Anda di halaman 1dari 23
REFLEKSI MENGENAI HUKUM DAN KEADILAN, AKTUALISASINYA DI INDONESIA UNIVERSITAS GADJAH MADA Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pade Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Dlucapkan di hadapan Rapat Majelis Guru Besar Terbuka Universitas Gadjah Mada pada tanggal 7 April 2003 di Yogyakarta Oleh: Prof. Dr. IL R, Soejadi, SH. Yang terhorma! Keiua, Sekretaris, dan Para Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada Yang ierhormat Rettor, Wakil Rektor, Ketua, Sekretaris, dan Para Anggata Senat Atademik, Ketua, Sekretaris dan Para Anggota Majelts Guru Besar Universitas Gadjah Mada; Sejawat Dekan, Para Wakil Dekan, Yang terhormat segenap civisas Akademika Universitas Gadjah Mada. Para Tamu undangan, Sejawat Dosen, Assisten, Para Maha- siswa, dan Kepala Bagian Tata Usaha, Kepala Sub Bagian Fakulas Filsafat beserta stafaya. Assalamu’alaikuem ww. ‘Salam sejahtera bagi kita sekelian. Para hadirin yang saya mutiakan. Pada kesempatan yang membahagiakan ini perkenankaalah saya mengajak para hacirin untuk memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, bahwa hanya atas rahmat serta hidayah-Nya lah kita dapst bertemu dalam forum ini yakni Forum Rapat Majelis Guru Besar Terbuka UGM dengan acara penyampzian Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakuitas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Solawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rosulullzh Muhammad sa. Amien. Pidato Pengukuban yang insya Allah disa- jikan dalam pertemvan ini mengambil tcme: Refleks! mengenai Hokum dan Keadilan, Aktualisasinyn di Indonesia, ‘Terimakasih saya haturkan kepada Bapak Ketua/Sekretaris Majelis Guru Besar atas perkenarnya mengagendakan acara pidato pengukuhan ini. Penghargazm clan terimakasih pula saya haturksn kepada segenap hadirin yang buciman atas perkenannya meluangkan waktu untuk menghadiri scara penyarapeian pidato pengukuhan pada hati ini, Semoga Aliah Yang Mata Esa melimpebkan balasan kebaik- an yang beilipa: ganda, Amien, Pidate pengukuban yang digampaikan pagi hari ini mengambil tema: “Refleksi mengenai Keadilas dan Aktualisasinya di Indonesia”. Berkensan dengan tema tersebut, says menyadari bahwa apa yang hendak dipaparkan sangatlah sumir 2 mengingat sesunggubnya tema tersebut dapat mengandung cakupan substansi yang sangat luas, Sumimya paparan antara lain dikarenakan terutama kendala faktor waktu serta keierbatasan pengetahuan saya. Lain daripada itu saya memberanikan diri untuk mengangkat tema tersebut dengan harspan mendapstkan tanggapen berupa pericayaan pengetahuan, pemahaman dan pengalaman dari para haditin soxta macysrakat yang menaruh minst pada permuasalahan. Sebagaimana di samping mendapatkan mssuken dari buku-bukar terkait, juge memperoleh mesuken ita dari media massa bsik cetak maupun elektronik. Hampir setiap hari kita mendapatkan informast-informasi aektual berkait dengan pecmaasalahun iukum dan keadilan, Reficksi mengenai Keadilan Para hadirin yang saya muliakan. Ada motto dalam bahasa Latin, berbunyi: Fiat justisin et percat mundus (ruat Coclum); yang artinya: Hukum Keadilan harus dilaksa- nakan sekalipun dunia harus kiamat (sekatipun langit herus runtuh karenanya), Mou tersebue menyiratkan suatu Komitmen yang sangat tinggi untuk mewujadkan keadilan di dalara kehidupan bersama. Mengambil toma refleksi mengenai keadilan mengesankan akan adanya suata uraian Kefifsafatan yang acdemikian abstrak, padahal saya bermiakeud di sini monyajikan sesuatu yang lebih bersifat summit dan ilmiah popular. Memsng perkatsan reflekei dapat berarti a. Refledtie (Bahasa Belanda}, yang bererti pentulan (Kamus Bahasa Belanda, disusun oleh Kramer Sr., ALN. 1966: 214. h, Reflex (Bahasa Inggris), yang berarti: an automatic response (0 & stimulus (International Dictionary, 1971) Dalam beberapa karangan yang ditulis orang yang berkecimpung di bdidang filsafat pemikiran reflektif sering dimaksudkan sebzgai pero- aungan. Seperti Irmayanti M. Budiyanto (2002: 17) menyatakan cicri- cin filsafat adalah berfikir kritis refleksif. Daa merenung itu senditi adalah memikirkan tau mempertimbangkan secara mendalam. (Ka- mus Umum Bahasa Indonesia disusun oleh WJS Poerwodarminto). Dalam hal ini, perkataan refleksi digumakan dalam pengertian yang kedua yaitu berupaya untuk dapat memikirken atau mempertimbang: 3 kan permasalahan yang dibicarakan, Permaselahan hukum dan keadilan adalah permasalahan lama akan tetapi selalu menarik atan actual. Meskipun dalam satu hati orang sepuluh atau bahkan seratus kal: mengkritik tentang hukum dan keadilan, namun tidak dapat disangkal bahwa kehidupan bersema ‘etap memertukan huxum dan keadilan itu. Seperti pemah dinyatakan oleh pemikir Cicero abad 1 SM babwa apabila ada masyarakat tentu ada hukum, ubi societas ibi ius. Pada abad XXI cikumandangkan hal yang senada dengan pert.yataan Cicero itu, antara lain dinyataken olch ‘Antidjo Alkostar (1999: 346) bahwa pada dasamya manusia selalu me- merlakan keadilan, kebenaran dan fukum, karena hal itu merepakan nilai dan kebutuhan azasi bagi masysrakat manusia beradab, Keadilan adalah milik dan untuk semua orang seria segenap masyarakat dan tidak adanya keadilan akan menimbulkan kehancoran dan kekacauan keberadhan serta eksistensi masyarakat itu senditi. Bahkan perbedaan sikap dan kebencian terhadap orang lain tidak boleh mengakibatkan sikap yang tidak adil. Dalam keitannya dengan transformasi sosial, filsuf Roscoc Pound menyatakan tugas hukum scbagei a tool of social engincering. Istileb social engineering (rekayasa scsial) ini dipakai pula oleh Here Nugroho (2001: 110) dalam ureiannya yang berterna Refleksi Kritis Pembangunan di Indonesia, Ia mengermukakan bahwa para ilmuwan sosial menyindir pelaksanasa pembangunan di era Orde Baru tidak hercorak dialogal akan fetapi lebin monologal. Partisipzsi masyarakat yang diharspkan datang dari bawah justru terbalik menjadi mobilisasi pembanguaan dari atas. Masyarakat menuntut bahwe peru- musan pembangunan seyogyanya melibatkan masyarakat, schingge membawa manfoai untuk masyarakat yang bersangkutan, Dari uraian di atas tampak bahwa suatu konsep stau gagasan sebagsimans dikemakakan oleh Roscoe Pound, dalam tataran pelaksanazmnys tidak mengalami sukses sebegaimana yang diharapken. Memang dapat dipahams babwa cukup subt untuk dapat mewujudkan Kesesuaian antara idealitas dengan reatita, antara konsep dan persep. Sebagaimana digambarkan dengan baik oleh Aridjo Alkostar (1999: 345} yang menyatakan bahwa patadoks-paradoks antata idealitas hukum dengan realita sosial yang banyak terjadi dalam masyarakat kita dewasa ini menuntut Keruntutsn pembenshan system penegaken hukum dan kejelasan rancang bangun identitas dan kerangka asas hukum nasional 4 dari para Arsitck Banguean hukum yang komprebensif, dan tidak sekedar hasit otak-atik para tukang beralisan positivisme, schingga negars hukum berkesan hanya sebagai negara undang-undang saja. 1a mengemnukakan pula perlunya kejelasan visi pengembangan hukum serta antisipasi perkembangan sosial politik dan teknologi menupakan determinan dalam proses pembangunan hukur, agar pertumbuhan hukum tidak acak-acakan dam liar tanpa arah Pandangan Artidjo Alkostar itu pada prinsipaya dzpat dipahami dan disewujui dalam kerangka ponggabungen aliran positivisme dengan aliran hukumn alam. Yaitu dalamn kerangka pembenahan asas- asas hukum yang mencerminkan system nilai yang dijunjang tinggi dalam Kehidupan bersama masyacakat Indonesia, dan selanjutnya, asas-asas hukum itu dijadikan pegangan bagi pembentukan hukum oleh pemegang otorites. Pada hemat saya suatr produk hekum yang baik adalah jika memenuhi persyaratan aspek formal dan material Pada aspek formaloya, memang bentuk hukum terentu merupakan produk dari institusi pemegang wewengng untuk itu, dalam hal ini terkaitan pula dengan permasalahan proscdur_pembentukannya. Dalam aspek material atau substansial, misalnya undang-undang, peruturan pemerintah dan sebagaiaya harus mentrasformusikan materi atau substansi yang sesuai dengan asas-ases hukum, misalnya asas Kekeluargaan, kesamaan ste: non diskriminasi, kebebssan yang bertanggungjawab. dan sebagainya. Para hadirin yang saya mutiakan. Menyieggung permasalahan kesesuaian antara ideslite dengan realita, di sini saya ingin mengetenguhkan beberapa pandangan yaitu Pandengan Artidjo Alkostar, Soetrisno R., dan Mula Sadra. Artidjo ‘Alkostar (1997: 346), seorang ilmuwan dan praktisi hukum dalam Pembicarwannya yang herterma Pembangunan Hukum can Keadilan, mengatakan tetdapatnya situasi paradoksal. Sementaca itu, Soetrisno R. (1998; 196}, seurang birokrat akan (ctapi juga akademikus, dalam katyanya yang berjudul “Member- dayakan Mesyaraket Pedesuan” mengatakan sebagai berikut, *Yervosiannya, memang seting kal) Das Solled itu tidak laly menjadi Das Sein, bahwa yaag seharusnya itu seting kali dak sessai dengan kenystoan 5 Kekussian Jali diberi makna sendiri sesuai dengan keinzinen dan epemingan masing-nasing, Battkan ada yang begita yskin talwa kebuasean yang dimilikinya butan datang dai rakyat melainkan barena adanya why, polung, atao wargsit. Kebuasian ita dianggap berkah yang datang dani atss ddan bukan dirounculkan dasi baweh™ Apébila pemahaman tethadap makna kekuasaan sebagaimana disebut di atas, remmunya hal yang demikian iva dapat sempengaruhi pemahaunanpya tentang hukum cat keadilan. Kiranya pesmesalahen ini layak menjadi objek penelashan pula Petut diketengahken pula di sini, ponjelasan mengenai Dimensi Reslisasi yang dikemukakan oleh filsuf bangsa Persi (Iran) yaitu Mulla Shadca (2001: 13-15), dalam karyanya berjudul “Kearifan ‘Puncak”, yang menyatakan pandangan sebagai tersebut di bawah ini “Davi ttik parelang reaisasi transendensi salah satu Kesulitan prabtis dan filosofis yang tidak dapat dhindarkan adalah bahwa dalam domein ini Jescimbangan peagslaman dan perehanian dalam sedep individu (pada ‘siahu momsen yang ketal) sangatlah herbeda" Pandangan filsuf Iran ini dapat dipahami bahwa terdapatnya perbe- daan faktor rasional dan empitik yang melatar belakangi maka hal itu dapat menimbulkan perbedaan persepsi masing masing individu. Dari tiga sosok pemikir yang pandangannya dikutip di atas, masing-masing dari sudut pandang yang berbeda yakni dari bidarg, hukum, cari bidang sosial, dan yang terakhir dari bidang teologi, famun menunjukkan adanya titik kesamzan yakni mewujadkan dunia ide ke dunia realiva, atu dari canah Konsep ke persep dan praksis, dalam heayataenaya tidak sclslu mudah scbagsimana digambarkan, sebagaimara berkait dengan pertasalahan bukum dan keadilan. Dengan marakaya orang-orang yang pada umumaya mengataken bahwa mereka dun kita semua mendambakan hukum dan keadilan itu. Memang tidaklsh dapat dipungkiri adanya persepsi para pemikir mengenai hukun dan keadilan itu. Filsuf Plate (Huijbers, 1982: 22- 23) misalaya sanget positit menerima seria mengakui keberadaan atu. eksistensi hukum dan keadilan, Patut diketengahkan di sini pemyataan filsuf besar itu dalam bagian kedua karyanya yang berjudul Repubiik, ia menggambarkan Glaucon berkata kepada Soctates sebagai berikut. “Suara universal tamusia selatu mengatakan bahwa keadilan dan kebijakan ‘tu mulia naman dipenahi Kesedihun dan Kesulitan Kenikinatan Kejahatan dc 6 tidak adilan mudah didapat dan harya huhum seita opini yang dapat imeagutuknyat (Lavine, Z. 1984: 40) Menarik perhatian says, (entunya menarik pula bagi perhatian para hadirin sekalian, yaitu keterangan Thelma Z. Lavine, seoreng Guru Besar Filsafst ci George Washington University dalam karangunnya yang berjudul: From Socrates 1 Surtre, iz melukiskan mengenai porikehidupan orang yang sik dan adil dan mengaitkennya dengan peagaduan Ayub kepada Tuban. Uraian Lavine ilu berbunyi sebagai borikut, “Penderitans orang. yang adil dan haik, kemakmuren orang yang jehat rmerupakan persoslan manusia sejak zaman dahulu. Dalim kisah Ayych dlischutkan, Ayub — yang digembakan Tuhan schagai “Senrang yang sempurna das adil. sescorang yang takut kepada Tukan dan membenci kejahatan” (Ayu |: 8) — mengadu kepada Tuhin akan kesengsaraan-nya, “Kautaha aku tick jahat”, (Ayyub UU: 7) memang penderitaan Ayub sanga rmemprihatinkan. “Kenaps,” Aysub bertanya pada Tohan, “orang yang jahat hidup panjang usia, wabai Yang Maha Kuasa? (Ayyub 21:7). Thustrasi_mengenai orang yang monjalani kehidupun dengan keadilan dan kebajikan dibayar deagan kesedihar: dar. kesengs: mendapatkan tanggapan Plato dengan mengemukskan teori hentuk yang merupakan teori sontralnya (Akan dijelaskan pada uraian nanti) Sememara itu Lloyd (Kusumohamidjojo, 1999: 210-211) menge- mokakan bahwa mungkin dikarenakan oleh kegagalan hukum data mewujuckan keadilan secara mevata hal itu mengasibatkan timbulnya pendapat dan angeapan bahwa keberadaan hukum lebih banyak menimbulkan keburukan dari pada manfaat bagi kenidupan berseme. Meskipua tanpa didasari argumaertasi yang jelés terdapat pendangan yang serupa dengan pandangan yang mengesankan sikep negatif terhacap Keberadasn atau eksistensi hukum. Pandangan ity menga- tekan bahwa keberadsan hukum ilu merupakan kehalikan dari/den gan keberadaan tcknologi. Dengan ieknologt kehidupan manusta itu dipermaudah scdangkan dengan Keberadaan hukura kehidupan dipes- sulit, Benarkah pandangan terscbut? Ateu salabkah pandengen itu? Kironye untuk memberikan tanggapan elas pandangan ita dipertukan ponjelasen yang memadai. Lloyd telah memberikan penegasan bahwa * the idea of law has proved to be one of the truly fundamentil civilizing factors in the development of human society”, bahwa 7 hukum dipandang sebagai faktor mendaser pembudayaan dalam pembangunan mesyarakat, Para hadirin yang saya muliakan. Dalam uraian di atas telsh dicoba untuk mengungkap mengenai hukum dan keadilan meskipun dalam taraf sangat singket tau sumir, dan tinjauannya menitikberatkan peda aspek ontologis, epistemotogis, dun aksiologis. Apabila hukum dan Keadilan dihadapkan kepada perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin kompleks, den dengan demikian diberi peran scbagei tatanan yang operasional, maka dapat dipahari togas hukum scdemikian besar dan berat. Disadari dalam Keadaan yang dertikian diperluken kerja sinergi secara harmoni empat tacam norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yaita norma Agama, norma Kesusilaar, norma Kesopanan, dan norma Hukum, Dalam kaitannya dengan mssalah ini patut mendapat perfa- tisn pula pandangan Meuwissen (Kusumohamidjojo: 211) yang mengemukakan adanya empat momen yang metandai hukum, yaiau i. momen formal-normatif, yekni hukum sebagai tatana formal yang bertajuan menegakkan perdamaian, keteniban, harmoni, dan kepastian hukum, 2. momen formal-faktual, yakni yang mencerninkan sebagai gejala kekuaszan yang mempengarubi sikap dan perilaku manusia, 3. momen material-normatif yakni bahwa hukum semestinya memut aspek exis. 4, momen material faktual, yakni terkait dengen keperluan-keperluan manusia Dari ursiunnya itu Meuwissen menyarpaikan pendapatrya behwa hukum adalah/sobagai tatanan yang berupsya mempengaruhi perilak manusia sedemikian fupa, sehingga pemenuaar kebutuhan-kebutuhan dan kepetluar-keperluan dilakukan dengan cara yang memadai secara moral atau adil, dan dengan demician juge dengan cara yang dibe- nerkan, Portimbangan aka) sehat menctima kehadiran hukum sebagai- mana dikemukakan Lloyd. Bahwa perkembangan mmanusia semakin komptcks, dan tidak mungkin ditetima suatt situasi anarkhi. Pada hakikamya perbuatan anarkhi adalah sama dengan menghalimi sen- g iri (eigenrichting). Sejalan dengan spa yang dikemukakan oleh van der Hoeven (1989) bahwa hukum memberiksn rasa aman (veilig) dan hukum pads dasamya tidak membenarkan tindsk Xekerasan. Hukum sebagai orde tendenz mengatur kepeatingan-kepentingan individa- sosial, schingga hukum dikatakan mempunyai fungsi integratife (Talcott Parson). Hukurn sebagai sumber kekuasaan, demikian pendapat Aristo (eles, dan apabila hukum yang menjadi umber Kekuacaan bagi para penguasa yang demikisn itu akan menjamin cumbuhnya moralitas yang terpuji dan keadaban yang tinggi dan sanggup mencegsh para penguasa itu dari kesewenang-wenangan (Rapar, 993: 63). Aristo- leles menolak ide kedaulatan pada manusia, Karena bagaimanapun juga manusia mempunyai nafsu, Aristoteles menyamzkan hukum dengan akal atau