Anda di halaman 1dari 92
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA TENTANG JARINGAN UTILITAS Kata Pengantar Puji syukur dipanjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas terselesaikannya Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta tentang Jaringan Utilitas. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta), dengan kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan juga sebagai daerah otonom pada tingkat pemerintahan daerah provinsi sebagaimana ditetapkan dalam Undang- ‘Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No. 29/2007), Sesuai Undang-Undang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Nomor 29 Tahun 2007 memiliki peran dan fungsi untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah dengan penuh tanggung jawab. Pembangunan di Provinsi DKI Jakarta secara terus-menerus mengalami perkembangan yang sangat dinamis. Perkembangan tersebut tidak hanya berpengaruh pada perubahan sistem dan struktur perekonomian, sosial dan politik namun juga kepada perubahan fisik Provinsi DKI Jakarta. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta, maka kebutuhan terhadap listrik, telekomunikasi, informasi, air, minyak, gas dan bahan bakar lainnya, sanitasi dan sejenisnya semakin meningkat. Keberadaan kondisi- kondisi sebagaimana dimaksud di atas menciptakan urgensi bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI Jakarta) untuk mewujudkan pelaksanaan agenda dan aktivitas pembangunan di Provinsi DKI Jakarta secara terpadu dimana salah satunya adalah penyelenggaraan utilitas. Untuk dapat mengakomodir kebutuhan utilitas di Provinsi DKI Jakarta maka perlu adanya pengaturan yang holistik dan mencerminkan sinergitas, harmonisasi dan keterpaduan pelaksanaan jaringan utilitas yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, ‘Naskah Akademik ini terdiri dari Bab I Pendahuluan, yang memuat latar belakang, ; Bab Il Kajian ‘Teoretis dan Praktik Empiris; Bab Ill Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang- undangan Terkait; Bab IV Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis; Bab V Jangkauan, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan serta metode penelitia ‘Arah Pengaturan dan Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah; dan Bab VI Penutup, yang memuat Kesimpulan dan Saran, serta Lampiran, yang memuat Naskah Rancangan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta tentang Jaringan Utilitas. Naskah ‘Akademik ini merupakan acuan dan pedoman dalam penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah. ‘TIM PENYUSUN DAFTAR ISI..... BAB I. PENDAHULUAN. A B. ice D. BAB II, KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS A DAFTAR ISI Latar Belakang Identifikasi Masalah ..... ‘Tujuan dan Kegunaan Metode Penyusunan Naskah Akademik ..... 17 Kajian Teoretis. 17 Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait Dengan Penyusunan Norma Hoy, Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada, serta Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat 28 Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan Diatur dalam Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan daerah 46 BAB II. EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT48 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang........ 48 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia... 49 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakkhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 50 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan 52 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan..... 54 F. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah...... cS Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur 56 H. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah . 56 I. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas. 60 J. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 106 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastruktur Jaringan Utilitas.. 62 BAB IV.LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS.. 68 A. Landasan Filosofis. 68 B. _Landasan Sosiologis «1... 69 Cc. Landasan Yuridis. 70 BAB V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN 74 A. Jangkauan dan Arah Pengaturan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta tentang Jaringan Utilitas .. 74 B. Ruang Lingkup Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi DKT Jakarta tentang Jaringan Utilitas 74 BAB VI.PENUTUP.. 