Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN KASUS

ULKUS KORNEA OCULI SINISTRA

Disusun Oleh :

dr. Masitha Ayuni

Pembimbing :
dr. Ade Fitra
dr. Tiara Amalliyah

Narasumber :
dr. Sri Rezeki Handayani, Sp.M

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
2018/2019
KATA PENGANTAR

Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
sebab hanya karena rahmat dan karunia-Nya, penulisan laporan kasus dengan judul
“Ulkus Kornea Oculi Sinistra” ini dapat diselesaikan. Laporan kasus ini saya buat
untuk melengkapi salah satu tugas Program Internship Dokter Indonesia Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Rumah Sakit Badan Pengusahaan Batam periode
2018/2019.

Meskipun dalam pembuatan makalah ini, penulis banyak mengalami


hambatan, kesulitan dan kendala, namun karena adanya motivasi dan arahan serta
bimbingan dari berbagai pihak, penulisan laporan kasus ini akhirnya dapat
diselesaikan. Di sini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Sri
Rezeki, Sp.M sebagai narasumber dan pembimbing serta dr. Ade Fitra dan dr. Tiara
Amalliyah sebagai dokter pendamping.

Pada akhirnya, walaupun berbagai usaha sudah dilakukan semaksimal


mungkin untuk menyelesaikan penulisan laporan kasus ini, namun karena berbagai
keterbatasan penulis, laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
diharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakan penulisan
laporan kasus ini.

Batam, 20 Juli 2019

dr. Masitha Ayuni


ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………. i

KATA PENGANTAR………………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………iii

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………… ..1

BAB 2 LAPORAN KASUS …………………………………………………...3

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi………………………………………………………………..23
3.2 Definisi………………………………………………………………...26
3.3 Epidemiologi…………………………………………………………. .26
3.4 Patofisiologi …………………………………………………………...26
3.5 Etiologi…………………………………..…………………………….28
3.6 Klasifikasi...………………………………………………………........30
3.7 Manifestasi Klinis……………………………………………………...35
3.8 Diagnosis………………………………………………………………36
3.9 Penatalaksanaan………………………………………………………..38
Komplikasi……………………………………………………………..43
Prognosis……………………………………………………………… 43
BAB 4 ANALISA KASUS………………………………….……………………...45
BAB 5 KESIMPULAN……………………….…………………………………....49
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan


dan ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini
dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan
diobati secara memadai.1
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang
uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif
jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh
fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam
mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat
daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea
dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan
edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah
beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata
menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.1
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan
dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke
dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea
merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan
kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea. 2
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa
bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak

1
tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang
luas.2
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena
trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.3

2
BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. R
Tanggal lahir : 01 Juli 1969
Usia : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sei lekop
Pekerjaan : Tukang parut kelapa
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 06 Juli 2019

2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis
A. Keluhan utama
Mata kiri merah disertai penurunan fungsi penglihatan sejak 3 hari ini
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki berusia 50 tahun datang ke IGD RSBP dengan keluhan
merah disertai penurunan fungsi penglihatan pada mata kiri, pasien juga
mengeluh mata berair warna putih kekuningan dan lengket sejak 3 hari.
Pandangan silau sejak 3 hari ini, semakin hari semakin berat. Pasien juga
mengeluhkan nyeri pada mata dan ada bercak berwarna putih di bagian
mata yang hitam.
Sebelumnya saat pasien sedang bekerja membelah kelapa, pasien
merasa ada benda asing yang masuk ke mata dan juga terciprat air kelapa
kemudian mata mulai merah dan terasa mengganjal. Setelah itu pasien
tidak berobat dan hanya mencuci mata dengan air sirih sebanyak beberapa
kali namun keluhan tidak membaik malah semakin berat. Satu hari yang

3
lalu pasien berobat ke kilinik di pulau Sambu untuk mendapatkan
pengobatan, dan kemudian dirujuk ke RSBP.

C. Riwayat penyakit dahulu : tidak ada


D. Riwayat hipertensi : ada dan tidak rutin kontrol
E. Riwayat diabetes mellitus : tidak ada
F. Riwayat alergi obat : tidak ada
G. Riwayat penggunaan obat tetes mata : chloramphenicol tetes mata
H. Riwayat kebiasaan : merokok (+)
I. Riwayat operasi mata : tidak ada
J. Riwayat memakai kacamata : tidak ada
K. Riwayat penyakit keluarga : tidak ada
L. Riwayat pengobatan : tidak ada

2.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Frekuensi nadi : 90 x/ menit
Suhu : 36.9oC
Pernafasan : 20 x/ menit

4
B. Status Oftalmologi

No. PEMERIKSAAN OD OS

1. Visus 6/6 1/300

2. Palpebra
 Gerakan Normal Terbatas
 Margo Superior Normal Udem
et inferior
 Lesi kulit Tidak ada Tiak ada

 Kontur Kenyal lunak Kenyal lunak

 Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

 Peradangan Hipermis (-) Hipermis (+)

5
3. Bola Mata Segala arah Segala arah
 Gerakan

4. Konjungtiva
 K.Palpebra Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Inferior
 K. Bulbi Injeksi Siliar (-) Injeksi Siliar (+)
5. Sklera
 Warna Putih Hiperemis (+)
 Massa Tidak ada Tidak ada
6. Kornea
 Permukaan Basah licin Keruh
 Sikatrik Tidak ada ada
 Ulserasi Tidak ada Ulkus (+)

 Arcus Senilis Tidak ada ada

 Benda asing Tidak ada Tidak ada

 Edema Tidak ada ada


Tidak ada Ada
 Infiltrat
7. Camera Okuli
Anterior (COA)
 Kejernihan Jernih jernih
 Kedalaman Dalam dalam

6
8. Iris
 Warna Coklat coklat
 Permukaan Rata rata
 Kelainan (-) (-)
9. Pupil
 Ukuran 2-3 mm 2-3 mm

 Kedudukan Sentral sentral


 Warna pupil Tampak Hitam tampak hitam

 Reflek cahaya (+) (+)

10. Lensa
 Kejernihan Jernih jernih
 Warna Hampir Transparan hamper transparan
 Letak Sentral sentral
13. Tekanan Normal (palpasi) normal
Intraocular

2.4 Pemeriksaan Laboratorium


Parameter Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hb 15.3 11.0 – 16.5 g/dL
- MCV 80.6 80.0 – 97.0 fL
- MCH 29.9 26.5 – 33.5 pg
- MCHC 37.1 31.5 – 35.0 g/dL

7
RBC 5.11 3.8 – 5.8 6
10 /uL
HCT 41.2 35.0 – 50.0 %
WBC 14.1 4 – 11 3
10 /uL
- Eosinofil 0.1 0–5 %
- Basofil 0.2 0–1 %
- Neutrofil 65 46 – 75 %
- Limfosit 18 17 – 48 %
- Monosit 10.9 4 - 10 %
PLT 264 150 – 450 3
10 /uL
GDS 133 74-100 mg/dl

2.5 Diagnosis Kerja


Ulkus kornea occuli sinistra

2.6 Usulan Pemeriksaan


 Pemeriksaan gram kerokan kornea
 Kultur kerokan kornea
 Pemeriksaan fluorosence
 Pemeriksaan tonometri
 Pemeriksaan usg mata
 Oftalmoskop (Penilaian diskus optikus)

2.7 Penatalaksanaan
 Non medikamentosa
1) Edukasi mengenai ulkus kornea dan prognosisnya
2) Edukasi cara pemakaian obat dan efek samping obat

8
 Medikamentosa
Di IGD
• Pantocain tetes mata
• Irigasi

Konsul dr. Sri Rezeki Handayani, Sp.M


• Ketokonazol 3x200 mg PO
• Ciprofloxacin 2x500 mg PO
• Gatifloxacin tetes mata 1 tetes per jam OS
• Natamycin tetes mata 1 tetes per jam OS
• Artificial tears tetes mata 6x1 tetes OS
• Atropine sulfate 1% tetes mata 3x1 tetes OS
• Timolol 0,5% tetes mata 2x1 tetes OS
• Retivit plus vitamin mata 1x1 tablet PO

