REFLEKSI MENGENAI HUKUM DAN
KEADILAN, AKTUALISASINYA
DI INDONESIA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
pade Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada
Dlucapkan di hadapan
Rapat Majelis Guru Besar Terbuka
Universitas Gadjah Mada
pada tanggal 7 April 2003
di Yogyakarta
Oleh:
Prof. Dr. IL R, Soejadi, SH.Yang terhorma! Keiua, Sekretaris, dan Para Anggota Majelis Wali
Amanat Universitas Gadjah Mada
Yang ierhormat Rettor, Wakil Rektor, Ketua, Sekretaris, dan Para
Anggata Senat Atademik, Ketua, Sekretaris dan Para Anggota
Majelts Guru Besar Universitas Gadjah Mada; Sejawat Dekan,
Para Wakil Dekan,
Yang terhormat segenap civisas Akademika Universitas Gadjah Mada.
Para Tamu undangan, Sejawat Dosen, Assisten, Para Maha-
siswa, dan Kepala Bagian Tata Usaha, Kepala Sub Bagian
Fakulas Filsafat beserta stafaya.
Assalamu’alaikuem ww.
‘Salam sejahtera bagi kita sekelian.
Para hadirin yang saya mutiakan.
Pada kesempatan yang membahagiakan ini perkenankaalah saya
mengajak para hacirin untuk memanjatkan puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, bahwa hanya atas
rahmat serta hidayah-Nya lah kita dapst bertemu dalam forum ini
yakni Forum Rapat Majelis Guru Besar Terbuka UGM dengan acara
penyampzian Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakuitas
Filsafat Universitas Gadjah Mada.
Solawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rosulullzh
Muhammad sa. Amien. Pidato Pengukuban yang insya Allah disa-
jikan dalam pertemvan ini mengambil tcme: Refleks! mengenai
Hokum dan Keadilan, Aktualisasinyn di Indonesia,
‘Terimakasih saya haturkan kepada Bapak Ketua/Sekretaris
Majelis Guru Besar atas perkenarnya mengagendakan acara pidato
pengukuhan ini. Penghargazm clan terimakasih pula saya haturksn
kepada segenap hadirin yang buciman atas perkenannya meluangkan
waktu untuk menghadiri scara penyarapeian pidato pengukuhan pada
hati ini, Semoga Aliah Yang Mata Esa melimpebkan balasan kebaik-
an yang beilipa: ganda, Amien, Pidate pengukuban yang digampaikan
pagi hari ini mengambil tema: “Refleksi mengenai Keadilas dan
Aktualisasinya di Indonesia”. Berkensan dengan tema tersebut, says
menyadari bahwa apa yang hendak dipaparkan sangatlah sumir2
mengingat sesunggubnya tema tersebut dapat mengandung cakupan
substansi yang sangat luas, Sumimya paparan antara lain dikarenakan
terutama kendala faktor waktu serta keierbatasan pengetahuan saya.
Lain daripada itu saya memberanikan diri untuk mengangkat tema
tersebut dengan harspan mendapstkan tanggapen berupa pericayaan
pengetahuan, pemahaman dan pengalaman dari para haditin soxta
macysrakat yang menaruh minst pada permuasalahan. Sebagaimana di
samping mendapatkan mssuken dari buku-bukar terkait, juge
memperoleh mesuken ita dari media massa bsik cetak maupun
elektronik. Hampir setiap hari kita mendapatkan informast-informasi
aektual berkait dengan pecmaasalahun iukum dan keadilan,
Reficksi mengenai Keadilan
Para hadirin yang saya muliakan.
Ada motto dalam bahasa Latin, berbunyi: Fiat justisin et percat
mundus (ruat Coclum); yang artinya: Hukum Keadilan harus dilaksa-
nakan sekalipun dunia harus kiamat (sekatipun langit herus runtuh
karenanya), Mou tersebue menyiratkan suatu Komitmen yang sangat
tinggi untuk mewujadkan keadilan di dalara kehidupan bersama.
Mengambil toma refleksi mengenai keadilan mengesankan akan
adanya suata uraian Kefifsafatan yang acdemikian abstrak, padahal
saya bermiakeud di sini monyajikan sesuatu yang lebih bersifat summit
dan ilmiah popular. Memsng perkatsan reflekei dapat berarti
a. Refledtie (Bahasa Belanda}, yang bererti pentulan (Kamus Bahasa
Belanda, disusun oleh Kramer Sr., ALN. 1966: 214.
h, Reflex (Bahasa Inggris), yang berarti: an automatic response (0 &
stimulus (International Dictionary, 1971)
Dalam beberapa karangan yang ditulis orang yang berkecimpung di
bdidang filsafat pemikiran reflektif sering dimaksudkan sebzgai pero-
aungan. Seperti Irmayanti M. Budiyanto (2002: 17) menyatakan cicri-
cin filsafat adalah berfikir kritis refleksif. Daa merenung itu senditi
adalah memikirkan tau mempertimbangkan secara mendalam. (Ka-
mus Umum Bahasa Indonesia disusun oleh WJS Poerwodarminto).
Dalam hal ini, perkataan refleksi digumakan dalam pengertian yang
kedua yaitu berupaya untuk dapat memikirken atau mempertimbang:3
kan permasalahan yang dibicarakan,
Permaselahan hukum dan keadilan adalah permasalahan lama
akan tetapi selalu menarik atan actual. Meskipun dalam satu hati
orang sepuluh atau bahkan seratus kal: mengkritik tentang hukum dan
keadilan, namun tidak dapat disangkal bahwa kehidupan bersema
‘etap memertukan huxum dan keadilan itu. Seperti pemah dinyatakan
oleh pemikir Cicero abad 1 SM babwa apabila ada masyarakat tentu
ada hukum, ubi societas ibi ius. Pada abad XXI cikumandangkan hal
yang senada dengan pert.yataan Cicero itu, antara lain dinyataken olch
‘Antidjo Alkostar (1999: 346) bahwa pada dasamya manusia selalu me-
merlakan keadilan, kebenaran dan fukum, karena hal itu merepakan
nilai dan kebutuhan azasi bagi masysrakat manusia beradab, Keadilan
adalah milik dan untuk semua orang seria segenap masyarakat dan
tidak adanya keadilan akan menimbulkan kehancoran dan kekacauan
keberadhan serta eksistensi masyarakat itu senditi. Bahkan perbedaan
sikap dan kebencian terhadap orang lain tidak boleh mengakibatkan
sikap yang tidak adil. Dalam keitannya dengan transformasi sosial,
filsuf Roscoc Pound menyatakan tugas hukum scbagei a tool of social
engincering. Istileb social engineering (rekayasa scsial) ini dipakai
pula oleh Here Nugroho (2001: 110) dalam ureiannya yang berterna
Refleksi Kritis Pembangunan di Indonesia, Ia mengermukakan bahwa
para ilmuwan sosial menyindir pelaksanasa pembangunan di era Orde
Baru tidak hercorak dialogal akan fetapi lebin monologal. Partisipzsi
masyarakat yang diharspkan datang dari bawah justru terbalik menjadi
mobilisasi pembanguaan dari atas. Masyarakat menuntut bahwe peru-
musan pembangunan seyogyanya melibatkan masyarakat, schingge
membawa manfoai untuk masyarakat yang bersangkutan, Dari uraian
di atas tampak bahwa suatu konsep stau gagasan sebagsimans
dikemakakan oleh Roscoe Pound, dalam tataran pelaksanazmnys tidak
mengalami sukses sebegaimana yang diharapken. Memang dapat
dipahams babwa cukup subt untuk dapat mewujudkan Kesesuaian
antara idealitas dengan reatita, antara konsep dan persep. Sebagaimana
digambarkan dengan baik oleh Aridjo Alkostar (1999: 345} yang
menyatakan bahwa patadoks-paradoks antata idealitas hukum dengan
realita sosial yang banyak terjadi dalam masyarakat kita dewasa ini
menuntut Keruntutsn pembenshan system penegaken hukum dan
kejelasan rancang bangun identitas dan kerangka asas hukum nasional4
dari para Arsitck Banguean hukum yang komprebensif, dan tidak
sekedar hasit otak-atik para tukang beralisan positivisme, schingga
negars hukum berkesan hanya sebagai negara undang-undang saja. 1a
mengemnukakan pula perlunya kejelasan visi pengembangan hukum
serta antisipasi perkembangan sosial politik dan teknologi menupakan
determinan dalam proses pembangunan hukur, agar pertumbuhan
hukum tidak acak-acakan dam liar tanpa arah
Pandangan Artidjo Alkostar itu pada prinsipaya dzpat dipahami
dan disewujui dalam kerangka ponggabungen aliran positivisme
dengan aliran hukumn alam. Yaitu dalamn kerangka pembenahan asas-
asas hukum yang mencerminkan system nilai yang dijunjang tinggi
dalam Kehidupan bersama masyacakat Indonesia, dan selanjutnya,
asas-asas hukum itu dijadikan pegangan bagi pembentukan hukum
oleh pemegang otorites. Pada hemat saya suatr produk hekum yang
baik adalah jika memenuhi persyaratan aspek formal dan material
Pada aspek formaloya, memang bentuk hukum terentu merupakan
produk dari institusi pemegang wewengng untuk itu, dalam hal ini
terkaitan pula dengan permasalahan proscdur_pembentukannya.
Dalam aspek material atau substansial, misalnya undang-undang,
peruturan pemerintah dan sebagaiaya harus mentrasformusikan materi
atau substansi yang sesuai dengan asas-ases hukum, misalnya asas
Kekeluargaan, kesamaan ste: non diskriminasi, kebebssan yang
bertanggungjawab. dan sebagainya.
Para hadirin yang saya mutiakan.
Menyieggung permasalahan kesesuaian antara ideslite dengan
realita, di sini saya ingin mengetenguhkan beberapa pandangan yaitu
Pandengan Artidjo Alkostar, Soetrisno R., dan Mula Sadra. Artidjo
‘Alkostar (1997: 346), seorang ilmuwan dan praktisi hukum dalam
Pembicarwannya yang herterma Pembangunan Hukum can Keadilan,
mengatakan tetdapatnya situasi paradoksal.
Sementaca itu, Soetrisno R. (1998; 196}, seurang birokrat akan
(ctapi juga akademikus, dalam katyanya yang berjudul “Member-
dayakan Mesyaraket Pedesuan” mengatakan sebagai berikut,
*Yervosiannya, memang seting kal) Das Solled itu tidak laly menjadi Das
Sein, bahwa yaag seharusnya itu seting kali dak sessai dengan kenystoan5
Kekussian Jali diberi makna sendiri sesuai dengan keinzinen dan
epemingan masing-nasing, Battkan ada yang begita yskin talwa kebuasean
yang dimilikinya butan datang dai rakyat melainkan barena adanya why,
polung, atao wargsit. Kebuasian ita dianggap berkah yang datang dani atss
ddan bukan dirounculkan dasi baweh™
Apébila pemahaman tethadap makna kekuasaan sebagaimana
disebut di atas, remmunya hal yang demikian iva dapat sempengaruhi
pemahaunanpya tentang hukum cat keadilan. Kiranya pesmesalahen
ini layak menjadi objek penelashan pula
Petut diketengahken pula di sini, ponjelasan mengenai Dimensi
Reslisasi yang dikemukakan oleh filsuf bangsa Persi (Iran) yaitu
Mulla Shadca (2001: 13-15), dalam karyanya berjudul “Kearifan
‘Puncak”, yang menyatakan pandangan sebagai tersebut di bawah ini
“Davi ttik parelang reaisasi transendensi salah satu Kesulitan prabtis dan
filosofis yang tidak dapat dhindarkan adalah bahwa dalam domein ini
Jescimbangan peagslaman dan perehanian dalam sedep individu (pada
‘siahu momsen yang ketal) sangatlah herbeda"
Pandangan filsuf Iran ini dapat dipahami bahwa terdapatnya perbe-
daan faktor rasional dan empitik yang melatar belakangi maka hal itu
dapat menimbulkan perbedaan persepsi masing masing individu.
Dari tiga sosok pemikir yang pandangannya dikutip di atas,
masing-masing dari sudut pandang yang berbeda yakni dari bidarg,
hukum, cari bidang sosial, dan yang terakhir dari bidang teologi,
famun menunjukkan adanya titik kesamzan yakni mewujadkan dunia
ide ke dunia realiva, atu dari canah Konsep ke persep dan praksis,
dalam heayataenaya tidak sclslu mudah scbagsimana digambarkan,
sebagaimara berkait dengan pertasalahan bukum dan keadilan.
Dengan marakaya orang-orang yang pada umumaya mengataken
bahwa mereka dun kita semua mendambakan hukum dan keadilan itu.
Memang tidaklsh dapat dipungkiri adanya persepsi para pemikir
mengenai hukun dan keadilan itu. Filsuf Plate (Huijbers, 1982: 22-
23) misalaya sanget positit menerima seria mengakui keberadaan atu.
eksistensi hukum dan keadilan, Patut diketengahkan di sini pemyataan
filsuf besar itu dalam bagian kedua karyanya yang berjudul Repubiik,
ia menggambarkan Glaucon berkata kepada Soctates sebagai berikut.
