Anda di halaman 1dari 12

Masyarakat dalam Perencanaan Kota

Ariesta Nugraha/ 170406095


Departemen Arsitektur, Universitas Sumatera Utara
Jl. Abdul Hakim No.1, Medan Telp. (061) 8211633
Email : arisarisaris0028500285@gmail.com

Abstrak
Adanya berbagai permasalahan di dalam pembangunan kota-kota di Indonesia,
khususnya kota-kota menengah dan kota besar, teutama diakibatkan kurang
dilibatkannya masyarakat didalam proses proses awal yaitu dari tahap perencanaan.
Akibatnya hasil pembangunan di kota-kota menengah dan besar di Indonesia cenderung
mengarah untuk menamoung kebutuhan sebagian kecil kelompok masyarakat yang
rata-rata berpenghasilan tinggi dan menengah . Sebagian besar kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah tidak tertampung aspirasinya, pada perencanaan pembangunan
kawasan. Maka, kota-kota di Indonesia menyajikan kondisi yang dilematik. Disatu sisi
pertumbuhan dan pembangunan kota cukup pesat, namun disisi lain mengakibatkan
masyarakat berpenghasilan rendah tersingkir dan semakin miskin. Terjadinya
kontradiksi ini akhirnya sering menimbulkan konflik sosial yang mengarah kepada
pengrusakan sarana prasarana fisik perkotaan dan sendi-sendi sosial antar kelompok
masyarakat yang sebelumnya sudah cukup kuat dan terpelihara dengan baik.
Dengan demikian, maka harusnya visi kota-kota besar dan menengah di masa
depan memerlukan pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat seluas luas
mungkin, sejak awal, yaitu tahap perencanaan. Bagaimana mekanisme keterlibatan
peran serta masyarakat di dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan kota
memerlukan pengkajian secara mendalam.

Kata kunci : pembangunan, kelompok masyarakat, perencanaan pembangunan

Pendahuluan

Pada tahap-tahap pendekatan awal program pembangunan kota-kota di


Indonesia dilakukan secara sektoral. Selain sektoral pendekatan dilakukan secara top
down. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah/ Kota merencanakan pembangunan
kota-kota dengan program/ proyek untuk ukuran area yang sangat luas dan sifatnya
lebih kepada instruksi dari instansi-instansi atas ke instansi-instansi dibawahnya.
Pendekatan ini berhasil apabila disetujui secara luas oleh masyarakat luas, terkait
perumusan tujuan pengembangan dan kewenangan pengaturan dan prosedur
adminstrasi bagi seluruh kelompok masyarakat. Namun nyatanya program seperti itu
banyak gagal. Masyarakat id daerah perkotaan negara-negara berkembang termasuk
Indonesia, pada kenyataannya tetap miskin, sulit mencari pekerjaanya.
Masalah-masalah dan kelemahan tersebut menyebabkan diperlukannya inisiatif
baru di dalam pendekatan proses penyusunan perencanaan pembangunan kota, untuk
tujuan mensejahterakan masyarakat secara luas. Inisiatif baru ditujukan kepada
kegiatan penyusunan perencanaan pembangunan kota, dengan melibatkan masyarakat
setempat (komunitas lokal). Penterlibatan ini dimulai sejak awal, yaitu sejak penyusunan
perencanaan pembangunan. Dalam hal ini perencanaan pembangunan kota bukan
hanya merencanakan pembangunan fisik semata, tetapi adalah perencanaan ruang (
spatial-plan), dimana “manusia” terdapat didalamnya yang memiliki cita-cita sama
mendapatkan kehidupan dan penghidupan yang aman, adil dan sejahtera.

