Anda di halaman 1dari 16

LEMBAR PENGESAHAN

FORMULASI DAN EVALUASI SABUN CAIR EKSTRAK AIR KOPI


ARABIKA SEBAGAI ANTIOKSIDAN

TUGAS PKL
DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR
UPT MATERIA MEDICA BATU

Oleh:
FATHAN LUTHFI HAWARI
14670027

Telah disetujui dan disahkan


Pada Tanggal, ................... 2016

Pembimbing Lapangan Pembimbing Fakultas

Mengetahui,
Kepala Sub Bagian Tata Usaha
UPT Materia Medica Batu

Unik Purwaninngtyas, SKM


NIP.19640424 19870 2 002
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel
Daftar Lampiran
BAB I.
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Indonesia yang memiliki iklim tropis dan terletak di wilayah garis
katulistiwa serta memiliki dua musim yaitu musim panas dan musim hujan dimana
curah hujan setiap tahunnya tinggi. Hal ini mengakibatkan Indonesia memiliki
kekayaan akan tumbuhan yang bermacam-macam bentuk, sehingga menjadi sebuah
bentuk pemandangan yang indah untuk dipandang. Indonesia juga kaya akan
rempah-rempah dan penghasilan tanam sendiri seperti biji kopi dan lain sebagainya.
Kopi merupakan bahan minuman yang terkenal tidak hanya di Indonesia
tetapi juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini karena seduhan kopi memiliki aroma
yang khas yang tidak dimiliki oleh bahan minuman lainnya.
Kopi memiliki banyak manfaaat yang baik bagi kesehatan maupun
kecantikan. Hal ini disebabkan dalam penelitian kandungan kafein yang terdapat
pada kopi sangat baik untuk kulit. Kopi bahkan limbah kopi dipergunakan sebagai
bahan dalam sejumlah scrub lulur untuk memberikan efek kulit menjadi lembut
sehingga, memiliki nutrisi yang baik untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat
sinar matahari dan mencegah kerusakan kolagen atau zat elastin yang menyebabkan
keriput pada kulit (Hertina, 2013). Kopi juga dapat dimanfaatkan sebagai
pembuatan sabun karena banyak kandungan yang baik bagi kulit.
Sabun adalah suatu sediaan yang digunakan oleh masyarakat sebagai
pencuci pakaian dan pembersih kulit. Pada zaman ini, sabun cair banyak diproduksi
oleh perusahaan-perusahaan sabun. Hal ini disebabkan karena penggunaannya yang
lebih praktis dan memiliki bentuk yang lebih menarik.
Berdasarkan kandungan kimia dan pemanfaatan dari kopi arabika dilakukan
penelitian dengan memformulasi sabun cair dari ekstrak air kopi arabika untuk
membuat kulit lebih lembut dan untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar
matahari.

I.2 Tujuan
Pada penelitian ini terdapat tujuan umum dan tujuan khusus yang
dijabarkan sebagai berikut:

I.2.1 Tujuan Umum


Tujuan umum pada penelitian ini adalah dapat mengetahui cara membuat
sediaan sabun mandi cair dari ekstrak air kopi arabika dengan komposisi formula
yang terbaik dan dapat memenuhi persyaratan yang tertera pada SNI.
I.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui formulasi terbaik dalam pembuatan sediaan sabun cair
dari ekstrak air kopi arabika.
2. Untuk mengetahui evaluasi sediaan yang memenuhi persyaratan SNI pada
sediaan sabun cair dari ekstrak air kopi arabika.
I.3 Manfaat
Manfaat pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
masyarakat bahwa sediaan sabun cair ekstrak air kopi arabika dapat bermanfaat
bagi kesehatan kulit. Dan penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagau
tambahan refrensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya atau penelitian-
penelitian sejenisnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kopi Arabika