“Suara universal tamusia selatu mengatakan bahwa keadilan dan kebijakan
‘tu mulia naman dipenahi Kesedihun dan Kesulitan Kenikinatan Kejahatan dc6
tidak adilan mudah didapat dan harya huhum seita opini yang dapat
imeagutuknyat (Lavine, Z. 1984: 40)
Menarik perhatian says, (entunya menarik pula bagi perhatian para
hadirin sekalian, yaitu keterangan Thelma Z. Lavine, seoreng Guru
Besar Filsafst ci George Washington University dalam karangunnya
yang berjudul: From Socrates 1 Surtre, iz melukiskan mengenai
porikehidupan orang yang sik dan adil dan mengaitkennya dengan
peagaduan Ayub kepada Tuban. Uraian Lavine ilu berbunyi sebagai
borikut,
“Penderitans orang. yang adil dan haik, kemakmuren orang yang jehat
rmerupakan persoslan manusia sejak zaman dahulu. Dalim kisah Ayych
dlischutkan, Ayub — yang digembakan Tuhan schagai “Senrang yang
sempurna das adil. sescorang yang takut kepada Tukan dan membenci
kejahatan” (Ayu |: 8) — mengadu kepada Tuhin akan kesengsaraan-nya,
“Kautaha aku tick jahat”, (Ayyub UU: 7) memang penderitaan Ayub sanga
rmemprihatinkan. “Kenaps,” Aysub bertanya pada Tohan, “orang yang jahat
hidup panjang usia, wabai Yang Maha Kuasa? (Ayyub 21:7).
Thustrasi_mengenai orang yang monjalani kehidupun dengan
keadilan dan kebajikan dibayar deagan kesedihar: dar. kesengs:
mendapatkan tanggapan Plato dengan mengemukskan teori hentuk
yang merupakan teori sontralnya (Akan dijelaskan pada uraian nanti)
Sememara itu Lloyd (Kusumohamidjojo, 1999: 210-211) menge-
mokakan bahwa mungkin dikarenakan oleh kegagalan hukum data
mewujuckan keadilan secara mevata hal itu mengasibatkan timbulnya
pendapat dan angeapan bahwa keberadaan hukum lebih banyak
menimbulkan keburukan dari pada manfaat bagi kenidupan berseme.
Meskipua tanpa didasari argumaertasi yang jelés terdapat pendangan
yang serupa dengan pandangan yang mengesankan sikep negatif
terhacap Keberadasn atau eksistensi hukum. Pandangan ity menga-
tekan bahwa keberadsan hukum ilu merupakan kehalikan dari/den gan
keberadaan tcknologi. Dengan ieknologt kehidupan manusta itu
dipermaudah scdangkan dengan Keberadaan hukura kehidupan dipes-
sulit, Benarkah pandangan terscbut? Ateu salabkah pandengen itu?
Kironye untuk memberikan tanggapan elas pandangan ita dipertukan
ponjelasen yang memadai. Lloyd telah memberikan penegasan bahwa
* the idea of law has proved to be one of the truly fundamentil
civilizing factors in the development of human society”, bahwa7
hukum dipandang sebagai faktor mendaser pembudayaan dalam
pembangunan mesyarakat,
Para hadirin yang saya muliakan.
Dalam uraian di atas telsh dicoba untuk mengungkap mengenai
hukum dan keadilan meskipun dalam taraf sangat singket tau sumir,
dan tinjauannya menitikberatkan peda aspek ontologis, epistemotogis,
dun aksiologis. Apabila hukum dan Keadilan dihadapkan kepada
perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin kompleks, den
dengan demikian diberi peran scbagei tatanan yang operasional, maka
dapat dipahari togas hukum scdemikian besar dan berat. Disadari
dalam Keadaan yang dertikian diperluken kerja sinergi secara harmoni
empat tacam norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yaita
norma Agama, norma Kesusilaar, norma Kesopanan, dan norma
Hukum, Dalam kaitannya dengan mssalah ini patut mendapat perfa-
tisn pula pandangan Meuwissen (Kusumohamidjojo: 211) yang
mengemukakan adanya empat momen yang metandai hukum, yaiau
i. momen formal-normatif, yekni hukum sebagai tatana formal
yang bertajuan menegakkan perdamaian, keteniban, harmoni, dan
kepastian hukum,
2. momen formal-faktual, yakni yang mencerninkan sebagai gejala
kekuaszan yang mempengarubi sikap dan perilaku manusia,
3. momen material-normatif yakni bahwa hukum semestinya memut
aspek exis.
4, momen material faktual, yakni terkait dengen keperluan-keperluan
manusia
Dari ursiunnya itu Meuwissen menyarpaikan pendapatrya behwa
hukum adalah/sobagai tatanan yang berupsya mempengaruhi perilak
manusia sedemikian fupa, sehingga pemenuaar kebutuhan-kebutuhan
dan kepetluar-keperluan dilakukan dengan cara yang memadai secara
moral atau adil, dan dengan demician juge dengan cara yang dibe-
nerkan,
Portimbangan aka) sehat menctima kehadiran hukum sebagai-
mana dikemukakan Lloyd. Bahwa perkembangan mmanusia semakin
komptcks, dan tidak mungkin ditetima suatt situasi anarkhi. Pada
hakikamya perbuatan anarkhi adalah sama dengan menghalimi sen-g
iri (eigenrichting). Sejalan dengan spa yang dikemukakan oleh van
der Hoeven (1989) bahwa hukum memberiksn rasa aman (veilig) dan
hukum pads dasamya tidak membenarkan tindsk Xekerasan. Hukum
sebagai orde tendenz mengatur kepeatingan-kepentingan individa-
sosial, schingga hukum dikatakan mempunyai fungsi integratife
(Talcott Parson).
Hukurn sebagai sumber kekuasaan, demikian pendapat Aristo
(eles, dan apabila hukum yang menjadi umber Kekuacaan bagi para
penguasa yang demikisn itu akan menjamin cumbuhnya moralitas
yang terpuji dan keadaban yang tinggi dan sanggup mencegsh para
penguasa itu dari kesewenang-wenangan (Rapar, 993: 63). Aristo-
leles menolak ide kedaulatan pada manusia, Karena bagaimanapun
juga manusia mempunyai nafsu, Aristoteles menyamzkan hukum
dengan akal atau kecerdasan, bahkan dewa, schingga barang siapa
memberi tempat bagi hukum untuk memerintah, berari ia telah
memberi tempat bagi dewa dan akal serta kecerdasan untuk
memerintah. Hukum adstzh akal atsu Kecerdasas yang tak dapat
dipengaruhi oleh keinginan dan nafsu. Aias pandangan Aristoteles ito
dapat diberikan komentar, memang pendapat itu secara teoretis dapat
diterima. Akan tetapi apabila dilihat dari sudut praktis, pendapat itv
mempunyai kelemahan, oleh karena berlakunya hukua. ity sendiri
adalah manusia yang memberlakukannya, manusislah scbagai
pelaksana hukum. Dalam hal ini Aristoteles sendiri mengemukakan
bahwa manusia sesungguhnya tok dapat dipisahkan dari hukum.