90 A. Simpulan... 90 B. Saran... 290 DAFTAR PUSTAKA .... esstaneeeesseesnees OT LAMPIRAN .. 93 BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta), dengan kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan juga sebagai daerah otonom pada tingkat pemerintahan daerah provinsi sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No. 29/2007), memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD RI Tahun 1945). Oleh karena itu, Provinsi DKI Jakarta telah diberikan kekhususan tugas, hak, Kewajiban dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut UU No. 29/2007. Sebagai konsckuensi dari kedudukan, peran dan fungsi tersebut, pembangunan di Provinsi DKI Jakarta secara terus-menerus mengalami perkembangan yang sangat dinamis. Perkembangan tersebut tidak hanya berpengaruh pada perubahan sistem dan struktur perekonomian, sosial dan politikc namun juga kepada perubahan fisik Provinsi DKI Jakarta. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta, maka kebutuhan terhadap listrik, telekomunikasi, informasi, air, minyak, gas dan bahan bakar lainnya, sanitasi dan sejenisnya semakin meningkat. Hal ini beriringan dengan munculnya kecenderungan bagi para penyedia jasa layanan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk melakukan pembangunan dan juga pengembangan atas jasa layanan yang diberikannya yang tercerminkan dalam meningkatnya permohonan Izin Pelaksanaan Penempatan Jaringan Utilitas (IPPJU) di Provinsi DKI Jakarta. Keberadaan kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud di atas menciptakan urgensi bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI Jakarta) untulc mewujudkan pelaksanaan agenda dan aktivitas pembangunan di Provinsi DKT Jakarta secara terpadu dimana salah satunya adalah penyelenggaraan utilitas. Utilitas adalah fasilitas yang menyangkut kepentingan umum meliputi listrik, telekomunikasi, informasi, air, minyak, gas dan bahan bakar lainnya, sanitasi dan sejenisnya. Ketersediaan utilitas didukung dengan penyelenggaraan jaringan utilitas sebagai suatu sarana distribusi utilitas kepada masyarakat. Schubungan dengan penyelenggaraan jaringan utilitas di Provinsi DKI Jakarta, Pemprov DKI Jakarta telah membentuk Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas (PERDA No. 8/1999). PERDA No. 8/1999 merupakan landasan hukum bagi penyelenggaraan jaringan utilitas di Provinsi DKI Jakarta. Sejak diundangkannya pada 20 (dua puluh) tahun lalu, Pemprov DKI Jakarta telah mengembangkan berbagai kebijakan guna melaksanakan harmonisasi dan menciptakan kepastian hukum bagi penyelenggaraan jaringan utilitas di Provinsi DKI Jakarta dengan menerbitkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 128 Tahun 2010 tentang Pemasangan Jaringan Utilitas pada Lokasi Strategis (PERGUB No. 128/2010) dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 195 ‘Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penempatan Jaringan Utilitas (PERGUB No. 195/2010), serta Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 106 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastruktur Jaringan Utilitas (PERGUB No. 106/2019) sebagai peraturan pelaksana PERDA No. 8/1999 yang mencabut dan_ menyatakan tidak berlakunya PERGUB No. 128/2010 dan PERGUB No. 195/2010. Dalam tataran implementasi, penerapan kebijakan di bidang penyelenggaraan jaringan utilitas sebagaimana disebutkan di atas masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang tidak hanya dalam secara hukum namun juga dalam eksekusi di lapangan. Kondisi ini memberikan hambatan bagi Pemprov DKI Jakarta dalam mewujudkan cita-citanya untuk menyediakan kualitas kehidupan yang produktif dan inovatif serta pelayanan prasarana dan sarana yang berkualitas dalam jumlah yang layak dan secara berkesinambungan dapat diakses oleh seluruh penduduk Provinsi DKI Jakarta dalam tatanan pemanfaatan dan pengendalian secara terpadu terhadap ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di bawah di permukaan tanah dan di bawah permukaan air dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup secara berkelanjutan. Selain itu, seiring berjalannya pemerintahan, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan upaya terkait reformasi birokrasi dengan melakukan beberapa perubahan organisasi perangkat di dalam tubuh Pemprov DKI Jakarta, salah satunya dengan menerbitkan kebijakan mengenai Penyelenggaraan Pelayanan ‘Terpadu Satu Pintu berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 12 7 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PERDA No. 12/2013) yang diikuti dengan membentuk Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu’ Pembentukan organisasi perangkat daerah tersebut memberikan wewenang, kepadanya untuk menerbitkan perizinan-perizinan yang merupakan kewenangan dari Pemprov DKI Jakarta, termasuk perizinan di bidang penyelenggaraan jaringan utilitas. Berdasarkan berbagai permasalahan yang terjadi berkenaan dengan penyelenggaraan jaringan utilitas di Provinsi DKI Jakarta, maka perlu dilakukan upaya penyempurnaan dan harmonisasi kebijakan melalui perubahan (baik seluruhnya atau sebagian) atas PERDA No. 8/1999. B, Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, terdapat permasalahan yang dapat diidentifikasi untuk kebutuhan penyusunan Naskah Akademik tentang Rancangan Perubahan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta tentang Jaringan Utilitas (Naskah Akademik Raperda Jaringan Utilitas) ini, yaitu: 1. Apa saja permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan jaringan utilitas di Provinsi DKI Jakarta dan bagaimana Raperda Jaringan Utilitas dapat mengatasi permasalahan tersebut ? 2, Bagaimana pengaturan dalam peraturan perundang-undangan yang berlalca terkait dengan penyelenggaraan jaringan utilitas ? 3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis dan yuridis dari pembentukan Raperda Jaringan Utilitas ? 4. Apa yang menjadi sasaran, jangkauan dan arah pengaturan dari Raperda Jaringan Utilitas ? ‘Apa saja materi muatan yang perlu diatur dalam Raperda Jaringan Utilitas ? ) Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu telah mengalami beberapa penyempumnaan kelembagaan sehingga pada saat ini bernama Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu C. Tujuan dan Kegunaan Berdasarkan identifikasi masalah sebagaimana disebutkan dalam bagian sebelumnya, penyusunan Naskah Akademik Raperda Jaringan Utilitas ini ditujukan untuk: 1, mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan jaringan utilitas di Provinsi DKI Jakarta dan urgensi pembentukan Raperda Jaringan Utilitas sebagai jawaban atas permasalahan tersebut; 2. mengetahui kerangka peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan jaringan utilitas di Provinsi DKI Jakarta saat ini; merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis dan yuridis dari pembentukan Raperda Jaringan Utilitas; 4. merumuskan sasaran, jangkauan dan arah pengaturan dari Raperda Jaringan Utilitas; dan 5. merumuskan materi muatan yang perlu diatur dalam Raperda Jaringan Utilitas. Naskah Akademik Raperda Jaringan Utilitas diharapkan dapat digunakan sebagai bahan, acuan dan/atau referensi bagi pembentukan, baik penyusunan dan pembahasan, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta tentang Jaringan Utilitas sebagai perubahan (baik seluruhnya atau sebagian) terhadap PERDA No. 8/1999. Metode Penyusunan Naskah Akademik Penyusunan Naskah Akademik Raperda Jaringan Utilitas ini pada dasarnya merupakan suatu kegiatan penelitian hukum, Penelitian hukum merupakan suatu Kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekadar know-about. Sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi2, dalam hal ini terkait dengan penyelenggaraan jaringan utilitas di Provinsi DKI Jakarta. Untuk mendapatkan informasi dari berbagai aspek terkait penyelenggaraan jaringan utilitas di Provinsi DKI Jakarta, maka metode pendekatan yang akan digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik Raperda Jaringan Utilitas ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statue approach). Metode ini 2 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet.2, (Jakarta:Kencana, 2008), hal. 60. digunakan dengan menelaah seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan jaringan utilitas di Provinsi DKI Jakarta. Penggunaan metode pendekatan ini didasarkan atas kedudukan Peraturan Daerah sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan lebih tinggi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 ‘Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No. 12/2011 serta perubahannya) dan ketentuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 23 ‘Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua ‘Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 23/2014 serta perubahannya), yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Provinsi) bersama-sama dengan Gubernur dan mulai berlaku serta mempunyai kekuatan hukum mengikat pada tanggal