Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

PERCOBAAN 2
PEMERIKSAAN KADAR ASAM URAT

Disusun oleh:
Kelompok/Shift : 6/F

Febrian 10060311126
Dini Wahidah 10060316211
Marwa Shafira R.A 10060316213
Farah Yumna Ambaro 10060316215
Dilla Nurul Aisyah 10060316216
Indarti Ulfayani 10060316217

Asisten: Rizska Della Shafira., S.Farm.

Tanggal praktikum : 02 Oktober 2019


Tanggal pengumpulan: 09 Oktober 2019

LABORATORIUM FARMASI UNIT A


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1441 H/2019 M
PERCOBAAN 2
PEMERIKSAAN KADAR ASAM URAT

I. Tujuan Percobaan
1. Menentukan kadar asam urat dalam darah.
2. Memahami dan mengenal metode penentuan kadar asam urat.
3. Memahami peranan pemeriksaan kadar asam urat dalam menegakkan
diagnosis kondisi patologis.

II. Teori Dasar


II.1 Asam Urat
II.1.1 Pengertian Asam Urat

Asam urat adalah asam berbentuk kristal yang merupakan produk akhir
dari metabolisme atau pemecahan purin (bentuk turunan nukleoprotein), yaitu
salah satu komponen asam nukleat yang terdapat pada inti sel-sel tubuh. Secara
alamiah purin terdapat dalam tubuh dan dijumpai pada makanan dari sel hidup,
yaitu makanan dari tanaman (sayur,buah, kacang-kacangan) maupun dari hewan
(daging, jeroan, ikan sarden). Setiap orang memiliki asam urat di dalam tubuh,
karena pada setiap metabolisme normal dihasilkan asam urat (Dhalimarta S,
2008).

Secara umum asam urat adalah sisa metabolisme zat purin yang berasal
dari makanan yang kita konsumsi. Purin sendiri adalah zat yang terdapat dalam
setiap bahan makanan yang berasal dari tubuh makhluk hidup. Dengan kata lain,
dalam tubuh makhluk hidup terdapat zat purin ini, lalu karena kita memakan
makhluk hidup tersebut, maka zat purin tersebut berpindah ke dalam tubuh kita.
Berbagai sayuran dan buah-buahan juga terdapat purin. Purin juga dihasilkan dari
hasil perusakan sel-sel tubuh yang terjadi secara normal atau karena penyakit
tertentu (Hidayat, 2007).

II.1.2 Metabolisme Purin menjadi Asam Urat


Pembentukan asam urat dimulai dengan metabolisme dari DNA dan
RNA menjadi adenin dan guanin. Adenin kemudian dimetabolisme menjadi
hypoxanthine, selanjutnya hypoxanthine dimetabolisme menjadi xanthine.
Sedangkan guanin sendiri dimetabolisme menjadi xantine. Xantine hasil
metabolisme dari hypoxanthine dan guanin kemudian dirubah menjadi asam
urat dengan bantuan xanthine oxidase. Asam urat akan langsung diekresi
melalui glomerulus (Marks, D. et al.2000).

Gambar 1. Metabolisme purin menjadi


asam urat (Silbernagl, 2009)
II.1.3 Patofisiologi
Hiperurisemia (konsentrasi asam urat dalam serum yang lebih besar dari
7,0 mg/dL) dapat menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat.
Peningkatan atau penurunan kadar asam urat serum yang mendadak
mengakibatkan serangan gout. Apabila kristal urat mengendap dalam sebuah
sendi, maka selanjutnya respon inflamasi akan terjadi dan serangan gout pun
dimulai. Apabila serangan terjadi berulang-ulang, mengakibatkan penumpukan
kristal natrium urat yang dinamakan tofus akan mengendap dibagian perifer
tubuh seperti ibu jari kaki, tangan, dan telinga (Smeltzer & Bare, 2001).

Pada kristal monosodium urat yang ditemukan tersebut dengan


imunoglobulin yang berupa IgG. Selanjutnya imunoglobulin yang berupa IgG
akan meningkat fagositosis kristal dengan demikian akan memperlihatkan
aktivitas imunologik (Smeltzer & Bare, 2001)

II.1.4 Jenis Asam urat


1. Gout primer
Pada gout primer, 99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik).
Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang
menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya
produksi asam urat atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya
pengeluaran asam urat dari tubuh (Ahmad, 2011).

