Disusun Oleh :
Pembimbing :
dr. Ade Fitra
dr. Tiara Amalliyah
Narasumber :
dr. Meidy Daniel Posumah, Sp.A
i
KATA PENGANTAR
Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa, sebab hanya karena rahmat dan karunia-Nya, penulisan laporan kasus
dengan judul “Kejang Demam” ini dapat diselesaikan. Laporan kasus ini saya
buat untuk melengkapi salah satu tugas Program Internship Dokter Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Rumah Sakit Badan Pengusahaan
Batam periode 2018/2019.
Meskipun dalam pembuatan makalah ini, penulis banyak mengalami
hambatan, kesulitan dan kendala, namun karena adanya motivasi dan arahan serta
bimbingan dari berbagai pihak, penulisan laporan kasus ini akhirnya dapat
diselesaikan. Di sini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Meidy Daniel Posumah, Sp.A sebagai narasumber dan pembimbing serta dr. Ade
Fitra dan dr. Putri Maulina sebagai dokter pendamping.
Pada akhirnya, walaupun berbagai usaha sudah dilakukan semaksimal
mungkin untuk menyelesaikan penulisan laporan kasus ini, namun karena
berbagai keterbatasan penulis, laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu, diharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakan
penulisan laporan kasus ini.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia, serta tidak
didapatkan infeksi intracranial ataupun kelainan lain di otak. Demam adalah kenaikan
suhu tubuh diatas 38°C suhu rectal atau di atas 38,7°C suhu aksila. Kejang demam
terjadi pada anak berusia antara 3 bulan sampai 5 tahun. Berkisar antara 2% - 5%
anak dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Bangkitan kejang
demam terbanyak terjadi pada anak usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan dengan
insiden bangkitan kejang demam tertinggi saat usia 18 bulan.1
1
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Dilakukan secara alloanamnesis
Keluhan utama
Kejang seluruh tubuh
2
Riwayat demam sejak 2 hari yang lalu, demam semakin tinggi sejak sore ini
suhu tubuh diukur di rumah mencapai 39,3°C sebelum terjadinya kejang. Demam
turun dengan obat penurun panas namun hanya sebentar kemudian demam tinggi lagi.
Mual dan muntah tidak dijumpai, nyeri ulu hati tidak dijumpai, batuk pilek tidak
dijumpai, anak lemas dan tidak nafsu makan sejak 2 hari ini.
Riwayat kejang sebelumnya tidak ada.
Riwayat Kelahiran
Lahir SC, berat lahir 2800 gr, langsung menangis
Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengkap di posyandu, terakhir campak ulangan saat usia 24 bulan
3
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
4
turgor baik
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-).
Genitalia : Tidak ada kelainan
Pemeriksaan Neurologis
Refleks Meningeal : Kaku kuduk (-), laseque (-), kernig (-)
Refleks Fisiologis : Normal
Refleks patologis : Tidak ada
5
2.5 Diagnosis Kerja
Kejang Demam Kompleks
Observasi febris H-2
2.6 Usulan Pemeriksaan
Urine lengkap
2.7 Penatalaksanaan
Non medikamentosa
1) Edukasi orang tua tentang kejang demam
2) Oksigen 1-2 lpm via nasal kanul
Medikamentosa
Di IGD
• Injeksi PCT 150 mg IV
• Inj. Diazepam 10 mg jika kejang
• IVFD 2A 16 tpm makro
2.8 Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad fungctionam : bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam
6
2.10 Resume
Anak JO datangke IGD dengan keluhan kejang sebanyak 2x sebelum masuk
RS. Kejang seluruh tubuh, durasi kurang dari 5 menit. Setelah kejang anak sadar.
Demam (+) sejak 2 hari SMRS, batuk pilek (-), mual muntah tidak ada. Vital sign
saat masuk nadi 110x per menit, pernapasan 22x per menit suhu 38.0oC. hasil
laboratorium darah rutin dalam batas normal. Pasien dirawat inap untuk observasi
lebih lanjut.
7
Protein Negatif Bakteri Negatif
Reduksi Negatif kristal Negatif
Benda keton Negatif
Billirubin Negatif Kesan : normal
Urobilinogen Negatif
Darah samar Negatif
Protein kuantitatif Negatif
Follow up (24-11-2018)
S : Demam (+) hari ke IV , kejang (-), batuk (-), pilek (-), mual (-), muntah (-)
O:
Status generalis
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : Compos mentis
Frekuensi nadi : 114 x/ menit
Suhu : 37.6oC
Pernafasan : 20 x/ menit
Thoraks : vesikular (+/+), rhonki (-/-), Abdomen : datar, soepel (+), NTE (-)
Follow up (25-11-2018)
S : Demam (-), kejang (-), batuk (-), pilek (-), mual (-), muntah (-)
O:
Status generalis
8
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : Compos mentis
Frekuensi nadi : 110 x/ menit
Suhu : 37.2oC
Pernafasan : 20 x/ menit
Thoraks : vesikular (+/+), rhonki (-/-), Abdomen : datar, soepel (+), NTE (-)
9
A : Kejang Demam Kompleks
Demam Tifoid
P : Tambahan terapi : Inj. Ceftriaxone 1x1 gr
Follow up (26/11/2018)
S : Demam (-) , kejang (-), batuk (-), pilek (-), mual (-), muntah (-)
O:
Status generalis
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : Compos mentis
Frekuensi nadi : 112 x/ menit
Suhu : 37.2oC
Pernafasan : 20 x/ menit
Thoraks : vesikular (+/+), rhonki (-/-), Abdomen : datar, soepel (+), NTE (-)
A : Demam tifoid
P : Boleh pulang
Terapi pulang :
Paracetamol syr 3x1 cth (k/p)
Cefixime syr 2x1 ½ cth
10
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses
ekstakramium.2
Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4
minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan
dengan epilepsi yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.
Serangan kejang pada penderita kejang demam dapat terjadi satu, dua, tiga
kali atau lebih selama satu episode demam. Jadi, satu episode kejang demam
dapat terdiri dari satu, dua, tiga atau lebih serangan kejang. 2,3
Pendapat para ahli tentang usia penderita saat terjadi bangkitan kejang demam
tidak sama. Pendapat para ahli terbanyak kejang demam terjadi pada waktu anak
berusia antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun. Menurut The American Academy of
Pediatrics (AAP) usia termuda bangkitan kejang demam 6 bulan.3 Berkisar 2%-5%
anak di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Lebih dari 90%
penderita kejang demam terjadi pada anak berusia di bawah 5 tahun Terbanyak
12
bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan
22 bulan. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan. 3,4,5
Sel syaraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial membran.
Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial
13
intrasel lebih negatif dibandingkan dengan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat
potensial membran berkisar antara 30-100 mV, selisih potensial membrane ini akan
tetap sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan. Potensial membran ini terjadi
akibat perbedaan letak dan jumlah ion-ion terutama ion Na+, K + dan Ca++. Bila sel
syaraf mengalami stimulasi, misalnya stimulasi listrik akan mengakibatkan
menurunnya potensial membran.5,9 Penurunan potensial membran ini akan
menyebabkan permeabilitas membran terhadap ion Na + akan meningkat, sehingga
Na+ akan lebih banyak masuk ke dalam sel. Selama serangan ini lemah, perubahan
potensial membran masih dapat dikompensasi oleh transport aktif ion Na+ dan ion K+,
sehingga selisih potensial kembali ke keadaan istirahat. Perubahan potensial yang
demikian sifatnya tidak menjalar, yang disebut respon lokal. Bila rangsangan cukup
kuat perubahan potensial dapat mencapai ambang tetap (firing level), maka
permiabilitas membran terhadap Na + akan meningkat secara besar-besaran pula,
sehingga timbul spike potensial atau potensial aksi. Potensial aksi ini akan
dihantarkan ke sel syaraf berikutnya melalui sinap dengan perantara zat kimia yang
dikenal dengan neurotransmiter. Bila perangsangan telah selesai, maka permiabilitas
membran kembali ke keadaan istiahat, dengan cara Na + akan kembali ke luar sel dan
K+ masuk ke dalam sel melalui mekanisme pompa Na-K yang membutuhkan ATP
dari sintesa glukosa dan oksigen. 5,9 Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori :
14
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, dimperkirakan
bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan
demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih
cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP
terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan
potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat.
Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,
jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan
kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang yang
lama akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder
akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi
neuron karena kegagalan metabolisme di otak.5,7,10
15
oleh metabolisme anaerobik), hiperkapnea, hipoksi arterial, dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas menyebabkan
gangguan peredaran darah di otak, sehingga terjadi hipoksemia dan edema otak, pada
akhirnya terjadi kerusakan sel neuron.
16
sel dipermudah dengan adanya demam, sebab demam akan meningkatkan mobilitas
dan benturan ion terhadap membran sel.(10)
17
lemah, akan berubah sejalan dengan perkembangan otak dan pertambahan usia,
meningkatkan eksitabilitas neuron.
Atas dasar uraian di atas, pada masa otak belum matang mempunyai
eksitabilitas neural lebih tinggi dibandingkan otak yang sudah matang. Pada masa ini
disebut sebagai developmental window dan rentan terhadap bangkitan kejang.
Eksitator lebih dominan dibanding inhibitor, sehingga tidak ada keseimbangan antara
eksitator dan inhibitor. Anak mendapat serangan bangkitan kejang demam pada usia
awal masa developmental window mempunyai waktu lebih lama fase eksitabilitas
neural dibanding anak yang mendapat serangan kejang demam pada usia akhir
masa developmental window . Apabila anak mengalami stimulasi berupa demam pada
otak fase eksitabilitas akan mudah terjadi bangkitan kejang. Developmental window
merupakan masa perkembangan otak fase organisasi yaitu pada waktu anak berusia
kurang dari 2 tahun.
Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang
demam. Tetapi nampaknya pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak
ditemukan. Penetrasi autosomal dominan diperkirakan sekitar 60% - 80%.52 Apabila
salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita kejang demam
mempunyai nsiko untuk terjadi bangkitan kejang demam sebesar 20%-22%. Dan
apabila ke dua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah menderita
kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam meningkat menjadi
59-64%, tetapi sebaliknya apabila kedua orangnya tidak mempunyai riwayat pemah
menderita kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.53 Pewarisan
kejang demam lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah, yaitu 27 % berbanding 7%.
18
3.6. Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar kasus, kejang demam terjadi pada hari pertama demam,
dan saat kejang terjadi suhu tubuh mencapai 39°C. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Chiang Mai University Hospital, Thailand, suhu tubuh rerata pasien
dengan kejang demam saat masuk ke IGD RS adalah 38,53 ± 0,97 derajat celcius dan
rerata waktu demam sebelum terjadinya kejang 28,73 ± 28,48 jam, sedangkan untuk
durasi kejang berkisar antara 2,60 ± 3,34 menit. Penurunan kesadaran paska
terjadinya kejang merupakan manifestasi klinis yang lanjut. Mulut berbusa, kesulitan
bernafas pucat atau biru juga dapat terjadi.
Kejang demam dapat dibedakan menjadi kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks berdasarkan durasi, karakteristik kejang dan pola rekurensi. Kejang
demam sederhana merupakan kejang umum dengan pola gerakan tonik klonik pada
eksterimitas dan kedua bola mata seperti terputar ke belakang. Kejang terjadi dalam
beberapa detik sampai beberapa menit, umumnya kurang dari 5 menit namun dapat
mencapai 15 menit dan tidak berulang dalam 24 jam. Sedangkan untuk kejang
demam kompleks biasanya terjadi secara fokal atau kejang lokal pada salah satu
anggota tubuh atau eksterimitas saja, kejang dapat terjadi dengan durasi yang lebih
lama dan berulang dalam kurun waktu 24 jam. Dapat terjadi juga kelainan neurologis
setelah kejang seperti hemiparesis sementara (todd’s palsy). Febrile status epilepticus
merupakan keadaan kejang demam kompleks yang paling berat, yaitu berupa kejang
yang terus menerus atau intermitten dengan penurunan kesadaran lebih dari 30 menit.
19
menit, umum dan tidak berulang pada satu episode demam. Kejang demam kompleks
adalah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit baik bersifat fokal atau multipel.
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu
episode demam. Penggolongan tidak lagi menurut kejang demam sederhana dan
epilepsi yang diprovokasi demam tetapi dibagi menjadi pasien yang memerlukan dan
4
tidak memerlukan pengobatan rumat.
Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh karena infeksi. Pada
anak-anak infeksi yang sering menyertai kejang demam adalah tonsilitis, infeksi
traktus respiratorius (38-40% kasus), otitis media (15-23%), dan gastroenteritis (7-
9%). Anak-anak yang terkena infeksi dan disertai demam, bila dikombinasikan
dengan ambang kejang yang rendah, maka anak tersebut akan lebih mudah
mendapatkan kejang. Berdasarkan data kepustakaan bahwa 11% anak dengan kejang
demam mengalami kejang pada suhu <37,9ºC, sedangkan 14-40% kejang terjadi
pada suhu antara 38°-38,9ºC, dan 40-56% pada suhu antara 39°C-39,9ºC.
20
Pungsi lumbal untuk memeriksa cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya
meningitis bakterialis adalah 0,6%- 6,7%. AAP merekomendasikan untuk melakukan
pungsi lumbal pada anak kurang dari 12 bulan yang mengalami kejang demam
terutama jika status imunisasi untuk HIb dan streptococcus pneumonia tidak jelas
atau tidak dilakukan. Pungsi lumbal menjadi pemeriksaan rutin pada pasien dengan
anamnesis atau pemeriksaan fisik yang mengarah ke meningitis atau infeksi sistem
saraf pusat.
21
Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI) tidak rutin dilakukan pada anak
dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan dilakukan bila terdapat indikasi
seperti kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis
nervus kranialis, tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial, kecurigaan adanya
defek pada otak, ataupun riwayat adanya cedera kepala.2,3,5
3.8. Tatalaksana
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar
jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk
mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga
berlangsung terus atau berulang. Apabila anak datang dalam keadaan kejang
diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase akut, karena
diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat diberikan secara
intravena atau rektal, jika diberikan intramuskular absorbsinya lambat. Dosis
diazepam pada anak adalah 0,2 – 0,5 mg/kg BB, diberikan secara intravena pada
kejang demam fase akut, secara perkahab dengan kecepatan 2 mg/menit dengan dosis
maksimal 10 mg. Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam dapat diberikan per
rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg pada berat
badan lebih dari 10 kg. Pemberian diazepam secara rektal aman dan efektif serta
dapat pula diberikan oleh orang tua di rumah. Bila diazepam tidak tersedia, dapat
diberikan luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal 30 mg untuk neonatus,
50 mg untuk usia 1 bulan – 1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari 1 tahun.
Midazolam intranasal (0,2 mg/kg BB) telah diteliti aman dan efektif untuk
mengantisipasi kejang demam akut pada anak. Kecepatan absorbsi midazolam ke
aliran darah vena dan efeknya pada sistem syaraf pusat cukup baik. Namun efek
terapinya masih kurang bila dibandingkan dengan diazepam intravena.2,3,6
22
Mencari dan Mengobati Penyebab
Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain, seperti
meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan serebrospinal
diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia kurang dari 2 tahun, karena gejala
rangsang selaput otak lebih sulit ditemukan pada kelompok umur tersebut. Pada saat
melakukan pungsi lumbal harus diperhatikan pulamkontraindikasinya. Pemeriksaan
laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaa n
darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan pada anak
dengan kejang yang tidak diprovokasi oleh demam dan pertama kali terjadi. 8,9
1. Pemberian antipiretik
Terapi yang diberikan pada pasien untuk mengatasi kejang demam sudah
sesuai dengan memberikan Parasetamol sebagai antipiretik dan diberikan
selama pasien mengalami demam dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali dapat
diulang setiap 6 jam. Untuk dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah 5-
10 mg/kgbb//kali, 3-4 kali perhari.
23
Berulang 4x atau ebih dalam setahun
Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat celcius
24
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 – 2 tahun setelah
kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap (tapering off) selama 1 – 2
bulan. Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah
berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di
kemudian hari.
Pemberian fenobarbital 4 – 5 mg/kg BB perhari dengan kadar sebesar 16
mg/mL dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya
kejang demam.
Efek samping fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif, pemarah, agresif dan
kesulitan belajar ditemukan pada 30–50 % kasus. Efek samping fenobarbital dapat
dikurangi dengan menurunkan dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam
valproat. Pada sebagian kecil kasus terutama pada anak dibawah 2 tahun asam
valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati, tremor dan alophesia. Dosis asam
valproat adalah 15 – 40 mg/kg BB perhari dibagi dalam 2 dosis. Fenitoin dan
karbamazepin tidak memiliki efek profilaksis terus menerus.
Rekomendasi beberapa hal dalam upaya mencegah dan menghadapi kejang
demam diantara lain adalah sebagai berikut:
Orang tua atau pengasuh anak harus diberi cukup informasi mengenai
penanganan demam dan kejang.
Profilaksis intermittent dilakukan dengan memberikan diazepam dosis 0,5
mg/kg BB perhari, per oral pada saat anak menderita demam. Sebagai
alternatif dapat diberikan profilaksis terus menerus dengan fenobarbital.
Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang.
25
3.9. Prognosis
Prognosis kejang demam umumnya baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam belum pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan
neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan
neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang baik umum
maupun fokal. Suatu studi mengatakan bahwa dapat terjadi gangguan recognition
memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan pentingya
terminasi kejang demam yang dapat berpotensi menjadi kejang lama.
26
kurun waktu satu tahun
Masing – masing faktor risiko meningkatakna kemungkinan kejadian epilepsi
sebesar 4-6%, kombinasi dari faktor-faktor tersebut akan meningkatkan kejadian
epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak adapat dicegah
dengan pemberian obat antikonvulsan rumatan pada kejang demam.
27
BAB 4
ANALISA KASUS
Pasien anak laki-laki berusia 3 tahun datang dengan keluhan kejang yang
dialami pasien sebanyak 2x. Kejang pertama dialami pukul 18.00 , kejang seluruh
tubuh bersifat menghentak. Kejang dialami kurang lebih 3 menit dan setelah kejang
anak sadar. Pasien kemudian dibawa ke klinik dan mendapatkan obat anti kejang
yang dimasukkan dari dubur. Kemudian pukul 22.00 anak kembali kejang seluruh
tubuh dan bersifat menghentak. Kejang dialami selama kurang lebih 5 menit dan anak
dibawa ke IGD RSBP. Saat di IGD kejang sudah berhenti dan anak sadar.
Riwayat demam sejak 2 hari yang lalu, demam semakin tinggi sejak sore ini
suhu tubuh diukur di rumah mencapai 39,4°C sebelum terjadi kejang. Demam turun
dengan obat penurun panas namun hanya sebentar kemudian demam tinggi lagi.
Riwayat kejang sebelumnya tidak ada.
Dari pemeriksaaan fisik didapatkan suhu aksila 38,7° C, dan tidak didapatkan
tanda perangsangan meningeal yang merujuk pada infeksi SSP.
Sesuai dengan definisi kejang demam, yaitu bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh disebabkan oleh proses ekstrakranium dan terjadi pada
anak usia 3 bula sampai dengan 5 tahun. Kejang demam yang terjadi pada kasus
tersebut termasuk dalam kategori kejang demam kompleks dikarenakan episode
kejang berulang dalam 24 jam.
28
- Kejang didahului demam
Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa Pada sebagian besar
kasus, kejang demam terjadi pada hari pertama sampai ke dua demam, dan saat
kejang terjadi suhu tubuh mencapai 39°C. Suhu tubuh rerata pasien dengan kejang
demam saat masuk ke IGD RS adalah 38,53 ± 0,97 derajat celcius dan rerata waktu
demam sebelum terjadinya kejang 28,73 ± 28,48 jam, sedangkan untuk durasi kejang
berkisar antara 2,60 ± 3,34 menit.
29
4.3. Tatalaksana
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar
jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan
untuk mencegah aspirasi.
Apabila anak datang dalam keadaan kejang diazepam merupakan obat pilihan
utama untuk kejang demam fase akut, karena diazepam mempunyai masa
kerja yang singkat. Diazepam dapat diberikan secara intravena atau rektal,
jika diberikan intramuskular absorbsinya lambat. Dosis diazepam pada anak
adalah 0,2 – 0,5 mg/kg BB, diberikan secara intravena pada kejang demam
fase akut, secara perkahab dengan kecepatan 2 mg/menit dengan dosis
maksimal 10 mg. Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam dapat
diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan
10 mg pada berat badan lebih dari 10 kg.
Pada kasus ini, pasien datang setelah terlebih dahulu kejang teratasi di
puskesmas dengan pemberian diazepam per rectal, dan anak kembal kejang saat
berada di igd. Tatalaksana yang diberikan di IGD berupa :
Non medikamentosa
1) Edukasi orang tua tentang kejang demam
2) Oksigen 1-2 lpm via nasal kanul
Medikamentosa di IGD
• Injeksi PCT 150 mg IV
• Inj. Diazepam 10 mg bolus lambat
30
4.4. Prognosis
31
DAFTAR PUSTAKA
32