Dasar Teori
2.1 Hati
3. Pembentukan cholesterol
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses
deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan
proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non
nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan
∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product
metabolisme protein.∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di
limpa dan sumsum tulang β – globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin
mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000.
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses
oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam
bahan seperti zat racun, obat over dosis.
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan
melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ -
globulin sebagai imun livers mechanism.
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ±
1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam
a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati.
Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan
hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari,
shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.
2.5 Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari
hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikulo endotel.
Disamping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel
retikulo endotel membuat bilirudbin tidak larut dalam air; bilirubin yang
disekresikan dalam darah harus diikatkan pada albumin untuk diangkut dalam
plasma untuk menuju hati. Di dalam hati, sel hepatosit melepaskan ikatan itu dan
mengkonjugasikannya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air, dimana
reaksi ini melibatka enzim glukoroni transferase (Joy ce, 2007).
Bilirubin terkonjugasi masuk ke saluran empedu dan dieksresikan ke usus.
Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen dan dibuang
melalui feses serta sebagian kecil dibuang melalui urine. Bilirubin yang
terkonjugasi akan dengan cepat bereaksi dengan asam sulfanil yang terdiazotasi
membentuk azobilirubin atau bilirubin langsung (direct bilirubin). Bilirubin
terkonjugasi yang merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin harus terlebih
dahulu dicampur dengan alcohol, kafein, atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi,
dan sering disebut sebagai bilirubin tidak langsung (indirect bilirubin) (Joy ce,
2007).
Peningkatan kadar bilirubin direct menunjukan adanya gangguan pada hati
berupa kerusakan pada sel hati atau kerusakan pada saluran empedu (batu atau
tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus
sehinga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke dalam aliran darah. Sedangkan
peningkatan kadar bilirubin indirect sering dikaitkan dengan peningkatan
destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun,
transfuse, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosi tidak
diimbangi dengan kecepatan konjugasi dan ekresi ke saluiran empedu sehingga
terjadi peningkatan kadar bilirubin indirect (Joy ce, 2007).
Pembahasan
Pada pemeriksaan kadar bilirubin ini, percobaan dilakukan pada tiga data
yang dilabeli dengan reagen blank, sampel blank dan sampel. Pada tabung reaksi
yang dilabeli reagen blank, dimasukkan terlebih dahulu larutan reagen 2 lalu
ditambahkan reagen 1, larutan reagen 2 dimasukkan terlebih dahulu karena jumlah
reagen 2 lebih sedikit yaitu sebesar 30 μL daripada jumlah reagen 1 yaitu sebesar
900 μL. Kemudian beralih ke sampel blank yang berisi serum kemudia
ditambahkan reagen 1. Pada tabung reaksi yang dilabeli sampel didalamnya
dimasukkan serum terlebih dahulu dimana serum adalah bagian cair darah yang
tidak mengandung sel-sel darah dan faktor-faktor pembentukan darah. Protein-
protein koagulasi lainnya dan protein yang tidak terkait dengan hemostatis, tetap
berada dalam serum dengan kadar serupa dengan plasma. Apabila proses
koagulasi berlangsung secara abnormal, serum mungkin mengandung sisa
fibrinogen dan produk pemecahan fibrinogen atau protombin yang belum di
konvensi (Sacher dan McPerson, 2012). Kemudian ditambahkan reagen 2 yang
jumlahnya lebih sedikit baru kemudian ditambahkan reagen 2. Fungsi
penambahan reagen ini adalah sebagai akselerator guna mempercepat reaksi
dengan membentuk zat warna azo. Reagen 1 berisi Asam sulfanilat dan HCl
sedangkan reagen 2 berisi Natrium nitrit. Prinsip reaksi yang terjadi pada reagen
adalah dimana asam sulfanilat yang merupakan zat yang digunakan pada
pemeriksaan direct bilirubin atau pengukuran kadar bilirubin terkonjugasi dan
direaksikan dengan natrium nitrit menjadi diazotised sulphanilic acid (DSA) yang
nantinya akan bereaksi dengan bilirubin. Setelah semua tabung isinya
tercampurkan, ketiga tabung kemudian didiamkan selama 5 menit yang tujuannya
agar enzim-enzim yang digunakan dalam reaksi dapat bekerja secara optimal
(Sacher dan McPerson, 2012). Lalu setelah 5 menit tabung reaksi yang dilabeli
reagen blank yang merupakan blangko dimana hanya berisi reagen dan tidak
mengandung serum yang digunakan sebagai pembanding dan bertujuan untuk
menghilangkan pengaruh pelarut, sehingga hasil yang didapat adalah hasil yang
sebenarnya, tidak ada pengaruh dari pelarut yang digunakan. (Sacher dan
McPerson, 2012). Reagen blank diukur menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 546-550 nm. Kemudian diukur kembali menggunakan
spektrofotometer pada tabung reaksi yang dilabeli sampel blank dan disusul
dengan tabung reaksi yang dilabeli sampel yang berisi serum, reagen 1 dan reagen
2.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, J.B.S.B. (2009). Gaya Hidup & Penyakit Modern, Kanisius. Yogyakarta
Edoardo, G. et al. (2005). Liver Enzym Alteration Guide for Clinicans. CMAJ.
Ellenc, E. (2006). Hypoxic Liver Injury. Mayo Clin Proc J.Lokakarya Pendidikan
Berkesinambungan Patologi Klinik. (2005). Departemen Patologi Klinik.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Nurjanah S. Sirosis hati. (2007). Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Pratt, Daniel.S. (2010). Liver Chemistry and function test. In:Feldma M, Friedma,
L.S., Brandt, L.J., eds. Scheisenger and Fordtran’s Gastrointestinal and
Liver disease. Saunders Elsevier, Philadelphia, PA.
Rini. (2012). Aktivitas Hepatoprotektor Dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar Alang-
alang (Imperata cylindrical). Institut Pertanian Bogor Univ: Bogor.
Roth, H.J., et.al. (1994). analisis Farmasi, cetakan kedua, diterjemahkan oleh
Sardjono Kisman dan Slamet Ibrahim. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.
Sudoyo, A.W. Dkk, (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, ed.IV. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.
Urata, Y., Okita, K., Korenaga, K., Uchida, K., Yamasaki, T., Sakaida, I., (2007).
The effect of supplementation with branched chain amino acids in patients
with liver cirrhosis. Hepatol Res.
Fotometer berasal dari kata foto yang berarti cahaya dan meter yang berarti
ukuran. Fotometer adalah alat untuk mengukur intensitas cahaya. Cahaya terbagi
menjadi 3 golongan, yaitu (Panil, 2008) :
Cahaya ini dapat dilihat langsung oleh mata dengan panjang gelombang
400-700 nm.
2. Ultra Violet ( UV ).
Cahaya ini tidak dapat dilihat langsung oleh mata dengan panjang
gelombang 280-400 nm. UV A memiliki panjang gelombang 300-400 nm,
sedangkan UV B memiliki panjang gelombang 280-315 nm.
3. Inframerah ( Infrared/IR ).
Cahaya ini juga tidak dapat dilihat oleh mata. Inframerah memiliki
panjang gelombang > 700 nm. Inframerah dekat memiliki panjang gelombang
700-3000 nm, sedangkan inframerah jauhmemiliki panjang gelombang >3000 nm.
Fotometer juga terbagi menjadi tiga, selain dari cahaya, yaitu (Panil, 2008):
2. Spektrofotometer
Menggunakan prisma untuk mengurai sinar polikromatis dan spektrum
yang ( monokromatis ) dilewatkan melalui suatu celah ( split ) yang bisa diatur.
3. Fotometer nyala ( flame photometer ).
Pengukuran yang dilakukan pada pada cahaya nyala dari suatu zat melalui
dispersi atom melalui proses pembakaran. Prinsip pengukuran adalah energi
cahaya yang akan dirubah menjadi energi listrik oleh fotosel. Energi listrik yang
dihasilkan akan dicatat oleh recorder yang besarnya akan sebanding dengan kuat
lemahnya sinar atau cahaya yang masuk.