2. Gout sekunder

Pada gout sekunder disebabkan antara antara lain karena meningkatnya


produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengonsumsi makanan dengan kadar
purin tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa organik yang menyusun
asam nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk asam amino, unsur pembentuk
protein (Ahmad, 2011).

Produksi asam urat juga akan meningkat apabila adanya penyakit darah
(penyakit sumsum tulang, polisetemia), mengonsumsi alkohol, dan penyebab
lainnya adalah faktor obesitas (kegemukan), penyakit kulit (psoriasis), kadar
trigiserin yang tinggi (Ahmad, 2011).

II.1.5 Kadar Normal Asam Urat


Kadar asam urat darah dibedakan menurut usia dan jenis kelamin.
Sebelum pubertas kadar asam urat pada laki-laki dan perempuan rata-rata 3,5
mg/dL. Setelah pubertas kadar asam urat pada laki-laki meningkat secara
bertahap dan dapat mencapai 5,2 mg/dL, sedangkan pada perempuan biasanya
tetap rendah karena memiliki hormon esterogen yang dapat mengeluarkan asam
urat dari dalam tubuh. Kadar asam urat pada perempuan mulai menunjukkan
peningkatan pada masa post menopause dan dapat mencapai 4,7 mg/dL. Kadar
asam urat normal pada laki-laki dewasa 3,4-7,0 mg/dL dan pada perempuan
dewasa 2,4-5,7 mg/dL. Asam urat yang beredar dalam darah tidak akan
menimbulkan penyakit jika kadarnya berada pada batas normal (Herliana, E.
2013).
II.1.6 Terapi Gout
1. Terapi Farmakologi
Pada terapi farmakologi gout dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi
serangan akut menggunakan obat golongan NSAIDs, kolkisin dan kortikosteroid
dan terapi untuk gout kronis yang berfungsi menurunkan produksi asam urat
menggunakan golongan ukostastik seperti allopurinol dan obat golongan
urikosurik seperti probenecid dan benzobromarone. Mekanisme allopurinol
dengan menghambat enzim xantin oksidase yaitu enzim yang mensintesis asam
urat dari hipoxantin. (Lullmann et al., 2005; Burns et al., 2008).
Pada dasarnya terapi farmakologi gout memiliki beberapa efek samping
yang serius, sehingga banyak usaha yang dilakukan untuk menemukan alternatif
yang lebih aman dari obat-obatan tersebut terutama sumber-sumber yang berasal
dari alam (Haidari et al., 2008).

2. Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi yang dapat digunakan untuk gout adalah dengan
cara modifikasi terhadap gaya hidup yaitu memberikan saran kepada pasien untuk
menurunkan berat badan, menghentikan konsumsi alkohol dan diet rendah purin
(Dincer et al., 2002; Murugaiyah, 2008). Selain itu pasien dianjurkan untuk 2
banyak minum air putih (minimal 2 liter sehari), membatasi asupan alkohol (bir),
menghindari stress fisik dan mental dan menghentikan penggunaan diuretika
golongan tiazid (Tjay & Rahardja, 2007).
Alkohol dapat meningkatkan asam laktat plasma. Asam laktat plasma
dapat menghambat pengeluaran asam urat dari tubuh. Oleh karena itu orang yang
sering mengkonsumsi minuman beralkohol memiliki kadar asam urat lebih tinggi
daripada orang yang tidak mengkonsumsi alkohol (Febry, 2008). Alkohol
merupakan makanan dan minuman yang diperoleh melalui proses fermentasi gula,
contohnya tape (Herliana, 2013).

II.1.7 Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat

1. Metode Kolorimetri
Metode spektrofotometri digunakan dalam bidang kesehatan untuk analisis
kadar asam urat. Pada analisis asam urat dengan metode ini, asam urat dalam
serum direaksikan dengan asam fosfotungstat dalam suasana basa sehingga
menghasilkan larutan yang berwarna biru pada panjang gelombang 660 nm.
Analisis menggunakan metode spektrofotometri mempunyai beberapa kelemahan,
diantaranya memerlukan sampel dengan jumlah banyak, preparasi sampel rumit
dan lama, serta menghasilkan limit deteksi yang tinggi (Sewell, et al., 2002).