2.8 Prognosis
Okuli sinistra
 Ad vitam : ad malam
 Ad fungctionam : dubia ad malam
 Ad sanactionam : dubia ad malam

2.10 Resume

Pasien laki-laki berusia 50 tahun datang ke IGD RSBP dengan keluhan merah
disertai penurunan fungsi penglihatan pada mata kiri, mata berair dan pandangan
silau sejak 3 hari. Sebelumnya os terkena benda asing saat membelah kelapa dan
kemudian gejala mulai timbul.nPasien memiliki riwayat hipertensi dan tidak pernah
control minum obat.

9
Ari hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 160/90 mmHg, VOS 1/300, reflex
cahaya (+) injeksi konjungtiva (+), injeksi siliar (+) kemosis, kornea keruh, sekret
purulen (+). Tampak defek dan infiltrate pada kornea. Pada pemeriksaan lab
ditemukan leukositosis

2.11 Follow up (07 Juli 2019)


S : mata merah (+) nyeri (+)
O:
 Status generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Frekuensi nadi : 82 x/ menit
Suhu : 36.8oC
Pernafasan : 20 x/ menit

Status Oftalmologi

No. PEMERIKSAAN OD OS

1. Visus 6/6 1/300

2. Palpebra
 Gerakan Normal Terbatas
 Margo Superior Normal Udem
et inferior
 Lesi kulit Tidak ada Tiak ada

10
 Kontur Kenyal lunak Kenyal lunak
 Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
 Peradangan Hipermis (-) Hipermis (+)
3. Bola Mata Segala arah Segala arah
 Gerakan

4. Konjungtiva
 K.Palpebra Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Inferior
 K. Bulbi Injeksi Siliar (-) Injeksi Siliar (+)
5. Sklera
 Warna Putih Hiperemis (+)
 Massa Tidak ada Tidak ada
6. Kornea
 Permukaan Basah licin Keruh
 Sikatrik Tidak ada ada
 Ulserasi Tidak ada Ulkus (+)

 Arcus Senilis Tidak ada ada

 Benda asing Tidak ada Tidak ada

 Edema Tidak ada ada


Tidak ada Ada
 Infiltrat

11
7. Camera Okuli
Anterior (COA)
 Kejernihan Jernih jernih
 Kedalaman Dalam dalam
8. Iris
 Warna Coklat coklat
 Permukaan Rata rata
 Kelainan (-) (-)
9. Pupil
 Ukuran 2-3 mm 2-3 mm

 Kedudukan Sentral sentral


 Warna pupil Tampak Hitam tampak hitam

 Reflek cahaya (+) (+)

10. Lensa
 Kejernihan Jernih jernih
 Warna Hampir Transparan hamper transparan
 Letak Sentral sentral

13. Tekanan Normal (palpasi) normal


Intraocular

A : ulkus kornea os
P:
 Medikamentosa
 Ketokonazol 3x200 mg PO

12
 Ciprofloxacin 2x500 mg PO
 Gatifloxacin tetes mata 1 tetes per jam OS
 Natamycin tetes mata 1 tetes per jam OS
 Artificial tears tetes mata 6x1 tetes OS
 Atropine sulfate 1% tetes mata 3x1 tetes OS
 Timolol 0,5% tetes mata 2x1 tetes OS
 Retivit plus vitamin mata 1x1 tablet PO
 Ibuprofen 3x1 tablet PO
 Cek GDS hasil 140

Follow up (08 Juli 2019)


S : mata merah (+) nyeri (+) berkurang
O:
 Status generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Frekuensi nadi : 88 x/ menit
Suhu : 36.6oC
Pernafasan : 20 x/ menit

Status Oftalmologi

No. PEMERIKSAAN OD OS

1. Visus 6/6 1/300

2. Palpebra

13
 Gerakan Normal Terbatas
 Margo Superior Normal Udem
et inferior
 Lesi kulit Tidak ada Tiak ada

 Kontur Kenyal lunak Kenyal lunak

 Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

 Peradangan Hipermis (-) Hipermis (+)

3. Bola Mata Segala arah Segala arah


 Gerakan

4. Konjungtiva
 K.Palpebra Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Inferior
 K. Bulbi Injeksi Siliar (-) Injeksi Siliar (+)
5. Sklera
 Warna Putih Hiperemis (+)
 Massa Tidak ada Tidak ada
6. Kornea
 Permukaan Basah licin Keruh
 Sikatrik Tidak ada ada
 Ulserasi Tidak ada Ulkus (+)

 Arcus Senilis Tidak ada ada


Tidak ada Tidak ada

14
 Benda asing Tidak ada ada
 Edema Tidak ada Ada
 Infiltrat
7. Camera Okuli
Anterior (COA)
 Kejernihan Jernih jernih
 Kedalaman Dalam dalam
8. Iris
 Warna Coklat coklat
 Permukaan Rata rata
 Kelainan (-) (-)
9. Pupil
 Ukuran 2-3 mm 2-3 mm

 Kedudukan Sentral sentral


 Warna pupil Tampak Hitam tampak hitam

 Reflek cahaya (+) (+)

10. Lensa
 Kejernihan Jernih jernih
 Warna Hampir Transparan hamper transparan
 Letak Sentral sentral
13. Tekanan Normal (palpasi) Normal
Intraocular

15
A : ulkus kornea os
P:
 Medikamentosa
 Ketokonazol 3x200 mg PO
 Ciprofloxacin 2x500 mg PO
 Gatifloxacin tetes mata 1 tetes per jam OS
 Natamycin tetes mata 1 tetes per jam OS
 Artificial tears tetes mata 6x1 tetes OS
 Atropine sulfate 1% tetes mata 3x1 tetes OS
 Timolol 0,5% tetes mata 2x1 tetes OS
 Retivit plus vitamin mata 1x1 tablet PO
 Ibuprofen 3x1 tablet PO
 Besok USG mata di poli

Follow up (09 Juli 2019)


S : mata merah (+) berkurang, nyeri (+) berkurang
O:
 Status generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 135/90 mmHg
Frekuensi nadi : 92 x/ menit
Suhu : 36.8oC
Pernafasan : 20 x/ menit

16
Status Oftalmologi

No. PEMERIKSAAN OD OS

1. Visus 6/6 1/60

2. Palpebra
 Gerakan Normal Terbatas
 Margo Superior Normal Udem
et inferior
 Lesi kulit Tidak ada Tiak ada

 Kontur Kenyal lunak Kenyal lunak

 Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

 Peradangan Hipermis (-) Hipermis (+)

3. Bola Mata Segala arah Segala arah


 Gerakan

4. Konjungtiva
 K.Palpebra Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Inferior
 K. Bulbi Injeksi Siliar (-) Injeksi Siliar (+)
5. Sklera
 Warna Putih Hiperemis (+)
 Massa Tidak ada Tidak ada

17
6. Kornea
 Permukaan Basah licin Keruh
 Sikatrik Tidak ada ada
 Ulserasi Tidak ada Ulkus (+)

 Arcus Senilis Tidak ada ada

 Benda asing Tidak ada Tidak ada

 Edema Tidak ada ada


Tidak ada Ada
 Infiltrat
7. Camera Okuli
Anterior (COA)
 Kejernihan Jernih jernih
 Kedalaman Dalam dalam
8. Iris
 Warna Coklat coklat
 Permukaan Rata rata
 Kelainan (-) (-)
9. Pupil
 Ukuran 2-3 mm 2-3 mm

 Kedudukan Sentral sentral


 Warna pupil Tampak Hitam tampak hitam

 Reflek cahaya (+) (+)

10. Lensa
 Kejernihan Jernih jernih

18
 Warna Hampir Transparan hamper transparan
 Letak Sentral sentral
13. Tekanan Normal (palpasi) Normal
Intraocular

Hasil pemeriksaan USG Mata


Kesan : ulkus akut dengan sel radang, tidak ada tanda tanda endophtalmitis
A : ulkus kornea os
P:
 Medikamentosa
 Ketokonazol 3x200 mg PO
 Ciprofloxacin 2x500 mg PO
 Gatifloxacin tetes mata 1 tetes per jam OS
 Natamycin tetes mata 1 tetes per jam OS
 Artificial tears tetes mata 6x1 tetes OS
 Atropine sulfate 1% tetes mata 3x1 tetes OS
 Timolol 0,5% tetes mata 2x1 tetes OS
 Retivit plus vitamin mata 1x1 tablet PO
 Ibuprofen 3x1 tablet PO (k/p)

19
Follow up (10 Juli 2019)
S : mata merah (+) minimal, nyeri (+) minimal
O:
 Status generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Frekuensi nadi : 85 x/ menit
Suhu : 36.8oC
Pernafasan : 20 x/ menit

Status Oftalmologi

No. PEMERIKSAAN OD OS

1. Visus 6/6 3/60

2. Palpebra
 Gerakan Normal Terbatas
 Margo Superior Normal Udem
et inferior
 Lesi kulit Tidak ada Tiak ada

 Kontur Kenyal lunak Kenyal lunak

 Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

 Peradangan Hipermis (-) Hipermis (-)

20
3. Bola Mata Segala arah Segala arah
 Gerakan

4. Konjungtiva
 K.Palpebra Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Inferior
 K. Bulbi Injeksi Siliar (-) Injeksi Siliar (-)
5. Sklera
 Warna Putih Hiperemis (-)
 Massa Tidak ada Tidak ada
6. Kornea
 Permukaan Basah licin Keruh
 Sikatrik Tidak ada ada
 Ulserasi Tidak ada Ulkus (+)

 Arcus Senilis Tidak ada ada

 Benda asing Tidak ada Tidak ada

 Edema Tidak ada ada


Tidak ada Ada
 Infiltrat
7. Camera Okuli
Anterior (COA)
 Kejernihan Jernih jernih
 Kedalaman Dalam dalam
8. Iris
 Warna Coklat coklat

21
 Permukaan Rata rata
 Kelainan (-) (-)
9. Pupil
 Ukuran 2-3 mm 2-3 mm

 Kedudukan Sentral sentral


 Warna pupil Tampak Hitam tampak hitam

 Reflek cahaya (+) (+)

10. Lensa
 Kejernihan Jernih jernih
 Warna Hampir Transparan hamper transparan
 Letak Sentral sentral
13. Tekanan Normal (palpasi) Normal
Intraocular

A : ulkus kornea os
P : boleh pulang berobat jalan, control ulang 3 hari lagi
 Obat pulang :
 Ketokonazol 3x200 mg PO
 Ciprofloxacin 2x500 mg PO
 Gatifloxacin tetes mata 1 tetes per jam OS
 Natamycin tetes mata 1 tetes per jam OS
 Artificial tears tetes mata 6x1 tetes OS
 Retivit plus vitamin mata 1x1 tablet PO
 Ibuprofen 3x1 tablet PO

22
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea


Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar
11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-
beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan
Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan
kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan
refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu sebab, maka kornea
juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan
melihat halo.1

Gambar 1. Anatomi Kornea

23
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
 Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan
barrier.
 Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
 Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
 Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
 Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai
15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio
atau sesudah trauma.

24
4. Membran Descement
 Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 µm.
5. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan
zonula okluden.4

Gambar 2. Corneal Cross Section

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk
ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya
regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. 4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous, dan
air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir.
Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya.1

25
3.2 Definisi2,4
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea
bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai
stroma.
3.3 Epidemiologi
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi
ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan
predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian
lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi
jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950
keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka
kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal,
penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama 2.5
tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas
tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi,
neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih
banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian
yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan
karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko
terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3

3.4 Patofisologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel
dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi
di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea,
segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya

26
kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang
hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 5
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka
badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea,
segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh
darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya
baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear
(PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak
berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin,
kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea. 6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit
juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada
kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang
meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung
saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya
dilatasi pada pembuluh iris. 1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat
sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar
kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial
maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi
jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk
jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik. 5

27
3.5 Etiologi1,4,5,6
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk
sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar
bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
 Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel
yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi
pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral.
Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
 Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi
kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal
pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan
garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan
pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.

b. Noninfeksi
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik
dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi
maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat

28
superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih
yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan
terjadi penghancuran kolagen kornea.
 Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
 Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca
yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan
defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan
permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya
bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul
ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
 Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
 Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan
imunosupresif.
 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
 Pajanan (exposure)
 Neurotropik

c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)


 Granulomatosa wagener
 Rheumathoid arthritis

29
3.6 Klasifikasi1,6
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:

1. Ulkus kornea sentral


a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

Ulkus Kornea Sentral


a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan
berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat
menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin
yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.

Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik


kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.
Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang
disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat
hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral
kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.

30
Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu
48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran
yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini
seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang
banyak.

Gambar 3.a Ulkus Kornea Bakterialis

Gambar 3.b Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang


dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga
memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus
terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan.
Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung
dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan
hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang
terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.

31
b.. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa
minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran
seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal
penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan
bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan
naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat
injeksi siliar disertai hipopion.

Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi

c. Ulkus Kornea Virus


Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit
dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya
gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra,
konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel

32
dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda
dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu
kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa
sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi
sekunder.

Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini
dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu
dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau
bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian
menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit
herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan
benjolan diujungnya

Gambar 5.a Ulkus Kornea Dendritik

Gambar 5.b Ulkus Kornea Herpetik

33
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,
cincin stroma, dan infiltrat perineural.

Gambar 6. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Ulkus Kornea Perifer


a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk
ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi
stafilococcus, toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri
basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau
multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut,
sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.

Gambar 7. Ulkus Marginal

b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral.
ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai

34
sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah
teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya
menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh
permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada
bagian yang sentral.

Gambar 8. Mooren's Ulcer


d. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau
dalam, kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-
kadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang
sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan
penyakitnya menahun.

3.7 Manifestasi Klinis4


Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif
 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
 Sekret mukopurulen
 Merasa ada benda asing di mata
 Pandangan kabur
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
 Silau

35
 Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada
perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif
 Injeksi siliar
 Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
 Hipopion

3.8 Diagnosis1,3,5
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus
terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit
sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat
terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
 Ketajaman penglihatan
 Tes refraksi
 Tes air mata
 Pemeriksaan slit-lamp
 Keratometri (pengukuran kornea)
 Respon reflek pupil
 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

36
Gambar 12. Kornea ulcer dengan fluoresensi

 Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura
dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH,
gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan
diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan
agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

Gambar 9. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Gambar 10 a.Pewarnaan gram ulkus Gambar 10 b.Pewarnaan gram


ulkus kornea herpes simplex herpes zoster

37
Gambar 11. a Pewarnaan gram ulkus kornea Gambar 11. b Pewarnaan
gram ulkus bacteria akantamoeba

3.9 Penatalaksanaan4,6,7
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis
mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada
ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi
peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien
tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin
dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri

38
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum
yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan
makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian
roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C.
Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh
dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu
steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan
penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi 39,5°C.
Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi dalam
badan dan menjadi lekas sembuh.

2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi
kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
 Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
 Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
 Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
 Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia

39
posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan
sinekia posterior yang baru
 Skopolamin sebagai midriatika.
 Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain tetapi jangan sering-sering.
 Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap
mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.
 Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi
bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin >
10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin,
Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai
jenis anti biotik
 Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid
lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas
untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.

40
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena
dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan
media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya.
Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna
mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan
murni trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai
berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang
lama dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan
harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva,
dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian
ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan
nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah
sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan
berikan sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera
berbaring dan jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya
disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan :

41
 Iridektomi dari iris yang prolaps
 Iris reposisi
 Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
 Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung
lama, kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan
saja, sampai akhirnya sembuh menjadi leukoma adherens.
Antibiotik diberikan juga secara sistemik.

Gambar 7.Ulkus kornea perforasi,


jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea ditepi perforasi.

3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas
tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang
mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan
kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria
yaitu:
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

42
3.10 Pencegahan
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi
kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak
kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang
sangat buruk bagi mata.
 Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
 Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
 Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.
3.11 Komplikasi7
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
 Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
 Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan
panopthalmitis
 Prolaps iris
 Sikatrik kornea
 Katarak
 Glaukoma sekunder
3.11 Prognosis3,8
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak

43
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode;
migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan
pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh
dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu
adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan
granulasi dan kemudian sikatrik.

44
BAB 4
ANALISA KASUS

KASUS TEORI

Dari anamnesis didapatkan Definisi

keluhan pasien berupa mata merah Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian

dan berair, pandangan kabur serta permukaan kornea akibat kematian

ditemukan adanya infiltrat jaringan kornea, yang ditandai dengan

supuratif disertai defek pada adanya infiltrat supuratif disertai defek

kornea kornea bergaung, dan diskontinuitas

jaringan kornea yang dapat terjadi dari

epitel sampai stroma

Pasien laki-laki usia 50 taun, Epidemiologi

bekerja sebagai pemarut kelapa. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-

Predisposisi pada pasien ini adalah laki lebih banyak menderita ulkus kornea,

karena adanya trauma pada mata 3 yaitu sebanyak 71%, Hal ini mungkin

hari sebelumnya mata os disebabkan karena banyaknya kegiatan

kemasukan benda asing saat hendak kaum laki-laki sehari-hari sehingga

memarut kelapa. meningkatkan resiko terjadinya trauma

termasuk trauma kornea. Predisposisi

terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi

karena trauma, pemakaian lensa kontak,

45
dan kadang-kadang tidak di ketahui.

Pada tn. R, dicurigai ulkus Etiologi :

disebabkan oleh bakteri dan jamur, Infeksi Bakteri : Gejala klinis yang khas

hal ini didukung dengan ditemukan tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar

sekret yang mukopurulen dan 3 hari bersifat mukopurulen

sebelumnya terkena kelapa. Hal ini Infeksi Jamur : predisposisi terbanyak

dapat dikonfirmasi dengan adalah jika terkena benda asing dari

pemeriksaan kerokan kornea tanaman atau tumbuhan

infeksi virus : Ulkus kornea oleh virus

herpes simplex cukup sering dijumpai.

Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh

vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang

bila pecah akan menimbulkan ulkus

Manifestasi klinis yang ditemukan Manifestasi Klinis


pada pasien adalah :
Gejala Subjektif
Mata merah, adanya sekret
 Eritema pada kelopak mata dan
berwarna putih kekuningan yang
konjungtiva
lengket pada mata kiri, mata seperti
 Sekret mukopurulen
mengganjal, pandangan kabur dan
 Merasa ada benda asing di mata
berair, serta adanya bercak putih
 Pandangan kabur
pada kornea. Pandangan juga
 Mata berair
seperti silau, dan mata terasa nyeri
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi
ulkus

46
 Silau
 Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan
sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada
perifer kornea dan tidak disertai dengan
robekan lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif
 Injeksi siliar
 Hilangnya sebagian jaringan
kornea, dan adanya infiltrat
 Hipopion
Pada tn. R dilakukan pemeriksaan Diagnosis penunjang :

refraksi didapatkan visus 1/300, Ketajaman penglihatan


Tes refraksi
pemeriksaan slit lamp dan juga
Tes air mata
USG mata
Pemeriksaan slit-lamp
Pemeriksaan kerokan kornea dan Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
test fluorosensi tidak dilakukan
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi

Goresan ulkus untuk analisa atau kultur


(pulasan gram, giemsa atau KOH)
Penatalaksanaan pada pasien ini : Penatalaksaan :

 Ketokonazol 3x200 mg PO Ulkus kornea adalah keadan darurat yang


 Ciprofloxacin 2x500 mg PO
harus segera ditangani oleh spesialis mata
 Gatifloxacin tetes mata 1
agar tidak terjadi cedera yang lebih parah
tetes per jam OS
 Natamycin tetes mata 1 tetes pada kornea.

47
per jam OS Pasien dirawat bila mengancam
 Artificial tears tetes mata perforasi, pasien tidak dapat memberi obat
6x1 tetes OS sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan
 Atropine sulfate 1% tetes perlunya obat sistemik.
mata 3x1 tetes OS Obat-obata yang biasa dipakai pada ulkus
 Timolol 0,5% tetes mata kornea :
2x1 tetes OS 1. Sulfas atropine
 Retivit plus vitamin mata 2. Skopolamin sebagai midriatika
1x1 tablet PO 3. Analgetik
 Ibuprofen 3x1 tablet PO
4. Antibiotik
(k/p)
5. Anti jamur : Jenis jamur yang belum
diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal
10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml,
golongan Imidazole
6. Anti Viral

48
BAB 5

KESIMPULAN

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian


jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea
bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai
stroma.
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena
trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya.
Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut
kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan.

Etiologi ulkus kornea dapat berupa Infeksi Bakteri, infeksi jamur, infeksi virus,
serta noninfeksi berupa idiopatik dan kelainan imun

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis
mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus
kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung
antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan
dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat
memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya
komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan
yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Ulkus kornea harus membaik
setiap harinya dan harus disembuhkan dengan pemberian terapi yang tepat.

49
50
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan Daniel G, Eva Riordan Paul, P.Witches John. Orbita dan Adneksa Mata.
Dalam: Susanto Diana, Editor. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2009.
2. Ilyas Sidarta. Otot Penggerak Bola Mata. Dalam: Ilyas Sidarta, Edtor. Ilmu
Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: FKUI; 2010.
3. American Academy of Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course section 8
External Disease and Cornea. 2007-2008. p: 344&405
4. Weinreb, RN, Aung T, Medeiros, FA. Journal The Pathophysiology and Treatment
of Glaucoma. JAMA.2014;311(18);1901-1911.
5. Chung HJ, Hwang HB, Lee Yung. Review Article the association between
primary open angle glaucoma and blood pressure. Hindawi Journal. 2015.
6. Freedman, J. 2016. Journal Acute Angle Closure Glaucoma. Medscape. 2016
7. James, Bruce, dkk, Lecture Notes Oftalmologi, Edisi 9, Penerbit Erlangga, Jakarta,
2006.
8. Ilyas, S., Atlas Ilmu Penyakit Mata, Sagung Seto, Jakarta, 2001: 53.
9. Vaugh, Daniel G., Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika, Jakarta, 2000:
155-165.
10.Radjamin, Tamin, R.K., dkk, Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University Press,
Surabaya, 1998: 85-92.
11.Vaugh, Daniel G., Oftalmologi Umum, Jilid I, Edisi 11, Widya Medika, Jakarta.
1995:155.
12.Vaugh Daniel G., 1995, Oftalmologi Umum, Jilid II, Edisi 11, Widya Medika,
Jakarta: 63.
13.Andrew, P., dkk, Diagram Dagnostik Oftalmologi, EGC, Jakarta, 1995: 16.

14.Jawetz, Melnick, Aselberg, Mikrobologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta,


1996 : 211-234

51

Anda mungkin juga menyukai