Anda di halaman 1dari 3

Kebudayaan dan Peradaban Islam;

Perkembangan Ilmu Kedokteran di Dunia


Islam
http://indonesian.irib.ir/kultur/-/asset_publisher/Kd7k/content/kebudayaan-dan-peradaban-
islam-perkembangan-ilmu-kedokteran-di-dunia-islam

Kamis, 2013 Juni 06 14:05

Ilmu kedokteran sama seperti ilmu perbintangan di tengah umat Islam. Ilmu kedokteran
sangat populer di tengah umat Islam. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ilmu itu
terbagi menjadi dua, yakni ilmu anatomi atau organ tubuh dan ilmu agama. Riwayat ini
menunjukkan bahwa ilmu kedokteran mendapat perhatian tersendiri dalam Islam.

Dalam sejarah disebutkan bahwa umat Islam mempunyai peran yang luar biasa dalam ilmu
kedokteran. Bahkan hampir semua pengetahuan umum tentang kedokteran ada di tangan
umat Islam melalui penerjemahan karya ilmuwan Yunani, khususnya Hippocrates dan Galen
yang dikenal Jalinus dalam bahasa Arab. Meski demikian, ilmuwan muslim di masa itu tetap
mendapatkan kendala tersendiri di bidang kedokteran. Apalagi banyak penyakit di wilayah
Islam yang tidak disinggung dalam buku-buku bahasa Yunani.

Sebagai contoh, Zakariya al-Razi dalam bukunya yang berjudul al-Hawi fi al-Tibb (The
Comprehensive on Medicine) memaparkan lebih dari 700 jenis obat herbal dan komposisi-
komposisinya. Sementara itu, Dioscurides, ilmuwan asal Yunani, dalam buku farmasinya
hanya menyinggung 500 obat herbal dan komposisinya. Al-Hawi dapat disebut sebagai karya
tunggal di dunia kedokteran. Buku ini juga menjelaskan berbagai penyakit dengan detil.

Ilmu kedokteran kian berkembang di masa kejayaan Islam setelah buku-buku Yunani dan
India diterjemahkan. Di abad kelima masehi. Pemerintah Roma mengusir bangsa Nestorian.
Setelah itu, bangsa Nestorian berpindah ke Iran. Di negara ini, mereka membangun pusat
keilmuan di Jondi Shapour.

Bangsa Nestorian yang beragama Kristen dan berbahasa Suryani, di Akademi Jondi Shapour
mengajarkan ilmu kedokteran dan mengkombinasi ilmu kedokteran Yunani dengan ilmu
kedokteran India. Para dokter lulusan akademi ini berperan besar dalam perkembangan
kedokteran di dunia Islam. Tak dapat dipungkiri bahwa Jondi Pashour termasuk akademi
yang berperan besar dalam kemajuan ilmu kedokteran di masa Islam.

Jondi Shapour di masa itu adalah rumah sakit dan akademi kedokteran yang tersohor di
masanya. Akademi itu berperan penting dalam menerjemahkan karya-karya Yunani dan
Sansekerta ke bahasa Yunani. Rumah Sakit Jondi Shapour juga disebut-sebut sebagai rumah
sakit terkuno di Iran yang didirikan di masa Shapour Kedua.

Berkat para dokter dan ilmuwan Iran, rumah sakit Jondi Shapour bertahan hingga tiga abad,
bahkan termasuk pusat kedokteran di peradaban Islam. Di akademi inilah para dokter dan
ilmuwan mengkaji berbagai masalah kedokteran.

Keluarga Bakhtishu adalah di antara keluarga Jondi Shapour yang berperan penting dalam
ilmu kedokteran.12 anggota keluarga Bakhtisu mengabdi di dunia kedokteran hingga
beberapa generasi. Disebutkan pula, mereka berkiprah di dunia medis dari pertengahan abad
kedua hingga abad kelima hijriah. Selain menerjemahkan buku-buku bahasa Yunani, mereka
juga menjadi dokter dan penasehat pribadi para khalifah di masa itu. Di lingkungan istana,
keluarga Bakhtishu selain menjadi dokter istana, juga sibuk melakukan riset dan terjemah di
bidang-bidang kedokteran.

Barmakian juga mendirikan rumah sakit di Baghdad yang dipimpin dokter asal India, Ibn
Dahan. Ibnu Dahan juga diminta menerjemahkan karya-karya Sansekerta ke bahasa Arab.
Rumah sakit ini juga disebut-sebut sebagai pendorong pembangunan rumah-rumah sakit di
berbagai tempat.