2. Metode enzimatik
Prinsip pemeriksaan kadar asam urat metode enzimatik pada reaksi utama
adalah memecah asam urat menjadi allantoin dan hidrogen peroksida dengan
bantuan enzim uricase. Selanjutnya pada reaksi indikasi menggunakan enzim
peroksidase membentuk quinoneimine berwarna merah. Intensitas warna yang
terbentuk sebanding dengan konsentrasi asam urat. Nilai rujukan dengan
menggunakan metode enzimatik untuk laki-laki : 3,4 -7,0 mg/dL dan untuk
perempuan : 2,4 -5,7 mg/dL (Herliana, E. 2013). Dimana reaksi yang terjadi
sebagai berikut:
Urikase
Asam Urat + H2O + O2 Allantoin + CO2 + H2O2
Hidrogen
Peroksidase
DHBS + 4- aminoantipirin + 2H2O2 Quinoneimina + 3 H2O

3. Metode Voltammetri

Metode voltammetri digunakan untuk analisis senyawa-senyawa yang


memiliki sisi aktif seperti asam urat, kreatin, dan kreatinin. Teknik analisis secara
voltammetri mempunyai banyak kelebihan diantaranya mempunyai sensitivitas
tinggi, limit deteksi yang rendah, waktu analisis cepat karena sedikit
membutuhkan preparasi sampel, dan dapat menganalisis dalam jangkauan
konsentrasi yang luas. Selain itu, metode ini dapat digunakan untuk menganalisis
analit yang bersifaf elektroaktif baik senyawa- senyawa golongan anorganik
maupun organik. Senyawa organik dapat dianalisis dengan metode voltammetri
berdasarkan pada kemampuan gugus fungsi mengalami reaksi oksidasi dan
reduksi pada permukaan elektroda (Wang, 2000).
Namun demikian, analisis asam urat menggunakan metode voltammetri
sering diganggu oleh senyawa lain yang mempunyai potensial berdekatan
dengan asam urat seperti asam askorbat (John, 2005). Hasil pengukuran dengan
voltammetri ditampilkan dalam bentuk voltammogram berupa arus (dalam
mikroamper) sebagai fungsi potensial yang dipasang pada elektroda kerja
(Mendham et al., 2000).

III. Alat dan Bahan


Alat Bahan
a. Mikropipet 25 μL dan 1000 μL a. Aquadest
b. Spektrofotometer dengan b. Reagen
c. Serum
panjang gelombang 520 nm
d. Standar
(540 nm)
c. Tabung Reaksi

IV. Cara Kerja


Disiapkan tiga buah tabung reaksi. Pada tabung reaksi pertama
diberi label blangko yang berisi reagen 1000 µL dan aquades 25 µL,
tabung reaksi kedua diberi label standar yang berisi reagen 1000 µL dan
larutan standar 25 µL, dan pada tabung reaksi ketiga diberi label uji atau
tes yang berisi reagen 1000 µL dan serum 25 µL. Kemudian, didiamkan
selama 10 menit dan dibaca absorbansi dari larutan uji dan standar
terhadap blangko pada panjang gelombang 520 nm (540 nm). Setelah itu,
dilakukan perhitungan kadar asam urat darah, standar deviasi (Sd), dan
simpangan baku relatif (Sbr).

V. Data Pengamatan
V.1 Hasil Pengamatan

Absorbansi Foto Pengamatan


Blangko -
Standar 0,038 A

Uji 1 0,030 A

Uji 2 0,034 A

Uji 3 0,025 A
Uji 4 0,031 A

Uji 5 0,056 A

V.2 Perhitungan

Asam urat ( )= x kadar standar (6 )

