Anda di halaman 1dari 29
t as PERWUJUDAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA. DALAM NEGARA KESEJAHTERAAN Ge UNIVERSITAS GADJAH MADA Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada ® Diucapkan di muka Rapat Senat Terbuka Universitas Gadjah Mada pada tanggal 15 Maret 1999 i Yogyakarta Oleh: Prof. Dr. Muchsan, S.H. Yang terhormat Ketua dan para Anggota Dewan Penyantun Univer- sitas Gadjah Mada, Yang terhormat Rektor/Ketua Senat, Sekretaris Senat dan para Anggota Senat Universitas Gadjah Mada, Yang terhormat para Pembantu Rekior, Dekan, Ketua Lembaga dan Kepala Pusat Penelitian/Pusat Studi di lingkungan Universitas Gadjah Mada, Yang terhormat segenap Sivitas Akademika Universitas Gadjah Mada, para tamu undangan, dan hadirin sekalian yang berba- hagia, Pertama-tama kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rakhmat, inayah serta barokah-Nya kepada kita semua. ‘Semakin tinggi jabatan yang dipangku seseorang, semakin berat beban serra pertanggung jawaban yang diembannya, Jabatan Gury ‘Besar merupakan jabatan akademik yang tertinggi. Dengan menyan- ‘dang jabatan ini, akan semakin berat beban serta tanggung jawab yang perlu dipikul serta dilaksanakan. Jabatan tertinggi yang dipercayakan kepada saya ini, wajib saya pertanggung jawabkan, baik kepada diri sendiri, masyarakat serta negara. Pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Iimu Hukum Admi- nistrasi Negara pada Fakultas Hukum UGM ini saya beri judul: "PERWUJUDAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA DALAM NEGARA KESEJAHTERAAN”. Hadirin yang terhormat, Salah satu tujuan reformasi adalah menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Saya ajak para hadirin yang terhormat ikut berpikir dan merenung sejenak untuk menetapkan kriteria yang dapat digunakan untuk menilai apakah pelaksanaan fungsi pemerin- tahan, telah bersih atau sebaliknya, khususnya di Indonesia yang ‘menggunakan tipe negara kesejahteraan (welfare state type). Pada tahun 1930 terjadilah krisis ekonomi pada sebagian besar niegara-t..zara di dunia ini, terutama negara-negara barat. Kegiatan- 2 kegiatan dalam bidang industri, perdagangan, transportasi, dan lain- Jain terhenti, dan akibatnya terjaditah banyak pengangguran. Pengang- guran yang membengkak ini merupakan pukulan berat dan melum- pubkan perekonomian seluruh negara. Hal yang demikian tidak mung- kin diatasi oleh masyarakat sendiri, melainkan negara dengan segala kekuasaannya dituntut segera mengatasinya. Muncullah gagasan, pikiran serta konsepsi sebagai terapi terhadap krisis tersebut. Pada permulaan abad XX labirlah konsepsi negara kesejahteraan (welfare state type), yekni sua tipe negara yang bertujyan untuk mense- jahterakan warganya. Konsepsi kenegaraan ini pertama-tama pada tahun 1936 dicetuskan oleh Beveridge (1992), seorang anggota Parlemen di Inggris yang berasal dari partai buruh, Dalam report-nya Beveridge mengungkapkan program-program sosial yang harus diwu- judkan oleh Negara dalam mensejahterakan masyarakat. Program- program tersebut antara lain tentang: = Memeratakan pendapatan masyarakat; = Usaha kesejahteraan sosial bagi masyarakat, yang dimulai se- ‘menjak manusia lahir sampai meninggal (from the craddle to the grave), — Mengusahaican lapangan kerja yang seluas-luasnya; — Pengawasan terhadap upah yang harus dilaksanakan oleh Peme- rintahy ~ Memperiuas usaha dalam bidang pendidikan bagi masyarakat, baik pendidikan formal mau pun pendidikan informal. Hadirin yang mula, Konsepsi negara kesejahteraan ini ternyata dapat diterima oleh kebanyakan negara-negara di dunia ini, karena pada prinsipnya kon- sepsi ini akan melengkapi dan menyempurnakan konsepsi negara bukum yang telah lama dianut oleh sebagian besar negara-negara yang. ada. Lahiriah konsepsi negara hukum modem, yang meninggalkan konsepsi Nachtwakersstaat yang hanya mencipiakan negara liberal (Von Schmid, 1982), Dalam konsepsi negara hukum modern ini, di samping melaksanakan fungsi rutinnya, Negara dituntut untuk mem- berikan pelayanan kepada masyarakat, agar dapat terwujud kehidupan masyarakat yang sejahtera. Konsepsi ini berkembang dengan pesat di Yang terhormat Ketua dan para Anggota Dewan Penyantun Univer- sitas Gadjah Mada, Yang terhormat Rekror/Ketua Senat, Sekretaris Senat dan para Anggota Senat Universitas Gadjah Mada, Yang terhormat para Pembantu Rekior, Dekan, Ketua Lembaga dan Kepala Pusat Penelitian/Pusat Studi di lingkungan Universitas Gadjah Mada, Yang terhormat segenap Sivitas Akademika Universitas Gadjah Mada, para tamu undangan, dan hadirin sekatian yang berba- hagia, Pertama-tama kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rakhmat, inayah serta barokah-Nya kepada ‘kita semua. ‘Semakin tinggi jabatan yang dipangku seseorang, semakin berat beban serta pertanggung jawaban yang diembannya. Jabatan Guru Besar merupakan jabatan akademik yang tertinggi. Dengan menyan- dang jabatan ini, akan semakin berat beban serta tanggung jawab yang, perlu dipikul serta dilaksanakan. Jabatan tertinggi yang dipercayakan kepada saya ini, wajib saya pertanggung jawabkan, baik kepada diri sendiri, masyarakat serta negara. Pidato pengukuhan sebagai Guru Besar lmu Hukum Admi- nistrasi Negara pada Fakultas Hukum UGM ini saya beri judul: *PERWUJUDAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA DALAM NEGARA KESEJAHTERAAN”™. Hadirin yang terhormat, * Salah satu tujuan reformasi adalah menciptakan pemerintahan “yang bersih dan berwibawa. Saya ajak para hadirin yang terhormat ikut berpikir dan merenung sejenak untuk menetapkan kriteria yang dapat digunakan untuk menilai apakah pelaksanaan fungsi pemerin- tahan, telah bersih atau sebaliknya, khususnya di Indonesia yang menggunakan tipe negara kesejahteraan (welfare state type). Pada tahun 1930 terjadilah krisis ekonomi pada sebagian besar negara-nicgara di dunia ini, terutama negara-negara barat. Kegiatan- 2 kegiatan dalam bidang industri, perdagangan, transportasi, dan lain- lain terhenti, dan akibainya terjadilah banyak pengangguran. Pengang- guran yang membengkak ini merupakan pukulan berat dan melum- puhkan perekonomian seluruh negara. Hal yang demikian tidak mung- in diatasi oleh masyarakat sendiri, melainkan negara dengan segala kekuasaannya dituntut segera mengatasinya, Muncullah gagasan. pikiran serta konsepsi sebagai terapi terhadap krisis tersebut, Pada permulaan abad XX lahirlah konsepsi negara kesejahteraan (welfare state type), yakni suaw tipe negara yang bertujuan untuk mense- jabterakan warganya. Konsepsi kenegaraan ini pertama-tama pada tahun 1936 dicetuskan oleh Beveridge (1992), seorang anggota Parlemen di Ingeris yang berasal dari partai buruh. Dalam report-nya Beveridge mengungkapkan program-program sosial yang harus diwu- judkan oleh Negara dalam mensejahterakan masyarakat. Program- program tersebut antara lain tentang: ~ Memeratakan pendapatan masyarakat; — Usaha kesejahteraan sosial bagi masyarakat, yang dimulai se- menjak manusia lahir sampai meninggal (from the craddle to the prave), — Mengusahakan lapangan kerja yang seluas-Inasnya: — Pengawasan tethadap upah yang harus dilaksanakan oleh Peme- rintah; ~ Memperluas usaha dalam bidang pendidikan bagi masyarakat, baik pendidikan formal mau purpendidiken informal Hadirin yang mulia, Konsepsi negara kesejahteraan ini ternyata dapat diterima oleh kebanyakan negara-negara di dunia ini, karena pada prinsipnya kon- sepsi ini akan melengkapi dan menyempurnakan konsepsi negara hukum yang telah lama dianut oleh sebagian besar negara-negara yang ada. Lahirlah konsepsi negara hukum modem, yang meninggaikan konsepsi Nachtwakersstaat yang hanya menciptakan negara liberal (Von Schmid, 1982). Dalam konsepsi negara hukum modern ini, di samping melaksunakan fungsi rutinnya, Negara dituntut untuk mem- berikan pelayanan kepada masyarakat, agar dapat terwujud kehidupan masyarakat yang sejahtera. Konsepsi ini berkembang dengan pesat di 3 Eropa Kontinental, terutama di Negeri Belanda. Lemaire (1976) dengan tegasnya menyatakan bahwa fungsi pemerintah terdiri dari lima fungsi utama, yakni (1) Bestuurszorg, (2) Bestuur, (3) Politie, (4) Justitie dan (5) Regelaar. Bestuurszorg functie meropakan fungsi yang pertama dari Negara dan berdiri sendiri terlepas dari bestuurs functie. Ini merupakan perombakan terhadap teori catur praja yang dikem- bangkan oleh C Van Vollenhoven. Fungsi zorgen inilah yang mem- bebankan kepada Negara untuk memberikan pelayanan yang sebaik- baiknya dan seluas-luasnya kepada masyarakat, sehingga semua lapis- ‘an masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dalam kehidupannya. ‘Negara-negara yang lahir setelah Perang Dunia IL, termasuk Negara RI menganui tipe negara hukum modem ini, yang lebih dikenal dengan istitah welfare state type. Dalam mewujudkan kescjah- teraan kehidupan warganya, Negara RI menckankan kepada terwu- judnya masyarakat yang adil dan makmur secara merata. Ini berarti bahwa Negara R.L. bertekad untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh bangsa Indonesia, bukan hanya bagi sekelompok atau seba- ian masyarakat tertentu saja Beberapa indikator yang menunjukkan bahwa Negara RI terma- suk tipe negara kesejahteraan adalah: 1. Salah satu sila dari Pancasila sebagai dasar falsafah negara (sila ke lima) adalah keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia. Ini berarti bahwa salah satu tujuan negara adalah mewujudkan kese- jahteraan lahir dan batin yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia. 2. Dalam Pembukaan UUD 1945 (alinea IV) dikatakan bahwa tujuan pembentukan Negata Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mema- jukan kesgjahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasrkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pernyataan ini merupakan penjabaran dari kesejahteraan yang akan diwujudkan bangsa Indonesia, Konsekuensinya Negara mengemban empat fungsi pokok, yakni protectional function, welfare function, educational Junction dan peacefulness function. 3. Dalam Pasal 33 ayat 1, 2 dan 3 UUD 1945 dinyatakan sebagai berikut. 4 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan casas kekeluargaan; (2) Cabang-cabang industri yang penting bagi Negara dan yang ‘mengenai hajat hidup orang banyak dikuasai Negara; (3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Dari ketentuan ini dapatlah disimpulkan bahwa Negara menguasai seluruh tanah beserta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sefta memegang monopoli terhadap cabang-cabang produksi yang mengelola bahan vital bagi kehidupan orang banyak, seperti perusahaan minyak dan gas bumi, air minum, aliran listrik, dan sebagainya. Meski pun demikian penguasaan ini dibatasi, harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 4, Dalam GBHN sebagai acuan dalam pembangunan Negara, dite- gaskan bahwa tujuan pembangunan nasional adalah membangun manusia Indonesia seutuhnya dalam rangka mewujudkan masya- rakat yang adil dan makmur secara merata. Pembangunan konsepsi negara kesejahteraan bagi Negara RT akan lebih tampak apabila dilihat dari fungsi Negara. Negara RI mengemban dua fungsi yang sama best, yakni fungsi reguler (regularity function) dan fungsi pembangunan (developing function) ‘(Suyamto, 1996). Fungsi yang bersifar reguler sering disebut juga fungsi yang rutin, yang harus dilaksanakan oleh Negara demi kelang- sungan kehidupan bernegara. Fungsi pembangunan merupakan fun; yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sepe program keluarga berencana, lingkungan hidup, kesetia kawanan sosial, dan sebagainya. Hadirin yang terhormat, Sebagai telah dikemukakan, bahwa ciri-ciri negara kesejahteraan adalah negara bertujuan mensejahterakan kehidupan warganya sccara ‘merata, dan negara dituntut untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dan seluas-luasnya kepada masyarakat. Tanpa pela- yanan yang baik dan merata, mustahil akan terwujud kesejahteraan pada kehidupan masyarakat, 5 Sehubungan dengan ciri-ciri tersebut maka ada dua gejala yang pasti muncul dalam negara kesejahteraan, yakni (1) campur tangan pemerintah tethadap aspek kehidupan masyarakat sangat Iuas, dan (2) dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan sering digunakan asas diskresi. Intervensi pemerintah terhadap aspek kehidupan masyarakat ini dituntut demi terciptanya kesejahteraan masyarakat yang merata, bukan kesejahteraan menurut konsepsi liberal. Dengan adanya campur tangan ini, dapat dihindari terjadinya free fight liberalism, yang hanya akan menguntungkan pihak yang kuat saja. Campur tangan ini diujud- kan dalam bentuk pengaturan-pengaturan serta pengarahan-penga- yaban dari pihak Negara terhadap kehidupan masyarakat, Dengan Gemikian gerak Keiidupan masyarakat akan searah dengan pem- bangunan yang dilaksanakan oich Negara. Menurut irving Swerdlow (1979) campur tangan Pemerintah dalam proses pembangunan terhadap perkembangan_kehidupan ‘masyarakat dapat dilakukan dengan lima macam cara, yakni: 1. Operasi langsung (direct operation) Daiam hal ini Pemerintah langsung aktif melakukan kegiatan yang dimaksudkan, Misalnya dalam penciptaan keluarga kecil sejahtera, Pemerintah melaksanakan program KB Dalam kehidupan ekonomi, Pemerintat langsung membentuk dan mengarahkan bentuk-bentuk koperasi. 2. Pengendalian langsung (direct control) Langkah Pemerintah diwajudkan dalam bentuk penggunaan per- izinan, lisensi, penjatahan, dan lain sebaginya. Sudah barang tentu lembaga pemberi ijin harus mendapatkan Kewenangan untuk itu terlebih dahulu berdasarkan peraturan hukum yang berlaku. Oleh kerenanya dalam hal ini dituntut adanya pembagian kewenangan (distribution of authority) yang jelas dan tegas, demi adanya kepas- tian hukum yang tinggi. 3. Pengendalian tak langsung (indirect control) Lewat peraturan perundang-undangan yang ada Pemerintah dapat menetapkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk terlaksananya suatu kegiatan tertentu, misalnya penggunaan devisa tertentu diperbolehkan asal untuk pembelian barang-barang ter- tenty, Demikian pela untuk mnelakukan poligami misalnya, harus dipersthi persyuratan-persyarztan tertentu. Dengan adanya persya- 6 ratan tersebut berarti Pemerintah telah mengarahkan agar hal tersebut terlaksana sesuai dengan tujuan Negara. 4. Pemengaruhan langsung (direct influence) Intervensi versi ini dilakukan dengan cara persuasif, pendekatan atau pun nasehat, agar supaya anggota masyarakat tertentu mau bertingkah laku seperti yang dikchendaki oleh Pemerintah. Misal- nya dengan pemberian penyuluhan agar masyarakat petani mau berkopersi, melakukan transmigrasi, dan sebagainya. 5. Pemengaruhan tak langsung (indirect influence) Int merupakan bentuk involvement yang paling ringan, tetapi tuju- annya tetap untuk menggiring masyarakat agar berbuat seperti yang dikehendaki oleh Pemerintah. Misainya pemberian informasi, penjelasan suatu kebijaksanaan Pemerintah, pemberian penghar- gaan kepada para teladan pada bidangnya masing-masing, dan sebagainya. Dari uraian ini, dapatlah disimpulkan, bahwa di Indonesia cam- pur tangan Pemerintah terhadap aspek kehidupan masyarakat ini diwujudkan dalam bentuk pengaturan dan perijinan. Segala aspek Kehidupan masyarakat, baik dalam bidang politik, sosial, budaya, pendidikan mau pun bidang-bidang lainya, diatur oleh Pemerintah. Aktivitas-aktivitas tertentu yang dilakukan oleh individu mau pun kelompok harus ada ijin Pemerintah, minimal diberitahukan terlebih Gahulu kepada Pemerintah. Dengan pengaturan dan perijinan ini Pemerintah dapat melakukan monitoring langsung secara kontinyu terhadap aspek kehidupan serta kegiatan masyarakat. Dengan demi- kian aspek kehidupan dan kegiatan masyarakat tersebut dapat diarah- kan sedemikian rupa sehingga dapat menunjang gerak serta derap pembangunan secara maksimal. Dengan perkataan lain, Pemerintah dapat menetralisir aspek kehidupan serta kegietan masyarakat yang sekiranya dapat menghambat lajunya pembangunan nasional. Ini berarti tujuan pembangunan nasional dapat segera terwujud. Lagi pula, dengan pengaturan dan perijinan ini hasil pembangunan dapat diratakan ke seluruh lapisan masyarakat. Tanpa campur tangan Pemerintah yang berbentuk pengaruran dan perijinan ini, kemakmuran hanya akan menggelembung pada kelompok-kelompok tertentu, yang beranti tidak dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. ‘Tampak dengan jelas, dengan adanya campur tangan Pemerintah 7 ini akan semakin melebar dan meluas kekuasaan Pemerintah, Dengan berkembangnya fungsi zorgen ini, aktivitas Pemerintah dengan bebas masuk ke dalam aspek-aspek kehidupan dan kegiatan masyarakat. Dengan perkataun lain, fungsi zorgen ini membawa akibat kekuasaan Pemerintah seolah-olah tidak terbatas, asalken kekuasaan tersebut ditujukan pada kesejahteraan masyarakat. Dalam kenyataannya, pengertian dan makna kesejahteraan masyarakat ini diidentikkan dengan kepentingan umum. Demi kepentingan umum Pemerintah dapat berbuat apa saja. Kepentingan umum menghalalkan segala cara. Membengkaknya kekuasaan Pemerintah ini semakin tidak ter- bendung, apabila dibarengi muncuinya faktor-faktor sebagai berikut. 1. Dalam mencampuri aspek kehidupan masyarakat yang diujudkan dalam bentuk pengaturan dan perijinan Pemrintah meninggaikan metoda pendeketan sosial (social approach), dan hanya meng- gunakan satu macam pendekatan saja. Dengan hanya menggunakan metoda pendekatan Keamanan (security approach) kebebasan Pemerintah untuk mencampuri aspek kehidupan masyarakat tidak tetbatas, yang berarti akan membelenggu kebebasan individu. 2. Hukum yang berbentuk peraturan perundang-undangan yang digu- nakan sebagai aturan permainan dalam hidup bernegara ini bersifat ortodoks. Peraturan perundang-undangen yang demikian akan berorientasi pada keadilan dan kebenaran menurut penguasa, yang derarti suki untuk menjamin adanya perlindungan hukum yang berbobot yang diberikan kepada masyarakat Sistem paternalisme yang berakar kuat pada kehidupan masyarakat Indonesia, Dengan kuatnya sistem ini, hubungan antara penguasa dengan masyarakat merupakan hubungan antara patroon dengan client. Patroon dapat memaksakan kehendaknya kepada client, dan apa yang diperbuat oleh patroon pasti selalu baik. Hadirin yang mutia, Gejala yang kedua, yakni seringnya digunakan asas diskresi dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan, terjadi karena Pemerintah diberi kebebasan bertindak, sejauh tindakan tersebut untuk mewu- judkan kesejahteraan kehidupan masyarakat. Dengan penggunaan asas jni terjadilah apa yang disebut delegatie van wetgeving yang menim- 8 bulkan semakin luasnya kekuasaan Pemerintah, Di sini Pernerintah tidak hanya melaksanakan fungsi pemerintahan saja, akan (etapi juga melaksanakan fungsi perundang-undangan. Ini berarti semakin me- nambah meluasnya kekuasaan Pemerintah. Terjadilah apa yang dise- but executive superiority. Gejala ini akan lebih terpacu, apabila disertai dengan kondisi-kondisi sebagai berikut. 1. Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar perbuatan apa- rat Pemerintah tidak bersifat limitatif, melainkan bersifat fakultatif. Peraturan perundang-undangan yang rumusannya bersifat fakultatif akan menciptakan perbuatan pemerintah yang bebas (vrij bestuur). Peraturan perundang-undangan yang berbentuk UU Pokok meru- pakan peraturan perundang-undangan yang bersifat fakultatif. Schubungan dengan ini, semakin banyaknya UU Pokok yang lahir, semakin mempertuas kebebasan Pemerintah. Hal ini dikarenakan UU Pokok tidak langsung dapat diterapkan, sehingga Pemerintah dengan bebas membuat peraturan pelaksanaan dan peraturan tek- nisnya. Permasalahan akan timbul apabila juklak dan juknis ini tidak sesuai bahkan bertentangan dengan materi pokoknya. 2. Dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan, Pemerintah sering ber- buat hanya menggunakan dasar kebijaksanaan saja, Karena dasar- ya semata-mata hanya Kebjjaksanaan saja, perbuatan tersebut sering lepas dari peraturan perundang-undangan yang semestinya mendasari perbuatan tersebut. Sehubungan dengan pembangunan dititikberatkan pada pemangunan ekonomi, maka tidak jarang terjadi dalam pembangunan ekenomi ini mengesampingkan Kondisi hukum yang ada. Seperti tindakan-tindakan deregulasi pada masa orde baru, sering dilakukan dengan menyisihkan peraturan per- undang-undangan yang berlaku. Hal ini akan memperluas kebe- basan Pemerintah, mengingat kebijaksanaan ini tidak dapat divji, khususnya oleh lembaga peradilan. 3, Belum adanya peraturan perundang-undangan (minimal yang ber- bentuk UU) yang mengatur pengertian kepentingan umum secara tuntas. Ini berarti belum tercapai kepastian hukum dalam masalah penjabaran pengertian kepentingan umum ini. Hal ini smakin rancu, dengan memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk menetapkan suatu kepentingan merupakan kepentingan umum. Mudablah dimengerti, dengan dalih suatu kepentingan umum yang 9 harus dipenuhi, kebebasan perbuatan Pemerintah semakin me- ningkat. Hadirin yang terhormat, Dari uraian di muka tampak dengan jelas bahwa konsekuensi logis dari negara kesejahteraan adalah sangat luasnya kekuasaan dan kebebasan Pemerintah, Dominannya kekuasaan Pemerimtah ini akan menimbulkan beberapa akibat yang tendensinya dapat merugikan masyarakat. Akibat-akibat tersebut antara lain: 1. Akan terjadi sistem birokrasi yang berbelit-belit dan berkepan- jangan. Hal ini justru kontras dengan tajuan negara kesejahteraan itu sendiri, yakni memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dan seluas-Iuasnya kepada masyarakat. 2. Akan dapat terjadi arogansi Pemerintah. Aparat Pemerintah bukan lagi sebagai abdi masyarakat, akan tetapi sebaliknya, masyarakat yang harus melayani Pemerintah. 3. Kebebasan individu akan semakin sempit sebagai akibat semakin meluasnya kebebasan dan kekuasaan Pemerintah. Jelaslah kiranya, apabila kebebasan Pemerintah berkembang tanpa kendali akan cenderung menghidupkan sistem otoriter dalam pemerintahan, yang tendensinya akan menghambat terwujudnya pe- merintahan yang bersih dan berwibawa (clean and strong govern- ment), yang merupakan sarana mutlak untuk terciptanya masyarakat yang adil dan makmur yang dapat memberikan perlindungan bukum yang berbobot kepada warga masyarakat. Hadirin yang terhormat, Perlu dipikirkan (kriterium) untuk menilai apakah pemerintahan telah bersih dan berwibawa, atau sebaliknya. Menurut hemat saya, ada dua kriteria yang dapat digunakan, yakni (1) frekuensi terjadinya perbuatan pemerintahan yang sewenang-wenang, dan (2) dilaksanakan tidaknya asas-asas umam pemerintahan yang baik. Perbuatan peme- fintahan dalam mencampuri aspek kehidupan masyarakat diujudkan dalam bentuk keputusan Tata Usaha Negara (beschitking). Dalam pengambilan suatu keputusan, Pemerintah haras mempertimbangkan 0 seluruh kepentingan yang terkait atau mongkin akan terkait dengan keputusan yang akan diambilnya itu. Bahkan sering terjadi kepen- tingan-kepentingan tersebut bersifat antagonis antara yang satu dengan yang lain, misalaya kepentingan umum dan kepnetingan individu. Pemerimah harus jeli dan teliti dalam mempertimbangkan seluruh kepentingan tersebut, jangan sampai yang salu akan meru- gikan yang lain. Inj berarti Pemerintah dituntut untuk dapat menye~ rasikan antara kepentingan-kepentingan yang berbeda tersebut dalam Keputusannya. Suatu keputusan dikatakan lepat, apabila kepentingan yang diatur oleh Keputusan tersebut merupakan kepentingan yang paling menguntungkan, terutama bagi kepentingan umum. Apabila Pemerintah dalam memproduksi keputusan salah dalam memper- timbangkan kepentingan tersebut sehingga keputusan yang dibuatnya lebih banyak merugikan kepentingan umum, di sinilah terjadi per- buatan penguasa yang sewenang-wenang (willekeur). Dapatlah disim- pulkan, perbuatan panguasa yang sewenang-wenang terjadi apabila terpenuhi unsur-unsur sebagai berikut. 1. Penguasa yang berbuat secara yuridis memiliki kewenangan untuk berbuat (ada peraturan dasarnya); 2. Dalam = mempertimbangkan kepentingan yang terkait dalam keputusan yang dibuat oleh Pemerintah, unsur kepentingan umum kurang atau tidak diperhatikan; 3. Perbuatan ‘tersebut menimbulkan kerugian nyata bagi pihak tertentu. Dalam Hukum Administrasi Negara, bentuk perwujudan perbu- atan. yang sewenang-wenang ini ada lima kelompok, yakni (1) perbu- atan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatig overheidsdaad), 2) perbuatan melawan Undang-undang (onwetmatig), (3) perbuatan yang paling tidak tepat (onjuist), (4) perbuatan yang tidak bermanfaat (ondoelmatig) dan (5) perbuatan yang menyalah gunakan wewenang (misbruik van macht, detournement de puovoir), Hadirin yang saya hormati, Untuk perbuatan melawan hukum oleh penguasa, telah ada yurisprudensinya, yakni putusan Mahkamah Agung RI No. 838K/Sip/1970, tertanggal 3 Maret 1971. Dalam putusan tcrsebut, antara lain dinyatakan: "Perbuatan melawan hukem oleh penguasa harus diukur dengan Undang undang dan peraturan formal yang berlaku. Selain itu harus pula diukur dengan Kepentingan dalam masyarakat yang scharusnya dipatut oleh penguasa” ‘Tampak dengan jelas, bahwa menurut Mahkamah Agung untuk adanya perbuatan melawan hukum oleh penguasa diperlukan adanya dua kriteria, yakni: 1. Perbuatan penguasa melanggar Undang-undang dan atau peraturan forma) yang berlaku ; 2. Perbuatan penguasa melanggar kepentingan dalam masyarakat yang seharusnya dipatuhinya. Salah satu ciri dari negara hukum adalah berlakunya asas Jegalitas dalam negara tersebut. Ini berarti bahwa dalam negara hukum seperti RI semua perbuatan Pemerintah haruslah legal, maksudnya sah menurut Undang-undang (weimatig). Perbuatan Pemerintah yang tidak sesuai dengan Undang-undang ini disebut perbuatan yang iliegal atau onwetmarig (perbuatan yang melanggat Undang-undang). ‘Undang-undang di sini harus diartikan secara luas, baik dalam penger- tian yang formil (wet in formele zin) mau pun dalam pengertian yang ‘materiil (wet in matriele zin) Onjuistheid atau ketidak tepatan dari suatu perbuatan atau keputusan Administrasi Negara adalah masalah interpretasi (penaf- siren terhadap peraturan perundang-undangan yang disengketakan), Ketidak tepatan ini dapat pula terjadi apabila dalam melakukan suatu perbuatan, penguasa (Pemerintah) menggunakan dasar pertimbangan yang salah atau keliru. Dasar pertimbangan ini meliputi baik yang berbentuk fakta mau pun yang berbentuk peraturan-peraturan hukum yang mendasari dilakukannya perbuatan tersebut. Dengan dasar per- timbangan yang keliru, sudah barang tentu konklusi atau diktum yang diambil akan keliru juga. Fungsi aparat Administrasi Negara, di samping melaksanakan tugas pemerintahan, Juga melaksanakan tugas pembangunan. Dalam ‘melaksanakan tuges pembangunan inilah aparat tersebut dituntut untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat (public service) dengan tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Apabila 12 hasil dari perbuatan aparat tersebut temyata tidak bermanfaat bagi masyarakat, maka perbuatan ini disebut perbuatan yang ondoelmatig, Dengan demikian untuk menetapkan ada tidaknya perbuatan yang endoelmatig ini, bukan ditihat dari perbuatannya an sich, akan tetapi lebih ditekankan pada hasil perbuatan yang diwujudkan sebagai akibat perbuatan yang dilakukan, Ukuran bermanfaat atau tidaknya suatu perbuatan administratif adalah kemampuan hasil perbuatan tersebut dalam memenuhi kepen- tingan umum yang dituju oleh perbuatan tersebut, Suatu perbuatan administratif meski pun secara de facto merugikan kepentingan pero- Tangan atau suatu golongan, akan tetapi hasil perbuatan tersebut berguna bagi masyarakat luas, perbuatan itu tidak dapat digolongkan sebagai perbuatan yang ondoelmatig. Perbuatan menyalah gunakan wewenang sering terjadi dalam pelaksanaan Pemerintahan yang bersifat bebas (vrij bestuur). Dalam pelaksanaan pemerintahan yang demikian ini, aparat Pemerintah dapat berbuat bebas sesuai dengan kebijaksanaannya, asalkan masih dalam lingkup wewenang yang dimilikinya menurut peraturan perundang- undangan. Tentang pengertian perbuatan menyalah gunakan wewe- nang ini, Prof. W.F. Prins berpendapat : “Er schijnt bij de huidige standdar fursprudentte incake het begrip misbruik van mach geen reden meer re bestaan voor een raime opvatting van he? begrip detournemen: de pouvoir, die medeatlelei vormen van ongerrecht vaardige discrimanatie zou omvatten. Wil men deze term handhaven taraanduiding van enn eigen. bijzondere vorm van machumisbruik, dan lik het gewest van detournement de pouvoir alleen te spreken, wanneer de administratie van haar verleende bevoegdheid gebruig maakt ser behaniging van een ander publick belang dan dat het oog waarop di hevoegdheld haar werd verleend™ Hadirin yang mulia, Secara universal telah diterima adanya asas-asas umum Peme- rintahan Yang Baik (Algemene Beginselen van Behoorlijk Bestuur) sebagai aturan hukum yang tidak tertulis yang mengikat penguasa dalam melaksanakan fungsinya. Asas-asas ini diabstraksikan dari yurisprudensi yang berkaitan dengan perbuatan penguasa, dalam Hukum Adminstrasi Negara dapat merupakan: 1B 1. Norma-norma hukum kebiasaan yang tdak tertulis yang harus menjadi pedoman bagi penguasa pada waktn menafsirkan suatu ketemtuan Undang-undang atau peraturan dasar yang menjadi sumber dari wewenang yang akan digunakan pada waktu menen- tukan kebijaksanaan yang diambitnya seta pada waktu melak- sanakan keputusan yang telah dikeluarkannya : 2. Dasar untuk menggugat dari warga masyarakat dan badan hokum perdata yang terkena oleh ferbuatan penguasa yang bersangkutan : 3. Dasar untuk menguji dari segi hukum oleh Pengadilan yang akan menentukan apakah perbuatan penguasa tersebut rechimatig atau onrechtmatig. Crince Le Roy (1976) menyatakan adanya sebelas prinsip (asas) untuk terciptanya pemerintahan yang baik. Kesebelas asas tersebut adatah sebagai berikut |, Prinsip kepastian hukum (rechtszekerheids beginsel, the principle of legal securin). Prinsip ini menghendaki dihormatinya hak-hak yang diperoleh oleh seseorang berdasarkan suatu keputusan penguasa, walau pun keputusan itu salah, Penarikan keputusan hanya dapat dilakukan apabila hal tersebut menguntungkan bagi kepentingan masyarakat dan tidak dilakukan oleh permohonan pihak yang. terkena keputusen tersebut. Penarikan kembali suatu keputussn dapat menyebabkan perdebatan yang sengit bilamana penarikan kembali itu berlaku surut (ner terugwerkende kracht), sehingga hak-hak yang telah diperolch diganggu gugat. Untuk jelasnya, Crince Le Roy memberikan contoh sebagai berikut. a. Pemecatan pegawai negeri tidak berlaku surut (no retroactive discharge of civil servanty, b. Lisensi tidak dapat dicabut kembali apabila temyata lisensi tersebut diberikan berdasarkan kesalahan Pemerintah. Prinsip keseimbangan (evenredigheidsheginsel, the principle of proportionality), ‘Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara, hukuman jabatan (a diciplanary correction) dengan kelalaian (a neglect) yang dilakukan seorang pegawai negeri. Prinsip ini sebenarnya bertumpu pada tujuan hukum. Menurut Van Apeldoom (1951) ‘juan bukum adalah “een vreedzame en rechwvaardige ordening 4 Teori Apeldoorn ini merupakan perpaduan antara teori ctika dan teori utilitis. Bertumpu pada teori tersebut bahwa tujuan hukum adalah tata tertib masyarakat yang damai dan adil. Dalam teori ini terdapat anggapan bahwa hukum mengandung suatu pertimbangan kepentingan mana yang lebih besar dari pada kepentingan yang lain (belangen afweging), periimbangan kepen- lingan anggota masyarakat yang satu terhadap yang lain, atau kepentingan anggota masyarakat terhadap masyarakat itu sendiri. Bertitik tolak pada anggapan tersebut maka hukuman jabatan harus seimbang (proportional) dengan kelalaian yang diperbuat oleh aparat Pemerintah. . Prinsip kesamaan dalam mengambil Keputusan (gelijkheids- beginsel, principle of equality). Asas ini menghendaki agar administrasi negara mengambil tin- akan yang sama dalam memecahkan kasus yang faktanya sama (muscact in case the facts are alike on the same way). Untuk jelasnya diberi contoh sebagai berikut. Untuk macam perusahaan tertentu di Negeri Belanda diperlukan svatu lisensi. Dalam beberapa waktu tertents adminjstrasi negara telah menerbitkan lisensi tersebut secara besar-besaran (on a broad scale). Beberapa tahun kemudian, policy pemberian lisensi ini berubah. Seorang pemohon yang tidak mendapatkan lisensi mengajukan gugatan kepada Badan Banding untuk Perdagangan dan Industri (The Board of Appeal for Trade and Industry). Dengan menggunakan asas kesamaan Badan Banding ini menyatakan keputusan adminstrasi negara tersebut batal (null and void). . Prinsip bertindak cermat atau saksama (zorgvuldigheidsbeginsel, the principle of carefulness). ‘Asas ini menghendaki dalam membuat keputusan_administrasi negara harus bertindank cermav/saksama, schingga tidak menim- butkan Kerugian pada subyek hukum tertentu. Untuk jelasnya disajikan contoh sebagai berikut. a. Apabila jalan umum rusak, maka kewajiban dewan kotapraja (municipal board) untuk memperingatkan tentang bahaya kece- lakaan kepada pemakai jalan. Teryata dewan kotapraja tidak menempatkan tanda peringatan, sehingga terjadi kecelakaan. Oleh Hoge Raad diputuskan dewan kotapraja harus membayar 15 ‘ganti kerugian karena melanggar asas kecermatan (Arrest No 295, tertanggal 9-1-1978) ; b. Pada tahun 1969, sekretarian untuk Kesehatan umum (the secretary for Public Health) menginstruksikan untuk: menaruh florid (fluorida) ke dalam air minum, dengan maksud untuk miecegah bermacam penyakit gigi. Dalam adninistratief beroep (tingkat banding adminisirasi) perintah tersebut dibatalkan oleh Kroon, dengan alasan instruksi tersebut tidak cermat, mengingat banyak orang yang berkeberatan dan alergi terhadap florid. Kepada orang-orang tersebut harus disediakan air minum yang bebas dari florid (Keputusan Kroon tertanggal 14-8-1970). . Prinsip motivasi untuk setiap keputusan (moriveringsbeginsel, the principle of motivation). ‘Asas ini menghendaki agar keputusan administrasi harus beralasan (must be motivated) dan motivasi ini harus benar dan jelas (just and clear). Untuk jelasnya disajikan contoh sebagai berikut. Seorang pegawai negeri sipil dari Kementerian Kesehatan di Negeri Belanda telah dipecat, dengan alasan tidak mampu bekerja (incapacity for the service). Pegawai tersebut mengajukan perkaranya ke hadapan The Civil Sevants Board di Utrecht, dan badan ini mengambil kesimpulan bahwa sebagai appelant mampu melaksanakan dinas umum (capable for public service). Pemecatan tersebut febih didasari pada hubungan yang jelek antara pegawai yang bersangkutan dengan pimpinannya. Sehubungan dengan ini keputusan pemecatan dinyatakan batal. . Prinsip jangan menyalah gunakan kewenangan (verbod van deiournement de pouvoir, the principle of non misuse of competence). Detournement de pouvoir verjadi apabila aparat pemerintah menggunakan wewenangnya untuk menyelenggarakan suatu kepentingan umum yang lain dari pada kepentingan umum yang dimaksud oleh peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar wewenang itu. Permasalahan yang timbul apakah detournement de pouvoir ini diangeap sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bertentangan dengan kepentingan umum (instrijd met het algemeen belang). Dalarn hal int tampak bahwa detournement de pouvoir bukaniah perbuatan yang bertentangan dengan pertimbangan 16 hukum, melainkan dikaitkan dengan kebijaksanaan Pemerintah, Baik di Negeri Belanda mau pun di Indonesia, diterima suatu asas bahwa pertimbangan bijaksana tidaknya suatu tindakan adminis- trasi negara tidak dapat diserahkan kepada Hakim untuk mengu- jinya, kareria Hakim tidak boleh duduk di atas Kursi legislatif mau pun kursi eksekutif (Utrecht, 1967). Perlu diketahui, bahwa batas antara perbuatan Pemerintah yang bertentangan dengan hukum dan perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan umum kabur atau tidak jelas. Sangat sulit untuk menentukan apakah suatu tindakan Pemerintah ada di dalam atau di Iuar kompetensi peradilan untuk mengujinya. Bahkan Van Poelje (1961) berpendapat, ditinjau dari segi etik pemerintahan, detournement de pouvoir tidak selalu dapat dianggap sebagai suatu tindakan yang tidak layak. Sehubungen dengan ini Stellinga berpendapat bahwa: “het optreden tegen detournement de pouvoir is derhalve eerder een tak van rechtsvervolmaking of rechisvervining dan het weren van strijd met de wer”, Dapatlah disimpulkan bahwa detournement de pouvoir (misuse of competence) adalah suatu persoalan mengenai baik tidaknya beleid (Kebijaksanaan) Pemerintah dan dapat dibantah dengan alasan bertentangan dengan kepentingan umum. . Prinsip permainan yang layak (the principle of fair play). Prinsip ini menghendaki agar administrasi negara memberikan informasi dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada pihak yang terkait sebelum mengambil suatu keputusan. Prinsip in sangat penting, karena bagi administrasi negara mudah sekali untuk ‘memberikan informasi yang Kurang tepat (unjust information), atau Kurang jelas tentang akibat-akibat yang dapat dan mungkin timbul dari suatu ketetapan administrasi. Sehubungan dengan ini, Van Poelje menyatakan bahwa fair play principle dan rechtszekerheid adalah bestuursmoraal in meest algemene cin, Paralel dengan ini, dalam administrative law di USA dikenal suatu prinsip Fairness in Administrative adjudication, Pada pokoknya prinsip ini menghen- daki supaya diberikan Kesempatan yang seluas-luasnya kepada seseorang untuk dapat membela diri dan memberikan argumentasi- argumentasi sebelum dijatuhkannya suatu keputusan administrasi 7 8, Prinsip keadilan atau tarangan bertindak sewenang-wenang. (redelijkheidsbeginsel of verbod van willekeur). Di Negeri Belanda prinsip ini telah memperoleh tempat sendiri di alam perundang-undangan bidang administrasi, Bertindak sewe- nang-wenang (willekeurig) atau tidak adil (onredelijk) dilarang dan apabila suatu alat pemerintahan bertindak bertentangan de~ ngan prinsip ini, maka keputusan administratif yang dibuatnya dapat dibatalkan. Demikian pula di Indonesia, perbuatan yang sewenang-wenang ini telah diatur dalam Pasal 53 UU No. 5 Tahun 1986 dan dapat menjadi dasar gugat kepada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). 9. Prinsip pemenuhan pengharapan yang ditimbulkan (op gewekte verwachtingen). Salah satu prinsip dalam peraturan perundang-undangan adminis- trasi di Negeri Belanda, administrasi negara harus memenubi hharapan-harapan yang ia timbutkan pada warga masyarakatnya, : Dengan perkataan lain apabila administrasi negara bertindak, ia hharus memperhatikan “op gewekte verwachtingen”. Untuk jelas- nya diberikan contoh sebagai berikut. Seorang pegawai negeri sipi! mengajukan permohonan untuk mendapatken “allowance” (wang bantwan) untuk penggunaan kendaraan motor pribadinya di dalam menjalankan kewajiban di wakwu dinas. Permohonan tersebut dikabulkan. Di kemudian hari i ternyata peraturan perundang-undangan tentang pegawai negeri i sipil tidak memberikan kemungkinan pemberian kompensasi kepada pegawai negeri sipil. Berdasarkan pada ketentuan ini, administrasi negara menarik kembali keputusannya tentang pem- berian allowance tersebut. Akhimya keputusan penarikan kembali allowance ini dibatalkan oleh Central Board of Appeal, dengan alasan bahwa penarikan kembali tersebut bertentangan dengan prinsip op gewekte verwachtingen. 10. Prinsip meniadakan ekibat dari keputusan yang dibataikan (the Principle of undoing the consequences of annulled decision, herstelsbeginsel). Mengenai asas ini, Crince Le Roy menunjuk kepada keputusan Central Board for Appeal vertanggel 20-9-1961., Di Negeri Belanda kadang-kadang keputusan tentang pemecatan BP ey © cut ” 8 seorang pegawai dinyatakan batal oleh Civil Servant Board. Apabila keputusan ini telah memiliki kekuatan hukur tetap, maka administrasi negara yang bersangkutan tidak hanya harus mene- rima kembali pegewai yang dipecat, akan tetapi juga harus membayar segala kerugian yang disebabkan oleh keputusan pemecatan tersebut. Dengan perkataan Jain, seluruh akibat yang ditimbulkan oleh pemecatan tersebut harus dihilangkan, yang berarti segala sesuatunya harus dikembalikan seperti sedia kala. 11, Prinsip perlindungan cara hidup pribadi (bescherming van de persoonlijke lev nsfeer, the principle of protecting the personal way of life). Terhadap asas ini Crince Le Roy memberikan contoh sebagai berikut, Seorang pegawai negeri yang telah berkeluarga bertindak serong dengan sekretaris pribadinya. Adminstrasi negara yang bersang- kutan mengambil tindakan disiplin tethadap pegawai tersebut Ternyata Keputusan administrasi negara ini dibatalkan oleh Central Board for Appeal dalam putusannya terlanggal 19-! 1951, dengan alasan bahwa seorang pegawai negeri sipil mem- punyai hak untuk hidup sesuai dengan jalan hidup pribadinya (to live his own life). Khusus di Indonesia, penerapan asas ini harus ‘memperhatikan asas ketertiban dinas dan asas kesusilaan dalam Jingkungan pegawai negeri sipil serta asas moralita seria kesu- silaan sesuai denga falsafah Pancasila, Hadirin yang terhormat, Tampak dengan jelas apabila dalam melaksanakan fungsinya aparat Pemerintah bersih dari perbuatan yang sewenang-wenang serta mengacu dan melaksanakan Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik, dapat dijamin terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang bermuara kepada pemberian perlindungan hukum yang berbobot kepada warga masyarakat. Dalam penciptaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, last but not least, peranan lembaga pengawasan harus ditingkarkan. Dengan pengawasen yang berbobot dapat dihindari minimal dapat ditekan terjadinya perbuatan pemerintah yang sewenang-wenang serta 19 dapat ditegakkan pelaksanaan asas-asas urum pemerintahan yang baik. ‘Sistem pengendatian (contro? system) techadap perbuatan Pemne- rintah dapat dilakukan empat jalur, yakni (1) pengawasan melekat, (2) pengawasan fungsional, (3) pengawasan oleh lembaga peradilan, dan (4) pengawasan oich lembaga ombudsman. Pengawasan melekat sebagai diatur dalam Inpres No. 15 Tahun 1983 dilakukan oleh setiap pejabat siruktural, sedangkan pengawasan fungsional dapat bersifat intern atau pun ekstern. Pengawasan jenis ini dapat bersifat preventif mau pun represif. Pengawasan oleh lembaga peradilan, baik peradilan umum mau pun peradilan khusus yang berbentuk PTUN, selalu bersifat represif. Dalam negara hukum peradilan merupakan lembaga yang bebas dan merdeka. Selama peradilan masih terkooptasi oleh kekuasaan eksekutif, sulit terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, yang berarti perlindungan hukum yang diberikan kepada masyarakat tidak akan berbobot. Wajar apabila dalam menegakkan demokrasi perlu adanya reformasi terhadap lembaga peradilan, sehingga dapat dikubur dalam-dalam keberadaan mafia peradilan atau pun sejenisnya seperti kekebalan hukum bagi Pemerintah. Biar langit akan roboh. keadilan hanis ditegakkan, Berdasarkan UUD 1945 tidak menutup kemungkinan dibentuknya lembaga ombudsman legislatif di Indonesia, sebagai lembaga pengawasan terhadap perbuatan Peme- rintah. Terbukti keberadaan lembaga ombudsman eksekutif seperti Pos Box 5000 yang dikoordinir oleh Wakil Presiden, sama sekali tidak berdaya guna dan berhasil guna. Demi tegaknya demokrasi di Indo- nesia, keberadaan lembaga ombudsman legislatif merupakan conditio sine qua non. Tampak dengan jelas adanya benang merah antara pemerintah yang bersih dan berwibawa dengan kualitas pengawasan sera sistem pengendalian yang dilakukan terhadap perbuatan Pe- merintah. Akhimya segalanya akan berpulang kepada kita semua dalam menggulirkan gerakan reformasi di negara kita tercinta RJ. Semoga tujuan gerakan reformasi segera dapat diwujudkan demi terwujudnya demokrasi dan perlindungan hukum kepada masyarakat yang berbo- bot. Amien. ya robbal “alamin. Gagainya gerakan reformasi akan men- ciptakan pemerintahan yang otoriter, yang akan membelenggu pelak- sanaan demokrasi dan akan bermuara kepada penderitaan masyarakat. 20 Hadirin yang mulia, Metalui forum resmi ini, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakutas Hukum dan para Anggota Senat Fakultas Hukum UGM yang telah berkenan mengusulkan saya seba- gai Guru Besar pada Fakultas Hukum UGM. Penghargaan serta terima kasih saya ucapkan kepada Rek- tor/Ketua Senat beserta seluruh anggota Senat UGM yang telah menyetujui usu! kenaikan jabatan saya dan meneruskannya kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Kepada Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI yang telah menyetujui pengusulan diri saya sebagai Guru Besar pada Fakul- tas Hukum LGM perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih. Perkenankanlah pula saya mengucapkan terima kasih kepada semua guru-guru saya semenjak belajar di Sckolah Rakyat sampai dengan Guru-guru Besar saya di Fakultas Hukum UGM, tanpa ter- kecuali Prof. Mr. Durpsteen, Guru Besar Iimu Hukum Administrasi ‘Negara pada Fakultas Hukum Universitas Leiden di Negeri Belanda. Lebih khusus perkenankanlah saya mengucapkan terima kasitt kepada Ibu Rr. Soerastri Isminingsih, S.H., MCL. yang dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan membimbing saya dalam mempelajari Hukum Administrasi Negara, Tidak lupa saya sampaikan rasa hormat yang selinggi-tingginya serta terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Prof. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, S.H., Prof. Dr. F. Soe- geng Istanto, S.H., serta Prof. Dr. R.M. Soedikno Mertokoesoe- mo, S.H., yang dengan penuh kesabaran telah “ngemong” diri saya, sehingga dapat tercapainya cita-cita saya. ‘Rasa hormat dan terima kasih saya sampaikan kepada almarhum ayah yang telah membesarkan, membimbing serta mengarahkan kehidupan saya, kepada bu yang dengan penuh kesabaran dan ketawakalan membentuk jiwa saya. Saya menyadari tanpa dukungan serta bantuan seluruh keluarga saya, tidak mungkin cita-cita saya ini dapat terwujud. Untuk ity, terima kasih yang tulus serta mendalam saya sampaikan kepada isteri dan kelima ansk Saya, beserta menantu-menantu dan cucu-cucu saya. Mereka inj merupakan sumber dan motivast kekwatan saya dalam ‘melaksanakan tgas-tugas saya, 21 Kepada semua rekan di Fakultas Hukum UGM, staf administrasi dan semua mahasiswa, saya ucapkan terima kasih atas kerja sama yang baik yang kesemuanya itu menghantarkan keberhasilan diri saya ‘Akhimya kapada hadirin yang terhormat saya ucapkan terima kasi sebanyak-banyaknya ates perkenannya mengikuti pidato ini Tidak lupa saya mohon doa restu para hadirin, semoga saya dapat ‘melaksanakan tugas-tugas saya sesuai dengan jabatan saya. Sekian, dan terima kasih. 2 DAFTAR PUSTAKA Apeldoom, L.J., 1951, Inleiding Tot de Studie Van Het Nederlands Recht, NV. Ultgeversmaatschappij, W.EJ. Tjeenk Willink, Zwole. Beveridge, 1992, Welfare State Type, Sidwick and Jackson Limited, London. Lemaire, 1976, Nederlands Administratie Recht, W.E.J. Tjeenk Willink, Zwole. Le Roy. Crince., 1976, inleiding in het Nederlands Administratief Recht, H.D. Tjeenk Willink & Zoon N.V., Haarlem. Prins, W.F., 1972, Inleiding in het Adminitrarief Reckt van Indonesie, J.B. Wolters-Groningen, Jakarta Stellinga, 1R., 1972, Het Staatsrecht van Indonesie, NV. Uitgeverij W. van Hoeve's Gravenhage, Bandung. Suyamto, 1996, Sistem dan Macam Pengawasan, Bina Aksara, Jakarta. Swerdlow, Irving, 1982, Power, Corruption, and Rectitude, Prentice Hall, New Jersey. Van Poelje, G.A., 1961, Algemene Inieiding tot de Bestuurskunde, Deel VI, Alphen ann den Rijn, N. Samson NV. Von Schmid, 1954, Ahli-ahli Pemikir Besar tentang Negara dan Hukum, terjemahan R. Winarno dan Djamaluddin Singomang- kuto, PT. Pembangunan, Jakarta Unecht, 1967, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, PT. Bachtiar, Jakarta, BIODATA Identitas Nama Tempat dan tanggal lahir: NP Pangkat/Golongan Jabatan Alamat Data Keluarga Nama Istri Tempat dan tanggal jahir Tanggal menikah Anak : Muchsan Pemalang, 24 Agustus 1942 130327301 Gur Besar MadyalIVe : Dosen Fakultas Hukum Universitas Ga- djah Mada Yogyakarta : Suryodiningratan, MJ 11/802 Yogyakarta Marjati Yogyakarta, 16 Juli 1947 21 April 1965 — Harti Winami — Didi Winardi ~ Sri Hastuti Madaningrum ~ Dewi Nugraheni ~ Pulunggono ‘Riwayat Pendidikan 1955: Tamat SR Kabunan, Pemalang, 1958: Tamat SMP Bagian A Negeri Pemalang 1961: Tamat SMA Bagian A Semarang 1965: Tamat Doktoral Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 1997; Tamat S-3 bidang Hukum Universitas Gadjah Mada Yogya- karta dengan gelar Doktor 1987: Mengikuti Sandwich Program di Nederland Riwayat Pekerjaan 1967-1969 = Dosen Fisipol Universitas Mulawarman Samarinda 1969-1971 = Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Cabang Magelang 1971 ~ sekarang: Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjab Mada ‘Yogyakarta Mengajar pada Fakultas Hukum Universitas Janabadra, Universitas Muhammadiyah, Universitas Prokiamasi Yogyakaria Anggota Biro Bantuan Hukum KORPRI DIY Piagam Penghargaan — Satya kesetiaan 25 tahun sebagai Dosen Universitas Gadjah Mada - Tanda kehormatan dari Menteri Kependudukan dan BKKBN Minat Studi Utama ~ Hukum Administrasi Negara ~ Hukum Peradilan Tata Usaha Negara BIODATA Identitas Nama ‘Tempat dan tanggal lahir: NIP PangkalGolongan Jabatan Alamat Data Keluarga Nama Istri ‘Fempat dan tanggal Iahis: Tanggal menikah Anak ‘Muchsan Pemalang, 24 Agustus 1942 130327301 } Gum Besar Madya/IVe : Dosen Fakultas Hukum Universitas Ga- djah Mada Yogyakarta + Suryodiningratan, MJ 17802 Yogyakarta Marjati Yogyakarta, 16 Juli 1947 21 April 1965 - Harti Winarni - Didi Winardi ~ Sri Hastuti Madaningrum ~ Dewi Nugraheni = Pulunggono Riwayat Pendidikan 1955: Tamat SR Kabunan, Pemalang 1958: Tamat SMP Bagian A Negeri Pemalang 1961: Tamat SMA Bagian A Semarang 1965 : Tamat Doktoral Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 1997: Tamat S-3 bidang Hokum Universitas Gadjah Mada Yogya- karta dengan gelar Doktor 1987: Mengikuti Sandwich Program di Nederland Riwayat Pekerjaan 1967 - 1969: Dosen Fisipoi Universitas Mulawarman Samarinda 1969-1971: Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Cabang Magelang 1971 ~sekarang: Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Mengajar pada Fakultas Hukum Universitas Janabadra, Universitas Muhammadiyah, Universitas Proklamasi Yogyakarta Anggota Biro Bamuan Hukum KORPRI DIY Piagam Penghargaan — Satya kesetiaan 25 tahun sebagai Dosen Universitas Gadjah Mada - Tanda kehormatan dari Menteri Kependudukan dan BKKBN- Minat Studi Utama .~ Hukum Administrasi Negara ~ Hukum Peradilan Tata Usaha Negara

Anda mungkin juga menyukai