Anda di halaman 1dari 39

Nama Peserta : xxx

Nama Wahana : RS xxx


Topik : Simple Pneumothorax
Tanggal (kasus) : 16 Mei 2019
Nama Pasien : Ny. K No. RM : xxx
Tanggal Presentasi : 10 Oktober 2019 Pendamping : xxx
Tempat Presentasi : RS xxx
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Wanita usia 47 tahun datang dengan keluhan nyeri dada kiri setelah tertabrak
sapi
Tujuan : Mendiagnosis dan melakukan konsultasi atau rujukan dengan tepat.
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Presentasi dan Diskusi Diskusi E-mail Pos
Data pasien : Nama : Ny. K No. RM : xxx
Usia : 47 tahun
Tanggal Lahir : xxx
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : xxx
Status Perkawinan : Menikah
MRS : 16 Mei 2019 (pkl 16.20 )
Nama klinik : xxx Telp : - Terdaftar sejak :
16 Mei 2019

1
Data utama untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis :


Keluhan Utama:
Nyeri dada kiri
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien wanita usia 47 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri dada kiri sejak
sejak 6 jam SMRS. Nyeri dada dirasakan setelah pasien ditabrak sapi. Terasa semakin
nyeri ketika untuk bernapas. Nyeri dada kiri dirasakan menjalar hingga pundak kiri.
Keluhan sesak nafas dan batuk disangkal.

2. Riwayat Pengobatan :
 Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan rutin sebelumnya

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :


 Riwayat keluhan serupa disangkal
 Riwayat diabetes melitus disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat Alergi makanan dan obat disangkal
 Riwayat trauma sebelumnya disangkal

4. Riwayat Keluarga :
 Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
 Riwayat diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit jantung disangkal

5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :


Pasien tinggal bersama suami dengan keadaan lingkungan dan sosial yang baik
dan ekonomi menengah.

2
6. Lain-lain :
KU, Tanda Vital
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis, GCS 4-5-6
Tinggi badan : 159 sentimeter
Berat badan : 58 kilogram

Tanda vital : Tekanan Darah : 130/100 mmHg


Nadi : 100 x/menit, regular, kuat angkat
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,8 °C
Saturasi O2 : 96% (udara bebas)

Pemeriksaan Fisik
Kepala
Mata : mata cowong -/-, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
Hidung: sekret (-/-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : sianosis (-), faring hiperemi (-)
Leher : pembesaran KGB (-), Peningkatan JVP (-), Deviasi Trakhea (-)

Thoraks
Paru
 Inspeksi : Tampak simetris, ketinggalan gerak (-), jejas (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (+), krepitasi (-)
 Perkusi : hipersonor pada paru kiri
 Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, melemah pada bagian paru kiri, rhonki -/-
, wheezing -/-
Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikularis sinistra
 Perkusi : Tidak ada perbesaran
 Auskultasi : S1 S2 regular, gallop (-), murmur (-)

3
Abdomen
 Inspeksi : Datar, jejas (-)
 Auskultasi : BU (+) normal
 Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, massa (-)
 Perkusi : timpani

Ekstremitas :
 Superior : Akral Hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
 Inferior : Edema (-/-), Sianosis (-/-)

Radiologi (16 Mei 2019)


Hasil Pemeriksaan Thorax Foto PA:
Cor : Besar Normal
Tampak clear space pada cavum thorak kiri dengan gambaran kolaps paru kiri
Paru kanan: tidak tampak infiltrat, kalsifikasi maupun nodul
Tampak fraktur costa 4 lateral kiri
Kesimpulan: Pneumothorax kiri + fraktur costa 4 lateral kiri

Laboratorium (16 Mei 2019)


PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,1 12 – 18 g/DL
Lekosit 14,2 4,0 – 9,0 x10ˆ3uL
Trombosit 328 120 – 380 x10ˆ3uL
Hematokrit 38,3 36,00 – 56,00 %
Eritrosit 4,31 3,80 – 5,30 x10ˆ6/uL
MCV 88,9 80 – 100 fL
MCH 28,1 27 – 32 pg
MCHC 31,6 32,00 – 36,00 g/DL
HITUNG JENIS
Neutrofil% 73,7 42,00 – 85,00 %

4
Limfosit% 12,8 11,00 – 49,00 %
Monosit% 5,7 0,0 – 9,0 %
HITUNG JENIS
Eosinofil% 7,4 0,0 – 6,0 %
Basofil% 0,4 0,0 – 2,0 %
MPV 5,4 5 – 10 fL
PDW 18,1 12,0 – 18,0 %
PCT 0,2 0,10 – 1,0 %
RDW 13,4 10,0 – 16,50 %
ELEKTROLIT
Natrium 142 135 – 155 mmol/l
Kalium 3,4 3,5 – 5,5 mmol/l
Calsium 1,12 1,16 – 1,38 mmol/l

EKG (16 Mei 2019)

Interpretasi: Irama Sinus dengan HR 109x/m

5
Assessment
Pneumothorax Sinistra + Fraktur Costae 4 Lateral Sinistra

Plan
IVFD RL 20 tpm
Inj. Cepraz 2 x 1 gr
Inj. Santagesic 3 x 1 amp
Usul pasang Chest tube + WSD

FOLLOW UP:
TANGGAL SOAP
17/05/2019 S: Nyeri dada dan bahu kiri berkurang, sesak (-)

O: KU: Lemah, CM
TTV: TD: 130/80 mmHg, HR 90 x/m, t 36,8 °C

A:Pneumothorax Sinistra + Fraktur Costae 4 Lateral Sinistra

P:
Posisi ½ duduk
IVFD Ringer Laktat 20 tpm

6
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inj. Cepraz 1 gr/12 jam/ IV
Pro Chest Tube + WSD
Ro Thorax AP ½ duduk Post Chest Tube + WSD
18/05/2019 S: Nyeri post op (-), sesak (-), Nyeri dada dan bahu kiri berkurang

O: KU: Lemah, CM
TTV: TD: 120/70 mmHg, HR 98 x/m, t 36,7 °C

Ro Thorax (17/05/2019)

Hasil: Terpasang tube di hemithorax kiri dengan ujung distal setinggi ICS 5-
6 kiri. Masih tampak pneumothorax kiri dibandingkan foto tgl 16/05/2019
sudah berkurang

A: Post Chest Tube + WSD a/i Pneumothorax Sinistra + Fraktur Costae 4


Lateral Sinistra

P: Posisi ½ duduk
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inj. Cepraz 1 gr/12 jam/ IV
WSD Pasif -> dimatikan
Konsul Fisioterapi -> Fisioterapi Napas
19/05/2019 S: Nyeri dada (-), sesak (-)
O: KU: Lemah, CM
TTV: TD: 140/90 mmHg, HR 100x/m, t37,3 °C
A: Post Chest Tube + WSD a/i Pneumothorax Sinistra + Fraktur Costae 4
Lateral Sinistra
P:
Posisi ½ duduk
IVFD Ringer Laktat 20 tpm

7
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inj. Cepraz 1 gr/12 jam/ IV
Inj. Asam Tranexamat 500 mg/8 jam/IV
WSD Pasif -> dimatikan
Motivasi belajar meniup Balon
20/05/2019 S: Pasien mengeluh sesak (+), nyeri dada (-)
O: KU: lemah, CM
TTV: TD: 120/80 mmHg, HR 124 x/m, t 38,5 °C, SpO2 80%
A: Post Chest Tube + WSD a/i Pneumothorax Sinistra + Fraktur Costae 4
Lateral Sinistra
P: O2 NRM 6 L/menit -> Observasi bila O2 masih dibawah 90% maka
naikan
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inf. Parasetamol 1 gr/8 jam/IV
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inj. Cepraz 1 gr/12 jam/ IV
Inj. Asam Tranexamat 500 mg/8 jam/IV
WSD Pasif -> dimatikan
Cek UL
210/5/2019 S: Sesak berkurang, nyeri dada (-)
O: KU: lemah, CM
TTV: TD: 110/80 mmHg, HR 98 x/m, t 37,1 °C, SpO2 99% (O2 NRM 6lpm)
A: Post chest tube a/i Pneumothorax Sinistra + Fraktur Costae 4 Lateral
Sinistra
Lab UL (20/05/2019): Keton +2, Protein Albumin +1, Leukosit 15-20,
bakteri +1
P: IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inf. Parasetamol 1 gr/8 jam/IV (K/P)
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV (K/P)
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inj. Cepraz 1 gr/12 jam/ IV -> STOP

8
Inf. Ciprofloxacin 500 mg/ 12 jam/ IV
Inj. Asam Tranexamat 500 mg/8 jam/IV -> STOP
Nebulizer Combivent + NaCl 3 x 1
WSD Pasif -> dimatikan
Pro Ro Thorax AP ½ duduk
22/05/2019 S: Sesak berkurang, nyeri dada (-)
O: KU: lemah, CM
TTV: TD: 110/70 mmHg, HR100x/m, t 36,7 °C
Foto Ro Thorax AP ½ duduk (21/05/2019)
Hasil: Masih tampak pneumothorak kiri saat ini disertai konsolidasi suspek
hidropneumothorak. Terpasang tube dengan ujung setinggi ICS 5-6 kiri.
Fraktur costae 4 lateral sinistra
A: Post chest tube a/i Pneumothorax Sinistra + Fraktur Costae 4 Lateral
Sinistra + ISK
P: IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inf. Parasetamol 1 gr/8 jam/IV (K/P)
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV (K/P)
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inf. Ciprofloxacin 200 mg/ 12 jam/ IV
Nebulizer Combivent + NaCl 3 x 1
Pro Revisi Chest Tube + WSD
Pro Ro Thorax Post Revisi
23/05/2019 S: Pasien mengeluh sesak (+) berkurang, nyeri (-)
O: KU: Lemah, CM
TTV: TD: 120/80 mmHg, HR 107 x/m, t 36,6 °C
A: Post Chest Tube + WSD a/i Hematopneumothorax Sinistra + Fraktur
Costae 4 Lateral Sinistra + ISK
P: IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inf. Parasetamol 1 gr/8 jam/IV (K/P)
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV (K/P)
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inf. Ciprofloxacin 200 mg/ 12 jam/ IV
Nebulizer Combivent + NaCl 3 x 1
WSD Aktif