2.1.2 Taksonomi
Taksonomi kopi arabika adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Coffea arabica (Ciptaningsih, 2012)
2.1.2 Morfologi Tumbuhan
Kopi (Coffea sp) merupakan tanaman perdu tahun yang berasal dari
Ethiopia. Tanaman kopi mempunyai akar tunggang. Hal ini membuat tanaman kopi
bisa berdiri kokoh dan tidak mudah rebah. batang tanaman kopi tegak lurus ke atas
dan beruas-ruas hampir pada setiap tumbuh kuncup-kuncup pada batang dan
cabang. Daun kopi berwarna hijau. Ujung daun tanaman kopi meruncing,
sedangkan pangkal daun memiliki tepi yang tidak pernah bertemu, terpisah oleh
pangkal ujung tangkai daun yang berbentuk tumpul. Buah kopi muda berwarna
hijau muda, berubah menjadi hijau tua lalu kuning, dan setelah matang berwarna
merah atau merah tua. Ukuran bijinya sekitar 12-18 mm untuk varietas arabika, dan
8-16 mm untuk jenis robuska.
2.1.3 Kandungan Kimia
Kandungan kopi yang dianggap paling penting adalah kafein. Kafein
termasuk salah satu derivat xantin yang mengandung gugus metil. Komponen kimia
lain pada kopi robusta adalah alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol.
Sedangkan kopi arabika mengandung tannin, alkaloid, flavonoid, koumarin, fenol
dan minyak atsiri (Ciptaningsih, 2012).

Gambar 2 Struktur Kafein


2.1.4 Manfaat dan Kegunaan
Kandungan kopi yang dianggap paling penting adalah kafein yang memiliki
efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis untuk menstimulasi susunan
syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot
jantung (Rosita, 2016). Menurut Hertina (2013) Kopi memiliki banyak manfaaat
yang baik bagi kesehatan maupun kecantikan. Hal ini disebabkan dalam penelitian
kandungan kafein yang terdapat pada kopi sangat baik untuk kulit. Kopi bahkan
limbah kopi dipergunakan sebagai bahan dalam sejumlah scrub lulur untuk
memberikan efek kulit menjadi lembut sehingga, memiliki nutrisi yang baik untuk
melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar matahari dan mencegah kerusakan
kolagen atau zat elastin yang menyebabkan keriput pada kulit. Kopi sebagai
sumber antioksidan mampu menjadi penangkal radikal bebas yang bisa
menyebabkan kerusakan pada kulit. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa ekstrak
biji kopi bisa menutrisi sel kulit, karena senyawa antioksidan yang terkandung di
dalamnya. Selain it Kafein dalam kopi juga bagus untuk menyuburkan rambut dan
efektivitasnya telah dibuktikan. Banyak sekali manfaat kopi bagi kesehatan dan
kulit kita.
2.2 Ekstrak dan Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Depkes RI, 2000).
Faktor yang berpengaruh pada mutu ekstrak adalah: (Depkes RI, 2000).
a. Faktor biologi
Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang
secara khusus dari segi biologi yaitu identitas jenis, lokasi tumbuhan asal
periode pemanenan, penyimpanan bahan, umur tumbuhan dan bagian yang
digunakan.
b. Faktor kimia
Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang
secara khusus dari kandungan kimia, yaitu :
(1) Faktor internal, seperti jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi
kualitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif.
(2) Faktor eksternal, seperti metode ekstraksi perbandingan ukuran alat
ekstraksi, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam
berat, ukuran kekerasan, dan kekeringan bahan.
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Biasanya
operasi ini menggunakan pelarut untuk mengekstraksi (Depkes RI, 2000).
2.2.1 Metode Ekstraksi
Metode atau cara dalam melakukan ekstraksi menurut Depkes RI (2000)
terdapat tiga cara yaitu menggunakan pelarut, menggunakan destilasi uap dan
ekstraksi cara lain.
Pada ekstraksi menggunakan pelarut terbagi menjadi dua macam atau
cara, yaitu cara panas dan cara dingin.
a) Ekstraksi Cara Dingin
1) Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan
atau pengadukan pada temperatur kamar (Ditjen POM, 2000).

2) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai penyarian
sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada temperatur
ruang. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi
antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali dari bahan
(Ditjen POM, 2000).

b) Ekstraksi Cara Panas


1) Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru, dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen
POM, 2000).
2) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
3) Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900oC selama
15 menit. Infusa adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada
temperatur penangas air dimana bejana infus tercelup dalam penangas air
mendidih, temperatur yang digunakan (96-980oC) selama waktu tertentu
(15-20 menit) (Ditjen POM, 2000).
4) Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30oC) dan temperatur
sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).
5) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari temperatur
suhu kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC (Ditjen
POM, 2000).
2.3 Sabun
Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi,
terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan
sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi
kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak
hewani (Widianista, 2016). Sedangkan menurut SNI (1994) Sabun adalah senyawa
natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau hewani yang
berbentuk padat, lunak atau cair, berbusa digunakan sebagai pembersih, dengan
menambahkan zat pewangi, dan bahan lainnya yang tidak membahayakan
kesehatan.
2.3.1 Jenis-jenis Sabun
Menurut Priyono (2009) macam-macam jenis sabun dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Shaving Cream
Shaving Cream disebut juga dengan sabun kalium. Bahan dasarnya adalah
campuran minyak kelapa dan asam stearat dengan perbandingan 2:1.
b. Sabun Cair
Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak
jarak serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan sabun,
dapat ditambahkan gliserin atau alkohol.
c. Sabun Kesehatan
Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar parfum
yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptik. Bahan-bahan yang
digunakan dalam sabun ini adalah trisalisil anilida, trichloro carbanilyda dan
sulfur.
d. Sabun Chip
Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen didalam menggunakan
sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan beberapa pilihan
komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui
pengeringan, menggiling atau menghancurkan sabun yang berbentuk batangan.
e. Sabun Bubuk untuk Mencuci
Sabun bubuk dapat diproduksi melalui proses dry mixing. Sabun bubuk
mengandung bermacam-macam komponen seperti sabun, soda ash, natrium
karbonat, natrium sulfat, dan lain-lain.
Selain macam-macam jenis sabun diatas, Prawira (2008) menyatakan bahwa pada
perkembangan selanjutnya bentuk sabun dikelompokkan menjadi bermacam-
macam, yaitu:
a. Sabun cair
1) Dibuat dari minyak kelapa
2) Alkali yang digunakan KOH
3) Bentuk cair dan tidak mengental dalam suhu kamar
b. Sabun lunak
1) Dibuat dari minyak kelapa, minyak kelapa sawit atau minyak tumbuhan
yang tidak jernih
2) Alkali yang dipakai KOH
3) Bentuk pasta dan mudah larut dalam air
c. Sabun keras
1) Dibuat dari lemak netral yang padat atau dari minyak yang dikeraskan
dengan proses hidrogenasi
2) Alkali yang dipakai NaOH
3) Sukar larut dalam air
2.3.1 Metode Pembuatan Sabun
Sabun pada umumnya dapat dibuat melalui dua metode yaitu metode batch
dan metode kontinu (Wasitaatmadja, 1997).
1. Metode Batch
Pada proses batch, alat yang digunakan adalah suatu wadah yang besar yang
berfungsi sebagai tempat pendidihan bahan baku. Tempat pendidihan ini disebut
juga ketel, sehingga proses batch pada pembuatan sabun disebut proses ketel. Ketel
ini berbentuk bulat yang dilengkapi dengan coil pemanas. Pada proses batch ada 2
(dua) proses yang dikembangkan, yaitu Cold–Process Saponification dan
Semiboiled Saponification.
1) Cold – Process Saponification
Proses ini merupakan saponifikasi sistem batch yang paling sederhana, karena
tidak membutuhkan peralatan yang banyak. Pada proses ini sabun yang
dihasilkan mengandung impuritis (zat pengotor) dari sisa-sisa lemak. Lemak
secara sederhana dicairkan di dalam suatu bejana yang dilengkapi dengan alat
pengaduk. Setelah proses emulsi dan pengentalan, produk dituangkan pada alat
pencetakan. Proses saponifikasi disempurnakan dengan cara pendinginan dan
pengerasan.