X1 = x6 = 4,737

X2 = x6 = 5,368

X3 = x6 = 3,947
X4 = x6 = 4,895

X5 = x6 = 8,842

X(rata-rata) = = 5,5578

Jadi, kadar asam urat yang diperoleh sebesar 5,5578

SD =

= = 1,906

SBR = x 100% = x 100% = 34,293%

VI. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan pemeriksaan kadar asam urat didalam
darah dengan tujuan untuk dapat mendiagnosis penurunan fungsi ginjal dan
penyakit gout yang terjadi karena ketidaknormalan kadar asam urat yang terlalu
tinggi didalam darah sehingga menyebabkan hiperurisemia. Peningkatan kadar
asam urat dalam darah akan beresiko terakumulasinya monosodium urat dalam
tubuh sehinga menyebabkan penyakit Gout Atritis. Karena adanya dan
penurunan ekresi ginjal sehingga monosodium urat cenderung menumpuk dan
mengkristal di dalam jaringan sendi, jika menumpuk dalam jangka panjang akan
merusak sendi secara permanen. Penyebab hiperurisemia karena makanan,
pembelahan purin akibat DNA dan obesitas sehingga terjadi penumpukan kristal
sehingga terjadi radang disendi akibatnya terjadi gout. Pengobatan yang biasanya
dilakukan pada penderita Gout Artritis adalah dengan obat anti-inflamasi
golongan non-steroid untuk meringankan gejalan nyeri. Namun bagi penderita
tukak lambung, hal ini tidak boleh dilakukan karena akan memperburuk keadaan.
Dan untuk meningkatkan pengeluaran urat melalui ginjal dapat menggunakan obat
golongan urikosurik misalnya prebenecid, namun tidak cocok bagi penderita gagal
ginjal karena akan memperburuk gagal ginjal. Bagi penderita gagal ginjal cukup
aman untuk menggunakan allopurinol sebagai penghambat xantin oksidase untuk
mengubah xantin menjadi asam urat.

Asam urat terdapat di senyawa nitrogen non-protein yang merupakan hasil


metabolisme protein secara normal dieksresi oleh ginjal. Urat merupakan bentuk
akhir metabolisme purin, dimana basa purin terdiri dari adenin dan guanin yaitu
konstituen dari kedua tie asam nukleat (DNA dan RNA). Jika di DNA adenin
membentuk pasangan basa dengan timin dan di RNA adenin membentuk
pasangan basa dengan urasil. Sedangkan Guanin jika di DNA membentuk
pasangan Sitosin. Purin akan berikatan dengan gugus ribosa nukleotida IM
merupakan titik cabang untuk biosintesis purin, karena dapat dikonversi menjadi
AMP atau GMP melalui dua jalur reaksi yang berbeda. AMP (Adenosin
Monophosphat) bisa di pecah menjadi hipoxantin dan GMP dipecah menjadi
guanin. Penghilangan fosfat dari AMP dan GMP secara hidrolisis menghasilkan
adenosin dan guanosin.. Guanosin mengalami fosforilasi jadi guanin kemudian
teroksidasi menjadi xantin , sedangkan adenosin mengalami aminasi menjadi
inosin kemudian menglamai fosforilasi menjadi hipoxantin lalu dioksidasi dengan
xantin oksidase menjadi xantin. Hasil total kedua xantin di oksida menjadi asam
urat lalu dialirkan ke darah kemudian diginjal di filtrasi dan direabsorpsi di
tubulus proximal serta di sekresi di lumen distal lalu di ekresi di urin
(Misnadiarly, 2009).
Dalam percobaan ini metode yang digunakan adalah metode enzimatik.
Pemilihan metode enzimatik dikarenakan metode ini memiliki kelebihan
dibandingkan metode kolorimetri. Pada metode kolorimetri reaksinya kurang
spesifik karena dapat terganggu oleh senyawa lain misalnya bilirubin dan senyawa
pereduksi seperti asam askorbat yang dapat menganggu pembacaan absorbansi
pada spektrofotometri karena dengan adanya senyawa mirip dengan asam urat
atau senyawa pereduksi lainnya dapat meningkatkan absorbansi pada pembacaan
kadar asam urat. Prinsipnya yaitu asam urat dioksidasi dengan H 2O dan O2 dengan
bantuan enzim urikase sehingga mememecah inti purin pada asam urat terbentuk
allantoin CO2 dan H2O2 . Peroksida direkasikan dengan 4-aminoantipirin dan
DHBS dengan bantuan hidrogen peroksidase sehingga terbentuk quinoneimina
dan H2O.