9
Cek Ulang DL
Konsul Fisioterapi -> Fisioterapi Nafas
24/05/2019 S: Sesak berkurang
O: KU: Sedang, CM
TTV: TD: 100/70 mmHg, HR 110 x/m, t 37,2 °C
Lab DL (23/05/2019): Hb 11,1; WBC 14,2; PLT 371; Hct 34,2
A: Post Chest Tube + WSD a/i Hematopneumothorax Sinistra + Fraktur
Costae 4 Lateral Sinistra + ISK
P: IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inf. Parasetamol 1 gr/8 jam/IV (K/P)
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV (K/P)
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inf. Ciprofloxacin 200 mg/ 12 jam/ IV
Nebulizer Combivent + NaCl 3 x 1
NRM dilepas - > jika sesak pasang lagi
25/05/2019 S:
O: KU: Lemah, CM
TTV: TD: 120/80 mmHg, HR 100 x/m, t 36,6 °C
A: Post Chest Tube + WSD a/i Hematopneumothorax Sinistra + Fraktur
Costae 4 Lateral Sinistra + ISK
P:
Aff Chest Tube + WSD
KRS
Obat pulang :
Meloxicam 15 mg/12 jam/oral
Ciprofloxacin 500 mg/12 jam/ oral

Daftar Pustaka :.
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC; 1997. p. 598.
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K,Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas KedokteranUniversitas

10
Indonesia; 2006. p. 1063.
3. Prabowo, A.Y.(2010, Desember 20). Water Seal DrainagePada Pneumothorax Post
Trauma Dinding Thorax. BagianIlmu Penykit Dalam. RSUD Panembahan Senopati
Bantul;2010. Diakses 22 Maret 2011.http://www.fkumycase.net/.
4. Anonim, Medicastore. Kolaps Paru-Paru (Pneumothorax). Diakses 22 Maret
2011.http://www.medicastore.com
5. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010
May 27; cited 2011 January 10.Available
fromhttp://emedicine.medscape.com/article/827551.
6. Srillian, Vera (2011). Pneumothorax. Diakses 22
maret2011.http://ad.z5x.net/...,http://scribd.com/doc/48405598/pneumotorax,
7. Fajrin (2008, Agustus 23), Pneumothorax. Diakses 22 Maret2011 dari The Power of
Muslim Doctor’s : http://dokterkharisma.blogspot.com/2008/08/pneumothorax.html
8. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press; 2009. p. 162-179.
9. Anonim, Nefrology Ners (2010 November 3), Pneumothorax, Diakses 22 Maret
2011 dari Perhimpunan Perawat GinjalIntensif Indonesia :
http://nefrologyners.wordpress.com/2010/11/03/pneumothor ax-2/
10. Fahmi (2010, Februari 02). Kolaps Paru-Paru (Pneumothorax), Diakses 21 Maret
2011 Universitas Negeri Malang :
http://forum.um.ac.id/...7ed4eed11a474&topic=9843.msg9932#msg9932
11. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta :Pustaka Cendekia
Press; 2007. p. 56

Hasil Pembelajaran :
1. Mampu mendiagnosis pneumothorax
2. Mampu memberikan penatalaksanaan awal pneumothorax
3. Mampu memberikan penatalaksanaan lanjutan atau rujukan yang tepat

11
12
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :
1. Subjektif :
Keluhan utama : Nyeri Dada kiri
Riwayat penyakit sekarang :
 Pasien wanita usia 47 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri dada kiri sejak
sejak 6 jam SMRS. Nyeri dada dirasakan setelah pasien ditabrak sapi. Terasa
semakin nyeri ketika untuk bernapas. Nyeri dada kiri dirasakan menjalar hingga
pundak kiri. Keluhan sesak nafas dan batuk disangkal. Riwayat keluhan serupa
disangkal, diabetes melitus (-), hipertensi (-), penyakit jantung (-), batuk lama (-),
Alergi makanan dan obat (-)

2. Objektif :
KU, Tanda Vital
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Compos mentis, GCS 4-5-6
Tanda vital : Tekanan Darah : 130/100 mmHg
Nadi : 98 x/menit, regular, kuat angkat
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,8 °C
Saturasi O2 : 96% (udara bebas)

Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Kepala : Dalam batas normal
 Pemeriksaan Leher : Dalam batas normal
 Pemeriksaan Thoraks : Tampak simetris, ketinggalan gerak (-), jejas (-), Nyeri
tekan dada kiri (+), krepitasi (-), hipersonor pada paru kiri, Suara dasar vesikuler
+/+, melemah pada bagian paru kiri, rhonki -/-, wheezing -/-
 Pemeriksaan Abdomen : Dalam batas normal
 Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”,

13
Radiologi (16 Mei 2019):

Foto Thorax PA : Pneumothorax kiri + fraktur costa 4 lateral kiri

EKG (16 Mei 2019)

