Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS STRUKTUR KOMUNITAS BIOTIK MANGROVE

TERHADAP KUALITAS PERAIRAN TANJUNG SINEKIP DI


DESA TELUK PAMBANG DI DESA TELUK PAMBANG

Hestiyani
1605111326
Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Riau, Pekanbaru 28293
hestiyani1326@student.unri.ac.id

ABSTRAK
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 29-31Maret 2019 di daerah mangrove dan pantai Desa
Pambang, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis dan pengamatan hasil lapangan pada tanggal
5 April 2019 di Laboratorium Pendidikan Biologi Universitas Riau untuk mengidentifikasi sampel.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kualitas perairan dan mangrove, serta menganalisis
factor fisika, kimia, biologi perairan dan mangrove di Tanjung Senekip DesaTelukPambang.
Praktikum ini menggunakan rancangan penelitian eksploratif dengan metode metode survey.
Lokasi pengambilan sempel sebanyak 2 stasiun dengan 3 titik pencuplikan pada masing-masing
stasiun. Adapun stasiun pengambilan sampel pada penelitian yaitu stasiun 1 yang berada di tiga
titik sepanjang Sungai Kembung dan stasiun 2 di tiga titik Pantai Tanjung Senekip... Untuk
pencuplikan biota hewan dilakukan dengan menggunakan plankton net (pencuplikan plankton) dan
Ekman Grab (pencuplikan benthos). Teknik yang digunakan adalah purposive random sampling
dan metode yang digunakan adalah survey. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
lingkungan perairan di Universitas Riau memiliki cirri fisika dan kimia yang cukup baik, namun
belum baik dalam ciri biologi perihal keseimbangan ekosistem. Keseimbangan ekosistem dapat
tercermin dari indeks kelimpahan/kepadatan (E’) yang dimiliki oleh suatu perairan. Karena nilai
indeks kemerataan yang rendah pada seluruh stasiun, mengindikasikan rendah nya keseimbangan
ekosistem di Pantai Sinekip. Berdasarkan analisis komposisi jenis spesies vegetasi strata pohon,
sapling, dan bibit yang dilakukan pada kawasan Hutan Mangrove, Desa Teluk Pambang,
Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis., ditemukan sebanyak 8 jenis tumbuhan.

Kata kunci : Biotik, Perairan, Sinekip


PENDAHULUAN
Pesisir Tanjung Senekip merupakan daerah pantai yang tedapat di Desa
Teluk Pambang, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis. Wilayah ini telah
ditetapkan sebagai daerah wisata oleh Pemerintah Kabupaten Bengkalis. Pada
wilayah ini terdapat hutan Mangrove.
Ekosisem hutan mangrove tumbuh di muara sungai, dimana terdapat
aliran air tawar, sedimentasi, masukan air laut, dan perlindungan dari gelombang
laut. Kondisi demikian ditemukan pada kebanyakan muara sungai di Indonesia.
Dalam proses pertumbuhannya, mangrove dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi hutan mangrove berbeda-
beda, seperti kondisi sedimentasi, erosi laut dan sungai, penggenangan pasang
surut, salinitas, kondisi substrat serta kondisi akibat eksploitasi. Kondisi tersebut
pada umumnya juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan di suatu lokasi.
Organisme akuatik adalah kelompok makhluk hidup yang hidup di
perairan. Organisme akuatik dapat digolongkan menurut bentuk kehidupan atau
kebiasaan hidupnya yaitu : (1) Plankton, organisme yang melayang-layang di
dalam air dan gerakannya kurang lebih tergantung pada arus. (2) Benthos,
organisme yang melekat atau sedang beristirahat pada dasar perairan atau yang
hidup di dalam sedimen di dalam perairan. (3) Peripython, organisme baik hewan
ataupun tumbuhan yang melekat pada di dalam air atau permukaan lain yang ada
di atas dasar perairan. (4) Nekton, organisme yang dapat berenang serta dapat
menentukan arah sesuai dengan kehendak. (5) Neuston, organisme yang berenang
atau sedang beristirahat di permukaan air (Suwondo dan Yuslim Fauziah, 2015).

