B. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mutu dalam Pelayanan Keperawatan
1. Mutu
Pengertian mutu berbeda diantara tiap orang, ada yang berarti bagus, luxurious, ataupun
paling bagus. Tetapi ada beberapa pengertian mutu menurut para ahli, sebagai berikut:
Mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang
berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan.(American society
for quality control). Mutu adalah “fitness for use” atau kemampuan kecocokan penggunaan.(J.M.
Juran, 1989).
Azwar (1996) menjelaskan bahwa mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan
sesuatu yang sedang diamati dan juga merupakan kepatuhan terhadap standar yang telah
ditetapkan, sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa mutu adalah penyesuaian terhadap
keinginan pelanggan dan sesuai dengan standar yang berlaku serta tercapainya tujuan yang
diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka mutu dapat dikatakan sebagai kondisi dimana hasil dari
produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan, standar yang berlaku dan tercapainya tujuan. Mutu
tidak hanya terbatas pada produk yang menghasilkan barang tetapi juga untuk produk yang
menghasilkan jasa atau pelayanan termasuk pelayanan keperawatan.
Pelayanan Keperawatan
a. Pelayanan
Produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat menghasilkan barang atau jasa. Jasa
diartikan juga sebagai pelayanan karena jasa itu menghasilkan pelayanan (Supranto, 2006).
Definisi mengenai pelayanan telah banyak dijelaskan, dan Kottler (2000, dalam Supranto, 2006)
menjelaskan mengenai definisi pelayanan adalah suatu perbuatan di mana seseorang atau suatu
kelompok menawarkan pada kelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud
dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk, sedangkan Tjiptono (2004)
menjelaskan bahwa pelayanan merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan
untuk dijual, sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan itu merupakan suatu aktivitas yang
ditawarkan dan menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud namun dapat dinikmati atau
dirasakan.
Kotler (1997, dalam Supranto, 2006) juga menjelaskan mengenai karakteristik dari pelayanan
dengan membuat batasan-batasan untuk jenis-jenis pelayanan pelayanan sebagai berikut :
pelayanan itu diberikan dengan berdasarkan basis peralatan (equipment based) atau basis orang
(people based) dimana pelayanan berbasis orang berbeda dari segi penyediaannya, yaitu pekerja
tidak terlatih, terlatih atau profesional; Disampaikan dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan
beberapa jenis pelayanan memerlukan kehadiran dari klien (client’s precense); pelayanan juga
dibedakan dalam memenuhi kebutuhan perorangan (personal need) atau kebutuhan bisnis
(business need); dan pelayanan yang dibedakan atas tujuannya, yaitu laba atau nirlaba (profit or
non profit) dan kepemilikannya swasta atau publik (private or public). Berdasarkan dari
pendapat-pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pelayanan merupakan salah satu
bentuk hasil dari produk yang memberikan pelayanan yang mempunyai sifat tidak berwujud
sehingga pelayanan hanya dapat dirasakan setelah orang tersebut menerima pelayanan tersebut.
Selain itu, pelayanan memerlukan kehadiran atau partisipasi pelanggan dan pemberi pelayanan
baik yang professional maupun tidak profesional secara bersamaan sehingga dampak dari
transaksi jual beli pelayanan dapat langsung dirasakan dan jika pelanggan itu tidak ada maka
pemberi pelayanan tidak dapat memberikan pelayanan.
Pengembangan Standar Pelayanan Keperawatan
1. Standar 1
Falsafah dan tujuan Pelayanan keperawatan diorganisasi dan dikelola agar dapat memberikan
asuhan keperawatan yang optimal bagi pasien sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kriteria:
Dokumen tertulis yang memuat tujuan pelayanan keperawatan harus mencerminkan peran
rumah sakit, dan harus menjadi acuan pelayanan keperawatan serta diketahui oleh semua unit
lain. Dokumen ini harus selalu tersedia untuk semua petugas pelayanan keperawatan
Setiap unit keperawatan dapat mengembangkan sendiri tujuan khusus pelayanan keperawatan.
Komando, tanggung jawab, kewenangan serta hubungan kerja dalam pelayanan keperawatan
dan hubungan dengan unit lain.