2) Semiboiled Saponification
Proses atau metode ini sama dengan “Cold – Process” tetapi dengan menjaga
temperatur lebih tinggi untuk mempercepat saponifikasi dan mengatur jumlah
alkali sebelum pencetakan. Lemak dan alkali dicampur pada temperatur 0–80ºC
sampai sabun licin. Bila akan dicetak maka sabun diberi aroma.
2. Metode Kontinu
Pada proses kontinyu, pembuatan sabun diawali dengan mengubah bahan baku
minyak menjadi asam lemak dan ditambahkan NaOH, sehingga diperoleh produk
berupa sabun murni. Pembuatan asam lemak terjadi di dalam hidrolizer atau proses
ini disebut proses hidrolisa. Ada 2 (dua) metode yang dikembangkan untuk proses
kontinyu, yaitu: Procter and Gamble Process dan Sharples Process.
1) Procter and Gamble Process atau Safonifikasi Asam Lemah
Pada tahun 1938, perusahaan Procter and Gamble Process memulai membuat sabun
dengan proses kontinu dengan cara mengubah lemak menjadi sabun. Lemak dan
seng oksida (ZnO) sebagai katalis direaksikan secara counter-current dengan air di
dalam tangki hidrolisa. Temperatur dijaga 250–3000ºC dan tekanan 60–70 Psia.
Pada hidrolizer akan dihasilkan asam lemak pada bagian atas dan gliserol pada
bagian bawah. Asam lemak kemudian didistilasi pada keadaan vakum dan
dinetralisasi pada proses kontinyu. Hal ini dilakukan dengan perbandingan larutan
NaOH dan garam dengan pencampuran yang cepat, dan dihasilkan sabun murni
yang dapat diolah menjadi berbagai bentuk.
2) Sharples Process atau Proses Safonifikasi Langsung Trigliserid.
Pada metode Sharples Process, lemak dapat diubah secara langsung menjadi sabun
murni dengan menggunakan sistem centrifuge (pemutar) agar dapat memisahkan
antara alkali dan gliserol. Proses saponifikasi dilakukan dalam 2 (dua) tingkatan,
dimana setiap tingkatan menggunakan mixer dan centrifuge. Proses awal dimulai
dengan trigliserida (CPO) dan natrium hidroksida yang diumpankan ke dalam
tangki pemanas pada suhu 70ºC kemudian di aduk selama 30 menit sehingga
terbentuk sabun. Lebih dari 99,5% minyak dapat disafonifikasi pada proses ini.
Hasil yang diperoleh kemudian ditambahkan pada tangki mixer I, bahan yang
ditambahkan pada tangki mixer I adalah TiO2, gliserin, dan tepung jagung.
Percampuran bahan ini di lakukan pada suhu 60–70ºC. Selanjutnya di umpankan
pada tangki mixer II, dan ditambahkan pewarna pada suhu 40ºC, selama proses
pemanasan dan percampuran, sabuh harus diaduk secara homogen. Hasilnya
kemudiaan didinginkan lalu dimasukan kedalam cetakan dan dibiarkan mengeras.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah ;
 timbangan digital
 gelas ukur
 Erlenmeyer
 beker glass
 kaca arloji
 batang pengaduk
 corong
 pipet tetes
 pH meter
 Panci double bailer
 Kompor
 Gelas objek
 Mikroskop
 Stick blender
3.1.2 Bahan
Bahan yang dugunakan paada penelitian ini adalah ;
 Minyak kelapa
 Minyak zaitun
 KOH
 Aquadest
 Air mineral
 Asam Stearat
 Gliserin
 HPMC/ Na CMC
 Propil paraben