Perencanaan kota berbasis masyarakat

Pada tahun 1994 UNCHES di Nairobi mendeklarasikan The New Planning


Paradigm, yang intinya adalah bahwa dalam proses penyusunan perencanaan
pembangunan kota harus melalui/ mempertimbangkan community-participation,
involvement of all interest group, horizontal and vertical coordination, sustainability,
financial-fesibility, subsidiary and interaction of physical and economic planning.
Penjabaran dari deklasrasi dunia ini oleh masing-masing negara diadopsi dengan
konsekuensi bahwa “masyarakat” lah yang menjadi target program-program public.
Siapa yang akan terpengaruh langsung oleh perencanaan pembangunan kota dan
perencanaan pembangunan kota dan perencanaan pembangunan berhak memberikan
share dalam keputusan-keputusan yang diterbitkan,dalam perencanaan pembangunan
yaitu dalam suatu demokrasi anggota masyarakat harus memiliki kesempatan berperan
serta dalam proses pengambilan kemputusan untuk menentukan masa depan mereka.
Dalam proses tersebut, masyarakat memegan peran penting dalam pelaksanaan
dari hulu ke hilir. Pertanyaan yang saat ini sering diwacanakan adalah :
 Apakah masyarakat mengerti soal penataan ruang ?
 Masyarakat yang seperti apa yang harus dilibatkan dalam penataan ruang?
 Bukankah kehadiran masyarakat akan menambah “ongkos produksi” proses
penataan ruang ?
 Bukankah tugas perancanaan untuk memberikan pencerahan (englightment)
kepada masyarakat mengenai penataan ruang ?

Berdasarkan defenisi luas planning yang dikemukakan oleh John Friedman


dalam bukunya Planning In The Public Domain (1987), dapat disimpulkan bahwa
filosofi peran serta masyarakat dalam perencanaan mengalami pergeseran dari for
people sebagai sifat perencanaan social reform menjadi by people sebagai sifat
perencanaan dalam social learning. Namun faktanya yang saat ini banyak terjadi
adalah mismatch antara tindakan masyarakat dengan rencana yang diinginkan. Hal
ini, tidak bisa dipersalahkan kepada masyarakat semata dengan menganggap
masyarakat tidak mengerti dengan rencana tata ruang, namun perencanaan pun
harus mengevaluasi peran yang diambilnya yang menyebabakan kondisi seperti ini
terjadi. Beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh dunia perencanaan terkait
dengan relasi antara masyarakat dan perencanaan adalah :

1. Rencana Tata Ruang belum menjadi dokumen populis yang menginternal di


kalangan masyarakat. Penataan ruang atau perencanaan kota memang telah
lama menjadi wacana public yang dibicarakan. Akan tetapi untuk dokumen
rencana sendiri, perencana (baik swasta ataupun Pemerintah) belum mampu
mentransformasi dkoumen rencana sebagai sebuah action plan bersama
elemen masyarakat untuk mewujudkan kondisi ruang yang baik.
2. Tidak akuntabelnya proses penyusunan rencana tata ruang. Proses
perencanaan yang sangat tekonokratik dan birokratik, seringkali
menyebabkan proses tersebut menjadi sangat eksklusif. Akibatnya terjadi
krisis kepercayaan terhadap produk ruang, baik dari segi kebutuhan, metode,
hasil ataupun tindakan lanjut. Dokumen rencana yang sangat birokratik
sayangnya sering dianggap miring sebagai salah satu proyek semata saja
oleh elemen masyarakat.
3. Mismatch antara rencana dengan prilaku masyarakat. Ketidakoptimalan pra
perencana dalam memobilisasi sumber daya dalam perencanaan tata ruang
mengakibatkan tidak sinkrkonnya prilaku masyarakat dalam perencanaan
tata ruang, mengakibatkan tidak sinkronnya prilaku masyarakat dalam
pemanfaatan ruang dengan dokumen rencananya sendiri. Sebuah rencana
memang sejatinya memberikan arahan terhadap pemanfaatan ruang.
Kolaborasi antara konsep teknis dengan realita di lapangan bukan sebuah
usaha untuk kompromi, melainkan usaha untuk mendekatkan kesenjangan
antara prilaku masyarakat dan arahan ruang.

Kertiga persoalan diatas sebenarnya bukan persoalan baru yang terjadi


belakangan ini. Persoalan ini sudah bertahun-tahun dan belum ada sebuah
kompromi mengenai cara menyelesaikannya.

Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat

a. Hak
Dalam penataan ruang, setiap orang berhak :
 Mengetahui rencana tata ruang;
 menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
 memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
 mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di
wilayahnya;
 mengajukan tuntutan pembatalan izin dan pengentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata runag kepada pejabat berwenang;
dan
 mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/ atau
pemegan izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
b. Kewajiban
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib :
 Menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
 Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
dari pejabat yang berwenang;
 Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
 Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik
umum.
c. Sanksi
Setiap orang yang melanngar ketentuan sebagaimana dimaksud
diatas, dikenai sanksi administratif. Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud diatas dapat berupa :
 Peringatan tertulis;
 pengentian sementara kegiatan;
 penghentian sementara pelayanan umum;
 penutupan lokasi;
 pencabutan izin;
 pembatalan izn;
 pembongkaran bangunanl
 pemulihan fungsi ruang; dan/atau
 denda administrsatif

Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud diatas diatur dengan peraturan pemerintah.

d. Peran Masyarakat
Penyelenggara penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan
melibatkan peran masyarakat. Peran masyarakat dalam penataan
ruang sebagaimana dimaksud diatas dilakukan, antara lain, melalui :
 Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
 partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
 partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Dalam pelaksanaannya, maasyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan penataan


ruang dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan. Dalam hal masyarakat mengajukan
gugatan sbagai dimaksud diatas, tergugat dapat membuktikan bahwa tidak terjadi
penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang.

Peran serta dalam hal ini diterjemahkan dari asal kata participation, yang diantaranya
mempertimbangkan pendapat, mengartikan secara singkat bahwa partisipasi itu adalah “ take a
part “atau ikut serta. Oleh karena itu, suatu peran serta memerlukan kesediaan kedua belah
pihak dalam suatu hubungan yang saling menguntungkan.

Adapun tujuan peran serta masyarakat yang ingin dicapai, pada prinsipnya harus
pula dikondisikan suatu situasi dimana timbul keinginan masyarakat untuk berperan serta. Hal
ini akan sangat menentukan keberhasilan dan kegagalan pencapaian tujuan peran serta
masyarakat itu sendiri. Pengkondisian tersebut harus mengarah kepada timbulnya peran serta
bebas dan mengeliminir sebanyak mungkin peran serta terpaksa'. Peran serta bebas terjadi bila
seorang individu melibatkan dirinya secara sukarela di dalam suatu kegiatan partisipatif
tertentu, walaupun dalam klarifikasi ini masih dapat dibagi ke dalam :
- Peran serta spontan (keyakinan sendiri kehendak murni tanpa melalui penyuluhan/ajakan);
dan
- Peran serta masyarakat terbujuk.

Strategi Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan wilayah

Strategi yang perlu dilakukan dalam mendorong proses partisipasi menuju good
government di dalam pembangunan adalah:

a. Peningkatan Kesadaran (Awareness Raising)

 Memperkaya konsep–konsep pembangungan partisipatoris dalam pengembilan


keputusan publik.
 Mendorong kesadaran eksekutif dan legislatitif agar lebih membuka diri
terhadap partisipasi masyarakat/warga. Dengan cara seminar, workshop dan
pelatihan untuk mengangkat aspek partisipasi ke dalam proses pembangunan.
 Mendorong permintaan yang lebih besar untuk partisipasi dan akuntabilitas
dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kebutuhan dan hak
mereka berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan
publik. Kegiatan utama berupa pendampingan, pelatihan serta kampanye publik.

b. Advokasi Kebijakan (Policy Advocacy)

 Membangun legal framework berupa kebijakan dan peraturan yang mendorong


partisipasi.
 Memberikan insentif/penghargaan terhadap inovasi untuk mendorong
partisipasi.
 Mendorong terbentuknya berbagai partnership antara Pemerintah dengan
komponen civil society dengan jalan mendesain dan melakukan uji coba proyek-
proyek inovatif dan partisipatif.
 Memantau program/proyek pemerintah khususnya yang mengandung
komponen partisipasi.
 Mempengaruhi kebijakan dan strategi lembaga-lembaga donor internasional
tentang partisipasi dan governance. Caranya antara lain dengan aktif terlibat
dalam proses konsultasi yang dilakukan berbagai lembaga donor ketika
melakukan policy dan strategi bantuannya. Cara lain adalah melakukan
pemantauan proyek pembangunan yang dibiayai lembaga keuangan.

c. Pengembangan Institusi (Institution Building)

 Mendorong terbentuknya Forum Tata Ruang sebagai wujud konsultasi publik.


 Memperbaiki kualitas partisipasi antara lain dengan menjamin keterlibatan
kelompok perempuan dan kelompok marjinal lainnya dalam proses partisipasi
 Memperkuat jaringan antar-NGOs di daerah agar terjadi shared learning antar-
institusi sehingga menjadi lebih efektif menjalankan perannya mendorong good
governance
 Memfasilitasi upaya penguatan institusi melalui civil education untuk
membangun dan mengembangkan kekuatan serta mengasah keterampilan
berpartisipasi secara efektif.

d. Pengembangan Kapasitas ( Capacity Building )

 Mengembangkan berbagai metode alternatif dan teknik-teknik partisipasi.