diundangkan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Atas dasar ketentuan tersebut, Peraturan Daerah sebagai bagian dari sistem hukum nasional, ketentuan yang mengatur pembentukan peraturan perundang-undangan berlaku juga dalam pembentukan Peraturan Daerah. Sebagai sub-sistem dalam kerangka sistem hukum nasional, pembentukan Peraturan Daerah harus memperhatikan asas dan/atau prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU No. 12/2011 serta perubahannya, UU No. 23/2014 serta perubahannya dan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pembentukan Peraturan Daerah (PERDA No. 2/2010), yaitu: a. kejelasan tujuan, babwa setiap pembentukan peraturan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Berdasarkan prinsip tersebut, pembentukan Raperda Jaringan Utilitas dimaksud untuk mengatur penyelenggaraan jaringan utilitas di Provinsi DKI Jakarta melalui penataan jaringan utilitas secara terpadu; b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat Jembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Hal ini dikarenakan, peraturan 10 perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang. Atas dasar prinsip tersebut, Raperda Jaringan Utilitas disiapkan oleh Dinas Bina Marga Pemprov DKI Jakarta yang merupakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemprov DKI Jakarta yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang pada sub urusan bidang jalan dan penyelenggaraan penerangan jalan umum; ©. kesesuaian antara jenis dan materi muatan, bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan; d. dapat dilaksanakan, bahwa setiap pembentukan peraturan perundang- undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan perundang- undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan, bahwa setiap peraturan perundang- undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; {. kejelasan rumusan, bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai_macam interpretasi dalam pelaksanaannya; dan g. keterbukaan, bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang- undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Selain itu, asas dan/atau prinsip dasar lain yang juga menjadi diperhatikan dalam penyusunan materi muatan Raperda Jaringan Utilitas sebagaimana diatur dalam UU No. 12/2011 serta perubahannya, UU No. 23/2014 serta perubahannya dan PERDA No. 2/2010, yaitu a. _pengayoman, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketenteraman masyarakat; il kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan peraturan peraturan perundang- undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat sctiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proposional; kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan; kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila; bhinneka tunggal ika, bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah dan budaya khususnya menyangkut masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; keadilan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proposional bagi setiap warga negara tanpa kecuali; kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial; ketertiban dan kepastian hukum, bahwa materi muatan peraturan perundang- undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum; keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara; prinsip lainnya sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, antara lain dalam hukum pidana, misalnya asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah, serta dalam hukum perdata, misalnya dalam hukum 12 perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak dan itikad baik. Berdasarkan uraian tersebut di atas, secara garis besar ada 2 (dua) asas yang harus diperhatikan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, yakni: a. asas material, meliputi: (1) dibentuk oleh pejabat atau lembaga pembentuk peraturan hukum yang berwenang untuk itu; (2) dibentuk melalui mekanisme, prosedur atau tata tertib yang berlaku untuk itu; (3) materi muatannya memiliki asas-asas hukum yang jelas, tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau dengan peraturan—perundang-undangan lain yang sederajat/mengatur perihal yang sama; (4) isi peraturan harus jelas, mengandung kebenaran, keadilan dan kepastian hukum; (5) dapat dilaksanakan dan diterapkan dengan baik, untuk menyelesaikan kasus pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang dimaksud; asas formal, meliputi: (1) memiliki tujuan yang jelas, maksud yang ingin diwujudkan dengan dibentuk suatu peraturan perundang-undangan; (2) memiliki dasar-dasar pertimbangan yang pasti pada konsideran menimbang; (3) memiliki dasar-dasar peraturan hukum yang jelas pada konsideran mengingat; (4) memiliki sistematika yang logis dan tidak saling bertentangan antara Bab, Bagian, Pasal, Ayat, dan sub ayat; (5) dapat dikenali melalui pengundangan ke dalam lembaran negara serta disosialisasikan atau penyebarluasan. Di dalam sistem hukum nasional memiliki asas filosofis yang terdapat dalam Pancasila, dan asas konstitusional yang terdapat dalam UUD 1945. Di antara asas tersebut terdapat hubungan yang harmonis. Bila hubungan diantara asas tersebut tidak harmonis, dapat dikatakan tidak ada suatu tatanan yang secara teoritis tidak dalam satu sistem hukum, yaitu dalam kesatuan sistem hukum nasional. Naskah Akademik salah satu upaya untuk mewujudkan harmonisasi peraturan perundang- undangan baik secara vertikal atau peraturan perundang-undangan diatasnya (UU, PP, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri) maupun secara horizontal atau Peraturan Daerah. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penyusunan naskah akademik agar hasilnya dapat terpenuhinya nilai-nilai dasar hukum sebagai materi muatan_ suatu Rancangan Peraturan Daerah, yaitu kepastian hukum, menjamin keadilan, 13 dan kemanfaatan, serta tercapainya maksud dan tujuan dibentuknya Raperda Jaringan Utilitas. Secara teoritis, yang diperhatikan dalam menyusunan Naskah Akademik Raperda Jaringan Utilitas ini, sebagai berikut: a. ditinjau dari teori hukum, ada 2 (dua) fungsi hukum (dalam hal ini Peraturan Daerah) yang menuntut pengembangan substansi hukum atau peraturan perundangundangan, yaitu sebagai alat kontrol sosial dan alat rekayasa sosial. Kedua fungsi tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Sebagai fungsi kontrol sosial, Peraturan Daerah bertujuan memelihara pola hubungan sosial dan mengembalikan hubungan sosial yang terganggu Karena terjadi penyimpangan. Dalam hal ini Peraturan Daerah berfungsi untuk menyelesaikan penyimpangan yang terjadi atau pelanggaran, dengan mekanisme penilaian perilaku menyimpang/melanggar dan pemberian sanksi baik administrasi maupun pidana berdasarkan norma yang berlaku, sehingga tercipta hubungan sosial yang tertib dan harmonis. Sedangkan fungsi kedua, bertujuan untuk menciptakan kondisi sosial ekonomi, dan politike baru dengan meninggalkan pola yang lama dengan cara mendorong terjadinya perubahan perilaku dari yang lama ke yang baru. Mekanisme yang digunakan menekankan pada pelayanan yang optimal atau prima, pemberian insentif, dan mengurangi pengenaan sanksi dalam rangka menciptakan kondisi yang diinginkan. b. Peraturan Daerah mengatur suatu bidang tertentu harus menetapkan objek yang diatur jelas. Hal tersebut dimaksudkan agar materi muatannya tidak saling tumpangtindih dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang saling berkaitan. Di samping itu, kejelasan objek akan memberikan kontribusi terhadap penetapan perilaku subjek yang diatur, sehingga lebih terarah pada efektivitas pencapaian maksud dan tujuan dibentuk Rancangan Peraturan Daerah. Berdasarkan uraian tersebut di atas, Raperda Jaringan Utilitas memuat ketentuan yang kongkret sebagai dasar hukum bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan masyarakat dalam pemanfaatan dan/atau pengendalian pemanfaatan ruang di Provinsi DKI Jakarta. Selain itu norma-norma yang diatur mudah dipahami dan dilaksanakan baik oleh aparat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun masyarakat. Warga masyarakat Jakarta yang majemuk dengan kondisi sosial dan ekonomi yang beragam tidak mempunyai kemampuan sama untuk memahami atau menafsirkan norma-norma atau aturan-aturan yang termuat dalam Peraturan 14 Daerah, apalagi peraturan perundang-undangan lebih tinggi. Oleh sebab itu, materi muatan Raperda Jaringan Utilitas tidak memberikan penafsiran berbeda (multi- tafsir) yang dapat merugikan masyarakat dan Pemerintah Daerah. Sehubungan itu, Raperda Jaringan Utilitas disusun sedapat mungkin bersifat teknis operasional tetapi regulatif dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda (multi-tafsir) dan mudah dipahami Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, salah satu sasaran ingin dicapai dalam penyusunan Raperda Jaringan Utilitas melalui naskah akademik ini adalah harmonisasi bail secara vertikal maupun horizontal dan sesuai