Interpretasi: Irama Sinus dengan HR 109x/m

14
Laboratorium (16/05/2019)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,1 12 – 18 g/DL
Lekosit 14,2 4,0 – 9,0 x10ˆ3uL
Trombosit 328 120 – 380 x10ˆ3uL
Hematokrit 38,3 36,00 – 56,00 %
Eritrosit 4,31 3,80 – 5,30 x10ˆ6/uL
MCV 88,9 80 – 100 fL
MCH 28,1 27 – 32 pg
MCHC 31,6 32,00 – 36,00 g/DL
HITUNG JENIS
Neutrofil% 73,7 42,00 – 85,00 %
Limfosit% 12,8 11,00 – 49,00 %
Monosit% 5,7 0,0 – 9,0 %
HITUNG JENIS
Eosinofil% 7,4 0,0 – 6,0 %
Basofil% 0,4 0,0 – 2,0 %
MPV 5,4 5 – 10 fL
PDW 18,1 12,0 – 18,0 %
PCT 0,2 0,10 – 1,0 %
RDW 13,4 10,0 – 16,50 %
ELEKTROLIT
Natrium 142 135 – 155 mmol/l
Kalium 3,4 3,5 – 5,5 mmol/l
Calsium 1,12 1,16 – 1,38 mmol/l

15
3. Assessment :
Pneumothorax
Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura.
Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa
mengembang terhadap rongga dada. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara
selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada. Pneumotoraks adalah suatu keadaan
terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang
terkena. Tersering disebabkan oleh ruptur spontan pleura visceralis yang menimbulkan
kebocoran udara ke rongga torak. Pneumotorak dapat terjadi berulang kali. Udara dalam
kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh :
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus
akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai closed
pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup,maka
udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat
ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak sehingga mendorong
mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension
pneumothorax.

b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3
diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding
traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga
dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi
dan menyebabkan kolaps pada paru ipsi lateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada
meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut.
Kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax.
Klasifikasi Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe
ini dapat diklasifikasikan lagi kedalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas.
Lebih sering pada laki-laki muda sehat dibandingkan wanita. Timbul

16
akibat ruptur bulla kecil (12 cm) subpleural, terutama di bagian puncak
paru.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, tersering pada pasien bronkitis dan emfisema yang
mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla. Penyakit dasar lain:
Tb paru, asma lanjut, pneumonia, abses paru atau Ca paru. fibrosis
kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma,
dan infeksi paru.

2. Pneumotoraks traumatik
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada
maupun paru. Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yangterjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis ini pun
masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat
tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari
tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi
pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan
dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura.
Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan,
misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era
antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan

17
ke dalam tiga jenis, yaitu :
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka
pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.
Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat
laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya.
Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih
ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif.
Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap
negatif.

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax)


Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura
dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka
terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan
tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar
nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang
disebabkan oleh gerakan pernapasan. Pada saat inspirasi tekanan menjadi
negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada
saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound).

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)


Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan
makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang
bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus
serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel
yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat
keluar, akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi
dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura
ini dapat menekan paru sehingga serin gmenimbulkan gagal napas.

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks

18
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil
paru (< 50% volume paru).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (>
50% volume paru).

Etiologi
Etiologi Trauma thorax kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas yang
umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebabkan oleh tikaman dan
tembakan. Trauma pada bagian ini juga sering disertai dengan cedera pada tempat lain
misalnya abdomen, kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk. Kelainan
yang sering timbul secara umum pada setiap trauma thorax baik tajam maupun tumpul yaitu
:
1. Kulit : dan jaringan lunak : luka, memar, dan emfisemasubkutis.
2. Tulang : fraktur costa, sternum, pernapasan paradoksal.
3. Pleura : Pneumothorax, hemothorax, hemopneumothorax, kilothorax, serothorax.
4. Jaringan paru : traumatic wet lug.
5. Mediastinum : pneumomediastinum, robekan esofagus, robekan bronkus.
6. Jantung : hemoperikardium, luka jantung.

Patofisiologi
Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Di antara pleura
parietalis dan visceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi sedikit cairan
serous jaringan. Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan negatif. Tekanan negatif pada
intrapleura membantu dalam proses respirasi. Proses respirasi terdiri dari 2 tahap : fase
inspirasi dan fase eksprasi. Pada fase inspirasi tekanan intrapleura : -9 s/d -12 cmH2O;
sedangkan pada fase ekspirasi tekanan intrapleura: -3 s/d -6 cmH2O. Pneumotorak adalah
adanya udara pada cavum pleura. Adanya udarapada cavum pleura menyebabkan tekanan
negatif pada intrapleura tidak terbentuk. Sehingga akan mengganggu pada proses respirasi.
Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan penyebabnya :
1. Pneumotorak spontan Oleh karena : primer (ruptur bleb), sekunder (infeksi,
keganasan), neonatal.
2. Pneumotorak yang di dapat Oleh karena : iatrogenik,barotrauma, trauma.
Pneumotorak dapat dibagi juga menurut gejala klinis :

19
1. Pneumotorak simple : tidak diikuti gejala shock atau pre-shock.
2. Tension Pnuemotorak : diikuti gejala shock atau pre-schockPneumotorak dapat
dibagi berdasarkan ada tidaknya denganhubungan luar menjadi :
1) Open pneumotorak.
2) Closed pneumotorak.
Secara garis besar ke semua jenis pneumotorak mempunyai dasar patofisiologi yang
hampir sama. Pneumotorak spontan, closed pneumotorak, simple pneumotorak, tension
pneumotorak, dan open pneumotorak. Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya
dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura viceralis yang
lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum
pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai
pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut
mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan tekanan
intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada pneumotorak spontan, paru-
paru kolpas, udara inspirasi ini bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura
tidak negatif. Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum pleura akibatnya
menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke
posisi semula. Proses yang terjadi inidikenal dengan mediastinal flutter.
Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi
sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna.
Terjadinya hiperekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau shock dikenal
dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya
hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed pneumotorak. Pada saat ekspirasi,
udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli
tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi
cavum pleura pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi
udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup
terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan
napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena
cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumotorak.
Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan lingkungan
luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat inkomplit (sebatas
pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan visceralis). Bila mana terjadi open
pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan masuk kedalam cavum pleura.

20
Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya
akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat.
Saat ekspirasi mediastinal bergeser ke mediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal
flutter. Bila mana open pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat terjadi
hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi
udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup.
Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan
obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena
penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumotorak.

Gejala
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke dalam rongga
pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps (mengempis) :
Gejalanya bisa berupa :
 Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk.
 Sesak nafas.
 Dada terasa sempit.
 Mudah lelah.
 Denyut jantung yang cepat.
 Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur. Gejala lainnya yang
mungkin ditemukan :
 Hidung tampak kemerahan.
 Cemas, stres, tegang.
 Tekanan darah rendah (hipotensi).

Diagnosis
Dari anamnesis sulit bernafas yang timbul mendadak dengan disertai nyeri dada
yang terkadang dirasakan menjalar ke bahu. Dapat disertai batuk dan terkadang terjadi
hemoptisis. Perlu ditanyakan adanya penyakit paru atau pleura lain yang mendasari
pneumotorak, dan menyingkirkan adanya penyakit jantung.
Pemeriksaan fisik Sesak nafas dan takikardi yang dapat disertaisianosis pada
pneumotorak ventil atau ada penyakit dasar paru.

21
 Inspeksi : Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding
dada). Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal. Trakea dan
jantung terdorong ke sisi yang sehat, deviasi trakhea, ruang interkostal melebar.
 Palpasi : Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar. Iktus
jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat. Fremitus suara melemah atau
menghilang pada sisi yang sakit.
 Perkusi : Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi. Pada tingkat yang berat terdapat gangguan respirasi/sianosis,
gangguan vaskuler/syok.
 Auskultasi : Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang.
Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative.
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Röntgen Gambaran radiologis yang tampak pada fotoröntgen kasus
pneumotoraks antara lain :
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus
paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas
sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak
napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila
ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan
besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang
tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai
berikut :
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai keapeks. Hal ini terjadi apabila
pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.

22
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah
kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum
lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu
daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang
mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang
terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut,
bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan
tampak permukaan cairan sebagai garisdatar di atas diafragma Foto
Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah
merupakan bagian paru yang kolaps.
2. Analisis gas darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun
pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas
yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa
dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstra pulmoner
dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

Komplikasi
Komplikasi dapat berupa hemopneumotorak, pneumomediastinum dan emfisemakutis,
fistel bronkopleural dan empiema.

Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Pneumothoraks (Umum)
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada
prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
Primary Survey
Airway
Assessment :

23
 Perhatikan patensi airway.
 Dengar suara napas.
 Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada.
Management :
 Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw
thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas.
 Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan
tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan fototoraks
serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari.
Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka,
 Re-posisi kepala, pasang collar-neck.
 Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal).
Breathing
Assesment :
 Periksa frekwensi napas.
 Perhatikan gerakan respirasi.
 Palpasi toraks.
 Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management :
 Lakukan bantuan ventilasi bila perlu.
 Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tensionpneumotoraks, open
pneumotoraks, hemotoraks, flail chest.
Circulation
Assesment :
 Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi.
 Periksa tekanan darah.
 Pemeriksaan pulse oxymetri.
 Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis).
Management
 Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines.
 Torakotomi emergency bila diperlukan.
24
 Operasi Eksplorasi vaskular emergency.
Tindakan Bedah Emergency :
1. Krikotiroidotomi
2. Trakheostomi
3. Tube Torakostomi
4. Torakotomi
5. Eksplorasi vascular

2. Penatalaksanaan Pneumothoraks (Spesifik)


a. Pneumotoraks Simpel
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan
intratoraks yang progresif. Ciri :
 Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total).
 Tidak ada mediastinal shift.
 PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ↓
Penatalaksanaan: WSD
b. Pneumotoraks Tension
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks
yang semakin lama semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks
tension ditemukan mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah,
tetapi tidak dapat keluar).
Ciri :
 Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi:
kolaps total paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke
kontralateral), deviasi trakhea, venous return ↓ → hipotensi &
respiratory distress berat.
 Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat,
takipneu, hipotensi, JVP ↑, asimetris statis & dinamis.
 Merupakan keadaan life-threatening tidak perlu Ro.
Penatalaksanaan:
 Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II,
lineamid-klavikula)
 WSD

25
c. Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga
udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan
intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai
sucking-wound. Terjadi kolaps total paru.
Penatalaksanaan :
1. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme
ventil).
2. Pasang WSD dahulu baru tutup luka.
3. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atauorgan intra
toraks lain.
4. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks).

Hematothorax
Hematotoraks adalah trauma berupa perdarahan ke dalam rongga dada antara paru
dan dinding dada interna yang biasa disebut dengan rongga pleura. Hematotoraks dapat
diklasifikasikan menurut jumlah darah yang ada: kecil, sedang, atau besar. Hematotoraks
dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tembus pada dada

Epidemiologi
Insiden terjadinya hematotoraks di dunia cukup tinggi, dimana cedera dada menjadi
peringkat ketiga di dunia penyebab mortalitas setelah kanker dan gangguan kardiovaskuler
di dunia. Insiden di Amerika Serikat, setiap tahun sekitar 300.000 kasus hematotoraks
dilaporkan.

Klasifikasi
Hematotoraks atau hematotoraks adalah adanya darah atau akumulasi darah yang
masuk ke areal pleura (antara pleura viseralis dan pleura parietalis). Biasanya disebabkam
oleh trauma tumpul atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran
serosa pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Pembagian
hematotoraks menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Hematotoraks kecil, yaitu tampak sebagai bayangan kurang dari 15% pada foto
Rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Perkiraan jumlah darah yang terakumulasi
±300 ml.

26
2. Hematotoraks sedang, yaitu yang tampak sebagai bayangan yang menutup 15-35%
pada foto Rontgen, perkusi pekak sampai iga VI, dengan perkiraan jumlah akumulasi
darah ±800 ml.
3. Hematotoraks besar dengan tampak bayangan yang mencapai >35% pada foto
Rontgen, perkusi pekak sampai iga IV atau cranial. Jumlah perkiraan darah dapat
mencapai >800 ml

Etiologi
Penyebab paling umum dari hematotoraks adalah trauma, seperti:
1. Trauma penetrasi, seperti luka tembus paru, jantung, pembuluh darah besar, atau
dinding dada
2. Trauma tumpul dada kadang dapat mengakibatkan robeknya pembuluh darah internal.

Patofisiologi

27
Diagnosis
1. Anamnesa
Didapatkan penderita hemothoraks mengeluh nyeri dada dan sesak napas. Juga bisa
didapatkan keterangan bahwa penderita sebelumnya mengalami kecelakaan pada dada
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi biasanya tidak tampak kelainan, mungkin didapatkan gerakan napas tertinggal
atau adanya pucat karena perdarahan. Pada perkusi didapatkan pekak dengan batas
tidak jelas, sedangkan pada auskultasi didapatkan bunyi napas menurun atau bahkan
menghilang
3. Pemeriksaan Penunjang
 Foto Rontgen atau Chest X-Ray, menunjukkan adanya akumulasi cairan pada area
rongga pleura di sisi yang terkena, ditandai dengan gambaran hipodens dan adanya
penyimpangan struktur mediastinal yang disebut mediastinum shift (jantung).
Chest X-Ray digunakan sebagai penegak diagnosis yang lebih sensitif.
 CT Scan biasanya diindikasikan untuk mengetahui evaluasi dan jumlah clotting
(bekuan darah).
28
 USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk pasien
yang tidak stabil dengan hemothoraks minimal.
 Blood Gas Analysis dilakukan tergantung derajat fungsi paru yang dipengaruhi
dan gangguan mekanik pernafasan, dimana saturasi oksigen umumnya menurun
dengan kadar PaCO2 dapat normal atau menurun.
 Pemeriksaan cek darah lengkap umumnya pada hematotoraks menunjukkan kadar
hemoglobin dan hematokrit menurun.

Penatalaksanaan
Hemothorax Kecil Hemothorax Sedang Hemothorax Besar
 Observasi  Aspirasi dengan  Diberikan penyalir sekat
 Melakukan gerakan aktif dilakukan pungsi air di ruang antariga
seperti fisioterapi, dan  Penderita diberikan  Transfusi.
tidak memerlukan transfusi.
tindakan khusus.

Resusitasi Cairan WSD


 Infus cairan kristaloid secara cepat  WSD (Water Sealed Drainage) adalah
 Pemberian transfusi darah secepatnya. suatu sistem drainase yang
 Bersamaan dengan pemberian resusitasi menggunakan air.
cairan juga dipasang chest tube atau  Pemasangan chest tube (WSD) pada
WSD (Water Sealed Drainage hematotoraks akan mengeluarkan darah
dari rongga pleura, sehingga
mengurangi resiko terbentuknya bekuan
darah di dalam rongga pleura, dan dapat
dipakai dalam memonitor kehilangan
darah selanjutnya.
 Fungsi WSD adalah untuk
mempertahankan tekanan negatif
intrapleural.

29
Torakotomi
Torakotomi merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi rongga dada ketika
hemothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten. Torakotomi dilakukan bila dalam
keadaan:
 Jika pada awal hematotoraks darah yang keluar mencapai 1500ml (hematotoraks masif),
sehingga membutuhkan torakotomi segera
 Pada beberapa penderita darah yang keluar < 1500ml, tetapi perdarahan tetap
berlangsung
 Bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200ml/jam dalam waktu 2-4
jam
 Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis putting susu atau luka di daerah
posterior, medial dari skapula dipertimbangkan dilakukan torakotomi oleh karena
kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus, atau jantung yang potensial
menjadi tamponade jantung.

Penatalaksanaan WSD
Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan water seal
untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura (rongga pleura).
Tujuannya :
 Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleurauntuk mempertahankan
tekanan negatif rongga tersebut
 Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi
sedikit cairan pleura / lubrican.
Indikasi pemasangan wsd :
 Hemotoraks, efusi pleura.
 Pneumotoraks ( > 25 % ).
 Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk.
 Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator.
Kontra indikasi pemasangan :
 Infeksi pada tempat pemasangan.
 Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.
Tindakan Dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang

30
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura
dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif dirongga pleura akan berubah menjadi
negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1. Dapat memakai infus set Jarum ditusukkan ke dinding dadasampai ke
dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka akan tampak gelembung udara yang keluar
dari ujung infus set yang berada di dalam botol.
2. Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding
toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula
tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik
infusset. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi
air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara
yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol.

3. Pipa water sealed drainage (WSD)


Pipa khusus (torakskateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.
Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 padalineamid aksilaris atau
pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2
di garis midklavikula. Setelah troakar masuk, maka toraks kateter
segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura.
Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD
dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang
berada dibotol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan
tekanan tersebut. Penghisapandilakukan terus-menerus apabila tekanan

31
intrapleura tetappositif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi
tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat
mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan
intra pleura sudah negative kembali, maka sebelum dicabut dapat
dilakukuan ujicoba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau
ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali
menjadi positif maka pipa belum bias dicabut. Pencabutan WSD
dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.
Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya. Misalnya :terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap
bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator.
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema.
Rehabilitasi
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara
tepat untuk penyakitdasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu
keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan
ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau adakeluhan batuk, sesak
napas.

KESIMPULAN
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara,
sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan
dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada
pasien sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada. Berdasarkan penyebabnya,
pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan
itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatic dapat
bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka
pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil(tension). Dalam menentukan

32
diagnosa pneumotoraks sering kali didasarkan pada hasil foto röntgen berupa gambaran
translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai
adanya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil röntgen juga dapat
diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan
serta kondisi jantung dan trakea. Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa
observasi dan pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi.

PLAN
Diagnosis
Pneumothorax Sinistra + Fraktur Costae 4 Lateral Sinistra

Penatalaksanaan
IVFD RL 20 tpm
Inj. Cepraz 2 x 1 gr
Inj. Santagesic 3 x 1 amp
Usul pasang Chest tube + WSD

Follow Up
TANGGAL SOAP
17/05/2019 S: Nyeri dada dan bahu kiri berkurang, sesak (-)

O: KU: Lemah, CM
TTV: TD: 130/80 mmHg, HR 90 x/m, t 36,8 °C

A:Pneumothorax Sinistra + Fraktur Costae 4 Lateral Sinistra

P:
Posisi ½ duduk
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV

33
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inj. Cepraz 1 gr/12 jam/ IV
Pro Chest Tube + WSD
Ro Thorax AP ½ duduk Post Chest Tube + WSD
18/05/2019 S: Nyeri post op (-), sesak (-), Nyeri dada dan bahu kiri berkurang

O: KU: Lemah, CM
TTV: TD: 120/70 mmHg, HR 98 x/m, t 36,7 °C

Ro Thorax (17/05/2019)

Hasil: Terpasang tube di hemithorax kiri dengan ujung distal setinggi ICS 5-
6 kiri. Masih tampak pneumothorax kiri dibandingkan foto tgl 16/05/2019
sudah berkurang

A: Post Chest Tube + WSD a/i Pneumothorax Sinistra + Fraktur Costae 4


Lateral Sinistra

P: Posisi ½ duduk
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inj. Cepraz 1 gr/12 jam/ IV
WSD Pasif -> dimatikan

34
Konsul Fisioterapi -> Fisioterapi Napas
19/05/2019 S: Nyeri dada (-), sesak (-)
O: KU: Lemah, CM
TTV: TD: 140/90 mmHg, HR 100x/m, t37,3 °C
A: Post Chest Tube + WSD a/i Pneumothorax Sinistra + Fraktur Costae 4
Lateral Sinistra
P:
Posisi ½ duduk
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inj. Cepraz 1 gr/12 jam/ IV
Inj. Asam Tranexamat 500 mg/8 jam/IV
WSD Pasif -> dimatikan
Motivasi belajar meniup Balon
20/05/2019 S: Pasien mengeluh sesak (+), nyeri dada (-)
O: KU: lemah, CM
TTV: TD: 120/80 mmHg, HR 124 x/m, t 38,5 °C, SpO2 80%
A: Post Chest Tube + WSD a/i Pneumothorax Sinistra + Fraktur Costae 4
Lateral Sinistra
P: O2 NRM 6 L/menit -> Observasi bila O2 masih dibawah 90% maka
naikan
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inf. Parasetamol 1 gr/8 jam/IV
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inj. Cepraz 1 gr/12 jam/ IV
Inj. Asam Tranexamat 500 mg/8 jam/IV
WSD Pasif -> dimatikan
Cek UL
210/5/2019 S: Sesak berkurang, nyeri dada (-)
O: KU: lemah, CM
TTV: TD: 110/80 mmHg, HR 98 x/m, t 37,1 °C, SpO2 99% (O2 NRM 6lpm)

35
A: Post chest tube a/i Pneumothorax Sinistra + Fraktur Costae 4 Lateral
Sinistra
Lab UL (20/05/2019): Keton +2, Protein Albumin +1, Leukosit 15-20,
bakteri +1
P: IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inf. Parasetamol 1 gr/8 jam/IV (K/P)
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV (K/P)
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inj. Cepraz 1 gr/12 jam/ IV -> STOP
Inf. Ciprofloxacin 500 mg/ 12 jam/ IV
Inj. Asam Tranexamat 500 mg/8 jam/IV -> STOP
Nebulizer Combivent + NaCl 3 x 1
WSD Pasif -> dimatikan
Pro Ro Thorax AP ½ duduk
22/05/2019 S: Sesak berkurang, nyeri dada (-)
O: KU: lemah, CM
TTV: TD: 110/70 mmHg, HR100x/m, t 36,7 °C
Foto Ro Thorax AP ½ duduk (21/05/2019)
Hasil: Masih tampak pneumothorak kiri saat ini disertai konsolidasi suspek
hidropneumothorak. Terpasang tube dengan ujung setinggi ICS 5-6 kiri.
Fraktur costae 4 lateral sinistra
A: Post chest tube a/i Pneumothorax Sinistra + Fraktur Costae 4 Lateral
Sinistra
P: IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inf. Parasetamol 1 gr/8 jam/IV (K/P)
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV (K/P)
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inf. Ciprofloxacin 200 mg/ 12 jam/ IV
Nebulizer Combivent + NaCl 3 x 1
Pro Revisi Chest Tube + WSD
Pro Ro Thorax Post Revisi
23/05/2019 S: Pasien mengeluh sesak (+) berkurang, nyeri (-)
O: KU: Lemah, CM
TTV: TD: 120/80 mmHg, HR 107 x/m, t 36,6 °C

36
A: Post Chest Tube + WSD a/i Hematopneumothorax Sinistra + Fraktur
Costae 4 Lateral Sinistra
P: IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inf. Parasetamol 1 gr/8 jam/IV (K/P)
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV (K/P)
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inf. Ciprofloxacin 200 mg/ 12 jam/ IV
Nebulizer Combivent + NaCl 3 x 1
WSD Aktif
Cek Ulang DL
Konsul Fisioterapi -> Fisioterapi Nafas
24/05/2019 S: Sesak berkurang
O: KU: Sedang, CM
TTV: TD: 100/70 mmHg, HR 110 x/m, t 37,2 °C
Lab DL (23/05/2019): Hb 11,1; WBC 14,2; PLT 371; Hct 34,2
A: Post Chest Tube + WSD a/i Hematopneumothorax Sinistra + Fraktur
Costae 4 Lateral Sinistra
P: IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inf. Parasetamol 1 gr/8 jam/IV (K/P)
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV (K/P)
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inf. Ciprofloxacin 200 mg/ 12 jam/ IV
Nebulizer Combivent + NaCl 3 x 1
NRM dilepas - > jika sesak pasang lagi
25/05/2019 S:
O: KU: Lemah, CM
TTV: TD: 120/80 mmHg, HR 100 x/m, t 36,6 °C
A: Post Chest Tube + WSD a/i Hematopneumothorax Sinistra + Fraktur
Costae 4 Lateral Sinistra
P:
Aff Chest Tube + WSD
KRS
Obat pulang :
Meloxicam 15 mg/12 jam/oral

37
Ciprofloxacin 500 mg/12 jam/ oral

Monitoring:
 Keluhan (nyeri dan sesek)
 Keadaan umum
 Tanda-tanda vital

Edukasi:
› Menjelaskan tentang penyebab keluhan yang sekarang
› Menjelaskan tentang rencana diagnosis dan terapi yang akan dilakukan pada pasien
› Menjelaskan tentang prognosis pasien

Konsultasi dan Rujukan : Dilakukan konsultasi atau rujukan ke dokter spesialis bedah
begitu diagnosis ditegakkan

Madiun, 10 Oktober 2019


Dokter Pendamping Dokter Internsip

dr. xxxx dr. xxxx

38
LAPORAN KASUS

HEMATOPNEUMOTHORAX SINISTRA
DAN FRACTURE COSTAE 4 SINISTRA

Disusun oleh:
dr. Mohammad Arief Adiatma

Pendamping:
dr. Donna Dwi Yudhawati, MMR

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSI SITI AISYAH MADIUN
2019

39

Anda mungkin juga menyukai