Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Cedera jaringan lunak ada
lah cedera yang melibatkan jaringan kulit, otot, saraf atau pembuluh darah akibat
suatu ruda paksa. Keadaan ini umumnya dikenal dengan istilah luka. Beberapa penyulit
yang dapat terjadi adalah perdarahan, kelumpuhan serta berbagai gangguan lainnya
sesuai dengan penyebab dan beratnya cedera yang terjadi.
Menurut Mansjoer (2005:356), fraktur tibia (bumper fracture/fraktur tibia plateau)
adalah fraktur yang terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan kaki
yang masih terfiksasi ke tanah. Menurut pendapat lain yaitu Smeltzer (2002:2357),
fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (1996:1138), fraktur adalah terputusnya jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Kemudian menurut
Tucker (1998:198), fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas tulang.
Pendapat lain oleh Doenges (1999:761) yang menerangkan bahwa, fraktur adalah
pemisahan atau patahnya tulang.
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan
lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai
jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh (Arif Muttaqin,2008: 69).
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan tumpul,mis : pukulan,
tendangan atau jatuh (Brunner & Suddart,2001: 2355).
Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan
di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan
cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan, 1993: 63)
Kontusio adalah suatu injuri yang biasanya diakibatkan adanya benturan terhadap
benturan benda keras atau pukulan. Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan
kulit, tanpa ada kerusakan kulit. Kontusio yang disebabkan oleh cedera akan
sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, meskipun demikian luka memar di bagian
kepala mungkin dapat menutupi cedera yang lebih gawat dalam kepala. Kontusio dapat
menjadi bagian dari cedera yang luas, misalnya karena kecelakaan bermotor (Agung
Nugroho, 1995: 52).

1
2.2 Etiologi
a. Benturan benda keras.
b. Pukulan.
c. Tendangan/jatuh
.

2.3 Manifestasi Klinis


Menurut Smeltzer (2002:2358), manifestasi klinis fraktur adalah:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi.
2. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung
pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Deformitas (terlihat maupun teraba).
4. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
5. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
6. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

2.4 Patofisiologis
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan kulit.
Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih rentan rusak dibanding orang
lain. Saat pembuluh darah pecah maka darah akan keluar dari pembuluhnya ke jaringan,
kemudian menggumpal, menjadi Kontusio atau biru. Kontusio memang dapat terjadi jika
sedang stres, atau terlalu lelah. Faktor usia juga bisa membuat darah mudah menggumpal.
Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut menurun (Hartono Satmoko, 1993: 192).
Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalamifagositosis dan didaurulang oleh
makrofaga. Warna biru atau unguyang terdapat pada kontusio merupakan hasil reaksi
konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih lanjut bilirubin akan dikonversi
menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap mengalir
dalam sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh darah, jumlah dan
kondisi sel darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah yang harus baik. Pada
purpura simplex, penggumpalan darah atau pendarahan akan terjadi bila fungsi salah satu
atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu (Hartono Satmoko, 1993: 192).

2
2.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rongent: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma .
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur: juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
d. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
e. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil Koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel,
atau cedera hati. (Dongoes: 1999)
g. Hb (Hemoglobin) mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau juga dapat menurun
(perdarahan).
h. Leukosit meningkat sebagai respon stress normal setelah trauma.

2.6 Penatalaksanaan Medis


a. Tindakan umum menurut Handerson (1997:222) yaitu:
 Reposisi
Setiap pergeseran atau angulasi pada ujung patahan harus direposisi dengan hati-
hati melalui tindakan manipulasi yang biasanya dengan anestesi umum.
 Imobilisasi
Untuk memungkinkan kesembuhan fragmen yang diperlukan:
1) Fiksasi Interna
Ujung patahan tulang disatukan dan difiksasi pada operasi misalnya : dengan
sekrup, paku, plat logam.
2) Fiksasi Interna
Fraktur diimobilisasi menggunakan bidai luas dan traksi.
b. Fisioterapi dan mobilisasi
Untuk memperbaiki otot yang dapat mengecil secara cepat jika tidak dipakai.
c. Penatalaksanaan medis dengan ORIF
 Pengertian

3
ORIF atau Open Reduction Internal Fixation adalah reduksi terbuka dari fiksasi
internal di mana dilakukan insisi pada tempat yang mengalami fraktur. Kemudian
direposisi untuk mendapatkan posisi yang normal dan setelah direduksi, fragmen-
fragmen tulang dipertahankan dengan alat orthopedik berupa pen, sekrup, plat dan
paku (Price,1996:374).
1) Indikasi
Menurut Appley (1996:378) indikasi dilakukan ORIF adalah:
- Fraktur yang tidak dapat direduksi ke arah operasi.
- Fraktur yang baik stabil secara bawaan.
- Fraktur patologik.
- Fraktur multiple.
- Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (paraplegi, pasien dengan cidera
multiple sangat lanjut usia).
 Keuntungan dan kerugian ORIF
Keuntungan ORIF menurut Price (1996:372) adalah:
- Ketelitian fragmen tulang yang patah.
- Keseimbangan memeriksa pembuluh darah dan saraf yang ada di sekitarnya.
- Mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai.
- Tidak perlu memasang gips berulangkali.
- Memerlukan anestesi.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1996:93), keuntungan ORIF adalah:
- Darah sedikit yang hilang.
- Segera mungkin ambulasi dan latihan tubuh yang nyeri.
- Mudah membersihkan luka.
Sedangkan kerugian ORIF menurut Price (1996:372) adalah risiko infeksi
melalui pen, karena 10% dari jumlah total pasien yang dipasang internal fiksasi
terinfeksi, bila pen terinfeksi maka akan terjadi osteomyelitis yang sukar
disembuhkan. Perawatan luka diberikan 2 kali sehari agar infeksi tidak terjadi.
Kesimpulan yang dapat diambil dari berbagai pengertian di atas bahwa tujuan
dari penatalaksanaan ORIF adalah:
- Mengembalikan/memperbaiki bagian-bagian tulang yang patah ke dalam bentuk
semula.
- Imobilisasi untuk mempertahankan bentuk.
- Memperbaiki fungsi bagian tulang yang rusak.

4
- Menurut Mansjoer (2000:201) penatalaksanaan medis fraktur adalah:

1. Pemeriksaan terhadap jalan nafas.


2. Pemeriksaan proses jalan nafas.
3. Pemeriksaan sirkulasi.
4. Lakukan foto radiologi.

2.7 Penatalaksanaan Keperawatan


a. Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman :
- Tinggikan daerah injury
- Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap pemberian)
untuk vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman
- Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30 menit) 4
kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi
- Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak
- Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi
(Brunner & Suddart,2001: 2355).
b. Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera kontusio adalah
sebagai berikut:
- Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan kapiler.
- Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan jaringan-
jaringan lunak yang rusak.
- Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan berikutnya.

2.8 Data Focus pada Primary Survey


A. Pengkajian
 Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation

5
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
 Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
- kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
- Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
- Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
- Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
- Tachikardi
- Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
- Cailary refil melambat
- Pucat pada bagian yang terkena
- Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
- Kesemutan
- Deformitas, krepitasi, pemendekan
- Kelemahan
d. Kenyamanan
- nyeri tiba-tiba saat cidera
- spasme/ kram otot
e. Keamanan
- laserasi kulit
- perdarahan
- perubahan warna
- pembengkakan local

2.9 Diagnose Keperawatan yang Dapat Muncul Dan intervensi


1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap
fraktur.
4. Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.

6
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan.
 Diagnosa keperawatan nanda
1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur
 Tujuan: -Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 x 24 jam nyeri dapat teratasi :