kebutuhan. Prinsip harmonis tersebut salah satu prinsip utama yang diperhatikan dalam penyusunan materi muatan dari suatu peraturan perundang-undangan termasuk Peraturan Daerah. Mencermati uraian di atas, dalam penyusunan Raperda Jaringan Utilitas sebagaimana telah diuraikan sebelumnya menggunakan metode pendekatan peraturan perundang-undangan (statue approach). Melalui pendekatan tersebut dilakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penataan ruang dengan cara penafsiran, yaitu mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan sesuai dengan yang dikehendaki dan yang dimaksud oleh pembuat undang-undang. Di dalam teori hukum, ada beberapa penafsiran, yaitu: (a) penafsiran tata bahasa (gramatikal), yaitu cara penafsiran berdasarkan pada filosofis dan sosiologis peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada arti perkataan dalam hubungan satu sama lain dalam kalimat yang dipakai peraturen perundang- undangan; (b) penafsiran sahih (autentik/resmi), yaitu penafsiran terhadap arti kata-kata sebagaimana yang diberikan oleh pembentuk peraturan perundang- undangan; (c) penafsiran historis, yaitu sejarah hukum, yang diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya hukum tersebut, dan sejarah peraturan perundang- undangan, yang diselidiki maksud dari pembentuk peraturan perundang-undangan pada waktu membuat peraturan perundangundangan itu; (d) penafsiran sistematis (dogmatis), yaitu penafsiran susunan yang berhubungan dengan bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan maupun dengan peraturan perundang-undangan lain; (e) penafsiran nasional, yaitu penafsiran memiliki sesuai tindakannya dengan sistem hukum yang berlaku; (6) penafsiran teleologis (sosiologis), yaitu penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan peraturan perundang-undangan; (g) penafsiran ekstensif, yaitu penafsiran 15 dengan memperluas arti kata-kata dalam peraturan perundang-undangan sehingga dapat diketahui yang dimaksudkan; (h) penafsiran restriktif, yaitu penafsiran dengan membatasi atau mempersempit arti kata-kata yang terkadung dalam peraturan perundang-undangan; (i) penafsiran analogis, yaitu memberi tafsiran pada sesuatu peraturan perundang-undangan dengan memberi ibarat (kias) pada kata-kata tersebut sesuai dengan azas hukum, sehingga sesuatu yang sebenarnya tidak dimasukkan lala dianggap sesuai bunyi peraturan tersebut. Beberapa metode penafsiran tersebut, akan digunakan dalam penyusunan Raperda melalui penyusunan naskah akademik ini. 16 BAB IL KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS A. Kajian Teore' 1. Pemanfaatan Bagian Jalan bagi Penempatan Jaringan Utilitas Di berbagai negara, penempatan Jaringan Utilitas seringkali dilakukan pada ruang milik jalan. Penempatan Jaringan Utilitas pada ruang milik jalan umum memberikan solusi teknis, konstruksi dan pemeliharaan paling praktis bagi penyediaan layanan utilitas di kawasan bisnis dan permukiman.? Apabila penempatan Jaringan Utilitas pada ruang milik jalan umum, maka para pemilik utilitas pera membeli lahan schingga menyebabkan meningkatnya biaya yang diperlukan bagi penyediaan layanan utilitas itu sendiri. Alasan lain yang mendorong penempatan Jaringan Utilitas pada ruang milik jalan umum yakni pemilik lahan tidak memperkenankan Jaringan Utilitas untuk ditempatkan pada lahannya sehingga akses kepada properti- properti yang berdekatan menjadi terhalang.* Oleh sebab itu, pemanfaatan ruang milik jalan umum secara bersama bagi penempatan Jaringan Utilitas umumnya dapat dilakukan dengan pertimbangan bahwa pemanfaatan tersebut tidak mengganggu fungsi jalan bagi masyarakat.5 Secara normatif, pemanfaatan ruang milik jalan umum bagi penempatan Jaringan Utilitas telah diatur. Menurut Pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 telah mengamanatkan bahwa bagian-bagian jalan dapat dimanfaatkan untuk bangunan utilitas, penanaman pohon, dan prasarana moda transportasi lain. Penempatan bangunan utilitas dapat dilakukan pada tempat tertentu di ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan. Bangunan utilitas pada jaringan jalan di dalam kota dapat ditempatkan dalam ruang manfaat jalan dengan ketentuan: 3 Federal Highway Administration, “Highway/utility guide” U.S Department of Transportation, June 1993 + bid. 5 Ibid, 17 a. yang berada di atas tanah ditempatkan di luar jarak tertentu dari tepi paling Iwar babu jalan atau trotoar schingga tidak menimbulkan hambatan samping bagi pemakai jalan; atau