 Menyediakan skilled facilitator untuk memfasilitasi proses partisipasi.
Pelatihan untuk Community Organiser (CO) dilakukan oleh banyak lembaga
untuk mengkader fasilitator-fasilitator handal.
 Membangun system informasi dan komunikasi berbagai komunitas
(community based development).
 Melakukan pelatihan penggunaan metode partisipatoris baik untuk aparat
pemerintah, aktivis, LSM maupun masyarakat. Dengan demikian pelibatan
masyarakat dalam penataan ruang menjadi sangat relevan dalam rangka
menciptakan wilayahnya, yaitu tata ruang yang mengutamakan kepentingan
masyarakat dan menciptakan lingkungan yang asri.

Berdasarkan pada beberapa hal yang telah diuraikan maka beberapa hal pokok yang
terkait penataan ruang dalam rangka pelibatan masyarakat sebagai berikut:

 Penatan ruang yang meliputi perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian


pemanfaatan ruang mutlak dibutuhkan dalam rangka menjamin hak kepemilikan setiap
orang, mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dan mengelola perkembangan
pembangunan yang terjadi (development growth management)
 Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan penataan ruang tersebut perlu melibatkan
masyarakat dengan pendekatan community driven planning. Dengan pendekatan ini
diharapkan:
 Terciptanya kesepakatan dan aturan main di masyarakat dalam rangka mewujudkan
keadilan sosial disebabkan program penataan ruang yang disusun sesuai dengan
aspirasinya.
 Meningkatnya rasa memiliki masyarakat terhadap program pemanfaatan ruang yang
sejalan dengan terakomodasinya aspirasi masyarakat dalam program penataan ruang.
 Mewujudkan masyarakat mandiri yang dapat memenuhi dan mengupayakan
pemenuhan kebutuhannya sendiri seiring dengan proses pembelajaran berpartisipasi
yang terkandung dalam pendekatan peran serta masyarakat dalam penataan ruang.
 Meningkatnya legitimasi program pembangunan Kabupaten/Kota karena disepakati
secara bersama-sama yang pada akhirnya dapat mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan.
 Dengan meningkatnya peran serta masyarakat dalam Penataan ruang maka good
governance dapat diwujudkan yang pada akhirnya semakin meningkatkan efesiensi dan
efektifitas pembangunan wilayah. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pembangunan
akan lebih bisa dilakukan secara transparan, akuntabel, bermoral dan beretika yang
berorientasi pada rakyat.

Contoh perencanaan kota yang (cenderung) mengabaikan masyarakat


Salah satu contoh bentuk perencanaan kota yang “mengabaikan” masyarakat
adalah kebijaka proyek pembangunan Bandara Internasional di Yogyakarta yang dinilai
merugikan masyarakat lokal. Konflik sosial di Yogyakarta mulai memanas pada 2014
dengan pelibatan aoarat kepolisian yang memblokade kelompok masyarakat yang
menolak aca forum Diskusi Publik sehingga mengakibatkan kekacauan. Sementara
Sulta Hamengkubowono X sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta tetap
mengeluarkan izin Penetapan Lokasi. Sebagian besar masyarakat setempat yang
kehilangan lahan akibat pembangunan bandara adalah petani buah dan sayuran, maka
tidak heran pada masa awal, ribuan orang menolak proyek bandara tersebut. Proyek
pembangunan bandara internasional Yogyakarta adalah salah satu proyek infrastruktur
ambisius yang perlu dievaluasi. Data dari Kementrian keuangan, anggaran negara untuk
infrastruktur naik Rp 1,7 triliun dari usulan RAPBN 2018, termasuk di dalamnya proyek
pembangunan bandara. Anggaran tanpa peraturan yang baik dapat merugikan negara.
Perencanaan dan peraturan dalam rencana pemerintah harus dibuat dengan Prinsip
keadilan dan untuk kesejahteraan rakyat. Jika tidak, proyek infrastruktur bukannya
menuai keuntungan namun justru menyengsarakan masyarakat yang terdampak.

Contoh perencanaan kota yang memperdulikan masyarakat


Salah satu contoh perencanaan kota yang baik dan memperhatikan
masyarakatnya adalah kota Bekasi. Sebab baru-baru ini, Pemerintah Kabupaten dan
Kota Bekasi, Jawa Barat, berhasil memperoleh penghargaan sebagai salah satu daerah
yang memiliki perencanaan pembangunan terbaik pada 2015. Pembangunan di Kota
Bekasi terfokus pada tahun kelembagaan dan penataan, kemudian pelayanan dasar,
infrastruktur dan utilitas. Berdasarkan pencatatan Bappeda Kota Bekasi, pendapatan
daeah pada 2013 hanya Rp 969 miliar, sedangkan pada 2017 tercatat mendapat lebih
dari Rp 1,7 triliun. Peningkatan ini selaras dengan kebutuhan hasil perencanaan daerah
yang tertuang dalam RPJMD. Sementara RPJMD tiap tahunnya memiliki prioritas yang
berbeda beda, mislana pada 2016 pembangunan diarahkan pada infrastruktur dan
utilitas, sementara pada 2017 pemerintah mencanangkan tahun investasi dan
perekonomian daerah. Kota Bekasi memiliki dinamika pembangunan yang dinamis dari
waktu ke waktu hingga akhirnya mengalami fase pembangunan yang massif yang
semakin terlihat manfaatnya oleh masyarakat, dan lagi Bekasi masuk dalam lingkar
metropolis dan bereperan dalam menyediakan lahan untuk pembanguan rel kereta, api
double track, jalan tol Becakayu, pembangunan infrastruktur LRT dan kereta api cepat
Jakarta-Bandung, dan lain sebagainya.
Berbagai pencapaian dari prestasi-prestasi kerja tersebut mendapatkan penilaian
secara komprehensif dari pemerintah pusat dimana kemendagri telah melakukan
evaluasi penyelenggaraan kinerja Pemerintah Kota Bekasi tahun 2017 dengan nilai
3,139 yang artinya Pemerintah Kota Bekasi di tahun 2017 dikategorikan bekerja sangat
tinggi.
Kesimpulan
Penatana ruang pada hakikatnya merupakan sebuah upaya membuat rencana
untuk kepentingan masyarakat. Sepertinya prinsip ini sudah disepakati oleh semua
orang. Untuk itu langkah kedepan selajutnya adalah bagaimana membuat masyarakat
menjadi bagian dari proses perencanaan. Bagaimana dari proses perencanaan tentunya
tidak bisa dengan mudah dilakukan media sosialisasi dan diskusi publik, akan ada
banyak tahapan-tahapan yang harus dilalui yang merupakan tugas perencana.
Menyamakan pengetahuan antara masyarakat dan perencana adalah agenda
bersama sebagai perencana dalam merencanakan untuk merencanakan untuk
masyarakat. Karena suatu hal tidak mungkin apabila kita merencanakan untuk
masyarakat tanpa berbagi informasi mengenai rencana tata ruang.
Daftar Pustaka

https://www.google.co.id/url?q=http://www.rudyct.com/PPS702-
ipb/04212/eddy_siahaan.htm&sa=U&ved=2ahUKEwiFhL_P4MrkAhVbnI8KHcv-
AkgQFjACegQICBAB&usg=AOvVaw38tbrjXVd7LN7AqkdLgtGv

https://perencanamuda.wordpress.com/2010/03/02/memasyarakatkan-rencanamerencanakan-
masyarakat/

http://www.penataanruang.com/hak-kewajiban-dan-peran-masyarakat.html

https://iap2.or.id/partisipasi-publik-diperlukan-dalam-penataan-ruang-perkotaan/

https://theconversation.com/aspek-keadilan-sering-dilupakan-dalam-pembuatan-kebijakan-
pembangunan-infrastruktur-di-indonesia-105584

https://m.liputan6.com/news/read/2207930/bekasi-dinobatkan-jadi-kota-perencanaan-
pembangunan-terbaik

https://media.neliti.com/media/publications/130949-ID-partisipasi-masyarakat-dalam-
perencanaan.pdf

http://ocw.usu.ac.id/course/download/10580000035-perencanaan-
kota/tka_541_slide_perencanaan_kota-kota_di_indonesia.pdf

Anda mungkin juga menyukai