Noc : - Kaji tingkat nyeri yang komprehensif : lokasi, durasi, karakteristik,


frekuensi, intensitas, factor pencetus, sesuai dengan usia dan tingkat
perkembangan.
- Monitor skala nyeri dan observasi tanda non verbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum menjadi berat
- Kelola nyeri pasca operasi dengan pemberian analgesik tiap 4 jam, dan
monitor keefektifan tindakan mengontrol nyeri
- Kontrol faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien terhadap
ketidaknyamanan : suhu ruangan, cahaya, kegaduhan.
- Ajarkan tehnik non farmakologis kepada klien dan keluarga : relaksasi,
distraksi, terapi musik, terapi bermain,terapi aktivitas, akupresur, kompres
panas/ dingin, masase. imajinasi terbimbing (guided imagery),hipnosis (
hipnoterapy ) dan pengaturan posisi.
- Informasikan kepada klien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri :
misal klien cemas, kurang tidur, posisi tidak rileks.
- Kolaborasi medis untuk pemberian analgetik, fisioterapis/ akupungturis.
Nic : - Melaporkan gejala nyeri terkontrol
- Melaporkan kenyamanan fisik dan psikologis
- Mengenali factor yang menyebabkan nyeri
- Melaporkan nyeri terkontrol (skala nyeri: <4 data-blogger-escaped-br=""> -
Tidak menunjukkan respon non verbal adanya nyeri
- Menggunakan terapi analgetik dan non analgetik
- Tanda vital dalam rentang yang diharapkan
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x24 jam klien
menunjukkan dapat bergerak secara normal

7
Noc : Dalam hal :
- Penampilan posisi tubuh yang benar
- Pergerakan sendi dan otot
- Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring kanan-kiri, berjalan, kursi roda
Latihan Kekuatan
- Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program latihan
secara rutin
Latihan untuk ambulasi
- Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan
keluarga.
- Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker
- Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman.
Latihan mobilisasi dengan kursi roda
- Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian kursi roda & cara
berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
- Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh
- Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
- Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur posisi secara mandiri
dan menjaga keseimbangan selama latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
- Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem perhatikan postur tubuh yg benar
untuk menghindari kelelahan, keram & cedera.
- Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latih.
Nic : - Mampu mandiri total
- Membutuhkan alat bantu
- Membutuhkan bantuan orang lain
- Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
- Tergantung total
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap
fraktur.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jm
Klien mampu merawat diri dengan baik

8
Noc : - Bantuan Perawatan Diri: Mandi, higiene mulut, penil/vulva, rambut, kulit
- Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi, mulut, perineal, anus
- Bantu klien untuk mandi, tawarkan pemakaian lotion, perawatan kuku,
rambut, gigi dan mulut, perineal dan anus, sesuai kondisi
- Anjurkan klien dan keluarga untuk melakukan oral hygiene sesudah makan
dan bila perlu
- Kolaborasi dgn Tim Medis / dokter gigi bila ada lesi, iritasi, kekeringan
mukosa mulut, dan gangguan integritas kulit.
Bantuan perawatan diri : berpakaian
 Kaji dan dukung kemampuan klien untuk berpakaian sendiri
 Ganti pakaian klien setelah personal hygiene, dan pakaikan pada ektremitas
yang sakit/ terbatas terlebih dahulu, Gunakan pakaian yang longgar
 Berikan terapi untuk mengurangi nyeri sebelum melakukan aktivitas
berpakaian sesuai indikasi
Bantuan perawatan diri : Makan-minum
- Kaji kemampuan klien untuk makan : mengunyah dan menelan makanan
- Fasilitasi alat bantu yg mudah digunakan klien
- Dampingi dan dorong keluarga untuk membantu klien saat makan

Bantuan Perawatan Diri: Toileting


- Kaji kemampuan toileting: defisit sensorik (inkontinensia),kognitif(menahan
untuk toileting), fisik (kelemahan fungsi/ aktivitas)
- Ciptakan lingkungan yang aman(tersedia pegangan dinding/ bel), nyaman
dan jaga privasi selama toileting
- Sediakan alat bantu (pispot, urinal) di tempat yang mudah dijangkau
- Ajarkan pada klien dan keluarga untuk melakukan toileting secara teratur
Nic : - Melakukan ADL mandiri : mandi, hygiene mulut ,kuku, penis/vulva, rambut,
berpakaian, toileting, makan-minum, ambulasi
- Mandi sendiri atau dengan bantuan tanpa kecemasan
- Terbebas dari bau badan dan mempertahankan kulit utuh
-Mempertahankan kebersihan area perineal
- Berpakaian dan melepaskan pakaian sendiri
- Melakukan keramas, bersisir, bercukur, membersihkan kuku, berdandan
- Makan dan minum sendiri, meminta bantuan bila perlu

9
- Mengosongkan kandung kemih dan bowel
4. Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.
Tujuan : Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam integritas kulit dapat teratasi
Noc: - Perawatan Klien dengan tirah baring total
- Pasang kasur dekubitus bila diperlukan
- Hindari kerutan / lipatan alat tenun
-Mobilisasi / ubah posisi tidur klien tiap 2 jam sesuai jadwal
Pencegahan Luka Karena Tekanan
- Kaji factor resiko kerusakan integritas kulit
- Jaga kebersihan kulit klien agar tetap bersih dan kering
- Berikan / oleskan lotion pada daerah yang tertekan
- Lakukan massage sesuai indikasi
-Berikan cairan dan nutrisi yang adekuat sesuai kondisi
Pengawasan kulit
- Monitor aktivitas, mobilisasi klien dan adanya kemerahan pada kulit
- Libatkan keluarga dalam mobilisasi klien dan personal higiene
- Ajarkan perubahan posisi kpd klien & keluarga
nic : - Pertahanan perfusi jaringan dan mukosa baik (sensasi, elastisitas,
temperature, hidrasi)
- Tidak ada lesi, iritasi kulit / dekubitus
- Klien mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
- Proses penyembuhan luka baik
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan
Tujuan : Selah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam infeksi dapat
tertangani
Noc : - Klien mempunyai kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal(5.000 – 10.000) Pengetahuan :
pengendalian infeksi
- Ajarkan pada klien & keluarga cara menjaga personal hygiene untuk
melindungi tubuh dari infeksi : cara mencuci tangan yang benar.
- Anjurkan kepada keluarga/ pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu
masuk dan meninggalkan ruang klien
- Jelaskan kepada klien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

10
- Ajarkan metode aman cara penyediaan, pengelolaan dan
penyimpanan makanan / susu kpd klien & keluarga.
Pengendalian resiko infeksi
- Pantau tanda dan gejala infeksi : peningkatan suhu tubuh, nadi, perubahan
kondisi luka, sekresi, penampilan urine, penurunan BB, keletihan dan malaise.
- Pertahankan tehnik aseptik pada klien yang beresiko
- Bersihkan alat / lingkungan dengan benar setelah dipergunakan klien
- Anjurkan kepada klien minum obat antibiotika sesuai
- Berikan penkes kepada klien dan keluarga tentang cara program
- Dorong klien untuk mengkonsumsi nutrisi dan cairan yg adekuat.penularan
penyakit infeksi: transmisi secara seksual, oral, fekal, sekresi tubuh, kontak
langsung, dan trankutaneus
- Kolaborasi dengan Tim Medis untuk pemberian therapi sesuai indikasi, dan
pemeriksaan laboratorium yang sesuai
Nic: - Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi
- Klien mampu mendiskripsikan proses penularan penyakit, factor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
- Klien mempunyai kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan trauma atau tenaga fisik dan
menimbulkan nyeri serta gangguan fungsi. Fraktur disebabkan oleh cidera, fraktur patologi,
dan fraktur beban. Secara umum fraktur dibedakan menjadi 2 yaitu terbuka dan tertutup.
Manifestasi klinis dari fraktur itu sendiri yaitu nyeri, hilangnya fungsi dan deformitas,

11
pemendekan ekstremitas, krepitus, Pembengkakan lokal dan Perubahan warna.
Penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
Sementara diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien fraktur adalah:
1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap fraktur.
4. Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan.

3.2 Saran
Walaupun dalam kasus fraktur jarang terjadi kematian, namun bila tidak ditangani secara
tepat atau cepat dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperburuk keadaan penderita.
Sehingga perawat perlu memperhatikan langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam
menangani pasien dengan kasus kegawat daruratan fraktur. Pasien harus mendapatkan
pertolongan sesegera mungkin. Untuk itu dibutuhkan perawat yang tanggap dalam
menangani pasien gawat darurat, terutama dalam hal ini adalah pasien dengan kegawat
daruratan sistem muskuloskeletal, fraktur.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Ed, 3. Jakarta: EGC

Dongoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

12
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Konsep, Proses dan Praktik Edisi
4 Vol.1. Jakarta: EGC

Price, Silvia Anderson dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-
Proses penyakit Edisi Vol. 2. Jakarta: EGC

Smeltzer Suzanne, C . 2001. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. 2000 . Patofisiologi. Jakarta: EGC

Wilkinson M J. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Ktriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

13

Anda mungkin juga menyukai