Anda di halaman 1dari 9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh spirochete

yaitu treponema pallidum dan di klasifikasikan berdasarkan stadium. (Copstead, 1995).

2.2 Epidemiologi

Menurut WHO, pada tahun 2008 diperkirakan kejadian kasus baru sebanyak 10,6 juta

orang di dunia terinfeksi oleh penyakit sifilis. Pada tahun yang sama, kejadian kasus baru

sifilis di Asia Tenggara diperkirakan sebanyak 3 juta kasus (WHO. 2012). Jumlah

populasi di dunia tahun 2008 diperkirakan sebanyak 6,7 milyar (PRB.org. 2008). Insiden

sifilis di Indonesia pada tahun 1996 adalah sebanyak 0,61% (Djuanda, 2010).

Pada periode tahun 2009-2010, jumlah kasus dari sifilis laten dini dilaporkan ke

American Centers for Disease Control (CDC) meningkat sebanyak 4,1% (Dari 13.066

menjadi 18.079 kasus), dan jumlah kasus dari sifilis lanjut dan laten lanjut meningkat

sebanyak 4,3% (dari 17.338 menjadi 18.079 kasus). Pada periode yang sama, sifilis

primer dan sekunder meningkat sebanyak 1,3% pada laki-laki (dari 7,8 menjadi 7,9 kasus

per 100.000 laki-laki), dan pada perempuan menurun sebanyak 21,4% (dari 1,4 menjadi

5
6

1,1 kasus per 100.000 perempuan). Pada tahun 2010, sifilis primer dan sekunder tertinggi

pada orang-orang yang berumur 20-24 tahun dan 25-29 tahun (13,5 dan 11,3 kasus per

100.000 populasi) (CDC. 2010).

2.3 Etiologi

Penyebab sifilis ialah Treponema pallidum, yaitu anaerobic spirochete (Copstead, 1995).

T.pallidum berbentuk spiral, dengan panjang 6 sampai 20 µm dan dengan diameter 0,10

sampai 0,18 µm (Holmes, 1999). T. Pallidum ini ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman

pada tahun 1905 (Djuanda, 2010). Sifilis di dapat saat Treponema Pallidum masuk

melalui intact mucous membrane atau kulit yang mengelupas selama melakukan kontak

seksual. (Copstead, 1995).

2.4 Patogenesis

Tidak ada model hewan yang cocok dan tersedia untuk sifilis, dan T.pallidum belum

pernah tumbuh dalam kultur (karena kekurangan gen untuk membuat nukleotida, asam

lemak, dan terlebih asam amino). Akibatnya, pengetahuan tentang patogenesis

T.pallidum terutama berasal dari pengamatan penyakit pada manusia.

Respon kekebalan tubuh terhadap T.pallidum mengurangi beban bakteri, tetapi juga

mungkin memiliki peran penting dalam patogenesis penyakit. Sel-sel T-helper yang
7

masuk ke chancre adalah sel TH1, menunjukkan bahwa aktivasi makrofag untuk

membunuh bakteri dapat menyebabkan resolusi infeksi lokal. Chancre adalah lesi

tunggal, kemerahan, tidak nyeri tekan, dan terdapat peninggian.

Meskipun ada banyak sel-sel plasma dalam lesi sifilis dan antibodi

treponema-spesifik mudah terdeteksi, respon antibodi tidak menghilangkan infeksi.

Membran luar T.pallidum muncul untuk melindungi bakteri dari pengikatan antibodi.

Mekanisme ini belum dipahami secara pasti, tetapi kurangnya protein bakteri dalam

membran atau penyerapan (coating) dari membran protein inang mungkin berperan

dalam mekanisme ini. Respon imun pada akhirnya tidak memadai, sehingga spirochetes

ini menyebar, bertahan, dan menyebabkan sifilis sekunder dan tersier (Kumar. 2005).