Hal pertama yang dilakukan adalah melarutkan enzim dengan pelarut


hingga tercampur dengan baik, kemudian disiapkan 3 tabung reaksi. Pada tabung
reaksi pertama diberi label blangko yang berisi reagen dan aquades, tabung reaksi
kedua diberi label standar yang berisi reagen dan larutan standar, dan pada tabung
reaksi ketiga diberi label uji atau tes yang berisi reagen dan serum. Serum adalah
bagian cair darah yang tidak mengandung sel-sel darah dan faktor-faktor
pembentukan darah. Protein-protein koagulasi lainnya dan protein yang tidak
terkait dengan hemostatis, tetap berada dalam serum dengan kadar serupa dengan
plasma. Apabila proses koagulasi berlangsung secara abnormal, serum mungkin
mengandung sisa fibrinogen dan produk pemecahan fibrinogen atau protombin
yang belum di konvensi (Sacher dan McPerson, 2004).

Setelah itu, dicampur hingga homogen dan dibiarkan selama 10 menit.


Tujuan didiamkan selama 10 menit dimaksudkan agar enzim-enzim yang
digunakan dalam reaksi dapat bekerja secara optimal seperti berada pada kondisi
dalam tubuh dan karena suhu kamar lebih rendah dari suhu tubuh maka didiamkan
lebih lama (pada suhu tubuh 5 menit). Setelah didiamkan selama 10 menit, warna
dari uji berubah dari yang berwarna bening menjadi larutan berwarna yaitu warna
merah muda. Setelah itu dilakukan pembacaan absorbansi dari larutan tes dan
standar terhadap blangko. Penggunaan blangko yang berisi reagen dan aquades
bertujuan untuk menghilangkan pengaruh pelarut, sehingga hasil yang didapat
adalah hasil yang sebenarnya, tidak ada pengaruh dari pelarut yang digunakan.
Pengukuran standar yang berisi reagen dan standar bertujuan untuk memastikan
bahwa hasil yang diperoleh benar-benar senyawa yang dituju (sebagai
perbandingan).

Hasil yang diperoleh dari percobaan ini adalah nilai absorbansi standar dan
nilai absorbansi uji. Nilai absorbansi standar yang diperoleh adalah 0,038 A dan
nilai absorbansi uji yang diperoleh berturut-turut adalah 0,030 A ; 0,034 A ; 0,024
A ; 0,031 A ; dan 0,056 A. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat perbedaan
nilai absorbansi pada uji 1- 5 dimana perlakuan dan bahan pada semua uji sama.
Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya pengukuran serta
pemipetan dilakukan oleh praktikan yang berbeda, waktu inkubasi, kondisi
spektrofotometer yang digunakan dan kurangnya ketelitian saat membuat larutan
uji.
Setelah dipeoleh absorbansi, dilakukan perhitungan kadar asam urat dari
nilai absorbansi uji terhadap standar yang dikali kan dengan kadar standar (6
mg/dL). Diperoleh hasil perhitungan kelima uji dengan rata-rata kadar yaitu 5,558
mg/dL. Hal ini menunjukkan kadar asam urat dalam serum tersebut masih dalam
keadaan normal karena masuk pada rentang kadar asam urat normal menurut
WHO (World Health Organization) yaitu untuk wanita dewasa pada rentang 2 –
7,5 mg/dL dan untuk pria dewasa 2-6,5 mg/dL.
Kemudian untuk melihat keseragaman kadar asam urat pada pengujian ini
dilakukan perhitungan Standar Deviasi (SD) yang menunjukkan tingkat atau
derajat variasi kelompok data dari rata-ratanya. Standar deviasi ini digunakan
untuk memperlihatkan besarnya perbedaan data yang ada yang dibandingkan dari
rata-rata. Diperoleh hasil perhitungan standar deviasi yaitu 1,906 kemudian
dihitung nilai simpangan baku relatif (SBR) dan diperoleh nilainya sebesar
34,293%. Hal ini menandakan bahwa nilai SBR yang diperoleh tidak memenuhi
syarat karena nilainya lebih dari 2% sedangkan syarat nilai SBR yang baik adalah
kurang dari (<2%). Hal tersebut terjadi karena terjadi penyimpangan data yang
signifikan.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Metode yang digunakan pada penentuan kadar asam urat dalam praktikum
ini adalah metode enzimatik, dimana terjadi reaksi sebagai berikut:

Asam Urat + H2O + O2 Allantoin + CO2 + H2O2


Hidrogen
Peroksidase
DHBS + 4- aminoantipirin + 2H2O2 Quinoneimina + 3 H2O

2. Nilai X(rata-rata) yang diperoleh sebesar 5,558 , nilai tersebut

menunjukkan kadar asam urat yang normal karena masuk ke dalam

rentang kadar asam urat normal yaitu 2,5 – 7,7 .

3. Nilai SBR yang diperoleh sebesar 34,293%, dimana nilai tersebut tidak

memenuhi syarat nilai SBR 2% karena terjadi penyimpanan yang

signifikan.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, N. (2011). Cara Mencegah dan Mengobati Asam Urat dan Hipertensi.
Rineka Cipta, Jakarta.

Bare BG., Smeltzer SC. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC,
Jakarta.

Burn, M.A.C., B.G. Wells., T.L. Schwinghammer., P.M. Malone., J.M. Kolesar.,
J.C. Rotschafer and J.T. Dipiro. (2008), Pharmacotherapy: Principles and
Practice. The McGraw- Hilll Companies, USA.

Dalimartha, S. (2008). Resep Obat Untuk Asam Urat, Penebar Swadaya, Jakarta.

Dincer, HE., Dincer AP, Levinson DJ. (2002). Asymptomatic Hyperuricemia: To


Treat or Not To Treat. Cleveland Clinic Journal of Medicine.

Febry, A (2008). Ilmu Gizi untuk Praktisi Kesehatan, Graha ilmu, Yogyakarta.

Haidari, F., Keshavarz, S. A., Rashidi, M. R. & Shahi, M. M., (2008). Orange
Juice and Hesperetin Supplementation to Hyperuricemic Rats Alter
Oxidative Stress Markers and Xanthine Oxidoreductase Activity, J. Clin.
Biochem. Nutr., 45 (3), 285-291

Herliana, E., (2013), Penyakit Asam Urat Kandas Berkat Herbal, Agromedia
Pustaka, Jakarta.

Hidayat, R. (2009). Gout dan Hiperurisemia. Divisi Reumatologi Departemen


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
John, S.A., (2005), Simultaneous Determination of Uric Acid and Ascorbic Acid
Using Glassy Carbon Electrodes in Acetate Buffer Solution, Journal of
Electroanalytical Chemistry, 579:249-256

Lullmann H., Mohr K., Hein L., Bieger D. (2005). Color Atlas of Pharmacoloogy.
5th edition. Thieme Medical Publishers.

Marks, Dawn B, Allan D Marks and Collen M. Smith. (2000). Biokimia


Kedokteran Dasar Sebuah Pendekatan Klinis, EGC, Jakarta.

Mendham, J. and Jeney, R.C., (2000), Texbook of Quantitive Chemical Analysis


Chemistry, 6th editon, Singapore Addison Wesley, Longman Singapore

Misnadiarly. (2009). Mengenal Penyakit Organ Cerna. Pustaka Populer Obor.


Jakarta

Murugaiyah, V. (2008). Phytochemical, Pharmacological and Pharmacokinetic


Studies of Phyllantus niruri Linn. Lignans as Potential Antihyperuricemic
Agents [Thesis], Universiti Sains Malaysia, Malaysia.

Sacher RA, McPherson RA. (2004). Widmann’s Clinical Interpretation of


Laboratory Test. In : Brahm U, Wulandari D, Hartanto H. Tinjauan klinis
hasil pemeriksaan laboratorium. 11th ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.

Sewell, A.C., Murphy, H.C., and Iies, R.A., (2002), Use of Proton Nuclear
Magnetic Resonance Spectroscopy in Detection and Study of Organic
Acidurias, Clin. Chem., 48, 357-359

Silbernagl, S. (2009). In: Silbernagl, S., Lang, F. editor. Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi, EGC, Jakarta.

Wang, J., (2000), Analytical Electrochemistry, Wiley-VHC, Canada.


Tjay, T.H & Rahardja, K,. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingya, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai