pengerolan :

N= , dengan a = 0.45 Lp (cold rolling)

8
 Cacat hasil proses pengerolan:
 Roll flattening : hasil rol bergelombang, karena rol tidak rata lalu
terdeformasi yang disebabkan kekuatan rol lebih kecil daripada
kekuatan benda kerja

 Roll bending : hasil rol tebal pada bagian tengah dan tipis pada bagian
samping

 Edge cracking : disebabkan oleh lateral spread dan ketidakhomogenan


deformasi
Lateral spread :

Ketidakhomogenan deformasi:

9
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Mulai

Disiapkan 1 plat tembaga

Ukur dimensi awal tembaga

Lakukan uji keras tehadap tembaga, ukur nilai kekerasan awal tembaga

lakukan pengerolan terhadap tembaga, tentukan besarnya reduksi tebal


(25%,50%,75%) dan ukur gaya & daya

potonglah tembaga hasil pengerolan dan buatlah spesimen untuk diukur


kekerasan mikro serta untuk diperiksa struktur mikronya

ulangi lagi langkah 4 dan 5 sebanyak dua kali pengulangan

lakukan uji keras kembali kepada spesimen (juga termasuk yang dipotong)

lakukan pengolahan data dari hasil praktikum dan analisis

Selesai

10
BAB IV

DATA PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA

A. Data percobaan
Jenis material : tembaga
Panjang : 99.2267 mm
Lebar : 18.88 mm
Tebal : 10.1967 mm
Kekerasan awal : 40 HRE
Diameter roll : 80 mm
Kecepatan putaran : 4 rad/sec
Koefisien gesek (μ) : 0.1
λ cold rolling : 0.45

B. Pengolahan data

Dari kurva uji tarik diperoleh nilai F dan ∆l, lalu diolah sehingga
didapatkan kurva log σ0 vs log ε

 Nilai engineering stress dapat ditentukan melalui persamaan :

Keterangan :
σ = engineering stress (N/m2)
F = beban yang bekerja pada spesimen (N)
A0 = luas penampang awal spesimen (m2)

11
 Nilai engineering strain dapat ditentukan melalui persamaan :

Keterangan :
ε = engineering strain
lo = panjang awal spesimen (m)
li = panjang akhir spesimen (m)

 True stress – true strain adalah nilai tegangan dan regangan yang
sebenarnya, yaitu dimana perubahan luas penampang spesimen seiring
dengan penambahan beban juga diperhitungkan. Nilai true stress – true
strain dapat dihitung dengan mengkonversi nilai dari engineering stress –
engineering strain dengan persamaan :
Sesaat sebelum necking

( ) ( )

( )

Keterangan :
σt = true stress (N/m2)
σ = engineering stress (N/m2)
ε = engineering strain
εt = true strain

12
A F ∆l l0 σeng ε eng σtrue ε true
No. log σ0 log ε
(mm2) (N) (mm) (mm) (N/mm2) (mm/mm) (N/mm2) (mm/mm)
1 64.05 1613.793 0.131579 12.81 25.19583 0.010272 25.45463 0.010219 1.405767 -1.99058
2 64.05 1634.483 0.263158 12.81 25.51886 0.020543 26.04309 0.020335 1.415693 -1.69176
3 64.05 1627.586 0.394737 12.81 25.41118 0.030815 26.19422 0.03035 1.418205 -1.51785
4 64.05 1640 0.526316 12.81 25.605 0.041086 26.65701 0.040265 1.425811 -1.39508
5 64.05 1641.379 0.657895 12.81 25.62653 0.051358 26.94266 0.050083 1.43044 -1.30031
6 64.05 1634.483 0.789474 12.81 25.51886 0.061629 27.09157 0.059805 1.432834 -1.22326
7 64.05 1648.276 0.921053 12.81 25.73421 0.071901 27.58452 0.069434 1.440665 -1.15843
8 64.05 1641.379 1.052632 12.81 25.62653 0.082173 27.73233 0.078971 1.442986 -1.10253
9 64.05 1627.586 1.184211 12.81 25.41118 0.092444 27.7603 0.088418 1.443424 -1.05346
10 64.05 1627.586 1.315789 12.81 25.41118 0.102716 28.02131 0.097776 1.447488 -1.00977

Lalu, pada grafik antara log σ0 dan log ε. Dapat ditentukan nilai n dan K

Log σ0 vs log ε

1.45
y = 0.0435x + 1.4888 1.44
R² = 0.9614
1.43
log σ0

1.42
1.41
1.4
1.39
-2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0
log ε

σ =K
log σ =log K +n log ε

n = 0.0435
log K =1.4888
K = 30.81768417
Dengan nilai n dan K kita bisa mencari tegangan alir material

13
hm=

h= ho-hf

Lp=√

Q=

0 = ln

f = ln

i = ln

σ0 = ∫

dimana, σ =K

σ = 30.81768

σ=∫

σ=3 ∫

σ=3 * +

σ=3 ( )

Reduksi Tahap h0 hf Hm ∆h Lp Q ε0 εf εi σ0

1 10.1967 9.48 9.8383 0.7167 5.3541 0.0544 0 0.07288 0.07288 26.353


25% 2 9.48 8.82 9.15 0.66 5.1381 0.0562 0.0729 0.14504 0.07216 27.96271
3 8.82 8.21 8.515 0.61 4.9396 0.058 0.145 0.21671 0.07167 28.60067

14
4 8.21 7.87 8.04 0.34 3.6878 0.0459 0.2167 0.259 0.04229 28.94981
1 7.87 6.72 7.295 1.15 6.7823 0.093 0.259 0.41697 0.15797 29.38597
50% 3 6.72 5.59 6.155 1.13 6.7231 0.1092 0.417 0.60108 0.18411 29.91877
4 5.59 4.98 5.285 0.61 4.9396 0.0935 0.6011 0.71663 0.11555 30.26176
1 4.98 4.4 4.69 0.58 4.8166 0.1027 0.7166 0.84046 0.12383 30.48258
2 4.4 3.8 4.1 0.6 4.899 0.1195 0.8405 0.98706 0.1466 30.69564
75%
3 3.8 3.23 3.515 0.57 4.7749 0.1358 0.9871 1.14958 0.16252 30.90516
4 3.23 2.52 2.875 0.71 5.3292 0.1854 1.1496 1.3978 0.24822 31.14165

εf vs εi
0.3
0.25
0.2
0.15
εf

0.1
0.05
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6
εi

Engineering Stress vs Engineering Strain


25.8
25.75
25.7
engineering stress

25.65
25.6
25.55
25.5
25.45
25.4
25.35
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
engineering strain

 Gaya pengerolan :

P= 0 p* ( )+

15
0 =Tegangan alir

b: lebar pelat

Lp : panjang proyeksi busur rol yang bersentuhan dengan benda kerja

Q:

 Daya pengerolan :

N= , dengan a = 0.45 Lp (cold rolling)

Terhitung Terukur
Reduksi P {gaya
P (N) N (kW) terukur} N (kW)
(V) (N)
25 % 3161.266078 6.3808828 1.29 3350 6.758406
3221.835522 6.2407451 1.6 4500 8.712151
3171.029663 5.9050875 1.62 4580 8.524547
2381.687778 3.3111999 1.69 4880 6.7811
50 % 4553.395566 11.642478 2.13 6850 17.50574
4633.60688 11.744094 2.01 6250 15.83289
3415.971453 6.3612178 2.04 6450 12.00509
75 % 3371.001766 6.1211651 2.44 8450 15.33598
3482.237455 6.431246 2.48 8600 15.87505
3445.894405 6.2029818 2.5 8700 15.653
3975.068401 7.9861028 2.74 9550 19.17668

16
Daya vs Reduksi
25

20

15
Daya

10 Daya Terhitung
Daya Terukur
5

0
25% 50% 75%
Reduksi

No. Reduksi Kekerasan HRE

1 Awal (0%) 40

2 25% 59.5

3 50% 64.5

4 75% 69.67

Kekerasan vs Reduksi
80
Kekerasan (HRE)

60

40

20

0
0% 20% 40% 60% 80%
Reduksi

17
BAB V

ANALISIS DATA

Pada percobaan ini rolling dilakukan dengan mereduksi pelat tembaga.


Pelat tembaga direduksi sebesar 25 %, 50 % dan 75 %. Data yang didapat pada
pengujian ini adalah tebal pelat sebelum & sesudah dirol, voltage dan harga
kekerasan pada masing – masing reduksi dan kurva uji tarik hasil uji tarik pelat
tembaga.

Pada pengukururan kekrasan didapatkan hasil kekerasan meningkat


sebanding dengan meningkatnya jumlah reduksi

No. Reduksi Kekerasan HRE

1 Awal (0%) 40

2 25% 59.5

3 50% 64.5

4 75% 69.67

Hal ini sesuai dengan teori yaitu pada proses cold rolling jika material mengalami
deformasi maka kekerasannya juga akan naik. Karena proses cold rolling
dilakukan pada temperatur dibawah temperatur rekristalisasi maka terbentuklah
struktur butir yang pipih, struktur butir yang pipih lebih rapat maka dari itu
material yang terdeformasi mengalami strain hardening sehingga material menjadi
keras dan kuat.

Pada kurva uji tarik dilakukan perhitungan engineering stress dan


engineering strain dengan pengamatan menggunakan sepuluh titik sebelum
ultimate pada daerah plastis. Lalu dari engineering stress dan engineering strain
dapat diperoleh perhitungan true stress dan true strain. Pada kurva logaritma true
stress dan logaritma true strain ( ) didapatkan nilai nilai n (strain

18
hardening exponent) n= 0.0435 dan K (strength coefficient) = 30.81768 MPa.
Nilai n dan K yang didapatkan sangat berbeda dari literatur (Dieter) untuk
material tembaga mempunyai n = 0.54 dan K= 320 MPa. Hal tersebut dapat
disebabkan karena beberapa hal yaitu ketidakteliltian dalam interpretasi data.
Selain itu data uji tarik yang diperoleh langsung dari teknisi tanpa melakukan uji
tarik, sehingga kita tidak tahu apakah pelat tembaga mendapat perlakuan
sebelumnya atau tidak.

Daya & gaya terhitung dan terukur mempunyai nilai yang hampir sama
pada awalnya , tetapi semakin besar reduksi hasilnya semakin berbeda. Hal
tersebut dapat disebabkan kesalahan pada perhitungan tegangan alir yang
dipengaruhi juga dengan adanya nilai n dan K yang diperoleh dari kurva uji tarik
( ) dimana :

σ0 = ∫

dengan σ =K

σ=∫

σ = K∫

σ = K* +

σ = K( )

Pada hasil rol terdapat pelebaran kesamping , dapat dilihat dari bagian
ujungya yang lebih lebar dari bagian tengahnya. Seharusnya hal tersebut tidak
boleh terjadi karena dalam proses rolling tidak ada peranjangan kea rah lebar.
Cacat tersebut disebabkan adanya lateral spread. Cacat tersebut tentunya akan
mempengaruhi besarnya gaya pengerolan maupun daya pengerolan.

Pelat tembaga setelah dilakukan prosess pengerolan terasa panas. Hal


tersebut terjadi karena pada cold rolling untuk mereduksi material diperlukan gaya

19
pengerolan yang cukup besar. Selain itu gaya gesek antara mesin rol dan pelat
juga cukup besar. Agar pelat dapat di rol, gaya pengerolan harus lebih besar dari
gaya gesek. Gaya pengerolan tersebut akan menghasilkan energi pengerolan yang
besar untuk mengatasi gaya gesek dan akhirnya energi tersebut dilepas menjadi
bentuk panas

20
BAB VI

KESIMPULAN & SARAN

1. Kesimpulan

a. Kekerasan tembaga hasil pengerolan dari tiap reduksi yang


dilakukan

No. Reduksi Kekerasan HRE

1 Awal (0%) 40

2 25% 59.5

3 50% 64.5

4 75% 69.67

b. Dari kurva uji tarik ( ) didapatkan nilai n (strain


hardening exponent) n = 0.0435 dan K (Strength coefficient) =
30.81768417MPa

c. Gaya dan daya pengerolan pelat tembaga berdasarkan perhitungan


dan pengukuran

21
Perhitungan Pengukuran
Reduksi P {gaya
P (N) N (kW) terukur} N (kW)
(V) (N)
25 % 3161.266078 6.3808828 1.29 3350 6.758406
3221.835522 6.2407451 1.6 4500 8.712151
3171.029663 5.9050875 1.62 4580 8.524547
2381.687778 3.3111999 1.69 4880 6.7811
50 % 4553.395566 11.642478 2.13 6850 17.50574
4633.60688 11.744094 2.01 6250 15.83289
3415.971453 6.3612178 2.04 6450 12.00509
75 % 3371.001766 6.1211651 2.44 8450 15.33598
3482.237455 6.431246 2.48 8600 15.87505
3445.894405 6.2029818 2.5 8700 15.653
3975.068401 7.9861028 2.74 9550 19.17668

2. Saran
Sebaiknya asisten praktikum menjelaskan pengolahan data dengan lebih
jelas

DAFTAR PUSTAKA

1. Dieter, G. E. 1988. Mechanical Metallurgy. SI Metric Edition. UK: Mc


Graw-Hill Book Co. Page 586-615

22
LAMPIRAN

A. Pertanyaan setelah praktikum


1. Jelaskan mengapa pelat hasil pengerolan sering tidak lurus dan
tebalnya tidak seragam?
2. Menurut perkiraan saudara,adakah pengaruh kecepatan pengerolan
terhadap daya dan gaya pada proses rolling?
3. Jelaskan kegunaan proses annealing pada tembaga hasil cold work!
Gambarkan struktur mikro specimen tembaga sebelum dan sesudah
cold work serta di anneal!

B. Tugas setelah praktikum


1. Pada cold rolling ini, deformasi yang diukur adalah deformasi plastis,
sedangkan gaya yang terukur menunjukkan gaya pengerolan yang
dibutuhkan untuk deformasi total. Jelaskan mengapa demikian dan
dengan menggunakan kurva σ terhadap ε buatlah hubungan antara εf
dan εi lalu berikan analisa.
2. Buatlah kurva daya (baik perhitungan maupun pengukuran) terhadap
reduksi. Analisislah hasilnya dan kaitankan dengan pengertian steady
state pada proses cold rolling!
3. Gambarkan kurva kekerasan mikro terhadap regangan. Diskusikan
hasilnya.
4. Dari perhitungan dan pengukuran terhadap gaya dan daya, apabila
terjadi perbedaan diantara keduanya, tunjukkan kesalahan-kesalahan
yang mungkin terjadi, dan berikakn saran saudara.

23
A. Jawaban pertanyaan setelah praktikum
1. Hal ini bisa dikarenakan tooling system nya lebih lunak disbanding
benda kerja yang diroll. Sehigga terjadi cacat pada roll tool nya seperti
bending, flattening.
2. Pengaruh kecepatan pengerolan terhadap daya dan gaya pengerolan
adalah sebanding. Dimana kecepatan pengerolan meningkat disertai
pula peningkatan daya dan gaya pengerolannya.
3. Kegunaan annealing pada proses cold rolling adalah untuk
mengembalikan sifat benda kerja yang sudah mengalami strain
hardening dengan memberi pengaruh temperature sehinggan struktur
mikro dari benda kerja mulai mengalami penyesuaian kembali seperti
sifat semula sebelum dirol. Perlakuan annealing pada cold rolling
biasanya digunakan untuk benda kerja yang akan mengalami reduksi
yang cukup besar. Berikut adalah gambar struktur mikro tembaga
akibat pengerollan.

B. Jawaban tugas setelah praktikum


1. Dalam percobaan cold rolling ini ada beberapa asumsi yang digunakan
dalam pelaksanaanya. Diantaranya adalah deformasi elastis yang
diabaikan. Inilah mengapa data yang didaapat dianggap sebagai data

24
untuk deformasi total meskipun sebenarnya hanya untuk deformasi
plastis saja.
Dari kurva dibawah ini hubungan antara strees strain yang terjadi
beriringan meningkat dimana regangan yang terus meningkat dibarengi
dengan tegangan yang meningkat pula. Peningkatan tegangan karena
terjadinya fenomena strain hardening saat reganan terjadi. Regangan
yang terjadi pada spesimen yang kami uji memiliki nilai dimana
regangan tersebut berada pada daerah deformasi plastis dari material.
Anggapan bahwa deformasi elastis diabaikan karena yang terjadi pada
tahap reduksi yang terjadi adala deformasi plastis dari material.

Engineering Stress vs Engineering


Strain
25.8
engineering stress

25.7
25.6
25.5
25.4
25.3
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
engineering strain

εf vs εi
0.3
0.25
0.2
0.15
εf

0.1
0.05
0
0 0.5 1 1.5
εi

25
2.
Daya vs Reduksi
25
20
15
Daya 10 Daya Terhitung
5 Daya Terukur
0
25% 50% 75%
Reduksi

3.
Kekerasan vs Reduksi
80
Kekerasan (HRE)

60

40

20

0
0% 20% 40% 60% 80%
Reduksi

Dapat dilihat bahwa nilai kekerasan dari benda kerja mengalami


kenaikan seiring bertambahnya % reduksi. Peningkatan yang
terjadi disebabkan adanya fenomena strain hardening

4. Untuk data hasil perhitungan mengalami perbedaan yang cukup


signifikan. Hal ini bisa terjadi dari adanya asumsi-asumsi yang
digunakan pada pengerollan ini. Selain itu pengolahan data yang kami
hitung data untuk mencari nilai K dan n ntuk tembaga berasal dari data
uji tarik. Dimana kebenaran data tidak bisa kami jamin sehingga
dengan adanya asumsi ditambah dengan data yang kurang valid
mengakibatkan perbedaan perhitungan terjadi.

26
nilai n dan K tembaga (Referensi : Dieter)

27
28

Anda mungkin juga menyukai