2.5 Klasifikasi

Infeksi sifilis diklasifikasikan berdasarkan fase yang berbeda dari penyakit dan pada

dasarnya dapat dibagi menjadi stadium dini dan stadium lanjut. Stadium dini dan stadium

lanjut ini mencerminkan infeksi menular atau tidak, dimana sifilis stadium dini adalah

menular dan sifilis stadium lanjut adalah tidak menular. Sifilis dini dapat dibagi lagi

menjadi sifilis primer, sekunder dan laten dini tergantung pada gejala klinis. Sifilis primer

ditandai dengan chancre yang terjadi di lokasi inokulasi (Emerson. 2009). Chancre ini

biasanya muncul sebagai lesi cutaneous pertama, muncul dalam waktu 18-21 hari setelah
8

infeksi. Secara umum muncul soliter, walau mungkin bisa multiple. Diameternya

bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Pada perempuan, chancre

genital lebih jarang di amati karena lokasinya di dalam vagina atau pada serviks. Edema

yang luas pada labia atau serviks mungkin muncul. Pada laki-laki umumnya chancre

berlokasi pada sulkus korona atau pada kedua sisi dari frenulum (James. 2011).

Manifestasi di kulit pada sifilis sekunder disebut sebagai syphilids dan muncul

sebanyak 80% atau lebih pada kasus-kasus sifilis sekunder. Erupsi awal yang timbul

adalah makula simetris, pada seluruh tubuh, tidak putih, terletak pada permukaan, tidak

destruktif, setelah itu berkembang menjadi erupsi makulopapular atau papular, yang

biasanya polymorphous, dan kadang bersisik, berjerawat, atau berpigmen. Manifestasi

awal cenderung pada wajah, bahu, panggul, telapak tangan dan kaki, dan anal atau daerah

genital. Keparahan bervariasi secara luas (James. 2011). Sifilis sekunder paling sering

menampakan ruam makulopapular melibatkan telapak tangan dan kaki, tetapi stadium ini

dapat mencakup laringitis, kondiloma lata, hepatitis, dan meningitis antara manifestasi

lain (Emerson. 2009).

WHO dan British Guidelines mengklasifikasikan fase laten dini sifilis sebagai

infeksi dengan durasi kurang dari dua tahun, sebagaimana ditentukan oleh riwayat dan

hasil tes serologi. Namun American Centers for Disease Control (CDC) dan European

(IUSTI) guidelines mengklasifikasikan infeksi yang didapat kurang dari satu tahun tanpa
9

gejala laten dini dan di luar ini sebagai sifilis laten. Sifilis stadium lanjut terdiri dari laten

lanjut (asimtomatik) dan sifilis tersier. Sekitar 30-40% kasus sifilis yang tidak diobati

akan berkembang menjadi penyakit simtomatis yang terlambat. Semua yang terdiagnosis

sifilis laten lanjut harus menjalani pemeriksaan penuh untuk bukti klinis sifilis tersier

(Emerson. 2009).

Syphilids pada sifilis tersier biasanya muncul dalam waktu 3-5 tahun setelah infeksi.

Sebnyak 16% dari pasien yang tidak ditangani akan mengalami lesi tersier pada kulit,

membran mukus, tulang, atau sendi. Lesi kulit biasanya terlokalisasi, muncul

berkelompok, destruktif, dan sembuh berbekas (James. 2011). Sifilis tersier adalah

manifestasi sifilis jangka panjang dan terdiri dari keterlibatan sistem kardiovaskular,

neurologi atau gummatous. Sifilis gummatous dapat menimbulkan lesi jinak pada kulit,

tulang, hati dan saluran pernapasan bagian atas. Sifilis kardiovaskular terutama

melibatkan aorta yang dapat menyebabkan aortitis, regurgitasi aorta atau aneurism.

Neurosifilis stadium akhir bermanifestasi sebagai meningitis, stroke, kelumpuhan saraf

kranial, myeopathy (termasuk tabes dorsalis), kejang atau demensia progresif (paresis

umum). Berikut merupakan stadium dan gejala klinis sifilis (Emerson, 2009):
10

Sifilis laten dini


Tanpa gejala 2
tahun atau kurang
setelah infeksi

Sifilis laten lanjut


Tanpa gejala lebih dari 2
tahun setelah infeksi

Bagan 1. Stadium dan gejala klinis sifilis

2.6 Diagnosis

Organisme penyebab sifilis yaitu Treponema spirochete pallidum tidak dapat dengan

mudah di kultur atau di identifikasi di bawah mikroskop standar, karena itu diagnosis

sangat tergantung pada teknik khusus dan tes serologi. Eksudat dari chancre primer atau

dari lesi selaput lendir sifilis sekunder dapat diperiksa menggunakan dark field

microscopy untuk melihat karakteristik gerakan dan morfologi. Demonstrasi langsung

dari spirochetes menggunakan dark field microscopy memungkinkan diagnosis segera

sifilis stadium dini tetapi bergantung pada kecurigaan dokter dan proses pengujian dark
11

field dari lesi tersebut. Dark field microscopy kurang dapat diandalkan pada lesi selaput

lendir karena terdapat saprophytic spirochetes yang secara morfologi mirip.

Immunofluorescence lebih sensitif dan tidak harus segera dilakukan. Sementara

pemeriksaan dark field dan immunofluorescence memberikan bukti langsung dari infeksi

ini tidak tersedia secara luas. Secara umum sifilis di diagnosis dengan menggunakan

kombinasi tes treponemal dan serologi non-treponemal. Tes serologis hanya akan

memberikan hasil dugaan sebagai organisme tidak langsung di identifikasi (Emerson.

2009).

Tes Veneral Disease Research Laboratory (VDRL) dan Rapid Plasma Reagin

(RPR) merupakan tes yang termasuk pengujian non-treponemal. VDRL dan RPR ini

adalah tes sensitif yang mudah dianalisis, murah dan dapat diandalkan. Spesifisitas yang

beragam dilaporkan sebanyak 93-98% dengan sensitivitas bervariasi dengan tahap

penyakit. 13-41% dari tes akan negatif pada awal penyakit dan sensitivitas 60-75% telah

dilaporkan pada sifilis stadium lanjut (Emerson. 2009).

Tes treponemal yaitu Treponemal Enzyme Immunoassay (EIA), T. pallidum

Haemagglutination Assay (TPHA), T.pallidum Particle Aglutination (TPPA), Flurescent

Treponemal Antibody Absorption Test (FTA-abs), dan T. pallidum Recombinant Antigen

Line Immunoassay. Enzyme immunoassays dengan sangat dimurnikan antigen

Treponema pallidum menjadi lebih umum digunakan untuk skrining sifilis. Tes ini
12

memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi. Ini biasanya menjadi positif sebelum tes

non-treponemal, menjadi positif sekitar 2 minggu setelah infeksi dan biasanya tetap

positif seumur hidup. Sensitivitas EIA IgM dilaporkan bervariasi sebanyak 48-77% pada

sifilis dini (Emerson. 2009).

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dapat ditentukan berdasarkan stadium dari sifilis tersebut. Beberapa

diantaranya berdasarkan sifilis primer yaitu herpes simpleks, ulkus plogenik, skabies,

balanitis, lomfogranuloma venereum, karsinoma sel skuamosa, dan penyakit bechet.

Diagnosis banding berdasarkan sifilis sekunder yaitu erupsi obat alergik, morbili,

pitiriasis rosea, psoriasis, dermatitis seboroika, dan kondiloma akuminatum. Sedangkan

berdasarkan sifilis tersier yaitu sporotrikosis dan aktinomikosis (Djuanda, 2010).

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat diberikan berupa terapi. Terapi yang dapat digunakan yaitu

berdasarkan pedoman nasional penanganan infeksi menular seksual 2011 (Kementrian

Kesehatan RI. 2011).


13

Tabel 1. Penanganan Sifilis

T.pallidum

Benzatin - benzilpenisilin 2,4 juta IU, dosis tunggal, injeksi intramuskular ATAU

Penisilin - prokain injesi IM 600.000 U/hari selama 10 hari

Sumber : Kementrian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Setelah diketahui penyebabnya yaitu T.pallidum, obat yang dapat diberikan yaitu

Benzatin - benzilpenisilin dan Penisilin - prokain dimana pada stadium dini dosis tunggal

dan stadium lanjut dosis dapat ditingkatkan sebanyak tiga kali.

2.9 Prognosis

Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi lebih baik. Penyembuhan

secara mikrobiologik tidak dapat dicapai dikarenakan tidak memungkinkan semua

T.pallidum di badan terbunuh. Penyembuhan berarti sembuh klinis seumur hidup, dan

tidak menular ke orang lain (Djuanda, 2010).

Anda mungkin juga menyukai