Bahkan Aristoteles mengemukakan pula bahwa hanya dengan dan di
dalam hukum itulah manusia dapat mencapai puncak perkembangen
yang tertinggi dari kemanusiaannya tetapi apabila manusia terpisah
dari hukum, maka ia akan berubah menjadi yang terburak di antara
segala makhluk. Pandangan inilah yang menjadi dasar bagi pengakuan
supremasi hukum. Menurat Aristoteles bahwa supremasi hukum
merupakan sysrat mutlsk bagi kebidapan yang bermoral dan beradab,
baik untuk para penguasa maupan untuk cefuruh warga negara
Pandangan Meuwissen sebagaimana dikutip di atas menunjukken
kesejatanan dengan pandangan Aristoteles, meskipun dengan cara
pandang yang sedikit berbeda yakni dengan menyebutnya bahwa akal
sehat tidak dapat menetima suatu kehidupan bersama di alam modern
dengan scgala kompleks permasalshan dan kepentingan tanpa adanya9
tatanan atau dengan kata lain bercorak anarkhi.
Dalam kaitannya dengan ide keadilan, Aristoteles mezmulsi
pomikirannya itu dengan mengermukakan gsgasannya tentang negara
idaman, Bahwa di dalam negara idaman itu segala sesuatu terarah
kepada cita-cite mulia yaitu kebaikan. Dalam pada itu cita-cita
keadilan dan kebenaran menupakan pengejawantahan dari cita-cita
Kebaikan, Keadilan den kebenaran oleh Aristoteles diberi pengertian
sebagai apa yang berfaedah bagi masyarakat secara menyeluruh
(Raper, 1993: 92}. Kesamaan hak, menurut Atistotelss, hanyalah
dimiliki olch mereka yang, me-riliki status sosial yang sama dan
mereka yang terada dalam lspisan sosial yong sama. Keadilaa
Gustice) ‘memilikisisi-sisi kesamaan dan perbedaan dalam kepe-
milikan hak. Dalam erti baba keadilan Gustice) pada satu sisi
memniliki kesamaan hak namun pada sisi yang lain dapat juga berarti
ketidak semaan hak. Dengan kata Iain Kesamaan hak berlaku bagi
orang-crang yang sama, dan berbeda dalam kepemiliken hak itu bagi
orang-orang yang memang berbeda (mengingat atau berkait dengan
lepisan sosial dan status sosial).
Pandangar. Aristoteles memapengaruhi pandangan Thomas
Aguinas (1225-1275) filsuf besar pada abad perlengahan. Dela
pembicaraan Kita mengenai hukum dan keadilan, patst mendapat
pethatian kita bersema bahia ‘Thomas Aquinas telsh memperkenalkan
gagesannya tentang fukum, bahwa hukum dapat dibedakan sebagai
berikut.
a. Hukum yang beresal dari wabyu yang disebuinya ius divinum
positivam; dan
b, Hukurn yang berasal dari akal budi manusia, Hukum ini dibagi
menjadi:
1. Hukurn Alam (ius naturale)
2, Hukurm Bangsa-bangsa (ius gentivm); dan
3. Hukum Posttif Manusiawi Gus posttivam bamanum)
Pengaruh pandangan Aristoteles kepada Thomas Aquinas nampak
pada ajarannye tentang hukum alam, yang memandang semresta alam
sebagai sualu kesstuan substansi-substansi dengan wujud yang
berbeda-beda, Bahwa semesta alara terditi benda-benda mati, tumbuh-
tumbuhan, binatang dan manusie, dan kesemuanya itu terdiri atas dua
bagion yaita materi dan bentuk (Huijbers, 1982; 40), Yang past10
cicatat dari pandangan ‘Thomas Aquinas mengerai keaditan ialah
bahwa Thomas membedakan pengertian keadilan itu dalam keadilan
distrubutif, Gustitia distributive) keadilan twkar menukar Gustiva
commutative) dan keadilan legal (iustitia legalis).
Pemikiran Plata
‘Mengenai Teori Bentuk can Btika
Dengan Teori Rentuk dan Etika, Plato mencoba untuk menja-
‘wab permasalahan kehidupan orsng yang menjalani kehidupan dengim
Keadilan dan kebijakan dibayar dengan Kesedihan dan kesengsarasn.
Terlebin dahulu kita berupaya memahami pandengan Plato yang
mengambil inspires! pendangaa para filsuf gencrasi di atasnya
Hereklitos dan. Parmenides sebagei pernikir pemikir dalam bidang
matematika, dengan beranjak dari pendekatan geometris. Plato men
coba untuk memberikan penjelasan atas permasaiahar-permasalahsn
etis kejiwaan, Menurut Plato bahwa pangetahuan yang sejati dapat
diperoteh melalui pengetahuan. matematis, miseln ya pengetahuan kit
tencang segi tiga, lingkaran, dan sebageinya, dan dikatakannya sebagal
scbuah ilrou pasti yang absolut. Lebih lanjut Plato menjelaskan bahwa
manusia mempunyai jiwa wipartite. Digambarkannya bahwa jiwa
manusia terdiri atas tiga bagian yaitu:
1. pikiran (logistikon)},
2. perasaan dan nafsu (epithumetikon);
3. rasa baik dan jahst (thamoeides)
harmoni ketiga bagian tersebut sebagai sesuatu yang ideal. Plato men-
iclaskan bahwa keadilan atau dikaiosune terletak pada keseimbangan
antara ketiga bagian jiwa sesuai dengan wujudnya masing-masing
(Huijbers, 1982: 24), Menurut pendapamya pula, bahwe beatuk
keberunizn dan keadilan, seperti halnya bentuk segitiga, atau lingkaran
yong bersifat abadi dan tak berubah, juga merupakan standar absolut
yang dapat dinilat melalui tindakan crang dan institusi dalam alam
kasat mata (Lavine). Masalah yang timbul berkaitan teor hentuk ini
benupa pertanyaan: apakah yang dapst ciamati dalam mencari bentuke
keadilan ikah keagilan? Apakah dati bertuk keadilan yang diamati
dapat diketzbui keadilan dafam ani yeng cbsolut atau sejad sebapai-il
mana pengamatan kita tentang bentuk segitiga, lingkaran, dan seba-
geinya. Dengan cortoh konkret dapat dipertanyakan mengenai kepu-
tusan hukuman mati kepada Socrates oleh pengadilan di Athena,
apakah itu dapat dipertshankan sebagai Keadilan? Kiranya diskus}
tentang kesejatian dan bentuk mengenai sesuatu akan terus bergulir,
meskipun dengan menggunakan istilah yang berbedz seperti istilah
idealita dan realita, ide dan aktualisas’, dan sebagainya. Memang
dunia ide kaya dengan kemungkinen, aken tetapi dunia sealita terlebih
kaya dengan kemungkinan. Tepat kiranya kala-kote mutiara yang
mengetakan; Alam terkembang jadikan guru.
Para hadirin yang saya muliakan,
Apabila dalam uraian terdahulu saya telah memaparkan
pandangen-pandangan para filsuf Kiasik maupun filsuf cbad perte-
ngaban, sekarang uba saatnye kita menguak pandangen filsu abad
XX, John Rawls, guru besar Harvard University telah mengenalkan
salah satu karyanya yang berjudul Theory of Justice (1973). Ie
mengemukakan bahwa kesdilan merupakan nila’ yang mewujudkan
keseimbangen. antara tujyan-tujuan pribadi dan tujuar-tujuan bersama.
Digambarkannya bahwa nilai keadiJan tidak mengenal kompromi.
Dalam masyarakat yang adil timbulnya ketidak adilen tidak pernah
diizinken terkecuali untvk menghinderi suatu Ketidak adilan yang
lebib besar (Huijbers, 1982; 194-199), Ursian Rawls dipengzruhi olet
aspek ekonomi, Ja mengaitken masalah keadilan dengan system sosial
(Hluijbers menggunaken istlah kesatuan sosial), Menurut Rawls
system sosial akan mendapatkan aturannya melalui keadilan. Sistem
sesisl itu digembarkan oleh Rawls sebagai orkes betar, yang di
dalamnya para pemain bermain dengan insiramennya sendisi-sendisi
yang dapat bergembira atas grestasi bersama maupun sendiri-sendiri
Yang dimaksudkan di sini ialah bahwa masyarakat merupakan hidup
bersema yeng didalamnya tercapai suatu keseimbangan antara
kepentingan-kepentingan pribadi dan Kepentingan bersama. Menstik
perhatian bahwa peraturan yang adil menjadi wasit guna memper-
faankan hidup bersama yang baik, karcoa hal ini menggambarkan
adanya atau tersclenggaranya rule of law, bahwa hidup tunduk kepada
hukum yong berlaku. Rawls menyerankan adanya rcorganisasi (call2
for redress) Karena pada Kenyataannya peroturan-pematuran yang,
berlaku dalam masyarakat belum/tidak menjamin kesamaan orang-
orang. Kesamaan-kesamaan yang dimakend adalah:
a. kesamaan hak sebagai mamusia dan
b, kesamaan karena kecudukan.
Justice as fairness, demikian pendapat Rawls, bahwa keadilan dia-
tikan sebagai kejujuran. Tentang perlunya peraturan yang adil, Rawls
menuturkan sebagai berikut.
First of all, assume that the basic structure is regulated by a just constitution
thas secures te bbenties cf acuad citizenship (Raves, 1972: 275).
Rawls banyak menyoroti keadilan pada sisi keadilan distributive
ustitia distributive, menurut istilah Thomas Aquinas), barangkali
ksrena dipengaruhi kepakarannya di bidang ekonomi. la mencontoh-
kan aplikasi Keadilan secara sederhana dan mengutacakamnya sebagai
berikut:
~andoikan says hatus membagi sebuah kue diantara tiga orang plus siya
Saye taku bohwa ketiga orang itv svka mengambil potongen yang paling
besar sehingga past saya suka meoerima potongan yang paling keri, kalau
sya mendapatgiluan terekbi unk mengavibi,suatu potengan. Tetapl saya
sendit’ingin mendepat potongan yang besa juge.
Bagaimans hal im mungkin, Kalan saya havus memilh yang terakti
Juwabannya jelas, sebaikaya saya memoiong hue itu menjadi empat yang
Dersis sama. Maka jelasiah tidak terdapa: bentrokan antara kepemtingan
individual dan keadilan. Tervang Keadifan Tadividual dan Keeditsn Sosial
Apakah ketidak adilon atokak Moraly Wrong, Bad, alzu Even Wicked
Pembicaraan mengenai ungkapan di ates terkandung maksud
saya menyitir pandangan dua filsuf besar yeitu Magnis Suseno dan
Hart. Suseao menyebut Keudilan individual sebagai kontras dengan
Keadilan Sosial. Dua orang filsuf tersebut memberikan contoh-contoh
yang menarik seperti terscbut di bawab:
1, Suseno: Suatu masalah menyangkut keadilan individual delam hal
seoreng pengajar memberiken angka yang lebih baik untuk suatu
prestasi yang sama kepada seorang mahasiswa terteat dibanding
dengan mahasiswa yang lain sernata-mata tarena fayoritisme.
2. Hart: memberikan contoh bahwa apabila, seoreng ayah memperla-
kukan seorang anaknya lebih Kejam dibandingkan dengan perla-B
kuannya kepada anak-anaknya yang lain, Apabila terjadl perlakuan
secemikian itu baru dapat dikatakan sang ayah melakukan
perbuatan tidak sci] (anjust) (Kusurohamidjojo, 1999: 134).
Rails mengabstraksikan deskripsi dari Hart itu dengan merumuskan
pengestion “keadilan sosial” seperti di bawak ini:
ecu Th way in which she major cosial instiutions: distribute
{fucdorencal right and éuites and derermine the division of advantages from
‘osial coaperuiicn. Dengan major torial instiucions inv ctmaksudiean "the
potion! constiurton and the priwipal econemic ond sos! arrangements
‘(Kuswokamidjojo, 1999: 135)
Pada akhir dari bagian ini saya ingin mengetengahkan tentang,
sifat relatifitas hukum dan keadilan sebagaimana dikemukakan oleh
Kusumohamidjojo, bahwa oleh karena hakum adalah kenyataan yang
‘melekat pada manusia yang terus menerus berubah, maka kaidah-
kaidah normative yang menjadi maatan hukum sclalu bersifat relatif,
dengan akibat bahwa ketertiban umum serta benang merah keadilan
yang karus dihasilkanrya juga sclalu bersifat relatif, sehingga torus.
menerus menjadi cbjek kontemplasi, justru untuk terus menernpatkan-
nya dalam konteks yang kantemporer. (Kusumohamidjojo, 1999:
222)
Para hadirin yang saya muliekan,
Baik kiranya kita bersama mengamati kehidupan manusia, mala
dari lingkup global maupun nasional, bahkan mungkin lokal. Kita kini
berada pada kwartal pertama tahun 2003 dalam memasuki abad XXT.
Tentu kita semua bersyukur kepada Tuhan Yang Mahe Esa karena
mendapatkan limpahan anugetch-Nya menikmati abad baru. Semen.
tara it tentu kita bertenya-tanya bagaimanakah kehidupan umat
tnanusia pada awal abad ini? Sudahkah kita hidup dalam suasana
aman-onterem, tortib-damei, adil-sejahtera? Jika dihitung dari masa
hidup filsuf Plato dan Aristoteles, sampai kini sudeh memakan waktu
sekitar dea puluh lima abad, Pertanyaannya ialah apakah dalam kurun
waktu yang sangat penjang ity umat manusia sebagai makhluk Tuhan
yeng paling mubia, dan bertindak sebagai Khaiifah-Nya dibumi, sudah.
kah sanggup membenahi ditinya sebagai makhluk yang berperadabanM4
tinggi sesuai dengan martabatnya’? Dalam Keitan int saya ingin
menyinggung di sini mengenai misi imu ‘pengetabuan dan teknologi,
serta misi fukum itu sendiri, Pengetabuan mengalami kegagalan,
apakah misi bukum juga mengalam; kegagalan? Sebagai akibat daci
kemajuan ilmu pengetahuan maka teknologipun mengalami kemajuan,
dan maenghasilkan produk-produk yang dapat dikata fuer biasa, seperti
nampak pada alat-alat komunikasi, alat-alat trensportasi, alat-alat
cetak, alat-alat Kedokteran, dan alatalat persenjataan. Namun
sementara itu iptek masin juga “digugat” arena belum dapat
mewujudkan pemerataan kesejahteraan, Di samping itu iplek dapat
pula dikatakan bahwa misinya mengalami Kogagalan kerena dalam
misinya melenceng dari cita-cita semula yaitu untuk mewujudkan
kesejahteraan akan tetepi justru kontra tcrbadap cits-cita ita kal itu
nampak dengan adanya mocemisasi persenjatan pemusnah rassal
yang justru mempergunakan dana yang savgat besar. Data tersebut
selayaknya dapat diperguaakan untuk Kesejshteraan umat_manusia
Dalam kenyataannys, memang benar apa yang dikatakan oleh Eouis
Leahy. bahwa manusia adalah makhluk paridoksal (19843. Dalam
Kaitannya dengen hukum, di depan telah saya sebutkan bahwa hukum
menghendaki kedamaian, ketettiban, keamanan, dan pada akhimya
juga untuk menunjang kesejahicrazn sebagaimana dikatakan oleh
Gustav Radbruch.
Sejak sctelah sclesainya Perang Dunia kedua yang kemudian
disahxannya Deklarasi Universal Tentang Hak-hsk Asasi Manusia (10
Desember 1948) umat manusia di dunia dapat berharap bahwa akan
terjamin hak-hak asssinya sebagimena tersurat dalam pasal t, 3, dan 5
DUHAM. yeng menyatakan bahWa setiap manusia mtempunyai
martabat dun hak yang suma, dan bidup dalam scmangat persaudaraan
(pasal 1). Bahwa setiap orang bczhak atas kchidupan, kebebasan, dan
kesclamatan individu (pasal 3), Sclanjuinys, bahwa tigak scorangpun
boleh disiksa atau diperlakukan sevara kejam, dihukum sccara tidak
mamsiawi ate dihina (pasa) 5). Dari cuplikun 3 pasal ita sala
sebenarnya umat manusia dapat merasa aman, dan tentram kurena
Gijamin tidak akan diusik spa yang menjadi hak-hak asasinya Kofi
Anan, sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-hangsa mengatakan
bahwa DUHAM sebagai alal ukur untuk menera kemajuan manusia
(Kartika dan Rosdalina, 1999: 2). Namun tenu saja dapar diper-15
tanyakan sampai seberapa jauhkah alat ukur tersebut ditaati oleh
hangsa-bangsa di dunia, termasuk juga penataan oleh bangsa-bangs:
yang telah mengalami Kemajuan pesat dibidang iptek? Pantas disebut
di sini, Amaerika Seriket yang telah membentuk Koalisi bersama
Inggris dan Spanyol, pada hari Kamis tanggal 20 Maret 2003 seleh
menycrang Trek meskipun tidak mendapatkan rekomiendasi dari PBB.
Babkan Kofi Anan membcrikan Kkomenter bahwa penyerangen
Amerika Seriket dan koalisinya itu tidak mempunyai pijakan buku,
Tentu saja tindakan Amerika dkk, itu mendapatkan reaksi dari
‘masyarakat seluruh dunia, termasuk masyarakat Ametika sendiri. Bagi
bangsa Indonesia sudah cukup jelas babwa prinsip perikemanusiaan
dan perikeaditan telsh cilangear dalam peristiwa yang masin
berlangsung ini, Hukum Intemasional dan Organisasi intemnasional
menjadi tidak berwibawa. Hal scperti diuraiken mengingatkan kepada
kita konstalasi Thomas Hobbes (Huijbers, 1982: 65) yang menyatakan
bahwa sejak zamen purbakala selumhnya dikuasai oleh nafsu-nafsu
alamish untuk memperjuangkan kepentingsnnya sendin, hal ini
merupakan penggambarsn masyarakst primitif. Jika digamnbarkan oleh
Hobbes bahwa dalam masyarakat prinsip itt berlakw semboyan
manusia setigala bagi manusia lain (homo homini iupus), pertanyaan
kita sekarang, apakah sekarang ini masyarakat internasional masih
hidup dalam sitvasi primitif? Pada hal di sisi lain kita mengataken
sudah hidup di zaman modem,
Para hadirin yang saya muliakan
Sampailah kita pada pembicaraan mengenai hukum dan keadilsn
di nogeri kita tercinta Indonesia. Apa yang saya ketengahkan bukenish
sesuatu yang twntas, akan tetapi lebih bersifat Jontaran yang tentu
mengundang tanggapan den sambutan dari sejawat dan khalayak yang
bermina: uniuk mendiskusikan lebih lanjus. Di satu sisi kita semua
mendengar atau membaca bagaimena institus) yang berwenang
monyiapkan perangkat peraturen-peraturan hukum, dan bagaimana
pula para penegak hukumm berupaya mewujudkan tegaknys hukum dan
keadilon. Pada sisi yang Isin kita dengar dan kita baca pemyataan-
perayataan antara ‘lain menyeburkan tentang adanya kebocoran
anggaran, mursknya korupsi, dan perbuatan-perbuaten krimina) yang16
lain, bahkan sampai pada perbuatan kriminal yong tidak atau belum
pemah Kedengaren, alias tidak umum, yaitw ada orang memakan
orang.
Sebelum lanjut izinkanlah sebentar mengemukakan buah pikiran
Siswono Judohusodo mengenai masélah Keadilan Sosial. suatu bua
pikiran yang disumbangkan dalam penyusunan buku 70 tatun Prof.
Dr. H. R. Socmaniti Martosoewignyo, SH. Guru Besar Universitas
Padjajaran Bandung. Dalam karyanya itu beliau (Judohusodo) menga-
takan bahwa permasalahan keadilan sosial merupakan terna pergulatan
disepanjang peradaban manusia disembarang masyarukat, jadi tidak
eksklusif milik bangea kita. Selanjutnya beliau mengatakan pola
banwa isu keadilan sosial telah membuahkan pemikiran-pemikiran
besar dalam bidang filsafat. ekonomi, politik. dan kebudayaan
(Manan, 1996; 283). Di sini saya bermaksud, dengan menyitir buah
pikiran belie itu untuk mengantar kita kepada pembicaraan
permasalahan Keadilan Sosial di Indonesia. Dalem kaitan ini saya
membatasi pembiceracn di sekitar aspek notmative yakni bagaimana
lembaga ata institusi_ pemegang otoritas yang terkait telah
men yiapkan produknya. Setelah memasuki Era Reformasi, MPR telah
mengeluarkan ketetapan yang menegaskan:
1, Bahwa dasar Negara R.1. adalah Pancasita
2, Penegasan bahwe Pembuksan UUD 1945 telah mengamanatkan
pengakuan, penghormatan, den pelaksanaan HAM (Keletapan
MPR nomor XVIV/1998 bagian Kensideren}.
3. Penegasan behwa bangss Indonesia menghormati Deklarasi Uni-
versal HAM (Ketetspan MPR nomor XVIU1998 bagian
Konsideren)
4. Penegakan HAM akan segera dirumuskan menurut sudut pandang
bbangsa Indonesiz.
4. Penegasan tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-
undangan, yakni dalam Ketetapan MPR nomos: L11/2000.
6. Penegasan tentang Pemantapen Persatuan dan Kesatuan Nasional
berlandaskan Pancasila scbagai dasar negara (Ketetapan MPR
nomor V/2000 bagian Konsideren).
7, Telah selesainya Amandemen UUD 1945 yakni dengan Aman-
derien keempat, pada bulan Agustus 2002.
8. Pasal TI UUD 1945 yang telah mengalani Amancemen menye-v
butkan bahwa UUD Negara RL. 1945 terdiri atas Pombukaan dan
Pasal-pasal
Dari wraian di atas menunjukan kepada kita bahwa perma-
salahon Hukum dan Keacilan (Keadilan Sosial) menjadi masalah yang
mendasar atau fundamental bagi kita bangsa Indonesia, oleh karena
cita-cita mewujudkan Keadilan Sosial merupakan cita-cita itu rampak
perumusannya sebagai sila kelima dasar negara. Bahwa Pembukaan
‘UUD 1945 pada saat amandemen, tidak termasuk yang mengalami
Perubahan, dengan kata lain tetap seperti teks yang dulu. Dari sudut
keilmuan Pembukzan UUD 1945 itu tidak Jain adalah pengejawan-
talan nilai-nilai yang terkandang di dalam Pancasila. Oleh Karena itu
dapat dikatakan pula behwa hukum dan keadiien tersivat dan tersurat
dalam Pembukaun UUD 1945. Pada akhimya yang dapat dan perlu
ditanyakan di sini yalah mengenai “nasib" bagian Penjelosan UUD
1945 apakah dengan adanyz pasal II tersebut di atas menjadi hapes?
Jika demikian, sesungguhnya perlu disayangken karene di dalam
Penjelasen itu terkendung hai-hel yang penting, antara Iain yang
smemuat Jandasan bagi kesatuan hukum dan moral.
Para hadirin yang saya muliakan
Menyinggung kembali uraian terdabulu berkisar apakah orang
yang mnensati hukum dan berlake adil musti hidup dalam penderitaan,
Penycbutan nema Ayyub mengingatkan kepada saya kepada nama
salah scorang nabi. Olch Karena itu saya telah mencari penjelasan
tentang kehidupan nabi Ayub, den temyata terdapat dalam surat Al-
Anbiya’ ayat 83, 84 dan Surat Shad ayat 41,42, yang terjemahnys:
1. Al Anbiys’, 83-84:
“Ingatlah kisah Ayyub ket ia berdoa kepada Tuhaanya “Wehai Thank,
ako ditinga Kesuschan ipenyakib sedangkan Engkas Mata Penyayang di
aantare Ponyeyang”. Lala Kam kablkan pecnimtanays dan kare hiengkan
Trencana yang menimpa ditinya, doe Kami gantikaa Keluarganya, supay
tmertadi peringatan bagi Oreng-orabg yang menyembah kami”
2. Surat Shad, 41-42:
“Ceritakce riwayat herb Kami Ayysb ketku ia berseru kepade Tuhannyo:
“Aku citimpa kepayahen dan penyakit dan disebabkan syezn”. Maka Allan
berfirmaa kepadanya: “Heotakkanlah kakiona di bum, nicaya cimbul air yang,
sejuk untak mand dan mins”18
Maka Allah memancarkan air dingin dan menyuruhnya mandi dan
minum, sehingga Allah menyingkirkan penyakit yang awnenimpa
tubuhnya (Thaifuri, Abdullah Afif). Dari uraian di atas eenunjukkan
kepada kita bahwa Nabi Ayyub yang sangat besar kotakwaannya pada
akhimya mendapatkan kebahagiaan dan kenikmatan terlepas daci
penderitaan yakni katena dihinggapi oleh bermvacam-macam peayakit.
Dapatian kite menutup wraiam ini dengen suatu keyakinan babwa
penaatan kepads hukum dan keadilan merupaksn wajud ketakwaan.
dan ketakwaan akan membawa kepada kebahagiaan, Baik kita kutip di
sini terjemab:
L. Surat Al Morsalat: 41:
Scsunggutraya ocang-orang yang bertakwa berada dalam waungan yang tedth
den disckitar maar
2. Surat Adz, Duariyat: 15:
Sesunzubnya orang-orang yang bertakwe herada di dalara taman (surga) dn
dieeaa-aic maces
(Al Qur'an dan Terjemahnya. Terbitan Kerajaan Saudi Arabia).
Hadirin sekalian yang saya mulickan, semoga kita semua termasuk
kelompok ranusia yang dimaksud kedua surat ini. Amicon,
Para hadirin yang saya muliakan
Dinkanlah saya mengakhiri Pidato Pengukuhan ini, saya menya-
dan hahwa isi pidato ini sangat sedethana dan tetdapat banyak
kekurangan, untuk itv saya mohon maaf yung sebesar-besamya
Kepada para hadirin khususnya, dan para pembaca pada umumnya.
Meskipun demikian masih juga ada barapan bagi saya, semoga oda
juga manfoat yang tersitat dari uraian pidato int. Perkenankanlah pula
peda kesempatin yang membahagiaken kepada says serta keluarga
saya ini, menghsdurkan banyak terimakasih yang, setulus-tulusnya
kepada:
1. Pemerintah RL
2. Bapak Rektor UGM
3. Bapak Ketua dan Tbu Sekretazis Majelis Guru Besar UGM.
4. Bapak Dekan Fakultes Hukum UGM
. Bapak Prof. Keento Wibisono, Prof. Djurctna Adi [M., Prof. Dr.10.
wo
Lasiyo, Prof. Endang Daruti Asdi, Prof. Imam Bamadib, Prof.
Sudikno Mertokusumo.
Pura Guru saya, gut Madrasah Ibtidaiyah, Guru Sckolah Rakyat
Negeri Sleman, Guru PGA dan PHIN Yogyckarta.
Kepada Saudara-saudara saya semua
Kepada Teman sejawat saya para cosen, staf administrasi, baik di
Fakuhas Filsafatmaupun di Fakultas Hukum, daa di Pusat
(UGM), serta sejawat saya dari instansi di luer UGM manpun
persearangan,
Kepada Ayah dan Ibu saya (almerhum) dan kepada Ayah mera
serta keluarga semua. Sungguh saya merasa berhutang budi, sayz
meayadari bahwa karena ridho Allah serta dukungan, bantuan,
serta bantuan Bapak-bapak, Tbu-ibu, Saudara, saya dapat sampei-
kan ke jenjang sekarang ini. Semoga budi baik yang telsh
diberikan itu mendapat imbaln limpahan rehmat dan kasi
sayang Allah yang berlipat ganda. Amien,
Kepaca yang tercinta ister saya Armiyati dan Anak-anak saya
Dian Umawati, Dion Hena Judiyanto, Dein Noor Alfian, dan
Doni Aryono Sulistyo Adi.
Akhionya alas Kesabaran serta perhatian Bapk-bapak, Tbu-ibu,
dan hacisin sckatian saya hatuckan penghargaan serta banyak teri
kasih.
Semoga Alieh SWT melimpahkan rahmet, hideysh, serte
ampunan-Nya kepada kita sokalian,
Wassalamu'alainkum, wrwb.20
DAFTAR PUSTAKA
Epping, A,; Stockum van, C, Juntek: 1983, Filsafar Enste, Jemmars,
Bandung.
Juliantoro, Dadang, 1999; Jalan Kemanusiaan, Pandua untuk
memperkuet HAM, LAPERA PUSTAKA UTAMA. (Yayasan
LAPERA Indonesia) Yogyakarta.
Hendeiati, Trignita, 2001, DUHAM Panduan bagi jumalis. Judul Asli:
The Universal Declaration of Human Right. A Guide for Jour-
natist, Diterbitkan atas kerjasama Lembaga Studi Pers dan Pem-
bangunan dengan The Asia Foundation AIDCOMM, Jakarta.
Kusumohamidjojo, Budiono, 1999, Kerertiban Yang Adil, Grassindo,
Jakarta.
Lavine, T.Z., 2002, Petualangan Filsafat dari Socrates ke Sartre,
Judul Aseli: From Socrates to Sarire, Penerbit Jendela
kerjasama dengan Tadarus, Penerbit Jendela, Yogyakarta.
‘Mahfud, Moh, MD, 1999, Hukaen dan Pilar-pilar Demokrasi_. Game
‘Media kerjasama dengan Yayasan Adikarys IKAPT dan The
Ford Foundation, Yogyakarta
Muchsin, dan Fadillah Putra, 2002, Hukum dan Kebijakan Publik,
Penerbit Universitas Sunan Giri Surabaya, bekerjasama dengan
AVERRUES Press.
Nugroto, Heru, 2001; Negara, Pasar, dan Keaditan Sosial, Pustaks
Pelajar Offset, Yogyakarta
Rapar, LH., 1993; Filsafat Politi
Petsada, Jakarta
Rossel, Bertrand, 1988; Pengolahan Pemikiran, PT. Gramedia,
Jakarta.
Shudra, Mulla, 2001, Kearifan Puncak, Judul Asli: Hikmak al
Arsyiah. Pustaks Pelajar, Yogyakarta,
Sandra, Kartika, (Editor), dan Rusdslina, 1999; Komvensi tentang
Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perem-
pwan, Pandusn bagi Jurnalis. Penerbit LSP Jakarta,
Sorjadi, 1989, Pareasila Sebagai Sumber Tertib Hukur Indonesia,
Lakinan Offset, Yogyakarta,
Ketetapan-Ketetapan MPR-RI
UUD 1945 (Setelah Amandemen ke 4),
Aristoteles, PT. Raja Grafindo2
RIWAYAT HIDUP.
Prof. Dr. H.R, Sosjadi, $.H, dilahirkan pada
tanggol 3 September 1939 di Sleman, Yogyakarta
Tamat Sekolah Rakyat Negeri I Sleman tahun
1953, PGA Pertama Negeri Yogyakarta tahun
1957, Pecdidikan Hakim Islam Negeri Yogyakarta
tahun 1960. Pada tahun 1961 melanjutkan belajar
di Fakultas Hukum UGM dan temat tahun 1965,
Mengikuti Pendidikan Puma Sarjana ke Nederland
(Vrije Universiteit) tahun 1973-1974, dan ter-
akhir mengikuti Prograin $3 Umu Filsafet Universitas Gadjah Mada
selesai tahun 1998 dengan mempestahankan discrtesi becjudul “PAN-
CASILA SEBAGAI SUMBER TERTIB HUKUM INDONESIA”
‘Menjadi staf pengajar tetap ai Fakultas Filsafat UGM. Sebagai penga-
jar pada program $2 Hime Hukum di Fokultas Hukum UGM dan
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, pada program $2 Magister
Studi Islam Universitas Muhammadiysh Yogyakarta, Pernah meme-
gang Jabetar: Pembanta Dekan [Il (1968), Sekretaris Fakultas Fiisafat
(1970-1972, 1977-1979}, Dekan (1979-1981; 1981-1984; 2000-2004).
Minet utara adelah Filsafet Hukum. Beberapa hasil Karya/penelitian
antara Jain:
i. Realisusi Pancasila dalam TAP MPR dan Perundang-undangan
Indonesia sejak Proklamasi Kemerdckean bingga tahun 1978
(Bersama Abbas Hamam), 1981.
2. Aliran-sliran Filsafat dan Filsafat Pancasils, 1986
3. Hokum Islam Tentang Keadilan Sosial Suatu Tinjavan Filsafati,
1987,
4, Filsafat, Tdeologi, dan wawesan Bangsa Indonesia. (Bersama
Silvester A Kodhi), 1989.
Teluah Filsafat Hukum dalam abad XX, 1989.
Anti Keadilan Menurut Pandangan Para Filsuf Klasik, 1989.
Acti Norma Dasar (GRUNDNORM) meourut Hanas Kelsen,
1991.
Pengkajian Kembali Pokek Kaidah Fundamental di Era Refor-
masi; Disampaiken dalam Forum Diskusi Dosen Fakuttas Filsafat