3.2 Perhitungan dan Perencanaan dosis

No. Nama Bahan Rentang Jumlah Kegunaan


1 Minyak Kelapa % Basis sabun
2 Minyak Zaitun % Basis sabun
3 KOH Basa untuk membentuk pasta
sabun
4 Asam stearate 1% - 20% 1% Zat penetral
5 HPMC/NaCMC 0,45% - 1% 1 / 3 % Zat pengental
6 Ekstrak air kopi % Zat antioksidan
arabika
7 Gliserin <30% 5% Zat pelembut
8 Propil paraben 1% - 2% 2% Zat pengawat
9 Aquadest - Add Pelarut
100 mL

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Pembuatan Ekstrak
Ekstraksi senyawa kopi arabika dilakukan dengan menimbang serbuk kopi
arabika sebanyak 50 gram, dilarutkan dengan air mineral mendidih sebanyak 1 L,
diaduk kurang lebih 10-15 menit, kemudian disaring menggunakan kertas saring
dalam keadaan panas dan ditutup rapat. Seduhan kopi dibiarkan mendingin dan
dikeringkan dengan freeze dryer hingga didapatkan rendemen.
3.3.2 Pembuatan Sabun
1. Membuat soap base
 Siapkan alat dan bahan yang digunakan
 Siapkan panic double boiler, isi dengan air secukupnya dan panaskan hingga
mendidih.
 Timbang minyak, air dan KOH ditempat terpisah.
 Panaskan minyak hingga mencapai suhu kurang lebih 70 derajat celcius dan
dipertahankan. Bertujuan untuk mempercepat campuran mencapai trace
 Masukkan KOH ke dalam air, aduk sebentar dan biarkan hingga larut semua
 Jika minyak sudah berada dikisaran 70 derajat dan larutan KOH sudah siap,
masukkan larutan kedalam minyak
 Aduk dengan stick blender untuk mencapai trace kurang lebih 15-60 menit.
 Aduk terus hingga campuran mulai menjadi padat.
 Hentikan pengadukan dan masukkan ke dalam panic yang berisi air
mendidih.
 Panaskan selama 3 jam hingga sabun menjadi jernih atau transparan. Selama
memanaskan aduk setiap 30 menit sekali.
 Setelah 3 jam, lihat apakah sabun sudah jernih, jika belum maka
ditambahkan waktu pemanasannya.
 Jika sudah jernih, dilarutkan kedalam air dan dipanaskan hingga terlarut
sempurna.
 Tambahkan dengan bahan aditif yang digunakan. Dan diaduk hingga merata
sempurna.
3.4 Evaluasi Sediaan Sabun Cair
a. Evaluasi organoleptis
Pada sediaan yang telah diformulasi dilakukan pengamatan penampilan sediaan
meliputi bau, warna dan tekstur sediaan.
b. Evaluasi homogenitas
Uji homogenitas dilakuka dengan cara tiap formula sabun cair ekstrak air kopi
arabika ditimbang sebanyak 0,1 gram.Diletakkan pada object glass, kemudian
diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 100 kali.
c. Penentuan nilai pH
Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pemeriksaan
pH diawali dengan kalibrasi alat pH meter menggunakan larutan dapar pH 7.
Sebanyak 1 g sabun yang akan diperiksa diencerkan dengan air suling hingga 10
ml. Dimasukkan pH meter kedalam larutan sabun yang telah dibuat, kemudian
ditunggu hingga indikator pH meter stabil dan menunjukkan nilai pH yang konstan.
d. Uji tinggi busa
Uji tinggi busa terhadap air suling bertujuan untuk mengukur kestabilan sabun cair
dalam bentuk busa. Uji tinggi busa dilakukan dengan cara mengukur ketinggian
busa yangberbentuk busa dalam gelas ukur. Sampel sabun mandi cair sebanyak
0,1% dalam air suling dimasukan 50 ml kedalam gelas ukur tertutup 100 ml
dandikocok selama 20 detik dengan cara beraturan. Ukur tinggi busa yang
terbentuk. Kemudian diamkan selama 5 menit lalu ukur kembali tinggi busa. Tinggi
busa sediaan harus berkisar 02 cm (Widianista, 2016).

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


BAB V. PENUTUP
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai