Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI

Oleh:
Ni Kadek Aristia Dewi (1702612022)
Ni Kadek Dwita Hening Tias (1702612174)
Jessica Yuwono (1702612207)
Desak Putu Pratiwi (1702612214)
Ode Mahesa Putra (1702612217)

Pembimbing
dr. AA Gd Adnyana Putra, Sp.OG

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LAB/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/BRSUD TABANAN
OKTOBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat-Nya lah laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan ini dibuat dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi BRSUD Tabanan/Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
Pada Kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. , SpOG (K), MARS, selaku Kepala Departemen/KSM Obstetri dan
Ginekologi BRSUD Tabanan.
2. dr. AA Gd Adnyana Putra, Sp.OG selaku pembimbing dalam
penulisan laporan kasus ini.
3. Seluruh supervisor BRSUD Tabanan beserta staf yang telah
membantu dalam penyelesaian laporan ini
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kata
sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis miliki.
Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari
para pembaca.

Tabanan, 14 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iii

PENDAHULUAN 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

2.1. Definisi......................................................................................................2

2.2. Epidemiologi.............................................................................................2

2.3. Etiologi dan Faktor Risiko........................................................................2

2.4. Patofisiologi...............................................................................................2

2.5. Diagnosis...................................................................................................8

2.6. Penatalaksanaan.......................................................................................10

2.8. Komplikasi..............................................................................................12

2.9. Prognosis.................................................................................................13

LAPORAN KASUS 14

PEMBAHASAN 26

SIMPULAN 28

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Masa kehamilan dapat menjadi suatu masa penantian dan perwatan yang
membutuhkan perhatian penuh karena selama kehamilan dapat terjadi banyak hal
yang tidak menentu. Salah satu hal tersebut adalah pecahnya selaput ketuban
sebelum waktunya selaput pelindung janin tersebut pecah.
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban
sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah
usia gestasi 37 minggu.1 Definisi lain menyebutkan, ketuban pecah dini adalah
pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada primigravida
kurang dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm.2
Dalam keadaan normal 8-10 % selaput ketuban pecah dalam proses
persalinan atau hamil aterm. Ketuban Pecah Dini Prematur terjadi pada 1 %
kehamilan. Masalah KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena
prevalensinya yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD aterm
terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm. 1 Morbiditas pada kasus KPD
preterm cukup besar (76,67% dari 60 kasus) ketika durasi KPD>24 jam. Dengan
sepsis sebagai morbiditas tertinggi pada neonatus, diikuti oleh kompresi tali pusat,
berat badan lahir sangat rendah, dan fetal distress.3
Penyebab ketuban pecah dini masih belum jelas, namun terdapat beberapa
kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya KPD seperti infeksi, malpresentasi
janin, kehamilan multiple, polihidramnion, inkompetensi servik dan trauma pada
abdomen. Dalam penatalaksanaan KPD terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu memastikan diagnosis, menentukan umur kehamilan,
mengevaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin, serta apakah
ada tanda-tanda inpartu atau terdapat kegawatan janin. 1 Oleh karena itu laporan
kasus ini akan membahas mengenai KPD mengingat pentingnya pemahaman
mulai dari pencegahan , diagnosis, hingga penatalaksanaan kasus KPD.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban pada
kehamilan lebih dari 20 minggu, tanpa disertai tanda-tanda persalinan dalam
1 jam setelah pecah ketuban.4 Secara umum, KPD dapat dibagi menjadi
early KPD yaitu selaput ketuban telah pecah selama <12 jam dan prolonged
KPD yaitu selaput ketuban telah pecah selama ≥12 jam.5
KPD dapat terjadi pada usia kehamilan <37 minggu dan usia
kehamilan ≥37 minggu. KPD yang terjadi pada usia kehamilan <37 minggu
disebut KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes
(PPROM), sedangkan KPD yang terjadi pada usia kehamilan ≥37 minggu
disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM).1

2.2. Epidemiologi
Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden
PROM (prelobour rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua
kelahiran. KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus
KPD terjadi pada kehamilan aterm. Pada 30% kasus KPD merupakan
penyebab kelahiran prematur. Berdasarkan penelitian WHO, setiap tahunnya
diperkirakan 15 juta bayi lahir prematur dan kurang lebih 1 dari 10 bayi
mengalami kelahiran prematur.6

Kasus Ketuban Pecah dini di Indonesia dengan masih memiliki angka


kejadian dan angka kematiannya yang tinggi. Menurut penelitian yang
dilakukan Damarati dan Pujiningsih pada tahun 2012, kejadian ketuban
pecah dini mendekati 10% dari semua persalinan. Pada umur kehamilan
kurang dari 34 minggu sekitar 4 %. Kejadian ketuban pecah dini di
indonesia sebanyak 35,70% - 55,30% dari 17.665 kelahiran.7

2
Laporan tahunan dinas kesehatan provinsi Bali tahun 2011
menunjukan adanya peningkatan kejadian kematian ibu di Bali menjadi 55
orang, 9 orang diantaranya di kota Denpasar yang disebabkan oleh
perdarahan sebanyak 2 orang , hipertensi dalam kehamilan 2 orang , infeksi
1 orang , oleh faktor lainya sebanyak 4 orang. Salah satu faktor predisposisi
terjadinya infeksi adalah ketuban pecah dini (KPD).8

Dalam keadaan normal, 8-10 % perempuan hamil aterm akan


mengalami Ketuban Pecah Dini dan sebanyak 1% perempuan mengalami
Ketuban Pecah Dini Prematur. Hampir semua ketuban pecah dini pada
kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi
dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus ketuban pecah
dini terjadi pada kehamilan cukup bulan.9

2.3. Etiologi dan Faktor Risiko


Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses
biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks eksra selular amnion, korion,
dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap
stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi
mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang
merangsang aktivitas matrix degrading enzyme.9 Berikut adalah hal-hal
yang dicurigai sebagai penyebab KPD yaitu10 :
1. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah
misalnya pada amnionitis atau korioamnionitis.
2. Inkompetensi servik, merupakan suatu keadaan dimana kanalis sevikalis
selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri biasanya akibat
persalinan, kuretase, atau tindakan bedah obstetri lainnya.
3. Distensi uterus, meningkatnya tekanan intra uterin secara berlebihan
seperti pada keadaan trauma, kehamilan ganda dan polihidramnion.
4. Kelainan letak janin dan uterus misalnya letak sungsang dan letak
lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul (PAP) dan tidak ada yang menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
5. Faktor keturunan yaitu adanya kelainan genetik

3
6. Trauma dan prosedur medis (iatrogenik) seperti amniosentesis.

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda, namun mudah


pecah pada trimester ketiga.11 Melemahnya kekuatan selaput ketuban
berhubungan dengan riwayat persalinan prematur, riwayat ketuban pecah
dini pada kehamilan sebelumnya, perdarahan pervaginam, atau distensi
uterus (misalnya pasien dengan kehamilan multipel dan polihidramnion)
juga ditemukan pada kelompok sosioekonomi rendah, perokok, dan
mempunyai riwayat infeksi menular seksual. Prosedur yang dapat berakibat
pada kejadian KPD aterm antara lain sirklase dan amniosentesis. Infeksi
atau inflamasi koriodesidua juga dapat menyebabkan KPD preterm.
Penurunan jumlah kolagen dari membran amnion juga diduga merupakan
faktor predisposisi KPD preterm.1

2.4. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses
biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks eksra selular amnion, korion,
dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap
stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi
mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang
merangsang aktivitas matrix degrading enzyme.9
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang
berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis
dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.2

4
Gambar 3.1. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.11

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan


jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh
matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat
memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi
dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan
triplehelix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh
MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban
juga diproduksi penghambat metaloproteinase/tissue inhibitor metalloproteinase
(TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2
menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang
sama dengan TIMP-1.11
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar
protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.11

5
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini.
Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah
dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix
dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan
ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang
rendah.11
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus
aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan
terjadinya degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon
terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP,
dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor
nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas
MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga
merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga
berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas
uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat
menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari
membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan
produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang
diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim
siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi
prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin
dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan
F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin
E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan
meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi infeksi pada
ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu dimana
dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan denyut jantung
ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.11

6
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi
TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi
progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi
walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga
protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat
diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai
aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol
dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin.
Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia
saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput
ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.11
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami
kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar
robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami
apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis
mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi
setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa
apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun
mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.11
Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari
sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang
aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya
keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya
menyebabkanpecahnya selaput ketuban.11

7
Gambar. 3.2. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini.11

2.5. Diagnosis
Diagnosis dari KPD dapat ditentukan dari hasil anamnesis pasien
diikuti dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang sesuai.
Pemeriksaan digital melalui vagina harus dibatasi jika dicurigai preterm
KPD (PPROM).Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam menegakkan
diagnosis KPD yaitu4,9 :
Anamnesis
- Waktu keluarnya cairan, wama, bau, dan volume
- Usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya,
serta faktor risiko KPD pada pasien
- Menanyakan tanda-tanda persalinan seperti sakit perut hilang timbul
dan keluar lendir campur darah.
- Menanyakan riwayat demam, trauma dan tindakan medis seperti versi
luar dan prosedur amniocentesis.

Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik umum
2. Leopold I-IV, His dan detak jantung janin
3. Inspekulo
- Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai pengeluaran
cairan atau darah dari OUE, jika tidak ada dapat dicoba dengan

8
menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien
batuk atau mengedan.
- Pemeriksaan inspekulo juga dilakukan untuk menilai adanya
servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin
(pada presentasi bukan kepala);.
4. Colok vagina
- Ada cairan dalam vagina.
- Selaput ketuban sudah pecah.
- Menlai dilatasi dan pendataran serviks serta mendapatkan sampel
5. Tes kertas lakmus
Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus. Cairan
ketuban akan mengubah kertas lakmus merah menjadi biru
Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah lengkap dan urin lengkap untuk memeriksa tanda-
tanda infeksi pada ibu
USG
Pemeriksaan USG dapat berguna melengkapi diagnosis untuk menilai
indeks cairan amnion. Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai
taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan kelainan
kongenital janin.
Kriteria diagnosis KPD menurut Panduan Praktik Klinis Obgyn RSUP
Sanglah (2015)4 :
1. Hamil lebih dari 20 minggu
2. Keluar air dari OUE
3. Kertas lakmus merah menjadi biru.
4. Tidak ada tanda tanda inpartu.

2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia
kehamilan, adanya infeksi pada ibu dan janin, dan adanya tanda-tanda
persalinan serta tanda gawat janin.9 Prinsip utama penatalaksanaan KPD
adalah untuk mencegah mortalitas dan morbiditas perinatal pada ibu dan
bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau akibat kelahiran preterm
pada kehamilan dibawah 37 minggu. Terdapat dua manajemen dalam
penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif dan ekspektatif. Manajemen
ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan tanpa intervensi,
sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif
mengintervensi persalinan.1

9
1. Aterm awal dan Aterm (≥37 minggu)

Lakukan persalinan

Profilaksis terhadap Grup B Streptococci. 12
2. Preterm Akhir (UK 34-36 minggu)

Sama seperti aterm awal dan aterm.12

Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan
kehamilan akan meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis.
Pada saat ini,penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan
kehamilanlebih buruk dibandingmelakukan persalinan.1
3. Preterm (24-33 minggu)

Manajemen ekspektatif

Antibiotik direkomendasikan untuk kasus yang berkepanjangan
jika tidak ada kontraindikasi

Kortikosteroid

Profilaksis terhadap Grup B Streptococci .12
4. <24 minggu

Konseling

Manajemen ekspektatif atau induksi persalinan

Antibiotik mungkin dipertimbangkan pada usia kehamilan 20
minggu

Profilaksis terhadap Grup B Streptococci tidak direkomendasikan
sebelum viabel

Kortikosteroid tidak direkomendasikan sebelum bayi viabel

Tokolisis tidak direkomendasikan sebelum viabel

Magnesium sulfat sebagai neuroproteksi tidak direkomendasikan
sebelum viable.12
Pada saat ini,penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan
kehamilan adalah pilihan yang lebih baik.1

2.7. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan
premature, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.9
Komplikasi Ibu
Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi intrauterin
seperti endomyometritis maupun korioamnionitis yang dapat menjadi
sepsis. Pada sebuah penelitian, didapatkan 6,8% wanita hamil dengan KPD

10
mengalami endomyometritis purpural, 1,2% mengalami sepsis, namun tidak
ada yang meninggal dunia.
Diketahui pada pasien yang mengalami sepsis dan diberikan terapi
antibiotik spektrum luas didapatkan sembuh tanpa sekuele, sehingga angka
mortalitas belum diketahui secara pasti. Sekitar 40,9% pasien yang
melahirkan setelah mengalami KPD harus dikuret untuk mengeluarkan sisa
plasenta, 4% perlu mendapatkan transfui darah karena kehilangan darah
secara signifikan. Tidak ada kasus terlapor mengenai kematian ibu ataupun
morbiditas dalam waktu lama.1
Komplikasi Janin
Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat
mengalami sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali pusat,
oligohidramnion, necrotizing enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan
intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan.1
Komplikasi Persalinan
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan lebih
awal. Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput amnion
sampai persalinan secara umum bersifat proporsional secara terbalik dengan
usia kehamilan pada saat KPD terjadi. Sebagai contoh, pada sebuah studi
besar pada pasien aterm menunjukkan bahwa 95% pasien akan mengalami
persalinan dalam 1 hari sesudah kejadian. Sedangkan analisis terhadap studi
yang mengevaluasi pasien dengan preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22
persen memiliki periode laten 4 minggu.1

2.8. Prognosis
Perkembangan dan perjalanan pasien pada ketuban pecah dini
bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun
neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat,
deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya
persalinan normal.9 Umumnya bayi yang lahir <34 minggu serta bayi
dengan berat badan lahir rendah mempunyai outcome yang lebih buruk.3

11
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas
Nama : REP
No CM : 734954
Tanggal lahir : 25 November 1994
Umur : 24 tahun
Agama : Hindu
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Br. Bodha Bongan
Status Perkawinan : Menikah
Nama Suami : SYM
Pekerjaan : Swasta
MRS : 10 Oktober 2019 Pukul 06.22 WITA

3.2. Anamnesis
3.3.1. Keluhan Utama
Keluar air pervaginam.

3.3.2. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang dalam keadaan sadar diantar suaminya ke ruang VK
BRSU Tabanan pada tanggal 10 Oktober 2019 pukul 06.22 WITA dengan
keluhan utama keluar air pervaginam yang disertai sakit perut hilang timbul
sejak pukul 08.00 WITA (9 Oktober 2019). Pasien mengatakan keluar air
dirasakan muncul secara tiba-tiba saat pasien sedang beraktivitas. Cairan
berwarna jernih dan berbau khas, serta merembes perlahan. Keluhan
memberat ketika pasien berdiri atau berjalan dan membaik bila pasien
beristirahat. Gerak janin masih dirasakan baik. Nyeri perut hilang timbul
muncul bersamaan dengan keluhan keluar air. Nyeri perut dirasakan pada

12
perut bagian bawah seperti mules dan menahan kencing. Keluar lendir darah
dari vagina disangkal pasien.

3.3.3. Riwayat Menstruasi


Pasien mengalami menstruasi pertama kali pada usia 14 tahun. Siklus
menstruasi sebelum kehamilan dikatakan teratur setiap 28 hari dan lama
menstruasi dalam satu siklus 4-5 hari. Dalam sehari, pasien mengatakan
mengganti pembalut sebanyak 2-3 kali (±50 ml) tidak terdapat keluhan saat
haid seperti kram perut. Hari pertama haid terakhir (HPHT) pasien adalah
20 Januari 2019, dengan taksiran persalinan pada tanggal 27 Oktober 2019.

3.3.4. Riwayat Pernikahan


Pasien menikah satu kali sejak tahun 2018 sampai sekarang. Pasien
menikah pada usia 23 tahun.

3.3.5. Riwayat Kontrasepsi


Pasien belum pernah memakai kontrasepsi.

3.3.6. Riwayat Obstetri


Hamil ini merupakan kehamilan pertama pasien.

Sex/ Abortus Lahir


Ha Umur Berat Cara Penolong
Tempat Hidup/
mil Kehami Badan Umur Persalin Persalina
persalinan Ya Tdk
Ke: lan Lahir an n Mati
L P

Hamil
1.
Ini

3.3.7. Riwayat Ante Natal Care


Pasien melakukan pemeriksaan kehamilan lebih dari 3 kali selama
kehamilannya, pemeriksaan kehamilan dilakukan di puskesmas dan di
dokter spesialis kandungan. Pasien mengatakan sudah melakukan USG
kandungan sebanyak 3 kali. Pasien tidak pernah memiliki riwayat tekanan
darah tinggi dan perdarahan sebelumnya. Berat badan pasien sebelum hamil

13
yakni 60 kg, selama hamil bertambah menjadi 73 kg (ditimbang saat kontrol
terakhir) dengan tinggi badan 158 cm. Tekanan darah pasien dan denyut
jantung janin selama kehamilan dikatakan normal. Pasien sudah
mendapatkan imunisasi tetanus teksoid dan suplemen tablet besi. Pasien
mengatakan sudah pernah melakukan pemeriksaan laboratorium, berupa
pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan urin lengkap, HIV, HBsAg.

3.3.8. Riwayat Penyakit Terdahulu


Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma,
dan penyakit jantung disangkal oleh pasien. Pasien juga menyangkal adanya
riwayat alergi baik terhadap obat maupun makanan. Riwayat kejang
disangkal pasien.

3.3.9. Riwayat Ginekologi


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit ginekologi.

3.3.10. Riwayat Pengobatan dan Operasi


Pasien mengatakan tidak pernah mengonsumsi obat-obatan selain
vitamin yang didapatkan dari pusksesmas saat kontrol kehamilan. Pasien
mengatakan tidak pernah memiliki riwayat operasi sebelumnya.

3.3.11. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit sistemik pada keluarga
seperti hipertensi, diabetes melitus, asma, dan penyakit jantung.

3.3.12. Riwayat Sosial dan Lingkungan


Pasien tinggal bersama suaminya. Pasien merupakan ibu rumah
tangga yang sehari-hari beraktivitas di rumah. Selama hamil, pasien tidak
pernah melakukan aktivitas berat dan lebih banyak istirahat. Pasien
mengatakan tidak memiliki riwayat merokok dan mengonsumsi alkohol.
Suami pasien bekerja sebagai pegawai swasta. Pasien menggunakan BPJS

14
3.3. Pemeriksaan Fisik

3.3.1. Status Present


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 80x / menit
Napas 20x / menit
Suhu Axilla 36,6 oC
Berat badan sebelum hamil : 60 kg
Berat badan sesudah hamil : 73 kg
Tinggi badan : 158 cm
IMT : 24.0 kg/m2

3.3.2. Status General


Mata : Anemis ( -/- ), ikterus ( -/- )
Jantung : S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-) wheezing (-/-)
Abdomen : sesuai status obstetri
Ekstremitas : Edema (-) dan hangat (+) pada keempat ekstremitas

3.3.3. Status Obstetri


Mammae
Inspeksi : Hiperpigmentasi aerola mammae (+)
Simetris, kebersihan cukup
Abdomen
Inspeksi : tampak pembesaran perut ke depan sesuai dengan usia
kehamilan, striae gravidarum (+), bekas luka operasi (-).

15
Palpasi :
 Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah processus xiphoideus (32
cm). Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong).
II. Teraba bagian keras dan memanjang di kanan (kesan
punggung) dan teraba bagian-bagian kecil janin di kiri (kesan
ekstremitas).
III. Teraba bagian bulat, keras dan susah digerakkan (kesan
kepala).
IV. Bagian terbawah janin sudah masuk pintu atas panggul,
divergen.
 His (+) 1 kali dalam 10 menit, durasi 10-15 detik.
 Gerak janin (+) aktif
 Penurunan 4/5
 Tafsiran berat badan janin
(TFU-12)x 155 = (32-12)x 155 = 3100 gram
Auskultasi : Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah
kanan bawah umbilikus dengan frekuensi 150 x/menit
Vagina
Inspeksi : vulva dan vagina dalam batas normal
Inspekulo : Fluksus (-), fluor (-), tampak cairan jernih keluar dari
ostium uteri eksternum. Tes lakmus (+).
VT : Pembukaan serviks 2 cm, effacement 25%, ketuban (-)
merembes jernih, teraba kepala, denominator belum jelas,
penurunan Hodge I, tidak teraba bagian kecil maupun tali
pusat.
Evaluasi panggul dalam batas normal

16
3.4. Pemeriksaan Penunjang
 DL (10/10/2019)
Leukosit (WBC) : 23.6 (H)
Neu% : 79.5 (H)
Lym% : 14.2 (L)
Eos : 1.2 (L)
Eritrosit (RBC) : 4.98
Hemoglobin (HGB) : 12.9
Hematokrit (HCT) : 38.1
MCV : 76.5 (L)
MCH : 25.9 (L)
MCHC : 33.9
RDW : 12.9
Trombosit (PLT) : 246
 Hemostasis (BT/CT)
Waktu Perdarahan (BT) :2.30
Waktu Pembekuan (CT) :8.30
 Kardiotokografi
NST reaktif

3.5. Diagnosis
G1P0000, UK 37 minggu 4 hari T/H + KPD >12 jam
PBB TFU: 3100 gram

3.6. Penatalaksanaan
 KIE
 MRS, bed rest
 Antibiotika Cefuroxime Sodium 2 gram IV
 Observasi tanda-tanda inpartu
 Drip Oxytocin flash I (5U dalam 500cc D5% 8 tpm habis dalam 5 jam,
naik 4 tpm tiap 15 menit, max 40 tpm).
 Jika belum didapatkan tanda inpartu atau suhu rektal >37,6 oC, terminasi
kehamilan sesuai PS (Pelvic score)
 Ekspektatif Pervaginam

17
3.7. Perjalanan Persalinan
Tgl Keluhan dan His DJJ Keterangan
Vital sign

Kamis S : nyeri perut His (+) 142x/menit L I-IV : janin 1 intrauterine


Pres kepala u puka
hilang timbul (+) 1x/10’~
10/10/19 VT : Ø 2 cm, eff 25 %,
jarang, keluar air 10”
ketuban (-), bagian bawah janin
(07.30) (+), gerak janin
: presentasi kepala,
(+) aktif.
T : 110/70 denominator belum jelas,
mmHg penurunan Hodge I, tidak
HR : 80 x/menit
teraba bagian kecil /tali pusat.
RR : 20 x/ menit
T : 36o C
Diagnosis:
G1P000, 37 minggu 4 hari
T/H, KPD >12 jam, PK I keluar
air
Sikap :
- Ekspektatif pervagina
- Drip Oxytocin flash I (5U
dalam 500cc D5% 8 tpm habis
dalam 5 jam, naik 4 tpm tiap 15
menit, max 40 tpm)
- Pengawasan KU, TTV, His,
DJJ
Kamis S : nyeri perut His (+) 144x/menit VT :
hilang timbul 2x/10’~ PØ 8cm, eff 75%, ketuban (-),
10/10/19
(+), keluar air 20” presentasi kepala, UUK
(14.00) (+), gerak janin anterior, penurunan Hodge III,
(+) aktif. tidak teraba bagian kecil/tali
pusat
T : 120/80
Diagnosis:
mmHg
HR : 84 x/menit G1P000, 37 minggu 4 hari
RR : 20 x/ menit
T/H, KPD >12 jam,
T : 36o C
Sikap :

18
- Ekspektatif pervagina
- Drip oxytocin flash II (2,5U
dalam 500cc D5% 40 tpm habis
dalam 4 jam)
- Pengawasan KU, TV, His, DJJ
Kamis S : Ibu ingin His (+) 4- 150x/menit VT :
mengejan. 5x/10’~35 PØ lengkap, eff 75%, ketuban
10/10/19
-45” (-), presentasi kepala, UUK
T : 120/80
(15.10) anterior, penurunan Hodge IV,
mmHg
HR : 92 x/menit tidak teraba bagian kecil/tali
RR : 20 x/ menit
pusat
T : 36o C
Diagnosis:
G1P000, 37 minggu 4 hari
T/H, KPD >12 jam, PK II
Sikap :
Pimpin persalinan

Kamis S : Lahir bayi Kontraksi - Vagina : tampak tali pusat


laki-laki, 2600 uterus (+) menjuntai.
10/10/19
gram, PBL 48 Diagnosis:
(15.17) cm, LK/LD P1001 PSPTB, PK III
29/30 cm, AS 7- Sikap :
9, kelainan MAK III
kongenital (-).

Kamis S : Lahir Kontraksi Abdomen : TFU 2 jari di bawah


plasenta kesan uterus (+) pusat, kontraksi uterus (+) baik
10/10/19
lengkap, Vagina : perdarahan aktif (-),
(15.20) hematoma (-), lochia (+), laserasi (+) grade II
kalsifikasi (-). Diagnosis:
P1001 PSPTB, PK IV, laserasi
perineum grade II
Sikap :
Hecting dengan anestesi lokal

19
Observasi 2 jam post partum

Observasi 2 jam Post partum


WAKTU TENSI NADI Suhu C TINGGI KONTRA PERDA- KANDUN
FUNDUS -KSI RAHAN G KEMIH
(mmHg) (kali/mn
UTERI UTERUS
t)

Pk. 15.35 120/80 84 36,5 C 2 jari (+) baik (-) Tidak Tidak
bawah Aktif penuh
pusat

Pk. 15.50 120/70 88 36,5 C 2 jari (+) baik (-) Tidak Tidak
bawah Aktif penuh
pusat

Pk. 16.05 120/80 82 36,5 C 2 jari (+) baik (-) Tidak Tidak penuh
bawah Aktif
pusat

Pk. 16.20 120/70 84 36,5 C 2 jari (+) baik (-) Tidak Tidak penuh
bawah Aktif
pusat

Pk. 16.50 110/70 88 36,5 C 2 jari (+) baik (-) Tidak Tidak penuh
bawah Aktif
pusat

Pk. 17.20 110/70 84 36,5 C 2 jari (+) baik (-) Tidak Tidak penuh
bawah Aktif
pusat

Laporan Partus
15.10 Pasien dipimpin meneran, saat puncak his dalam posisi setengah
duduk. Saat kepala crowning dilakukan episiotomi mediolateral,
lalu dilakukan perasat ritgen dengan tangan kanan menahan
perineum dan tangan kiri mengatur defleksi kepala, dengan

20
suboksiput sebagai hipomoklion, berturut-turut lahir UUK, UUB,
dahi , mulut, hidung, dagu, sehingga seluruh kepala bayi
dilahirkan. Hidung dan mulut bayi dibersihkan menggunakan kasa
steril sambil menunggu putar paksi, dilakukan evaluasi belitan tali
pusat (-), dengan posisi kedua tangan menekan kepala bayi secara
biparietal, dilakukan tarikan curam bawah untuk melahirkan bahu
depan dan curam ke atas untuk melahirkan bahu belakang.
Lakukan sangga susur, tangan kanan menyangga leher dan tangan
kiri menyusuri punggung sampai kaki bayi.
15.17 Lahir bayi laki-laki, segera menangis, spontan belakang kepala,
kulit kemerahan, BBJ 2600 gram, panjang badan 48 cm, LK/LD
29/30 cm, AS 7-9, kelainan kongenital (-).
Dilakukan MAK III
- Masase fundus uteri
- Injeksi oksitosin 10 IU IM
- Peregangan tali pusat terkendali
15.20 Lahir plasenta kesan lengkap, kalsifikasi (-) hematoma (-)
Evaluasi :
- Kontraksi uterus (+) baik
- Robekan jalan lahir  hecting
- Perdarahan aktif (-)
Asessment : P1001 PSPT B hari 0
Terapi : - Amoxicilin 3 x 500 mg (IO)
- Sulfas Ferous 1x300 mg (IO)
- Asam Mefenamat 3x500 mg (IO)
- Methyl-ergometrin 3x 0,125 mg (IO)
- Vitamin A 1x200.000 IU (IO)
Monitoring : - Vital sign
- Observasi 2 jam post partum
KIE : - Personal hygiene
- Mobilisasi dini
- ASI eksklusif

21
- KB post partum

3.8. Follow Up Pasien


11 Oktober 2019 (Pk 06.00 WITA)
S : Nyeri jalan lahir (+) minimal, flatus (+), mobilisasi (+), makan
minum (+), ASI (+/+), BAK (+), BAB (-)
O : KU baik
St Present
TD 110/70 mmHg, N 82x/mnt, RR 20x/mnt, Tax 36,5oC
St. General
Mata : anemis -/-
Thorax : cor/pulmo dbn
Ekstremitas : Hangat (+), edema (-) pada keempat ekstremitas
St. Obstetrik
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus (+) baik
Distensi (-), Bising usus (+)
Vagina : perdarahan aktif (-), lochia (+) rubra
A : P1001 post partum spontan belakang kepala hari ke I
P : - Amoxicilin 3 x 500 mg (IO)
- Sulfas Ferous 1x300 mg (IO)
- Asam Mefenamat 3x500 mg (IO)
- Methyl-ergometrin 3x 0,125 mg (IO)
- Vitamin A 1x200.000 IU (IO)
Monitoring: Keluhan, Pendarahan
KIE : -KB post partum
-Mobilisasi dini
-Pemberian ASI esklusif
-Kebersihan daerah vulva dan perawatan luka
jahitan perineum

12 Oktober 2019 (Pk 06.00 WITA)

22
S : Nyeri jalan lahir (+) minimal, flatus (+), mobilisasi (+), makan
minum (+), ASI (+/+), BAK (+), BAB (+)
O : KU baik
St Present
TD 110/80 mmHg, N 80x/mnt, RR 20x/mnt, Tax 36,5oC
St. General
Mata : anemis -/-
Thorax : cor/pulmo dbn
Ekstremitas : Hangat (+), edema (-) pada keempat ekstremitas
St. Obstetrik
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus (+) baik
Distensi (-), Bising usus (+)
Vagina : perdarahan aktif (-), lochia (+) rubra
A : P1001 post partum spontan belakang kepala hari ke II
P : - Amoxicilin 3 x 500 mg (IO)
- Sulfas Ferous 1x300 mg (IO)
- Asam Mefenamat 3x500 mg (IO)
- Methyl-ergometrin 3x 0,125 mg (IO)
- Vitamin A 1x200.000 IU (IO)
Monitoring: Keluhan, Pendarahan
KIE : -KB post partum
-Mobilisasi dini
-Pemberian ASI esklusif
-Kebersihan daerah vulva dan perawatan luka
jahitan perineum
- Pasien diperbolehkan pulang (kontrol 1 minggu
lagi)

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis dari KPD dapat ditentukan dari hasil anamnesis pasien diikuti
dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang sesuai. Pada beberapa
kasus, pemeriksaan USG dapat membantu menegakkan diagnosis. Kriteria
diagnosis KPD menurut Panduan Praktik Klinis Obgyn RSUP Sanglah (2015)
yaitu hamil lebih dari 20 minggu, keluar air dari OUE, kertas lakmus merah
menjadi biru, serta tidak ada tanda-tanda inpartu.4
Dari hasil anamnesis diketahui bahwa pasien datang dengan keluhan keluar
air pervaginam jernih dan berbau khas sejak pukul 08.00 WITA (9/10/2019),
pasien merasakan sakit perut hilang timbul namun tidak ada keluar lendir
bercampur darah pervaginam. Berdasarkan HPHT, diketahui umur kehamilan
pasien adalah 37 minggu 4 hari. Pada inspeksi didapatkan adanya cairan yang
keluar dari ostium uteri eksternum. Pada pemeriksaan dalam ditemukan adanya
cairan pada vagina dan selaput ketuban sudah pecah. Tes dengan kertas lakmus
menunjukan cairan pada portio bersifat basa (perubahan warna lakmus menjadi
biru). Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
data yang didapatkan sesuai dengan tanda-tanda KPD. Oleh karena usia
kehamilan pasien ≥37 minggu, maka kasus ini digolongkan sebagai KPD aterm
atau premature rupture of membranes (PROM).
Berbagai faktor risiko yang mendasari terjadinya KPD yaitu infeksi,
penurunan jumlah kolagen dari membran amnion, malpresentasi janin, distensi
uterus (kehamilan multiple, polihidramnion), inkompetensi serviks atau serviks
pendek, memiliki riwayat persalinan prematur, riwayat ketuban pecah dini pada
kehamilan sebelumnya, prosedur medis (sirklase dan amniosentesis), trauma pada
abdomen, perdarahan pervaginam pada trimester kedua dan ketiga, merokok dan
menggunakan obat-obatan terlarang, dan status sosial ekonomi rendah.
Pada pasien ditemukan nilai leukosit meningkat, tetapi pasien tidak demam.
Usia pasien tidak termasuk dalam kategori risiko tinggi, dan kehamilan ini
merupakan kehamilan yang pertama. Sedangkan faktor-faktor lain seperti faktor
hormonal, stres psikologis, selaput ketuban, gizi, status sosio ekonomi rendah,

24
belum dapat disingkirkan sebagai faktor risiko sebab tidak dilakukan penelusuran
lebih lanjut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada pukul 06.22 WITA (10/10/2019)
tidak didapatkan tanda-tanda inpartu, dimana His (-), gerak janin (+) aktif,
penurunan 4/5. Pada auskultasi didapatkan denyut jantung janin terdengar paling
keras di sebelah kanan bawah umbilikus dengan frekuensi 150 x/menit. Pada
pemeriksaan inspekulo vagina didapatkan fluksus (-), fluor (-), tampak cairan
jernih keluar dari ostium uteri eksternum. Tes lakmus (+). Pada pemeriksaan VT
didapatkan pembukaan serviks 2 cm, effacement 25%, ketuban (-) merembes
jernih, teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge I, tidak teraba
bagian kecil maupun tali pusat.
Pada pukul 7.30 WITA (10/10/2019) dilakukan drip oksitosin pada pasien.
Setelah dievaluasi dalam 5 jam tidak terdapat tanda-tanda inpartu pada pasien,
kemudian dilakukan drip oksitosin flash kedua. Pada pukul 14.00 WITA pasien
memasuki fase aktif persalinan dengan his 3x/10 menit selama 30 detik, DJJ 140
kali per menit, dari pemeriksaan dalam ditemukan pembukaan serviks 4 cm,
effacement 50%, selaput ketuban telah pecah, teraba kepala UUK kanan
melintang, penurunan Hodge II, serta tidak teraba bagian kecil maupun tali pusat.
Oleh karena pasien sudah mengalami tanda-tanda inpartu, maka dilanjutkan
dengan tatalaksana manajemen ekspektatif pervaginam dan dilakukan pengelolaan
sesuai dengan partograf WHO. Pada pukul 15.10 WITA (10/10/2019), didapatkan
pembukaan lengkap, selaput ketuban (-) jernih, teraba kepala, denominator UUK
anterior, penurunan Hodge III+, tidak teraba bagian kecil maupun tali pusat.
Kemudian dilakukan pimpinan persalinan pada pasien. Pada pukul 15.17 WITA
lahir bayi laki-laki, partus spontan belakang kepala, BBL 2600 gram, PB 48 cm,
AS 7-9, kelainan kongenital (-).
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden
seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.9
Pada kasus pasien ini tidak ditemukan adanya komplikasi pada maternal
ataupun neonatal. Hal ini dinilai dari kondisi ibu yang tidak menunjukkan tanda-

25
tanda infeksi. Setelah ibu melahirkan, ibu diberikan penjelasan untuk kontrol
poliklinik setelah 7 hari pascapersalinan. Jika ada tanda-tanda infeksi seperti
demam, cairan vagina berbau atau terjadi pendarahan maka ibu diharuskan datang
ke rumah sakit secepatnya.

26
BAB V
SIMPULAN

Telah dilaporkan suatu kasus pada perempuan usia 24 tahun, primigravida,


dengan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm. Pada pasien ini, tidak
ditemukan faktor risiko yang kemungkinan mendasari terjadinya ketuban pecah
dini. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan pasien dalam kasus ini telah sesuai
dengan tinjauan pustaka yang ada serta prosedur tetap yang berlaku. Proses
persalinan berlangsung tanpa menimbulkan komplikasi baik pada ibu maupun
bayi.

27
DAFTAR PUSTAKA

1) POGI, KETUBAN PECAH DINI, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi


Indonesia, 2016.

2) Rustam, M. Sinopsis Obstetri 2nd ed., Jakarta. 1998.

3) Khan, S, Khan, A.A. Study on Preterm Premature Rupture of Membrane With


Special Reference to Maternal And Its Fetal Outcome. World J Emerg
Med. 2016;5(8): 2768–2774.

4) SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah. Ketuban Pecah Dini. In: SMF
Obstetri dan Ginekologi (ed.) Panduan Praktik Klinis.; 2015. p. 90-94.

5) Gahwagi, M.M.M, Busarira, M.O, Atia, M. Premature Rupture of


Membranes Characteristics, Determinants, and Outcomes of in Benghazi,
Libya. Open Journal of Obstetrics and Gynecology. 2015;5(-): 494-504.

6) World Health Organization (WHO). Fact Sheet on Preterm Birth.


2016.Tersedia di: http://who.int/ mediacentre/factsheets/fs363/en/ [Diakses : 1
Oktober 2019]

7) Damarati & Pujiningsih. Analisis Tentang Paritas Dengan Kejadian Ketuban


Pecah Dini Pada Ibu Bersalin Di RSUD Sidoarjo. Jurnal Kebidanan. 2012.
1(1), 36 – 41. Tersedia di : http://digilib.unipasby.ac.id/download.php?id=
168 [Diakses : 1 Oktober 2019]

8) Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Pencapaian Kegiatan KIA (LB 3KIA) Tahun
2010. Bali : Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2011.

9) Soewarto, S. Ketuban Pecah Dini. In: - (ed.) Ilmu Kebidanan Sarwono


Prawirohardjo. Indonesia: In PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2010. p. 677–681.

28
10) Pakpahan, T.L. Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Kala Ii
Lama Pada Ibu Bersalin Di Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
2017. 10-11.

11) Parry, S, Parry, J.F. Premature Rupture of the Fetal Membranes. The New
England Journal of Medicine. 2013;338(21): 663-670.

12) American College of Obstetriciansand Gynecologists. ACOG PRACTICE


BULLETIN clinical management guidelines for obstetrician–gynecologists.
Wolters Kluwer Health, Inc. 2018; 131(1):4.

29

Anda mungkin juga menyukai