Di awal dinasti Abbasiah, para penguasa di masa itu menaruh perhatian khusus pada karya-
karya kedokteran, keilmuan dan peradaban kuno. Pada tahun 148 hijriah, Khalifah Abbasi
yang bernama Mansour memanggil Bakhtishu ke Baghdad untuk menyembuhkan penyakit
yang dideritanya. Keluarga Bakhtishu akhirnya berhasil menyembuhkan Khalifah Mansour.
Karena itu, keluarga Bakhtishu mendapat perhatian khusus dari dinasti Abbasiah. Setelah
berhasil menyembuhkan Khalifah Mansour, generasi selanjutnya keluarga Bakhtishu
menetap di Baghdad.

Setelah keluarga Bakhtishu mendapat tempat di dinasti Abbasiah, banyak karya Yunani dan
Roma Timur diterjemahkan ke bahasa Arab. Karya populer yang diterjemahkan dari Yunani
ke bahasa Arab adalah buku Dioskorides yang membahas kosa kata dan istilah kedokteran.

Di awal abad ketiga hijriah, para ilmuwan mendirikan pusat ilmiah yang bernama Baitul
Hikmah. Di pusat itu, para ilmuwan melakukan riset dan penerjemahan. Hunain bin Ishaq
Abadi disebut-sebut sebagai dokter yang banyak menerjemahkan buku. Ia dikenal sebagai
pekerja keras di bidang kedokteran. Hunain bekerjasama dengan rekan-rekannya termasuk
putranya, Ismail, menerjemahkan banyak buku dari bahasa Suryani ke bahasa Arab.
Disebutkan dalam sejarah bahwa Hunain berhasil menerjemahkan 95 karya Jalinus dan 35
karya lainnya ke bahasa Arab.

Selain menerjemahkan, Hunain juga menulis karya-karya independen di bidang kedokteran.


Salah satu karya terkenalnya adalah buku al-Masa'il di al-Tib lil Muta'alimin. Selain karya
itu, Hunain juga menulis karya yang berjudul "al-Ashr Maqalat fi al-Ain."
Hunain dan para penerjemah lainnya dalam sejarah kedokteran membuktikan peran
pentingnya, khususnya dalam mengenalkan istilah kedokteran di dunia Islam.

Di antara dokter-dokter Nestorian di Akademi Jondi Shapour di bidang kedokteran adalah


Yohanna ibn Masawayh yang juga dikenal dengan sebutan Ibn Masawayh. Banyak karya
Ibnu Masawayh yang ditulis dengan bahasa Arab. Ibn Masawayh menulis karya di berbagai
bidang kedokteran seperti penyakit mata dan kendala pencernaan.

Ilmuwan dan dokter lainnya yang cukup terkenal adalah Abu al-Hasan Ali ibn Sahl Rabban
al-Tabari. Beliau dalam buku Firdaus al-Hikmah menjelaskan berbagai metode kedokteran
Yunani, Roma dan India. Ini termasuk buku ensklopedia kedokteran pertama yang
berpengaruh besar pada generasi dokter selanjutnya. Pandangan-pandangan al-Tabari dalam
mengenal penyakit, pengobatan dan obat-obatan.

Hingga akhir abad ketiga hijriah, ilmu-ilmu kedokteran berkembang berdasarkan pandangan
Hippocrates dan Galen yang dikenal Jalinus dalam bahasa Arab. Akan tetapi pada abad ketiga
hijriah juga muncul karya-karya seperti "al-Teb al-Nabawi" yang artinya adalah kedokteran
kenabian. Karya itu sengaja ditulis untuk mengimbangi metode kedokteran yang berasal dari
Yunani. Para penulis buku itu pada umumnya adalah ulama. Mereka berpandangan bahwa
metode yang diajarkan al-Quran dan hadis-hadis itu lebih baik dari metode kedokteran
Yunani. Bahkan para ulama yang juga dokter, mengkombinasi dua metode kedokteran
tersebut.

Teb al-Aimah (Kedokteran Para Imam) adalah salah satu karya penting di masa sekarang
yang kembali pada abad ketiga hijriah. Pada masa itu, Ibnu Habib al-Andalusi menulis buku
yang berjudul Mukhtasar fi al-Teb. Karya itu kemudian dijadikan sebagai landasan penulis-
penulis selanjutnya. Karya-karya semacam ini sangat populer di abad ketujuh dan kedelapan
hijriah yang kemudian bertahan hingga kini. (IRIB Indonesia)

Anda mungkin juga menyukai