b. yang berada di bawah tanah di tempat di luar jarak tertentu dari tepi paling luar bahu jalan atau trotoar sehingga tidak mengganggu keamanan, konstruksi jalan. Penentuan jarak tertentu sebagaimana dimaksud diatas ditentukan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Menteri, Bangunan utilitas pada jaringan jalan di luar kota, dapat ditempatkan dalam ruang milik jalan pada sisi terluar. Penempatan, pembuatan, dan pemasangan bangunan utilitas harus direncanakan dan dikerjakan sesuai dengan persyaratan teknis jalan yang ditetapkan oleh Menteri. Sementara itu, rencana kerja, jadwal kerja, dan cara~ cara pengerjaan bangunan utilitas harus memperoleh persetujuan penyelenggara jalan sesuai kewenangannya. Pengutamaan Penempatan Jaringan Utilitas pada Sarana Jaringan Utilitas ‘Terpadu Perkembangan pembangunan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan bisnis mendorong adanya peningkatan jumlah kebutuhan atas layanan utilitas bagi masyarakat. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan tersebut, maka penyedia jasa layanan utilitas juga akan secara terus-menerus melakukan pembangunan dan juga pengembangan atas jasa layanan yang diberikannya, termasuk melalui pengembangan atas Jaringan Utilitas yang telah terpasang maupun pembangunan Jaringan Utilitas yang baru. Dalam menanggapi perkembangan pembangunan tersebut, perlu disadari bahwa pada hakikatnya, ruang secara umum bersifat terbatas. Bilamana tidak ditangani, maka ruang milik itu sendiri akan menjadi penuh dan sesak. Penuh dan sesaknya ruang dapat menimbulkan permasalahan dalam kaitannya dengan penempatan Jaringan Utilitas, antara lain terganggunya keamanan dan kesclamatan pengguna jalan, terganggunya fungsi dan konstruksi jalan secara umum, menganggu dan mengurangi fungsi rambu- rambu dan sarana pengatur lalu lintas lainnya, dan kemacetan yang pada 18, akhirnya menyebabkan terganggunya layanan utilitas kepada masyarakat.$ Sehingga penempatan Jaringan Utilitas juga harus memperhatikan sifat keterbatasan dari ruang itu sendiri. Berdasarkan Pasal 5 Perda DKI Jakarta 8/1999 telah diamanatkan bahwa penempatan jaringan utilitas dapat dilakukan di bawah, di atas tanah, dan di dalam laut. Penempatan jaringan utilitas di bawah tanah dimaksudkan dengan menggunakan sarana jaringan utilitas terpadu. Sementara itu, penempatan jaringan utilitas di atas tanah hanya dapat dilakukan pada jalan layang, jembatan layang, jalan lintas atas (“over pass”) dan jalan lintas bawah (‘under pass”) serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Gubernur. Khusus untuk penempatan jaringan utilitas berupa kabel bertegangan tinggi selain harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Gubernur, harus pula memenuhi persyaratan yang terdiri dari: a) membuat studi AMDAL sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b) membebaskan tanah sepanjang jalur jaringan utilitas dengan koridor yang ditetapkan Gubernur. Sedangkan untuk penempatan jaringan utilitas di dalam laut harus memenuhi ketentuan yang berlaku. Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud diatas, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan berbagai penyempurnaan kebijakan dan terakhir melalui diterbitkannya Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 106 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastruktur Jaringan Utilitas. Salah satu ketentuan yang diatur dalam Peraturan Gubernur ini adalah bahwa penempatan Jaringan Utilitas diutamakan pada Sarana Jaringan Utilitas Terpadu Pelaksanaan kebijakan pengutamaan penempatan Jaringan Utilitas pada Sarana Jaringan Utilitas Terpadu masih mengalami hambatan mengingat bahwa ketentuan tersebut belum selaras dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi dimana berdasarkan Perda DKI Jakarta 8/1999 belum terdapat kewajiban bagi pengutamaan penempatan Jaringan Utilitas pada Sarana Jaringan Utilitas Terpadu. Oleh Karena itu diharapkan dengan adanya revisi terhadap Perda DKI Jakarta 8/1999 ini, penempatan Jaringan Utilitas utamanya ditempatkan pada Sarana Jaringan Utilitas Terpadu. Ibid 19 Keterpaduan Perencanaan Penempatan Jaringan Utilitas Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan, Utilitas didefinisikan sebagai fasilitas yang menyangkut kepentingan umum meliputi listrik, telekomunikasi, informasi, air, minyak, gas dan bahan bakar lainnya, sanitasi dan sejenisnya. Pada dasarnya, setiap utilitas yang dimaksud telah memiliki perencanaannya masing-masing yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Dalam rangka penempatan Jaringan Utilitas di Provinsi DKI Jakarta, maka keterpaduan perencanaan merupakan salah satu hal yang penting mengingat bahwa setiap utilitas telah memilili dokumen perencanaannya masing-masing yang mana akan menggunakan ruang daerah Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan Pasal 2 Perda DKI Jakarta 8/1999 telah ditentukan bahwa perencanaan penempatan jaringan utilias dilakukan dalam suatu rencana induk sarana jaringan utilitas dan jaringan utilitas yang ditetapkan oleh Gubernur. Setiap instansi pemilik utilitas wajib menyampaikan program tahunan perencanaan penempatan jaringan utilitas kepada Gubernur selambat-lambatnya akhir bulan September. Program tahunan tersebut sebagai dasar untuk menetapkan keterpaduan perencanaan penempatan jaringan utilitas. Dalam pelaksanaannya, pelaksanaan keterpaduan —perencanaan penempatan jaringan utilitas masih mengalami hambatan. Hal ini disebabkan para instansi belum menyampaikan rencana induknya masing-masing sebagai dasar bagi penetapan keterpaduan perencanaan penempatan jaringan utilitas. Keterpaduan perencanaan penempatan Jaringan Utilitas sckiranya dapat berjalan dengan baik apabila para instansi berkomitmen untuk menyerahkan dokumen perencanaannya untuk dibahas lebih lanjut oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sehingga penempatan Jaringan Utilitas dapat dilakukan secara terpadu. Oleh karenanya revisi Perda DKI Jakarta 8/1999 perlu mengatur adanya kewajiban bagi para instansi untuk menyerahkan dokumen perencanaannya serta instrumen sanksi apabila gagal memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan. 20 Otonomi Daerah dalam Penataan Ruang Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta), dengan kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan juga sebagai daerah otonom pada tingkat pemerintahan daerah provinsi sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 29/2007, memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan UUD RI Tahun 1945. Otonomi daerah diatur dalam UU No. 23/2014 serta perubahannya. Menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Kewenangan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 23/2014 terdiri atas kewenangan urusan absolut, urusan konkuren dan urusan pemerintahan umum. Daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan konkuren yang telah ditetapkan dalam Undang-undang a quo. Kewenangan urusan konkuren tersebut meliputi kewenangan wajib (yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar) maupun kewenangan pilihan sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu: (1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar, meliputi: (a) pendidikan; (b) kesehatan; (0) pekerjaan umum dan penataan ruang; (4) perumahan rakyat dan kawasan permukiman; (e) _ ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan () masyarakat; dan (g) _ sosial. (2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar, meliputi: (a) tenaga kerja; (b) pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; (c)_ pangan; (a) pertanahan; 21 (@)_lingkungan hidup; (9 administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; (@) pemberdayaan masyarakat dan Desa; (h) _ pengendalian penduduk dan keluarga berencana; () perhubungan; () komunikasi dan informatika; (k) koperasi, usaha kecil, dan menengah; () penanaman modal; (m)_kepemudaan dan olah raga; (a) statistik; (0) persandian; (p) kebudayaan; (@_ perpustakaan; dan () kearsipan. (3) Urusan Pemerintahan Pilihan, meliputi: (a) kelautan dan perikanan; (b) pariwisata; (c)_ pertanian; (@) kehutanan; (ce) energi dan sumber daya mineral; () — perdagangan; (g)_ perindustrian; dan (a) transmigrasi Selain ketentuan sebagaimana dimaksud diatas, berdasarkan UU No. 29/2007, dengan kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemprov DKI Jakarta diberikan kewenangan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan, salah satu di bidang penataan ruang. Keinginan Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan penataan jaringan utilitas merupakan salah bentuk kebijakan dalam rangka penataan ruang melalui pengendalian pemanfaatan ruang. Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam melakukan penataan ruang di wilayah DKI Jakarta juga tertuang dalam Pasal 10 ayat (1), (2) dan ayat (3) UU No. 26/2007, yang meliputi: (1) Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: 22

Anda mungkin juga menyukai