Uraian tugas tertentu yang tertulis harus diberikan kepada setiap petugas hal hal sebagai berikut
Kualifikasi yang dibutuhkan untuk jabatan petugas yang bersangkutan garis kewenangan
2. Standar 2
Staff keperawatan senantiasa harus menghormati hak keleluasaan pribadi, martabat dan
kerahasiaan pasien.
Penelitian keperawatan
Bila penelitian keperawatan dilakukan, hak asasi pasien harus dilindungi sesuai dengan
pedoman yang berlaku dengan menjunung tinggi etika profesi
3.Standar 3
Staff dan pimpinan Pelayanan keperawatan dikelola untuk mencapai tujuan pelayanan. Kriteria:
Pelayanan keperawatan dipimpin oleh seorang perawat yang mempunyai kualifikasi manager.
Apabila kepala perawatan berghalangan harus ada seorang perawat pengganti yang cakap dapat
diserahi tanggungjawab dan kewenangan.
Setiap perawat harus mempunyai izin praktek perawat yang masi berlaku dan berkualifikasi
professional sesuai jabatan yang didudukinya.
Jumlah dan jenis tenaga keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan pasien fasilitas dan
peralatan
4. Standar 4
Fasilitas dan peralatan harus memadai untuk mencapai tujuan peayanan keperawatan. Kriteria:
Bila digunakan peralatan khusus, peralatan tersebut dijalankan oleh staf yang telah mendapatkan
pelatihan.
5. Standar 5
Kebijakan dan prosedur Adanya kebijakan dan prosedur secara tertulis yang sesuai
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan prinsip praktek keperawatan yang konsisten dengan
tujuan pelayanan keperawatan. Kriteria:
Kepala keperawatan bertanggung jawab terhadap perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
prosedur keperawatan.
Staf keperawatan yang aktif terlibat dalam asuhan langsung kepada pasien harus diikut sertakan
dalam perumusan kebijakan dan prosedur keperawatan.
Ada bukti bahwa staf keperawatan bertindak berdasarkan ketentuan hukum yang mengatur
standar pratek keperawatan dan berpedoman pada etika profesi yang berlaku.
Ada kebijakan mengenai ruang lingkup dan batasan tanggung jawab serta kegiatan staf
keperawatan Pengertian: Sebagai contoh kebijakan ialah penyuntikan/ pengobatan pada terapi
intravena, pemberian darah dan produk darah, menerima pesan melalui telepon, pemberian
informasi kepada mass media dan polisi, pencatatan dan pelaporan, pelaksanaan prosedur kerja.
6.Standar 6
Pengembangan staf dan program pendididkan Harus ada program pengembangan dan
pendidikan berkesinambungan agar setiap keperawatan dapat meningkatkan kemampuan
profesionalnya. Kriteria:
Tujuan program orientasi dan pelatihan harus mengacu pada efektifitas program pelayanan.
Tersedianya program orientasi bagi smua staf keperawatan yang baru dan bagi perawat
yangbaru ditempatkan pada bidang khusus, meliputi :
Penjelasan mengenai kebijakan dan prosedur kerja dirumah sakit dan pelayanan keperawatan
Penjelasan mengenai metode penugasan asuhan keperawatan dan standar praktek keperawatan.
Penjelasan mengenai tugas dan fungsi khusus , garis kewenangan, dan ruang lingkup tanggung
jawab
7.Standar 7
Evaluasi dan pengendalian mutu Pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan
keperawatan yang mutu tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program
pengendalian mutu dirumah sakit. Kriteria:
Adanya rencana tertulis untuk melaksanakan program pengendalian mutu keperawatan.
Kategori Ukuran
Ukuran 1 Angka kematian pasien karena komplikasi operasi
berfokus 2 Angka decubitus
outcomes 3 Angka pasien jatuh
pasien 4 Angka psien jatuh dengan cidera
5 Angka restrain
6 ISK karena pemasangan cateter di ICU
7 Blood stream infection karena pemasangan cateter line central di
ICU dan HDNC
8 VAP di ICU dn HDNC
Ukuran 9 Konseling berhenti merokok pada kasus AMI
berfokus pada 10 Konseling berhenti merokok pada kasus Gagal jantung
intervensi 11 Konseling berhenti merokok pada kasus Peneumonia
perawat
Ukuran 12 Perbandingan antara RN, LVN/LPN, UAP dan kontrak
berfokus pada 13 Jam perawatan pasien per hari oleh RN,LPN/LPN dan UAP
system 14 Practice Environment Scale—Nursing Work Index
15 Turn over
c.Audit internal
Audit internal merupakan suatu penilaian atas keyakinan, independen, obyektif dan
aktivitas konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi.
Ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan
disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses manajemen risiko,
pengendalian, dan tata kelola. Audit internal adalah katalis untuk meningkatkan efektivitas
organisasi dan efisiensi dengan memberikan wawasan dan rekomendasi berdasarkan analisis dan
penilaian data dan proses bisnis. Dengan komitmen untuk integritas dan akuntabilitas, audit
internal yang memberikan nilai kepada mengatur badan dan manajemen senior sebagai sumber
tujuan saran independen. Profesional yang disebut auditor internal yang digunakan oleh
organisasi untuk melakukan kegiatan audit internal.
Audit keperawatan internal dilakukan oleh organisasi profesi di dalam institusi tempat
praktik keperawatan, audit keperawatan eksternal dilakukan oleh organisasi profesi di luar
institusi.Kebijakan audit medis di Rumah Sakit didasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor : 496/Menkes/SK/IV/2005 tanggal 5 April 2005 tentang Pedoman
Audit Medis di RS, sedangkan untuk audit keperawatan belum ada kebijakan yang mengatur.
Pelaksana Audit Keperawatan di Rumah Sakit :
Tim pelaksana dapat merupakan tim atau panitia yg dibentuk di bawah Komite Keperawatan
atau panitia khusus untuk itu à pelaksana audit keperawatan di RS dapat dilakukan oleh Komite
Keperawatan, Sub Komite (Panitia) Peningkatan Mutu Keperawatan atau Sub Komite (Panitia)
Audit Keperawatan
Pelaksana audit keperawatan wajib melibatkan bagian rekam keperawatan
Pelaksana audit wajib melibatkan SMF mulai dari pemilihan topik, penyusunan standar &
kriteria serta analisa hasil audit keperawatan
Apabila diperlukan dapat mengundang konsultan tamu atau organisasi profesi terkait untuk
melakukan analisa hasil audit keperawatan & memberikan rekomendasi khusus
Langkah-langkah (Proses Audit)
1. Identifikasi masalah
Hal-hal yang dapat dipertimbangkan dalam pemilihan topik adalah :
Adanya standar nasional dan pedoman yang menjadi rujukan praktik klinis yang lebih efektif
Area yang menjadi masalah dapat dijumpai di lahan praktik
Rekomendasi dari pasien dan masyarakat
Berpotensi jelas untuk meningkatkan pemberian pelayanan Kaitan dengan volume, risiko dan
biaya tinggi jika upaya perbaikan diterapkan
2. Menetapkan kriteria dan standar
Kriteria adalah pernyataan eksplisit yang didefinisikan sebagai elemen representatif dari
pelayanan yang dapat diukur secara objektif.
Standar adalah aspek pelayanan yang dapat diukur, yang selalu didasarkan pada hasil penelitian
yang terbaik (ekspektasi tiap kriteria)
Standar & kriteria wajib (Must Do) à merupakan kriteria minimum yg absolut dibutuhkan utk
menjalankan kegiatan sesuai kebutuhan & harus dipenuhi oleh setiap dokter
Standar kriteria tambahan (Should do) à merupakan kriteria-2 dari hasil riset yg dapat
dibuktikan dan penting
3. Pengumpulan data
Untuk menjamin pengumpulan data tepat dan teliti, dan hanya informasi penting yang
dikumpulkan, tentunya detail dari hal-hal yang akan di audit ditetapkan sejak awal. Diantaranya
adalah :
Kelompok yang termasuk pengguna pelayanan, dengan tanpa perkecualian
Profesional kesehatan yang termasuk pemberi pelayanan
Periode penerapan dari kriteria. Ukuran sampel dapat ditentukan menggunakan statistik, data
dapat dikumpulkan baik dengan sistem informasi komputer maupun secara manual. Yang
terpenting adalah data apakah yang akan diambil?, dimanakah data dapat ditemukan? Dan
siapakan yang akan mengambil data?
4.Membandingkan hasil pengumpulan data dengan standar.
Tahap ini merupakan tahap analisis, dimana hasil dari pengumpulan data dibandingkan
dengan kriteria dan standar. Hasil akhir dari analisis adalah apakah standar sudah sesuai, jika
dapat diaplikasikan, identifikasi alasan ketidaksesuaian standar dengan kasus.
5.Melakukan upaya perbaikan (Melakukan analisa kasus yg tidak sesuai dgn standar & kriteria).
Setelah hasil audit dipublikasikan dan didiskusikan, kesepakatan sebaiknya dibuat
sebagai rekomendasi perbaikan. Rencana kegiatan dilaporkan untuk menentukan siapa yang akan
menyetujui, apa yang akan dilakukan dan kapan akan dimulai. Tiap-tiap poin sebaiknya
didefinisikan dengan jelas termasuk nama-nama individu yang akan bertanggung jawab dan
target waktu pencapaian.
6. Tindakan korektif
7. Rencana re-audit
Aspek struktur, proses dan hasil pelayanan dipilih dan dievaluasi secara sistematis
berdasarkan kriteria eksplisit. Jika diindikasikan, upaya-upaya perbaikan diterapkan pada tim
individu atau tingkat pelayanan dan monitoring selanjutnya digunakan untuk memberi
konfirmasi adanya perbaikan dalam pemberian pelayanan.Audit klinik adalah suatu kegiatan
berkesinambungan penilaian mutu pelayanan yang dilakukan para pemberi jasa pelayanan
kesehatan langsung (oleh dokter, perawat, dan atau profesi lain) suatu Rumah Sakit untuk
menghasilkan perbaikan-perbaikan jika hasil penilaian menunjukkan bahwa mutu pelayanan
mereka ternyata dibawah optimal. Pengertian klinik dalam konteks ini meliputi kelompok medik
dan keperawatan, dengan demikian audit klinik dapat merupakan audit medik, audit
keperawatan, atau gabungan antara audit medik dan keperawatan.Menurut Elison, audit
keperawatan secara khusus merujuk pada pengkajian kualitas keperawatan klinis yang
merupakan upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan keperawatan yang
diberikan kepada pasien, dengan menggunakan rekam keperawatan dan dilaksanakan oleh
profesi keperawatan.
d.Audit manajemen personalia
Audit manajemen personalia adalah perencanaan, pengembangan, pembagian
kompensasi, penginterprestasian, dan pemeliharaan tenaga keraja dengan maksud untuk
membantu mencapai tujuan perusahaan, individu dan masyarakat (Ranupandojo dan Husnan,
2002).
Manajemen personalia adalah ilmu seni untuk melaksanakan antara lain perencanaan,
pengorganisasian, pengawasan, sehingga efektivitas dan efisiensi personalia dapat ditingkatkan
semaksimal mungkin dalam mencapai tujuan (Nitisemito, 1996:143).
TujuanManajemen Personalia
Tujuan manajemen personalia berhubungan dengan tujuan perusahaan secara umum. Hal
ini dikarenakan manajemen perusahaan berusaha untuk menimbulkan efisiensi dalam bidang
tenaga kerja sebagai efisiensi keuntungan dan kontinuitas.
Tujuan manajemen personalia ada dua macam, yaitu (Manullang, 2001:165) :
1. Production Minded (efisiensi dan daya guna);
2. People Minded (Kerja sama).
Karena itu manajemen personalia ini menyangkut usaha untuk menciptakan kondisi
dimana setiap karyawan didorong untuk memberikan sumbangan sebaik mungkin bagi
majikannya, karena tidak dapat mengharapkan efisiensi yang maksimal tanpa kerjasama yang
penuh dari para karyawan.
Fungsi Manajemen Personalia
yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patien safety) adalah proses dalam suatu
Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk di dalamnya
asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk
mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko. Standar keselamatan pasien tersebut menurut
Pasal 43 ayat (2) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan
pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.Yang
dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah kesalahan medis (medical error), kejadian
yang tidak diharapkan (adverse event), dan nyaris terjadi (near miss). Untuk meningkatkan mutu
pelayanan Rumah Sakit, Menteri Kesehatan menurut Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
membentuk Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Komite Nasional tersebut
merupakan organisasi nonstruktural dan independen dibawah koordinasi direktorat jenderal yang
membidangi rumah sakit, serta bertanggung jawab kepada Menteri.
Standar keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 7 ayat (2) meliputi:
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga;
3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien;
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien;dan
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Selanjutnya Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap
Rumah Sakit untuk mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien yang meliputi
tercapainya 6 (enam) hal sebagai berikut: