1. A=Airway Control. Tujuannya untuk membuka dan mengamankan jalan nafas. Langkah-
Lihat apakah ada cairan atau benda asing. Bila terdapat cairan, miringkan kepala
penderita agar cairan dapat keluar (memiringkan kepala hanya dilakukan pada penderita
yang tidak ada cedera tulang servikal) atau dilakukan penghisapan cairan bila peralatan
tersebut tersedia. Bila terdapat benda asing maka segera keluarkan benda tersebut, salah
satunya dengan teknik hentakan abdomen (Hemlich maneuver/ abdominal thrust)
dan hentakan dada ( chest thrust ). Jika sumbatan jalan napas masih
terjadi, dapat dicoba pemasangan pipa jalan nafas ( oropharyngeal airway atau
nasopharyngeal airway ). Jika usaha ini masih belum berhasil, perlu dilakukan tracheal
intubation, jika tidak bisa dilakukan maka sebagai alternative adalah cricotirotomy atau
cricotiroid membrane punction dengan jarum berlumen besar (missal dengan kanula
intravena 14 G).4
Perhatikan apakah korban bernafas atau tidak dengan melakukan :lihat, dengar, rasakan
Pasanglah alat bantu jalan nafas orofaring (bila ada) pada penderita, kemudian pasang
kantung nafas sungkup muka. Bila terjadi di lapangan dan tanpa peralatan, lakukan
dengan manipulasi dengan cara mulu ke mulut ( the kiss of life, mouth-to-mouth ), mulut
ke hidung ( mouth-to-nose ) pada trauma maksilo-fasial dan saat mulut korban sulit
dibuka atau mulut ke stoma trakeostomi. Letakkan tangan kanan penolong di dagudan
tangan kiri penolong memencet kedua lubang hidung korban, sehingga lobang hidung
tertutup rapat. Dengan demikian keadaan korban menjadi “mulut menganga, dagu
terangkat, kepala fleksikan”.
Lakukan nafas buatan sebanyak 2 kali secara perlahan, tiap ventilasi waktunya sekitar 2
detik.
Lihat apakah udara yang dipompakan dapat masuk dengan mudah, apakah dinding dada
tampak naik ketika udara dipompakan, dan apakah ada udara yang keluar saat ekspirasi
pasif. Bila udara tidak dapat masuk dengan mudah dan dinding dada tidak bergerak naik,
pikirkan kemungkinan adanya obstruksi jalan nafas. Atasi obstruksi segera!
Raba denyut arteri carotis paling lama 10 detik. Bila tidak ada denyut, berarti pasien
Cardiac Arrest dan lanjutkan langkah C. Bila berdenyut, lanjutkan pemberian nafas
buatan dengan frekuensi 12-20 kali/menit.5
1) Letakkan satu telapak tangan di atas permukaan dinding dada pada 1/3 processus
xypoideus (bagian ujung sternum). Tangan yang lain diletakkan di atas tangan pertama.
2) Dengan jari-jari terkunci, lengan lurus dan kedua bahu tepat di atas sternum korban, beri
tekanan ventrikal ke bawah dengan kedalaman sekitar 3-5 cm untuk dewasa. Tekanan berasal
dari bahu bukan dari tangan, sehingga tangan dan siku korban lurus dan tegak lurus dengan dada
korban. Tindakan ini akan memeras jantung yang letaknya dijepit oleh dua bangunan tulang yang
keras yaitu tulang dada dan tulang punggung. Pijatan jantung yang baik akan menghasilkan
denyut nadi pada arteri carotis dan curah jantung sekitar 10-15% dari normal.2
3) Pada gerakan penekanan, usahakan penekanan sternum ke bawah selama ½ detik dan
lepaskan dengan cepat tetapi kedua tangan tidak boleh diangkat dari dada korban dan tunggu ½
detik kemudian agar jantung dan pembuluh darah terisi cukup
4) Kompresi harus teratur, halus dan continue. Dalam kondisi apapun kompresi tidak boleh
berhenti lebih dari 5 detik.
5) Lakukan pemberian nafas sebanyak 2 kali tiap setelah 30 kali pijatan atau penekanan pada
dada (jantung) dengan perbandingan 30:2.
6) Lakukan sebanyak 5 siklus, kemudian cek kembali arteri carotis korban. Jika tetap tidak
berdenyut, lanjutkan pemberian PJL.
Di lapangan, saat korban menunjukkan respon yang positif terhadap pemberian Bantuan Hidup
Dasar ( langkah A-B-C), maka tindakan RKP dihentikan dan letakkan korban pada posisi
mantap. Caranya adalah sebagai berikut.4
1) Fleksikan tungkai yang terdekat dengan anda
5) Letakkan tangan pasien sebelah atas di bawah pipi sebelah bawah untuk mempertahankan
ekstensi kepala dan mencegah pasien berguling ke depan. Lengan sebelah bawah yang berada di
punggungnya mencegah pasien terguling ke belakang.
Pada tahap ini diberikan obat dan cairan tanpa menunggu hasil EKG.Obat yang diberikan
adalah.
1) Adrenalin
Pertama yang diberikan adalah adrenalin 0,5-1,0 mg I.V dosis untuk dewasa, 10 mcg/kg pada
anak-anak. Cara pemberian: IV, intratrakeal lewat pipa trakeal (1 ml adrenalin 10/00 diencerkan
dengan 9 ml akuades steril, bukan NaCl) atau bila keduanya tidak mungkin: intrakardiak (hanya
oleh tenaga yang sudah terlatih). Diulang tiap 5 menit dengan dosis sama sampai timbul denyut
jantung spontan atau mati jantung.4 Walaupun cardiac arrestnya fibrilasi ventrikel, namun
adrenalin tetap diberikan sebagai obat pilihan pertama karena fungsi adrenalin selain sebagai
notropic dan chronotropic, adrenalin juga meningkatkan sensitivity otot jantung sehingga
ventricle fibrillation mudah kembali ke irama sinus dengan defibrillator listrik pada jantung yang
telah diberikan adrenalin.1
2) Natrium Bikarbonat
Dosis mula 1 mEq/kg (bila henti jantung lebih dari 2 menit) kemudian dapat diulang tiap 10
menit dengan dosis 0,5 mEq/kg sampai timbul denyut jantung spontan atau mati jantung. Cara
pemberian hanya IV.4
5. E=EKG
6. F=Fibrilation Treatment
Elektroda dipasang di sebelah kiri putting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas.
Defibrilasi luar: arus searah: 100-360 Wsec (Joule) (dewasa); 100-200 Wsec (anak); 50-100
Wsec (bayi).
Prinsip Bantuan Hidup Dasar pada bayi dan anak adalah sama dengan pada orang dewasa. Akan
tetapi karena ketidaksamaan ukuran, diperlukan modifikasi teknik yang disebutkan di atas yaitu
sebagai berikut.4
1. Ekstensi kepala yang berlebihan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas pada bayi dan
anak kecil. Kepala hendaknya dijaga dalam posisi netral selama diusahakan membuka
jalan napas pada kelompok ini.
2. Pada bayi dan anak kecil, ventilasi mulut-ke-mulut dan hidung lebih sesuai daripada
ventilasi mulut-ke-mulut atau mulut-ke-hidung. Pemberian ventilasi harus lebih kecil
volumnya dan frekuensi ventilasi harus ditingkatkan menjadi 1 ventilasi tiap 3 detik
untuk bayi dan 1 ventilasi tiap 4 detik untuk anak-anak.
3. Pukulan punggung dengan pangkal tangan dapat diberikan pada bayi di antara 2 skapula
dengan korban telungkup dan mengangkang pada lengan penolong dan hentakan dada
diberikan dengan bayi terlentang, kepala terletak dibawah melintang pada paha penolong.
Pukulan punggung pada anak yang lebih besar dapat diberikan dengan korban telungkup
melintang di atas paha penolong dengan kepala lebih rendah dari badan, dan hentakan
dada dapat diberikan dengan anak terlentang di atas lantai.
4. Karena jantung terletak sedikit lebih tinggi dalam rongga toraks pada pasien-pasien
muda, kompresi dada luar hendaknya diberikan dengan 2 jari pada 1 jari di bawah titik
potong garis putting susu dengan sternum pada bayi dan pada tengah pertengahan bawah
sternum pada anak. Penekanan sternum 1,5-2,5 cm efektif untuk bayi, tetapi pada anak
diperlukan penekanan 2,5-4 cm. pada anak yang lebih besar hendaknya digunakan
pangkal telapak tangan untuk kompresi dada luar.
5. Selama henti jantung, pemberian komprsi dada luar harus minimal 100 kali permenit
pada bayi dan 80 kali permenit pada anak-anak. Perbandingan kompresi terhadap
ventilasi selalu 5:1.
Usaha tindakan RKP pada langkah-langkah ABC (Bantuan Hidup Dasar) yang dilakukan pada
korban yang mengalami henti jantung dapat memberi beberapa kemungkinan hasil, yaitu sebagai
berikut.4
REFERENSI