BAHAN DAN METODE


Kegiatan praktikum ini dilaksanakan di Desa Teluk Pambang, Kecamatan
Bantan, Kabupaten Bengkalis pada tanggal 29-31 Maret 2019 dan dilakukannya
identifikasi di Laboratorium Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau pada
tanggal 5 April 2019. Metode yang digunakan dalam kegiatan praktikum adalah
metode survey dalam pengumpulan data. Praktikum yang dilakukan pada dua
titik di pantai senekip dan satu titik di hutan mangrove. Alat dan Bahan yang
digunakan dalam praktikum adalah eckman grup, saringa dua tingkat ukuran 2 ml
dan 1 ml, pipet tetes, pH meter, cakram secci, thermometer, katong plastic 5 kg,
kertas label atau spidol permanen, meteren, tali plastic, alat tulis, soil tester, dan
formalin 4%.
Pengambilan sampel bentos dilakukan dengan menggunakan eckman grab,
pada setiap stasiun dilakukan pengambilan sampel sebanyak 3 kali kemudian
sempel dimasukan kedalam plastik koleksi. Sampel bentos yang sudah
dimasukkan ke dalam plastik koleksi kemudian diawetkan dengan formalin 4%
dan diberi label pada plastik koleksi sesuai dengan stasiun dan titik pencuplikan.
Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan menggunakan plankton net,
dimana air sebanyak 18 L disaring dengan menggunakan plankton net yang pada
bagian bawahnya terdapat botol penghimpun .Hasil filtrasi plankton net kemudian
dipindahkan ke dalam botol sampel 25 ml dan ditetesi lugol sebanyak 5 tetes dan
diberi label.Pengambilan sampel periphyton dilakukan dengan teknik hand sortir,
dimana hasil pencuplikan di masukkan kedalam plastik penghimpun lalu diberi
label. Biota akuatik neuston dan nekton hanya dilakukan pengamatan saja dan
kemudian di identifikasi jenisnya. Seluruh sampel yang diambil yang telah diberi
lebel kemudian dibawa ke laboratorium kemudian bentos disaring menggunakan
saringan, untuk memisahkan antara bentos dengan subtratnya. Identifikasi dan
analisis sampel.
Pelaksanaan penelitian ini menggunakan metode Belt transect. Dipilih
lokasi penelitian yang dianggap dapat mewakili karakteristik vegetasi yang
menjadi pertimbangan di daerah tersebut.Membuat transek atau jalur mulai dari
hutan mangrove terluar (tepi pantai/sungai) kebagian dalam hutan. Masing-
masing transek terdiri dari beberapa plot yang terletak mulai dari hutan mangrove
terluar (tepi pantai atau sungai) kebagian dalam hutan. Mencatat vegetasi strata
semai, pancang, tiang, dan pohon. Semua vegetasi yang ada pada tiap plot di catat
nama jenis, Jumlah Individu, serta diukur keliling batang pada setinggi dada.
Untuk jenis-jenis strata semai, pancang, tiang, dan pohon diidentifikasi. Pada
setiap lokasi penelitian di ukur parameter lingkungan meliputi pH substrat, suhu,
kelembaban, salinitas, dan kadar organik substrat pada tiga plot pengamatan
masing-masing stasiun. Dilakukan analisis data dari sampel yang diperoleh
selama penelitian di laboratorium Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor fisika-kimia
Berdasarkan hasil praktikum, berikut ini adalah faktor fisika kimia di Pantai
Tanjung Senekip, desa Teluk Pambang, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis.
Hasil praktikum yang telah dilakukan di dapatkan hasil pengukuran faktor fisika
kimia yang dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Faktor Fisika Kimia di Pantai Tanjung Senekip, dan
Hutan Mangrove, Desa Teluk Pambang, Kecamatan Bantan,
Kabupaten Bengkalis.
Faktor Fisika-Kimia

Stasiun Waktu
TSS
Salinitas Suhu Kecerahan DO
pH mg/L
(%0/ppt (OC) (cm) (Mg/L)
1 07.44 WIB 7,95 2,5 28,5 31,5 7,5 1,43
2 10.45 WIB 8,5 2,5 28,6 35 11,4 1,40
3 14.15 WIB 6,8 2,5 31,1 28 6,2 1,42
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap faktor fisik-kimia pada 3 stasiun
diketahui suhu berkisar anatara 28,5oC-31,1 oC. Ini menunjukkan bahwa suhu
sungai perbekalant ergolong optimum, sebagai mana dinyatakan Effendi(2003), bahwa
suhu optimum berkisar antara200C-300C. Suhu mengalami peningkatan sampai pada
stasium tiga, hal ini dikarenakan pengukuran dimulai dari stasiun satu di pagi hari.
peningkatan suhu ini terjadi karena semakin siang jumlah cahaya matahari yang
jatuh ke permukaan air semakin meningkat. Dalam berbagai hal suhu berfungsi
sebagai syarat rangsangan alam yang menentukan beberapa proses(Pujiastuti et al,
2003). Kadar oksigen terlarut (DO) tertinggi berada pada stasiun dua. Dalam
Kep.51/MENKLH/2004 tentang baku mutu air laut jika nilai DO kurang dari 3
mg/L akan menyebabkan kematian organisme (Ikhsan Faturohman,dkk 2016).
Dapat diketahui bahwa oksigen terlarut pada setiap stasiun masih dalam keadaan
baik.
Berdasarkan indikator kecerahan, stasiun dua memilki kecerahan paling
tinggi. Sehingga ini menandakan kualitas kecerahan pada stasiun tersebut dalam
keadaan baik. Menurut Effendi (2003) kecerahan perairan disebabkan adanya
bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut. Nilai dominansi dapat
dibedakan menjadi beberapa kategori (Gambar 1).

Faktor Biologi
Berdasarkan jumlah individu, domonansi jenis(C), penghitungan indeks
dominansi (Pi), indeks keanekaragaman (H’), komposisi jenis, dan indeks
kelimpahan jenis (E) diperoleh data biota hewan dari stasiun 1-2 sebagai berikut :
1.5
Dominansi (C)
1
1 Stasiun 1
0.37 Stasiun 2
0.5 0.230.31 0.230.17
0.06 0.12 Stasiun 3
0
0
Benthos Plankton Periphyton

Gambar1. Penghitungan dominansi (C) Benthos, Plankton, dan


Periphyton di Pantai Tanjung Sinekip
Hasil pencuplikan biota hewan pada danau dan waduk Universitas Riau
dengan nilai tertinggi yaitu pada stasiun 1. Berdasarkan kriteria nilai Simpson,
bila indeks dominansi 1 (C > 0,5) bahwa dapat diindikasikan bahwa dalam
wilayah perairan tersebut tidak ada yang mendominisasi sehingga dikatakan
bahwa tidak ada jenis yang mendominansi jenis lainnya. Sedangkan pada nilai
kemertaan (E’) dapat dibedakan menjadi beberapa kategori (Gambar 2).
Kemerataan (E')
0.8 0.67 0.63
0.52 0.57
0.6
0.39 Stasiun 1
0.4 0.33
0.25 Stasiun 2
0.2 0.12
0 Stasiun 3
0
Benthos Plankton Periphyton

Gambar 2. Penghitungan kemerataan (E’)Benthos, Plankton, dan


Periphyton di Pantai Tanjung Sinekip
Menurut Odum(1996) kemerataan suatu jenis dengan kisaran 0-0,5 yang
berarti kemerataan antar individu rendah artinya kekayaan individu yang dimiliki
masing-masing spesies sangat jauh berbeda, sedangkan kemerataan dengan nilai
0,6-1 berarti kemerataan relative seragam. Secara keseluruhan nilai kemerataan
benthos yang diperoleh <1 yang berarti benthos pada daerah perairan tidak merata
(kemerataan rendah). Dan nilai indeks keanekragaman (H’) dapat dibedakan
menjadi beberapa kategori (Gambar 3).

Keanekaragaman (H')
2.77
3
2.12
1.83 Stasiun 1
2 1.51
1.02 1.1 1.03
1 0.43 Stasiun 2
0
0 Stasiun 3
Benthos Plankton Periphyton

Gambar 2. Penghitungan kemerataan (E’) Benthos, Plankton, dan


Periphyton di Pantai Tanjung Sinekip
Wilhm (1975), menggolongkan tingkat pencemaran sungai berdasarkan
indeks keanekaragaman yaitu tercemar sangat ringan, tercemar sedang, dan
tercemar berat dengan indeks keanekaragaman ˃3; 1 - 3 dan ˂1.Gambar 2.
menunjukkan rerata keanekaragaman dengan keanekaragaman rata-rata 1,59 yang
yang artinya termasuk kedalam perairan dengan tingkat pencemaran sedang. Hal
ini disebabkan beberapa hal, antara lain faktor waktu pengambilan sampel dan
pemilahan sampel air. Selain itu faktor fisika dan kimia air jugadapat juga
mempengaruhi ada atau tidakknya biota hewan di suatu perairan. Susiana (2011)
menyatakan bahwa komposisi jenis merupakan salah satu nilai yang digunakan
untuk mengetahui proses suksesi yang sedang berlangsung pada suatu komunitas
yang telah terganggu.

Tabel 2. Jenis Nekton yang terdapat di Pantai Tanjung Sinekip


Stasiun
No Nama Spesies
I II III
1 Periothalamus sp 1 20 21
2 Hemiramphis brasiliensis 4 0 4
3 Scatophagus argus 6 0 6
4 Arothon meleagris 3 4 7
5 Tegillarca granosa 4 10 4
6 Acets sp 10 5 0
7 Scyphozoa sp 1 2 0
Dari hasil tabel diatas menunjukan bahwa jenis Periothalamus sp terdapat
pada 3 stasiun dan merupakan jenis terbanyak.

Struktur Vegetasi Mangrove


Pada praktikum analisis vegetasi mangrove ini dilakukan di kawasan hutan
mangrove pada sabtu, 30 Maret 2019. Adapun metode yang digunakan adalah
metode Belt Transek dimana transek sepanjang 100 meter dan dibuat plot
berukuran 10×10 meter secara berselang-seling,
Berdasarkan hasil praktikum pengamatan, berikut ini adalah Komposisi
spesies vegetasi strata pohon, sapling dan bibit di kawasan Hutan Mangrove, Desa
Teluk Pambang, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis.
Tabel 2. Komposisi spesies vegetasi strata pohon,sapling, dan bibit
No Spesies Pohon Sapling Bibit
1 Rhizophpora apiculata 15 0 0
2 Rhizophpora mucronata 14 0 29
3 Lumnitzera racemosa 3 3 0
4 Aegiceras carniculatum 9 0 0
5 Rhizophora racemosa 0 4 0
6 Rhizophora mangle 0 0 4
7 Pluchea indica 0 0 13
8 Xylocarpus granatum 5 0 0
jumlah 46 7 46
Berdasarkan analisis komposisi jenis spesies vegetasi strata pohon, sapling,
dan bibit yang dilakukan pada kawasan Hutan Mangrove, Desa Teluk Pambang,
Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis., ditemukan sebanyak 8 jenis tumbuhan.
Dengan jumlah individu pohon 46, dengan jumlah individu sapling 7, dengan
jumlah individu bibit 46.
Komposisi jenis vegetasi tumbuhan tertinggi di kawasan hutan Hutan
Mangrove, Desa Teluk Pambang, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis. yaitu
pada pohon terdapat pada spesies Rhiophora apiculata dengan jumlah 15 ,
sedangkan sapling tertinggi pada spesies Rhizophora racemosa dengan jumlah 4,
dan bibit tertinggi pada spesies Rhizophora mucronata dengan jumlah 29.
Jadi, pada jenis vegetasi tumbuhan terendah yaitu pada spesies Rhizophora
mangle dengan jumlah 4, yang terdapat pada 1 plot yang terdapat pada plot bibit.

a. Indeks Nilai Penting


600
500 100
400 80
300 60
200 40
100
0 20
0
Lumnitzera

carniculatum
Rhizophpora

Rhizophpora

racemosa
mucronata

Aegiceras
apiculata

Lumnitzera

Xylocarpus

Rhizophora
granatum
racemosa

racemosa
INP INP
Gambar. 1. INP pohon Gambar. 2. INP sapling
150
100
50
0

INP

Gambar 3. INP bibit


Indeks nilai penting adalah nilai yang digunakan untuk menentukan
dominasi suatu jenis terhadap jenis lain pada suatu tingkatan
pertumbuhan.Menjelaskan bahwa spesies-spesies yang dominan (yang berkuasa)
dalam suatu komunitas tumbuhan yang memiliki indeks nilai penting yang tinggi,
sehingga spesies yang memiliki nilai indeks nilai penting dominan tentu saja
memiliki indeks nilai penting yang paling besar.
Berdasarkan gambar 1, pohon yang memiliki indeks nilai penting yang
tinggi terdapat pada spesies Rhizophora mucronata dengan INP 501.34 yang
ditemukan pada plot 3. Sedangkan INP dari pohon yang terendah terdapat pada
spesies Lumnitzera racemosa dengan jumlah INP 20.06
Gambar 2 sapling yang memiliki indeks nilai penting yang tinggi terdapat
pada spesies dengan Xylocarpus granatum INP 79.16 yang ditenukan pada plot 3
sedangkan yang terendah terdapat pada spesies Lumnitzera racemosa dengan
jumlah INP 50.
Gambar 6 bibit yang memiliki indeks nilai tertinggi terdapat pada spesies
Rhizophora mucronata dengan jumlah INP 134.548 yang dapa ditemukan pada 3
plot .
b. Indeks keanekaragaman jenis (H’)
Keanekaragaman jenis suatu komunitas dikatakan memiliki
keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas disusun oleh banyak spesies.
Sebaliknya, suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang
rendah jika komunitas itu disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya sedikit yang
dominan (Zefry Arqino Ginting dkk, 2017). .Kriteria indeks keanekaragaman
jenis menurut Shannon Wienner (Odum, 1996): H’<1 = tingkat keanekaragaman
jenis rendah. 1<H<3 = tingkat keanekaragaman jenis sedang. H’>3 = tingkat
keanekaragaman jenis tinggi.

1.5

0.5

0
pohon sapling bibit
Gambar 4. Indeks keanekaragaman komunitas Mangrove
Dari hasil analisis data Indeks keanekaragaman jenis(H’) pada Kawasan
Hutan Mangrove Desa Teluk Pambang Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis
Rpada tingkat pertumbuhan pohon dikatakan sedang karena H’=1.258, dan data
sapling dikatakan sedang karena H’=1.07 dan bibit indekskeanekaragaman jenis
masuk dalam kategori rendah dangan H’= 0.860

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan perairan di
Universitas Riau memiliki cirri fisika dan kimia yang cukup baik, namun belum
baik dalam ciri biologi perihal keseimbangan ekosistem. Keseimbangan ekosistem
dapat tercermin dari indeks kelimpahan/kepadatan (E’) yang dimiliki oleh suatu
perairan. Karena nilai indeks kemerataan yang rendah pada seluruh stasiun,
mengindikasikan rendah nya keseimbangan ekosistem di Pantai Sinekip.
Berdasarkan analisis komposisi jenis spesies vegetasi strata pohon, sapling, dan
bibit yang dilakukan pada kawasan Hutan Mangrove, Desa Teluk Pambang,
Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis., ditemukan sebanyak 8 jenis tumbuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Odum E P, 1971. Fundamental of Ecology 3rd Ed.W B Saudars Company


Phyladelphia, Toronto, London.

Suwondo dan Yuslim Fauziah. 2016. Penuntun Praktikum Ekologi Perairan.


FKIP Universitas Riau, Pekanbaru.

Anda mungkin juga menyukai