Anda di halaman 1dari 17

9

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia, yakni indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan merupakan domain penting untuk

terbentuknya suatu tindakan seseorang. Pengetahuan bisa diperoleh secara alami

maupun terencana yaitu melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan ranah

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan. Maka semakin tinggi tingkat

pengetahuan seseorang akan tercermin pada perilaku sehari-harinya.

2.1.2 Proses Adopsi Perilaku

Dari penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan bertahan lebih lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Penelitian mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru,

didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berututan, yakni :

a) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui timulus (objek) terlebih dahulu.16 Misalnya menggosok gigi

dapat menghilangkan plak gigi, dan dapat mencegah radang gusi serta karies

gigi (Nurjannah, 2016).


b) Interest, yakni orang muai tertarik kepada stimulus. Pada tahapan ini, orang

mulai mengetahui lebih lanjut mengenai manfaat menggosok gigi sehingga

orang tersebut akan mencari informasi lebih lanjut pada orang lain yang
10

dianggap tahu, membaca atau mendengarkan dari berbagai sumber

(Nurjannah, 2016).
c) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. Pada tahap ini

orang tersebut mulai menilai dengan berbagai sudut misalnya kemempuan

membeli sikat gigi, pasta gigi atau melihat orang lain yang rajin menggosok

gigi (Nurjannah, 2016).


d) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. Pada tahap ini orang tersebut

mulai mencoba menggosok gigi. Dengan mempertimbangkan untung dan

ruginya. Ia akan melajutkan menggosok gigi jika merasa mulutnya nyaman,

gigi bersih dan menambah rasa percaya diri. Namun jika menggosok gigi

membuat ngilu, maka kegiatan menggosok gigi ini tidak akan dilanjutkan

atau berhenti sementara (Nurjannah, 2016).


e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Pada tahap ini, orang yakin dan

telah menerima bahwa informasi baru berupa menggosok gigi memberi

keuntungan bagi dirinya sehingga menggosok gigi menjadi kebutuhan.

Namun, dari sebuah penelitian menyimpulkan bahwa perubahan perilaku

tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru

atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan,

kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat lebih

lama (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh

pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Nurjannah,

2016).

2.1.3 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan merupakan ranah kognitif yang memiliki tingkatan (Dewanti, 2012) :


11

a) Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu

rangsangan yang telah diterima. Tahu (know) merupakan tingkat pengetahuan

yang paling rendah. Cara mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari meliputi menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan

sebagainya. Contohnya, mengingat kembali fungsi gigi selain untuk

mengunyah adalah untuk bicara dan estetika. Contoh lain, gigi putih bersih

berkat iklan pasta gigi tertentu. Akibat iklan ini seseorang tertarik dan

menjadi tahu bahwa untuk memperoleh gigi bersih seperti yang terdapat

dalam iklan maka diperlukan pasta gigi tersebut.


b) Memahami, adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang

diketahui. Contohnya mampu menjelaskan tanda-tanda radang gusi.


c) Aplikasi, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi dan kondisi sebenarnya. Contohnya, memilih sikat gigi yang

benar untuk menggosok gigi dari sejumlah model sikat gigi yang ada, setelah

diberi penjelasan dengan contoh.


d) Analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke

dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi

tersebut. Contohnya, mampu menjabarkan struktur jaringan periodontal

dengan masing-masing fungsinya.


e) Sintesis, yaitu kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian ke dalam

suatu bentuk tertentu yang baru. Contohnya, individu mampu

menggabungkan diet makanan yang sehat untuk gigi, menggosok gigi yang

tepat waktu, serta mengambil tindakan yang tepat bila ada kelainan gigi,

untuk usaha mencegah penyakit gigi.


f) Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek

tertentu. Contohnya mampu menilai kondisi kesehatan gusi seseorang pada


12

saat tertentu. Apabila materi atau objek yang di tangkap pancaindera adalah

tentang gigi, gusi serta kesehatan gigi pada umumnya, maka pengetahuan

yang diperoleh adalah mengenai gigi, gusi, serta kesehatan gigi.


2.1.4 Cara Memperoleh Pengetahuan

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari

berbagai macam sumber, misalnya : media massa, media elektronik, buku

petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Menurut

Notoatmodjo (2003) dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan

menjadi dua, yakni :

2.1.4.a Cara Tradisional atau Non Ilmiah

Cara tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan,

sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistemik dan

logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi :

i) Cara Coba-salah (Trial and Error)

Cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan

mungkin sebelum adanya peradaban. Pada waktu ini bila seseorang

menghadapi persoalan atau masalah, upaya yang dilakukan dengan

menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil, maka dicoba kemungkinan yang lain

sampai berhasil. Oleh karena itu cara ini disebut dengan metode trial

(coba) dan error (gagal atau salah) atau metode coba-salah adalah coba-

coba. Metode ini telah banyak jasanya terutama dalam meletakkan dasar-

dasar menemukan teori-teori dalam berbagai ilmu pengetahuan. Hal ini

juga merupakan pencerminan dari upaya memperoleh pengetahuan,


13

walaupun pada taraf yang masih primitif. Pengalaman yang diperoleh

melalui penggunaan metode ini banyak membantu perkembangan berfikir

dan kebudayaan manusia ke arah yang lebih sempurna.

ii) Kekuasaan atau Otoritas

Sumber pengetahuan ini dapat berupa pemimpin-pemimpin

masyarakat baik formal ataupun informal, ahli agama, pemegang

pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain pengetahuan tersebut

diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas

pemrintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli pengetahuan.

iii) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh

pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi

pada masa lalu. Semua pengalaman pribadi tersebut dapat merupakan

sumber kebenaran pengetahuan. Namun perlu diperhartikan bahwa tidak

semua pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik

kesimpulan dengan benar. Untuk dapat menarik kesimpulan dari

pengalaman dengan benar diperlukan berfikir kritis dan logis.

2.1.4.b Cara ilmiah atau cara modern

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan dewasa ini

menggunakan cara yang sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode

ilmiah atau lebih populer disebut metodologi penelitian (research methodology).

2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


14

Budiman (2013) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

terbentuknya pengetahuan adalah sebagai berikut:

a) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kepribadian

dan kemampuan baik di dalam maupun luar sekolah (baik formal maupun

nonformal) yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan ini dapat

mengubah sikap dan tata laku seseorang dan kelompok serta mampu

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Selain

itu, pendidikan mempengaruhi proses belajar, dimana semakin tinggi

pendidikan maka semakin mudah seseorang menerima informasi sehingga

banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

b) Informasi/ media massa

informasi dapat didefinisikan sebagai suatu teknik untuk

mengumpulkan, menyiapkan, memanipulasi, mengumumkan,

menganalisis, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu.

Informasi ini dapat diperoleh dalam kehidupan sehari-hari dari data dan

pengamatan terhadap dunia sekitar. Informasi yang diperoleh baik dari

pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka

pendek sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan

pengetahuan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan

landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal

tersebut.

c) Sosial, budaya, dan ekonomi


15

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui

penalaran sehingga akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak

melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya

suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status

sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

d) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,

baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh

terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada

dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal

balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap

individu.

e) Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi

masa lalu.

f) Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan

pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

2.1.6 Cara Mengukur Tingkat Pengetahuan


16

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaa secara langsung dan tidak langsung (Notoatdmojo, 2010). Pengukuran

dapat dilakukan dengan pertanyaan langsung atau wawancara dan pertanyaan-

pertanyaan tertulis atau angket.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan

seperangkat kuesioner yang mau diukur dan dilakukan penilaian setiap masing-

masing jawaban yang benar diberi nilai 1 dan pertanyaan salah diberi nilai 0.

Penilaian dilakukan dengan membandingkan jumlah skor jawaban yang benar

dengan skor tertinggi kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa prosentase

(Sudijono, 2010). Menurut Machfoedz (2009) dalam Notoatmodjo (2005) untuk

memudahkan terhadap pemisahan tingkatan pengetahuan dalam penelitian,

tingkatan pengetahuan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu (1) baik, bila subjek

mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh pertanyaan, (2) cukup, bila

subjek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh pertanyaan, (3)

kurang, bila subjek mampu menjawab dengan benar < 56% dari seluruh

pertanyaan.

2.2 Karies
2.2.1 Pengertian Karies

Definisi Karies gigi Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras

gigi yang diakibatkan oleh mikroorganisme pada karbohidrat yang dapat

difermentasi sehingga terbentuk asam yang mengakibatkan terjadi demineralisasi


17

jaringan keras gigi. Banyak faktor yang dapat menimbulkan karies diantaranya

adalah faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan proses

terjadinya karies. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya karies adalah host

(gigi dan saliva), substrat (makanan), mikroorganisme penyebab karies, dan

waktu. Karies hanya akan terbentuk apabila terjadi interaksi antara keempat faktor

tersebut (Jacobsen, 2008).

2.2.2 Proses Terjadinya Karies Gigi

Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak dipermukaan

gigi, sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada

waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yangakan menurunkan pH mulut

menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut

menjadi karies gigi (Suryawati, 2010).

Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin

melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang).

Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-

kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah

rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat

dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai yang terlihat hanya lapisan keempat

(lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk

rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan

opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin

merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblast). Baru setelah terjadi

kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam,

tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit,


18

dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan lima (Suryawati,

2010).

2.2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Karies Gigi

Menurut Yuwono (2003) faktor yang memungkinkan terjadinya karies

yaitu :

2.2.3.a Umur
Terdapat tiga fase umur yang dilihat dari sudut gigi geligi yaitu :
i) Periode gigi campuran, disini molar 1 paling sering terkena karies.
ii) Periode pubertas (remaja) umur antara 14 tahun sampai 20 tahun pada

masa pubertas terjadi perubahan hormonal yang dapat menimbulkan

pembengkakan gusi, sehingga kebersihan mulut menjadi kurang terjaga.

Hal ini yang menyebabkan prosentase karies lebih tinggi.


iii) Umur antara 40- 50 tahun, pada umur ini sudah terjadi retraksi atau

menurunya gusi dan papil sehingga, sisa – sisa makanan lebih sukar

dibersihkan.

2.2.3.b Kerentanan permukaan gigi

i) Morfologi gigi
Daerah gigi yang mudah terjadi plak sangat mungkin terjadi karies.

ii) Lingkungan Gigi


Lingkungan gigi meliputi jumlah dan isi saliva ( ludah ), derajat kekentalan

dan buffer yang berpengaruh terjadinya karies, ludah melindungi jaringan

dalam rongga mulut dengan cara pelumuran element gigi yang mengurangi

keausan oklusi disebabkan karena pengunyahan, pengaruh buffer sehingga

naik turun PH dapat ditekan dan diklasifikasikan element gigi dapat

dihambat, agrogasi bakteri yang merintangi kolonisasi mikroorganisme,

aktifitas anti bakterial, pembersihan mekanisme yang dapat mengurangi

akumulasi plak.
19

2.2.3.c Bakteri

Menurut Yuwono (2003) tiga jenis bakteri yang sering menyebabkan karies

yaitu :

i) Streptococcus

Bakteri Streptococcus merupakan bakteri gram positif yang merupakan

bakteri utama penyebab karies dan jumlahnya terbanyak di dalam mulut.

Salah satu spesiesnya yaitu Streptoccocus mutan, lebih asidurik dibandingkan

yang lain, dapat menurunkan pH medium hingga 4,3. Streptococcus mutans

terutama terdapat pada populasi yang banyak mengkonsumsi sukrosa.

ii) Actynomyces

Semua spesies Actynomyces memfermentasikan glukosa, terutama

membentuk asam laktat, asetat, suksinat, dan asam format. Actynomyces

visocus dan actynomises naeslundi mampu membentuk karies akar, fisur dan

merusak jaringan periodontal.

3) Lactobacillus

Lactobacillus merupakan bakteri gram positif, anaerobik fakultatif.

Populasinya dipengaruhi kebiasaan makan. Tempat yang paling disukai

adalah lesi dentin yang dalam. Lactobacillus hanya dianggap faktor pembantu

proses karies.

2.2.3.d Air Ludah

Pengaruh air ludah terhadap gigi sudah lama diketahui terutama dalam

memengaruhi kekerasan email. Air ludah ini dikeluar oleh: kelenjar parotis,

kelenjar sublingualis dan kelenjar submandibularis. Selama 24 jam, air ludah


20

dikeluarkan glandula sebanyak 1000 – 1500 ml, kelenjar submandibularis

mengeluarkan 40% dan kelenjar parotis sebanyak 26%. Pada malam hari

pengeluaran air ludah lebih sedikit, secara mekanis air ludah ini berfungsi

membasahi rongga mulut dan makanan yang dikunyah. Sifat enzimatis air ludah

ini ikut di dalam pengunyahan untuk memecahkan unsur – unsur makanan.

Hubungan air ludah dengan karies gigi telah diketahui bahwa pasien dengan

sekresi air ludah yang sedikit atau tidak ada sama sekali memiliki prosentase

karies gigi yang semakin meninggi misalnya oleh karena terapi radiasi kanker

ganas, xerostomia, dll. Sering juga ditemukan pasien - pasien balita berumur 2

tahun dengan kerusakan atau karies seluruh giginya (Yuwono, 2003).

2.2.3.e Plak

Plak ini trerbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti

mucin, sisa-sisa sel jaringan mulut, leukosit, limposit dengan sisa makanan serta

bakteri. Plak ini mula-mula terbentuk agak cair yang lama kelamaan menjadi

keras sehingga bakteri dapat tumbuh disitu.

2.2.4 Penilaian Karies

Untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut dalam hal ini karies dapat

diukur menggunakan indeks DMF-T (Decayed, Missing, Filled Teeth). Nilai

DMF-T adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi permanen dengan karies

pada seseorang atau sekelompok orang.

Angka D (Decayed) : gigi yang berlubang karena karies

Angka M (Missing) : gigi yang dicabut karena karies

Angka F (Filling) : gigi yang ditambal atau ditumpat karena karies dan dalam

keadaan baik.
21

(Notohartojo dan Magdarina, 2013)

Menurut WHO dalam menetapkan klasifikasi tingkat keparahan karies gigi

untuk suatu daerah atau Negara (Suwelo, 1992) adalah

a) Sangat rendah : 0,0 – 1,1

b) Rendah : 1,2 – 2,6

c) Sedang : 2,7 – 4,4

d) Tinggi : 4,5 – 6,5

e) Sangat tinggi : > 6,6

2.3 Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut

Menurut Tan dalam bukunya Houwink (1993) berbagai metode menyikat

gigi dibedakan gerakan yang dibuat sikat. Pada prinsipnya terdapat enam pola

dasar.

2.3.1.a Metode vertikal

Permukaan bukal pada waktu yang sama disikat dengan gerakan

naik turun dari lipatan mukobukal dengan elemem-elemen depan dalam

posisi end-to-end.

2.3.1.b Metode horizontal

Pada metode ini permukaan oklusal, bukal, dan lingual digosok

dengan sikat yang digerakkan maju-mundur/ depan ke belakang. Dengan

bulu-bulu yang tegak lurus pada permukaan yang dibersihkan.

2.3.1.c Metode berputar


22

Metode berputar merupakam farian (bentuk yang dirubah) metode

fertikal.Disini sikat dengan bulu-bulunya kearah apikal ditempatkan

setinggi mungkin pada gingiva cekat, kemudian dengan gerakan berputar

tangkai sikat, bulu-bulunya dipandu melalui permukaan bukal kemudian

lingual kearah permukaan oklusal.

2.3.1.d Metode vibrasi/bergetar

Bulu-bulu sikat ditempatkan pada sudut 45 derajat terhadap poros

elemen pada arah permukaan oklusal dan agak ditekan pada ruang

aproksimal. Kemudian dibuat tiga sampai empat gerakan bergetar dengan

sikat.

2.3.1.e Metode sirkular

Disini dengan gerakan memutar permukaan elemen-elemen

dibersihkan. Pada metode Fones (1934) lengkung gigi geligi dalam oklusi

dan permukaan bukal dibersihkan dengan meletakkan sikat tagak lurus

pada poros elemen-elemen dan membuat gerakan memutar. Gerakannya

meluas sampai gusi.

2.3.1.f Metode fisiologis

Metode ini di intruduksi oleh Smith (1940) dalam Dewanti (2012)

dan beranjak dari pendirian bahwa gerakannya pada waktu menyikat harus

mempunyai arah yang sama seperti arah makanan.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Gigi

Perawatan gigi pada anak dipengaruhi oleh faktor internal

maupun eksternal. Faktor-faktor yang berasal dari internal anak seperti usia,

pengalaman individu, dan motivasi anak. Faktor-faktor yang berasal dari


23

ekternal antara lain, tingkat orang tua, tingkat pendidikan, fasilitas, penghasilan

dan sosial budaya (Notoatmodjo, 2010). Faktor internal merupakan faktor-faktor

yang mempengaruhi dalam diri seseorang seperti usia, jenis kelamin,

pengalaman, dan motivasi anak. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

2.4.1 Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perawatan

gigi pada anak. Bahwa usia erat hubungannya dengan tingkat kedewasaan

teknik maupum psikologis. Semakin bertambah usia seseorang maka

berbanding lurus dengan pengetahuan yang dimiliki.

2.4.2 Jenis kelamin

Jenis kelamin memiliki faktor yang mempengaruhi terhadap

kejadian kerusakan gigi. Terdapat perbedaan yang bermakna pada anak

laki-laki. Hal ini disebabkan pertumbuhan gigi pada anak perempuan

lebih awal daripada anak laki-laki sehingga masa terpajan dalam mulut

lebih lama.

2.4.3 Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari diri sendiri maupun orang lain.

Pengalaman yang dialami menjadikan seseorang dapat mengambil

pelajaran dari kejadian-kejadian yang telah lalu sehingga mengantisipasi

hal negatif terulang kembali dikemudian hari. Anak usia sekolah tidak

akan mengkonsumsi permen tanpa menggosok gigi setelahnya apabila ia

belum memiliki atau melihat mengalaman orang lain. Ia akan

mengantisipasi hal yang dapat terjadi apabila kegiatan tersebut

dilakukan.
24

2.4.4 Motivasi

Anak usia sekolah memiliki tanggung jawab dalam melakukan

sesuatu, namun anak sekolah memiliki motivasi rendah dalam

memperhatikan penampilan dan bau mulut sampai usia remaja.

Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi dari luar

diri seseorang. Faktor yang berasal dari lingkungan sekitar, seperti orang tua,

tingkat pendidikan, fasilitas kesehatan, penghasilan dan sosial budaya. Menurut

Soekidjo Notoatmodjo (2010), hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

2.4.1 Peran Orang Tua

Orang tua merupakan faktor penting pada perawatan kesehatan

gigi anak. Orang tua menjadi contoh dalam melakukan promosi kesehatan

gigi. Keberhasilan perawatan gigi pada anak dipengaruhi oleh peran

orang tua dalam melakukan perawatan gigi. Orang tua yang menjadi

teladan lebih efisien dibandingkan anak yang menggosok gigi tanpa

contoh yang baik dari oaring tua. Beberapa hal yang dapat dilakukan

orang tua dalam perawatan gigi antara lain membantu anak dalam

menggosok gigi terutama pada anak yang berusia dibawah 10 tahun,

karena anak belum memiliki kemampuan motorik yang baik untuk

menggosok gigi terutama pada gigi bagian belakang. Mendampingi

anak atau sama-sama menggosok gigi dengan anak. Memeriksakan gigi

anak secara rutin ke dokter gigi. Serta mengenalkan perawatan gigi

pada anak sejak dini.

2.4.2 Fasilitas
25

Fasilitas sebagai sebuah sarana informasi yang dapat

mempengaruhi pengetahuan seseorang. Misalnya anak yang memiliki

computer dengan akses internet yang memadai akan memiliki

pengetahuan tinggi tentang perawatan gigi jika dibandingkan dengan

anak yang memiliki televisi saja. Ia akan lebih update terhadap informasi

- informasi yang tidak bergantung pada siaran televisi.

2.4.3 Penghasilan

Penghasilan memang tidak memiliki pengaruh langsung terhadap

pengetahuan, namun menghasilan ini erat hubungannya dengan

ketersediaan fasilitas. Orang tua yang berpenghasilan tinggi akan

menyediakan fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dibandingkan orang

tua yang memiliki penghasilan rendah. Misalnya anak orang tuanya

berpenghasilan tinggi akan dibawa ke dokter gigi pribadi untuk merawat

kesehatan giginya. Sebaliknya pada anak yang penghasilan orang tuanya

rendah, tentunya akan melakukan perawatan sederhana yang dapat

meminimalisasi pengeluaran.

2.4.4 Sosial budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, presepsi dan sikap seseorang terhadap

sesuatu. Apabila dalam keluarga jarang melakukan kebiasaan gosok

gigi sebelum tidur, maka itu dapat berdampak pada kebiasaan dan

perilaku anak yang mengikuti kebiasaan orang tuanya.

Anda mungkin juga menyukai