kecerdasan, bahkan dewa, schingga barang siapa memberi tempat bagi hukum untuk memerintah, berari ia telah memberi tempat bagi dewa dan akal serta kecerdasan untuk memerintah. Hukum adstzh akal atsu Kecerdasas yang tak dapat dipengaruhi oleh keinginan dan nafsu. Aias pandangan Aristoteles ito dapat diberikan komentar, memang pendapat itu secara teoretis dapat diterima. Akan tetapi apabila dilihat dari sudut praktis, pendapat itv mempunyai kelemahan, oleh karena berlakunya hukua. ity sendiri adalah manusia yang memberlakukannya, manusislah scbagai pelaksana hukum. Dalam hal ini Aristoteles sendiri mengemukakan bahwa manusia sesungguhnya tok dapat dipisahkan dari hukum. Bahkan Aristoteles mengemukakan pula bahwa hanya dengan dan di dalam hukum itulah manusia dapat mencapai puncak perkembangen yang tertinggi dari kemanusiaannya tetapi apabila manusia terpisah dari hukum, maka ia akan berubah menjadi yang terburak di antara segala makhluk. Pandangan inilah yang menjadi dasar bagi pengakuan supremasi hukum. Menurat Aristoteles bahwa supremasi hukum merupakan sysrat mutlsk bagi kebidapan yang bermoral dan beradab, baik untuk para penguasa maupan untuk cefuruh warga negara Pandangan Meuwissen sebagaimana dikutip di atas menunjukken kesejatanan dengan pandangan Aristoteles, meskipun dengan cara pandang yang sedikit berbeda yakni dengan menyebutnya bahwa akal sehat tidak dapat menetima suatu kehidupan bersama di alam modern dengan scgala kompleks permasalshan dan kepentingan tanpa adanya 9 tatanan atau dengan kata lain bercorak anarkhi. Dalam kaitannya dengan ide keadilan, Aristoteles mezmulsi pomikirannya itu dengan mengermukakan gsgasannya tentang negara idaman, Bahwa di dalam negara idaman itu segala sesuatu terarah kepada cita-cite mulia yaitu kebaikan. Dalam pada itu cita-cita keadilan dan kebenaran menupakan pengejawantahan dari cita-cita Kebaikan, Keadilan den kebenaran oleh Aristoteles diberi pengertian sebagai apa yang berfaedah bagi masyarakat secara menyeluruh (Raper, 1993: 92}. Kesamaan hak, menurut Atistotelss, hanyalah dimiliki olch mereka yang, me-riliki status sosial yang sama dan mereka yang terada dalam lspisan sosial yong sama. Keadilaa Gustice) ‘memilikisisi-sisi kesamaan dan perbedaan dalam kepe- milikan hak. Dalam erti baba keadilan Gustice) pada satu sisi memniliki kesamaan hak namun pada sisi yang lain dapat juga berarti ketidak semaan hak. Dengan kata Iain Kesamaan hak berlaku bagi orang-crang yang sama, dan berbeda dalam kepemiliken hak itu bagi orang-orang yang memang berbeda (mengingat atau berkait dengan lepisan sosial dan status sosial). Pandangar. Aristoteles memapengaruhi pandangan Thomas Aguinas (1225-1275) filsuf besar pada abad perlengahan. Dela pembicaraan Kita mengenai hukum dan keadilan, patst mendapat pethatian kita bersema bahia ‘Thomas Aquinas telsh memperkenalkan gagesannya tentang fukum, bahwa hukum dapat dibedakan sebagai berikut. a. Hukum yang beresal dari wabyu yang disebuinya ius divinum positivam; dan b, Hukurn yang berasal dari akal budi manusia, Hukum ini dibagi menjadi: 1. Hukurn Alam (ius naturale) 2, Hukurm Bangsa-bangsa (ius gentivm); dan 3. Hukum Posttif Manusiawi Gus posttivam bamanum) Pengaruh pandangan Aristoteles kepada Thomas Aquinas nampak pada ajarannye tentang hukum alam, yang memandang semresta alam sebagai sualu kesstuan substansi-substansi dengan wujud yang berbeda-beda, Bahwa semesta alara terditi benda-benda mati, tumbuh- tumbuhan, binatang dan manusie, dan kesemuanya itu terdiri atas dua bagion yaita materi dan bentuk (Huijbers, 1982; 40), Yang past 10 cicatat dari pandangan ‘Thomas Aquinas mengerai keaditan ialah bahwa Thomas membedakan pengertian keadilan itu dalam keadilan distrubutif, Gustitia distributive) keadilan twkar menukar Gustiva commutative) dan keadilan legal (iustitia legalis). Pemikiran Plata ‘Mengenai Teori Bentuk can Btika Dengan Teori Rentuk dan Etika, Plato mencoba untuk menja- ‘wab permasalahan kehidupan orsng yang menjalani kehidupan dengim Keadilan dan kebijakan dibayar dengan Kesedihan dan kesengsarasn. Terlebin dahulu kita berupaya memahami pandengan Plato yang mengambil inspires! pendangaa para filsuf gencrasi di atasnya Hereklitos dan. Parmenides sebagei pernikir pemikir dalam bidang matematika, dengan beranjak dari pendekatan geometris. Plato men coba untuk memberikan penjelasan atas permasaiahar-permasalahsn etis kejiwaan, Menurut Plato bahwa pangetahuan yang sejati dapat diperoteh melalui pengetahuan. matematis, miseln ya pengetahuan kit tencang segi tiga, lingkaran, dan sebageinya, dan dikatakannya sebagal scbuah ilrou pasti yang absolut. Lebih lanjut Plato menjelaskan bahwa manusia mempunyai jiwa wipartite. Digambarkannya bahwa jiwa manusia terdiri atas tiga bagian yaitu: 1. pikiran (logistikon)}, 2. perasaan dan nafsu (epithumetikon); 3. rasa baik dan jahst (thamoeides) harmoni ketiga bagian tersebut sebagai sesuatu yang ideal. Plato men- iclaskan bahwa keadilan atau dikaiosune terletak pada keseimbangan antara ketiga bagian jiwa sesuai dengan wujudnya masing-masing (Huijbers, 1982: 24), Menurut pendapamya pula, bahwe beatuk keberunizn dan keadilan, seperti halnya bentuk segitiga, atau lingkaran yong bersifat abadi dan tak berubah, juga merupakan standar absolut yang dapat dinilat melalui tindakan crang dan institusi dalam alam kasat mata (Lavine). Masalah yang timbul berkaitan teor hentuk ini benupa pertanyaan: apakah yang dapst ciamati dalam mencari bentuke keadilan ikah keagilan? Apakah dati bertuk keadilan yang diamati dapat diketzbui keadilan dafam ani yeng cbsolut atau sejad sebapai- il mana pengamatan kita tentang bentuk segitiga, lingkaran, dan seba- geinya. Dengan cortoh konkret dapat dipertanyakan mengenai kepu- tusan hukuman mati kepada Socrates oleh pengadilan di Athena, apakah itu dapat dipertshankan sebagai Keadilan? Kiranya diskus} tentang kesejatian dan bentuk mengenai sesuatu akan terus bergulir, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbedz seperti istilah idealita dan realita, ide dan aktualisas’, dan sebagainya. Memang dunia ide kaya dengan kemungkinen, aken tetapi dunia sealita terlebih kaya dengan kemungkinan. Tepat kiranya kala-kote mutiara yang mengetakan; Alam terkembang jadikan guru. Para hadirin yang saya muliakan, Apabila dalam uraian terdahulu saya telah memaparkan pandangen-pandangan para filsuf Kiasik maupun filsuf cbad perte- ngaban, sekarang uba saatnye kita menguak pandangen filsu abad XX, John Rawls, guru besar Harvard University telah mengenalkan salah satu karyanya yang berjudul Theory of Justice (1973). Ie mengemukakan bahwa kesdilan merupakan nila’ yang mewujudkan keseimbangen. antara tujyan-tujuan pribadi dan tujuar-tujuan bersama. Digambarkannya bahwa nilai keadiJan tidak mengenal kompromi. Dalam masyarakat yang adil timbulnya ketidak adilen tidak pernah diizinken terkecuali untvk menghinderi suatu Ketidak adilan yang lebib besar (Huijbers, 1982; 194-199), Ursian Rawls dipengzruhi olet aspek ekonomi, Ja mengaitken masalah keadilan dengan system sosial (Hluijbers menggunaken istlah kesatuan sosial), Menurut Rawls system sosial akan mendapatkan aturannya melalui keadilan. Sistem sesisl itu digembarkan oleh Rawls sebagai orkes betar, yang di dalamnya para pemain bermain dengan insiramennya sendisi-sendisi yang dapat bergembira atas grestasi bersama maupun sendiri-sendiri Yang dimaksudkan di sini ialah bahwa masyarakat merupakan hidup bersema yeng didalamnya tercapai suatu keseimbangan antara kepentingan-kepentingan pribadi dan Kepentingan bersama. Menstik perhatian bahwa peraturan yang adil menjadi wasit guna memper- faankan hidup bersama yang baik, karcoa hal ini menggambarkan adanya atau tersclenggaranya rule of law, bahwa hidup tunduk kepada hukum yong berlaku. Rawls menyerankan adanya rcorganisasi (call 2 for redress) Karena pada Kenyataannya peroturan-pematuran yang, berlaku dalam masyarakat belum/tidak menjamin kesamaan orang- orang. Kesamaan-kesamaan yang dimakend adalah: a. kesamaan hak sebagai mamusia dan b, kesamaan karena kecudukan. Justice as fairness, demikian pendapat Rawls, bahwa keadilan dia- tikan sebagai kejujuran. Tentang perlunya peraturan yang adil, Rawls menuturkan sebagai berikut. First of all, assume that the basic structure is regulated by a just constitution thas secures te bbenties cf acuad citizenship (Raves, 1972: 275). Rawls banyak menyoroti keadilan pada sisi keadilan distributive ustitia distributive, menurut istilah Thomas Aquinas), barangkali ksrena dipengaruhi kepakarannya di bidang ekonomi. la mencontoh- kan aplikasi Keadilan secara sederhana dan mengutacakamnya sebagai berikut: ~andoikan says hatus membagi sebuah kue diantara tiga orang plus siya Saye taku bohwa ketiga orang itv svka mengambil potongen yang paling besar sehingga past saya suka meoerima potongan yang paling keri, kalau sya mendapatgiluan terekbi unk mengavibi,suatu potengan. Tetapl saya sendit’ingin mendepat potongan yang besa juge. Bagaimans hal im mungkin, Kalan saya havus memilh yang terakti Juwabannya jelas, sebaikaya saya memoiong hue itu menjadi empat yang Dersis sama. Maka jelasiah tidak terdapa: bentrokan antara kepemtingan individual dan keadilan. Tervang Keadifan Tadividual dan Keeditsn Sosial Apakah ketidak adilon atokak Moraly Wrong, Bad, alzu Even Wicked Pembicaraan mengenai ungkapan di ates terkandung maksud saya menyitir pandangan dua filsuf besar yeitu Magnis Suseno dan Hart. Suseao menyebut Keudilan individual sebagai kontras dengan Keadilan Sosial. Dua orang filsuf tersebut memberikan contoh-contoh yang menarik seperti terscbut di bawab: 1, Suseno: Suatu masalah menyangkut keadilan individual delam hal seoreng pengajar memberiken angka yang lebih baik untuk suatu prestasi yang sama kepada seorang mahasiswa terteat dibanding dengan mahasiswa yang lain sernata-mata tarena fayoritisme. 2. Hart: memberikan contoh bahwa apabila, seoreng ayah memperla- kukan seorang anaknya lebih Kejam dibandingkan dengan perla- B kuannya kepada anak-anaknya yang lain, Apabila terjadl perlakuan secemikian itu baru dapat dikatakan sang ayah melakukan perbuatan tidak sci] (anjust) (Kusurohamidjojo, 1999: 134). Rails mengabstraksikan deskripsi dari Hart itu dengan merumuskan pengestion “keadilan sosial” seperti di bawak ini: ecu Th way in which she major cosial instiutions: distribute {fucdorencal right and éuites and derermine the division of advantages from ‘osial coaperuiicn. Dengan major torial instiucions inv ctmaksudiean "the potion! constiurton and the priwipal econemic ond sos! arrangements ‘(Kuswokamidjojo, 1999: 135) Pada akhir dari bagian ini saya ingin mengetengahkan tentang, sifat relatifitas hukum dan keadilan sebagaimana dikemukakan oleh Kusumohamidjojo, bahwa oleh karena hakum adalah kenyataan yang ‘melekat pada manusia yang terus menerus berubah, maka kaidah- kaidah normative yang menjadi maatan hukum sclalu bersifat relatif, dengan akibat bahwa ketertiban umum serta benang merah keadilan yang karus dihasilkanrya juga sclalu bersifat relatif, sehingga torus. menerus menjadi cbjek kontemplasi, justru untuk terus menernpatkan- nya dalam konteks yang kantemporer. (Kusumohamidjojo, 1999: 222) Para hadirin yang saya muliekan, Baik kiranya kita bersama mengamati kehidupan manusia, mala dari lingkup global maupun nasional, bahkan mungkin lokal. Kita kini berada pada kwartal pertama tahun 2003 dalam memasuki abad XXT. Tentu kita semua bersyukur kepada Tuhan Yang Mahe Esa karena mendapatkan limpahan anugetch-Nya menikmati abad baru. Semen. tara it tentu kita bertenya-tanya bagaimanakah kehidupan umat tnanusia pada awal abad ini? Sudahkah kita hidup dalam suasana aman-onterem, tortib-damei, adil-sejahtera? Jika dihitung dari masa hidup filsuf Plato dan Aristoteles, sampai kini sudeh memakan waktu sekitar dea puluh lima abad, Pertanyaannya ialah apakah dalam kurun waktu yang sangat penjang ity umat manusia sebagai makhluk Tuhan yeng paling mubia, dan bertindak sebagai Khaiifah-Nya dibumi, sudah. kah sanggup membenahi ditinya sebagai makhluk yang berperadaban M4 tinggi sesuai dengan martabatnya’? Dalam Keitan int saya ingin menyinggung di sini mengenai misi imu ‘pengetabuan dan teknologi, serta misi fukum itu sendiri, Pengetabuan mengalami kegagalan, apakah misi bukum juga mengalam; kegagalan? Sebagai akibat daci kemajuan ilmu pengetahuan maka teknologipun mengalami kemajuan, dan maenghasilkan produk-produk yang dapat dikata fuer biasa, seperti nampak pada alat-alat komunikasi, alat-alat trensportasi, alat-alat cetak, alat-alat Kedokteran, dan alatalat persenjataan. Namun sementara itu iptek masin juga “digugat” arena belum dapat mewujudkan pemerataan kesejahteraan, Di samping itu iplek dapat pula dikatakan bahwa misinya mengalami Kogagalan kerena dalam misinya melenceng dari cita-cita semula yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan akan tetepi justru kontra tcrbadap cits-cita ita kal itu nampak dengan adanya mocemisasi persenjatan pemusnah rassal yang justru mempergunakan dana yang savgat besar. Data tersebut selayaknya dapat diperguaakan untuk Kesejshteraan umat_manusia Dalam kenyataannys, memang benar apa yang dikatakan oleh Eouis Leahy. bahwa manusia adalah makhluk paridoksal (19843. Dalam Kaitannya dengen hukum, di depan telah saya sebutkan bahwa hukum menghendaki kedamaian, ketettiban, keamanan, dan pada akhimya juga untuk menunjang kesejahicrazn sebagaimana dikatakan oleh Gustav Radbruch. Sejak sctelah sclesainya Perang Dunia kedua yang kemudian disahxannya Deklarasi Universal Tentang Hak-hsk Asasi Manusia (10 Desember 1948) umat manusia di dunia dapat berharap bahwa akan terjamin hak-hak asssinya sebagimena tersurat dalam pasal t, 3, dan 5 DUHAM. yeng menyatakan bahWa setiap manusia mtempunyai martabat dun hak yang suma, dan bidup dalam scmangat persaudaraan (pasal 1). Bahwa setiap orang bczhak atas kchidupan, kebebasan, dan kesclamatan individu (pasal 3), Sclanjuinys, bahwa tigak scorangpun boleh disiksa atau diperlakukan sevara kejam, dihukum sccara tidak mamsiawi ate dihina (pasa) 5). Dari cuplikun 3 pasal ita sala sebenarnya umat manusia dapat merasa aman, dan tentram kurena Gijamin tidak akan diusik spa yang menjadi hak-hak asasinya Kofi Anan, sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-hangsa mengatakan bahwa DUHAM sebagai alal ukur untuk menera kemajuan manusia (Kartika dan Rosdalina, 1999: 2). Namun tenu saja dapar diper- 15 tanyakan sampai seberapa jauhkah alat ukur tersebut ditaati oleh hangsa-bangsa di dunia, termasuk juga penataan oleh bangsa-bangs: yang telah mengalami Kemajuan pesat dibidang iptek? Pantas disebut di sini, Amaerika Seriket yang telah membentuk Koalisi bersama Inggris dan Spanyol, pada hari Kamis tanggal 20 Maret 2003 seleh menycrang Trek meskipun tidak mendapatkan rekomiendasi dari PBB. Babkan Kofi Anan membcrikan Kkomenter bahwa penyerangen Amerika Seriket dan koalisinya itu tidak mempunyai pijakan buku, Tentu saja tindakan Amerika dkk, itu mendapatkan reaksi dari ‘masyarakat seluruh dunia, termasuk masyarakat Ametika sendiri. Bagi bangsa Indonesia sudah cukup jelas babwa prinsip perikemanusiaan dan perikeaditan telsh cilangear dalam peristiwa yang masin berlangsung ini, Hukum Intemasional dan Organisasi intemnasional menjadi tidak berwibawa. Hal scperti diuraiken mengingatkan kepada kita konstalasi Thomas Hobbes (Huijbers, 1982: 65) yang menyatakan bahwa sejak zamen purbakala selumhnya dikuasai oleh nafsu-nafsu alamish untuk memperjuangkan kepentingsnnya sendin, hal ini merupakan penggambarsn masyarakst primitif. Jika digamnbarkan oleh Hobbes bahwa dalam masyarakat prinsip itt berlakw semboyan manusia setigala bagi manusia lain (homo homini iupus), pertanyaan kita sekarang, apakah sekarang ini masyarakat internasional masih hidup dalam sitvasi primitif? Pada hal di sisi lain kita mengataken sudah hidup di zaman modem, Para hadirin yang saya muliakan Sampailah kita pada pembicaraan mengenai hukum dan keadilsn di nogeri kita tercinta Indonesia. Apa yang saya ketengahkan bukenish sesuatu yang twntas, akan tetapi lebih bersifat Jontaran yang tentu mengundang tanggapan den sambutan dari sejawat dan khalayak yang bermina: uniuk mendiskusikan lebih lanjus. Di satu sisi kita semua mendengar atau membaca bagaimena institus) yang berwenang monyiapkan perangkat peraturen-peraturan hukum, dan bagaimana pula para penegak hukumm berupaya mewujudkan tegaknys hukum dan keadilon. Pada sisi yang Isin kita dengar dan kita baca pemyataan- perayataan antara ‘lain menyeburkan tentang adanya kebocoran anggaran, mursknya korupsi, dan perbuatan-perbuaten krimina) yang 16 lain, bahkan sampai pada perbuatan kriminal yong tidak atau belum pemah Kedengaren, alias tidak umum, yaitw ada orang memakan orang. Sebelum lanjut izinkanlah sebentar mengemukakan buah pikiran Siswono Judohusodo mengenai masélah Keadilan Sosial. suatu bua pikiran yang disumbangkan dalam penyusunan buku 70 tatun Prof. Dr. H. R. Socmaniti Martosoewignyo, SH. Guru Besar Universitas Padjajaran Bandung. Dalam karyanya itu beliau (Judohusodo) menga- takan bahwa permasalahan keadilan sosial merupakan terna pergulatan disepanjang peradaban manusia disembarang masyarukat, jadi tidak eksklusif milik bangea kita. Selanjutnya beliau mengatakan pola banwa isu keadilan sosial telah membuahkan pemikiran-pemikiran besar dalam bidang filsafat. ekonomi, politik. dan kebudayaan (Manan, 1996; 283). Di sini saya bermaksud, dengan menyitir buah pikiran belie itu untuk mengantar kita kepada pembicaraan permasalahan Keadilan Sosial di Indonesia. Dalem kaitan ini saya membatasi pembiceracn di sekitar aspek notmative yakni bagaimana lembaga ata institusi_ pemegang otoritas yang terkait telah men yiapkan produknya. Setelah memasuki Era Reformasi, MPR telah mengeluarkan ketetapan yang menegaskan: 1, Bahwa dasar Negara R.1. adalah Pancasita 2, Penegasan bahwe Pembuksan UUD 1945 telah mengamanatkan pengakuan, penghormatan, den pelaksanaan HAM (Keletapan MPR nomor XVIV/1998 bagian Kensideren}. 3. Penegasan behwa bangss Indonesia menghormati Deklarasi Uni- versal HAM (Ketetspan MPR nomor XVIU1998 bagian Konsideren) 4. Penegakan HAM akan segera dirumuskan menurut sudut pandang bbangsa Indonesiz. 4. Penegasan tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang- undangan, yakni dalam Ketetapan MPR nomos: L11/2000. 6. Penegasan tentang Pemantapen Persatuan dan Kesatuan Nasional berlandaskan Pancasila scbagai dasar negara (Ketetapan MPR nomor V/2000 bagian Konsideren). 7, Telah selesainya Amandemen UUD 1945 yakni dengan Aman- derien keempat, pada bulan Agustus 2002. 8. Pasal TI UUD 1945 yang telah mengalani Amancemen menye- v butkan bahwa UUD Negara RL. 1945 terdiri atas Pombukaan dan Pasal-pasal Dari wraian di atas menunjukan kepada kita bahwa perma- salahon Hukum dan Keacilan (Keadilan Sosial) menjadi masalah yang mendasar atau fundamental bagi kita bangsa Indonesia, oleh karena cita-cita mewujudkan Keadilan Sosial merupakan cita-cita itu rampak perumusannya sebagai sila kelima dasar negara. Bahwa Pembukaan ‘UUD 1945 pada saat amandemen, tidak termasuk yang mengalami Perubahan, dengan kata lain tetap seperti teks yang dulu. Dari sudut keilmuan Pembukzan UUD 1945 itu tidak Jain adalah pengejawan- talan nilai-nilai yang terkandang di dalam Pancasila. Oleh Karena itu dapat dikatakan pula behwa hukum dan keadiien tersivat dan tersurat dalam Pembukaun UUD 1945. Pada akhimya yang dapat dan perlu ditanyakan di sini yalah mengenai “nasib" bagian Penjelosan UUD 1945 apakah dengan adanyz pasal II tersebut di atas menjadi hapes? Jika demikian, sesungguhnya perlu disayangken karene di dalam Penjelasen itu terkendung hai-hel yang penting, antara Iain yang smemuat Jandasan bagi kesatuan hukum dan moral. Para hadirin yang saya muliakan Menyinggung kembali uraian terdabulu berkisar apakah orang yang mnensati hukum dan berlake adil musti hidup dalam penderitaan, Penycbutan nema Ayyub mengingatkan kepada saya kepada nama salah scorang nabi. Olch Karena itu saya telah mencari penjelasan tentang kehidupan nabi Ayub, den temyata terdapat dalam surat Al- Anbiya’ ayat 83, 84 dan Surat Shad ayat 41,42, yang terjemahnys: 1. Al Anbiys’, 83-84: “Ingatlah kisah Ayyub ket ia berdoa kepada Tuhaanya “Wehai Thank, ako ditinga Kesuschan ipenyakib sedangkan Engkas Mata Penyayang di aantare Ponyeyang”. Lala Kam kablkan pecnimtanays dan kare hiengkan Trencana yang menimpa ditinya, doe Kami gantikaa Keluarganya, supay tmertadi peringatan bagi Oreng-orabg yang menyembah kami” 2. Surat Shad, 41-42: “Ceritakce riwayat herb Kami Ayysb ketku ia berseru kepade Tuhannyo: “Aku citimpa kepayahen dan penyakit dan disebabkan syezn”. Maka Allan berfirmaa kepadanya: “Heotakkanlah kakiona di bum, nicaya cimbul air yang, sejuk untak mand dan mins” 18 Maka Allah memancarkan air dingin dan menyuruhnya mandi dan minum, sehingga Allah menyingkirkan penyakit yang awnenimpa tubuhnya (Thaifuri, Abdullah Afif). Dari uraian di atas eenunjukkan kepada kita bahwa Nabi Ayyub yang sangat besar kotakwaannya pada akhimya mendapatkan kebahagiaan dan kenikmatan terlepas daci penderitaan yakni katena dihinggapi oleh bermvacam-macam peayakit. Dapatian kite menutup wraiam ini dengen suatu keyakinan babwa penaatan kepads hukum dan keadilan merupaksn wajud ketakwaan. dan ketakwaan akan membawa kepada kebahagiaan, Baik kita kutip di sini terjemab: L. Surat Al Morsalat: 41: Scsunggutraya ocang-orang yang bertakwa berada dalam waungan yang tedth den disckitar maar 2. Surat Adz, Duariyat: 15: Sesunzubnya orang-orang yang bertakwe herada di dalara taman (surga) dn dieeaa-aic maces (Al Qur'an dan Terjemahnya. Terbitan Kerajaan Saudi Arabia). Hadirin sekalian yang saya mulickan, semoga kita semua termasuk kelompok ranusia yang dimaksud kedua surat ini. Amicon, Para hadirin yang saya muliakan Dinkanlah saya mengakhiri Pidato Pengukuhan ini, saya menya- dan hahwa isi pidato ini sangat sedethana dan tetdapat banyak kekurangan, untuk itv saya mohon maaf yung sebesar-besamya Kepada para hadirin khususnya, dan para pembaca pada umumnya. Meskipun demikian masih juga ada barapan bagi saya, semoga oda juga manfoat yang tersitat dari uraian pidato int. Perkenankanlah pula peda kesempatin yang membahagiaken kepada says serta keluarga saya ini, menghsdurkan banyak terimakasih yang, setulus-tulusnya kepada: 1. Pemerintah RL 2. Bapak Rektor UGM 3. Bapak Ketua dan Tbu Sekretazis Majelis Guru Besar UGM. 4. Bapak Dekan Fakultes Hukum UGM . Bapak Prof. Keento Wibisono, Prof. Djurctna Adi [M., Prof. Dr. 10. wo Lasiyo, Prof. Endang Daruti Asdi, Prof. Imam Bamadib, Prof. Sudikno Mertokusumo. Pura Guru saya, gut Madrasah Ibtidaiyah, Guru Sckolah Rakyat Negeri Sleman, Guru PGA dan PHIN Yogyckarta. Kepada Saudara-saudara saya semua Kepada Teman sejawat saya para cosen, staf administrasi, baik di Fakuhas Filsafatmaupun di Fakultas Hukum, daa di Pusat (UGM), serta sejawat saya dari instansi di luer UGM manpun persearangan, Kepada Ayah dan Ibu saya (almerhum) dan kepada Ayah mera serta keluarga semua. Sungguh saya merasa berhutang budi, sayz meayadari bahwa karena ridho Allah serta dukungan, bantuan, serta bantuan Bapak-bapak, Tbu-ibu, Saudara, saya dapat sampei- kan ke jenjang sekarang ini. Semoga budi baik yang telsh diberikan itu mendapat imbaln limpahan rehmat dan kasi sayang Allah yang berlipat ganda. Amien, Kepaca yang tercinta ister saya Armiyati dan Anak-anak saya Dian Umawati, Dion Hena Judiyanto, Dein Noor Alfian, dan Doni Aryono Sulistyo Adi. Akhionya alas Kesabaran serta perhatian Bapk-bapak, Tbu-ibu, dan hacisin sckatian saya hatuckan penghargaan serta banyak teri kasih. Semoga Alieh SWT melimpahkan rahmet, hideysh, serte ampunan-Nya kepada kita sokalian, Wassalamu'alainkum, wrwb. 20 DAFTAR PUSTAKA Epping, A,; Stockum van, C, Juntek: 1983, Filsafar Enste, Jemmars, Bandung. Juliantoro, Dadang, 1999; Jalan Kemanusiaan, Pandua untuk memperkuet HAM, LAPERA PUSTAKA UTAMA. (Yayasan LAPERA Indonesia) Yogyakarta. Hendeiati, Trignita, 2001, DUHAM Panduan bagi jumalis. Judul Asli: The Universal Declaration of Human Right. A Guide for Jour- natist, Diterbitkan atas kerjasama Lembaga Studi Pers dan Pem- bangunan dengan The Asia Foundation AIDCOMM, Jakarta. Kusumohamidjojo, Budiono, 1999, Kerertiban Yang Adil, Grassindo, Jakarta. Lavine, T.Z., 2002, Petualangan Filsafat dari Socrates ke Sartre, Judul Aseli: From Socrates to Sarire, Penerbit Jendela kerjasama dengan Tadarus, Penerbit Jendela, Yogyakarta. ‘Mahfud, Moh, MD, 1999, Hukaen dan Pilar-pilar Demokrasi_. Game ‘Media kerjasama dengan Yayasan Adikarys IKAPT dan The Ford Foundation, Yogyakarta Muchsin, dan Fadillah Putra, 2002, Hukum dan Kebijakan Publik, Penerbit Universitas Sunan Giri Surabaya, bekerjasama dengan AVERRUES Press. Nugroto, Heru, 2001; Negara, Pasar, dan Keaditan Sosial, Pustaks Pelajar Offset, Yogyakarta Rapar, LH., 1993; Filsafat Politi Petsada, Jakarta Rossel, Bertrand, 1988; Pengolahan Pemikiran, PT. Gramedia, Jakarta. Shudra, Mulla, 2001, Kearifan Puncak, Judul Asli: Hikmak al Arsyiah. Pustaks Pelajar, Yogyakarta, Sandra, Kartika, (Editor), dan Rusdslina, 1999; Komvensi tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perem- pwan, Pandusn bagi Jurnalis. Penerbit LSP Jakarta, Sorjadi, 1989, Pareasila Sebagai Sumber Tertib Hukur Indonesia, Lakinan Offset, Yogyakarta, Ketetapan-Ketetapan MPR-RI UUD 1945 (Setelah Amandemen ke 4), Aristoteles, PT. Raja Grafindo 2 RIWAYAT HIDUP. Prof. Dr. H.R, Sosjadi, $.H, dilahirkan pada tanggol 3 September 1939 di Sleman, Yogyakarta Tamat Sekolah Rakyat Negeri I Sleman tahun 1953, PGA Pertama Negeri Yogyakarta tahun 1957, Pecdidikan Hakim Islam Negeri Yogyakarta tahun 1960. Pada tahun 1961 melanjutkan belajar di Fakultas Hukum UGM dan temat tahun 1965, Mengikuti Pendidikan Puma Sarjana ke Nederland (Vrije Universiteit) tahun 1973-1974, dan ter- akhir mengikuti Prograin $3 Umu Filsafet Universitas Gadjah Mada selesai tahun 1998 dengan mempestahankan discrtesi becjudul “PAN- CASILA SEBAGAI SUMBER TERTIB HUKUM INDONESIA” ‘Menjadi staf pengajar tetap ai Fakultas Filsafat UGM. Sebagai penga- jar pada program $2 Hime Hukum di Fokultas Hukum UGM dan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, pada program $2 Magister Studi Islam Universitas Muhammadiysh Yogyakarta, Pernah meme- gang Jabetar: Pembanta Dekan [Il (1968), Sekretaris Fakultas Fiisafat (1970-1972, 1977-1979}, Dekan (1979-1981; 1981-1984; 2000-2004). Minet utara adelah Filsafet Hukum. Beberapa hasil Karya/penelitian antara Jain: i. Realisusi Pancasila dalam TAP MPR dan Perundang-undangan Indonesia sejak Proklamasi Kemerdckean bingga tahun 1978 (Bersama Abbas Hamam), 1981. 2. Aliran-sliran Filsafat dan Filsafat Pancasils, 1986 3. Hokum Islam Tentang Keadilan Sosial Suatu Tinjavan Filsafati, 1987, 4, Filsafat, Tdeologi, dan wawesan Bangsa Indonesia. (Bersama Silvester A Kodhi), 1989. Teluah Filsafat Hukum dalam abad XX, 1989. Anti Keadilan Menurut Pandangan Para Filsuf Klasik, 1989. Acti Norma Dasar (GRUNDNORM) meourut Hanas Kelsen, 1991. Pengkajian Kembali Pokek Kaidah Fundamental di Era Refor- masi; Disampaiken dalam Forum Diskusi Dosen Fakuttas Filsafat

Anda mungkin juga menyukai