COMPOSITE RESIN
KELOMPOK SGD 4
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya kami dapat menyusun Student Project ini tepat pada waktunya.
Student Projectini membahas Literature Review “Composite Resin”.
Terima kasih kami ucapkan kepada drg. Mia Ayustina Prasetya, Sp.KGA
selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan serta
bimbingan yang sangat berarti bagi penyusunan Student Project ini.
Penulis menyadari bahwa Student Project ini belum sempurna seperti yang
diharapkan dikarenakan keterbatasan kemampuan dan keilmuan yang kami miliki.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun, demi kebaikan Student Project ini.
Semoga Student Project ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya. Terima Kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. v
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................... 3
BAB 2 PEMBAHASAN.............................................................................. 4
2.1 Definisi Composite Resin……....................................................... 4
2.2 Komposisi Composite Resin…………........................................... 4
2.3 SejarahComposite Resin............................................................... 6
2.4 KlasifikasiComposite Resin......................................................... 7
2.4.1 Berdasarkan Ukuran Partikel Filler……………………… 7
2.4.2 Berdasarkan Bentuk Sediaan…...………………………… 10
2.4.3 Berdasarkan Sistem Polimerisasi………………………… 11
2.5 Sifat Composite Resin................................................................... 12
2.5.1 Sifat Fisik Composite Resin ……………………………… 12
2.5.2 Sifat Mekanis Composite Resin……………………...…… 14
1
2.6. Reaksi PolimerisasiComposite Resin..........................................
4
2.6.1 Shrinkage Stress……………………………………… 16
2.6.2 Faktor yang Berperan dalam Stress Polimerisasi
16
Shrinkage…………………………………………………
2.7 AdhesiComposite Resin…………………...…………………… 18
2.7.1 Klasifikasi Sistem Adhesi 19
2.7.1.1 Total Etch System………………………………… 19
2.7.1.2 Self Etch System…………….…………………... 19
2.7.2 Adhesi Enamel dengan Composite Resin……………….. 20
2.7.3 Adhesi Dentin dengan Composite Resin………………... 20
2.8 Restorasi Composite Resin…...……………………………….. 21
2.8.1 Prosedur Pengaplikasian Restorasi Composite Resin 21
2.8.2 Indikasi dan kontraindikasi Composite Resin 22
2.8.3 Kelebihan dan Kekurangan Composite Resin 23
2.9 Inovasi terbaruComposite Resin….…………………………… 24
2.9.1 Antibacterial Light Cured Resin Composite mengandung
nano-MgO………………………………………………. 24
ii
iii
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
kombinasi 10% atau lebih beratnya dengan micro atau nanofiller untuk
mendapatkan pasta dengan viskositas yang diinginkan, yang nantinya
berfungsi untuk kemudahan manipulasi bahan (Anusavice, 2013). Ukuran
filler pada resin komposit dapat berpengaruh terhadap sifat fisik dan mekanis
resin komposit. Filler berukuran nano akan mudah dipolish dan menghasilkan
tambalan resin komposit yang mengkilat. Untuk meningkatkan sifat mekanis
resin komposit bahan pengisi tidak hanya ditambah volumenya, tetapi juga
harus dimodifikasi agar sifat mekanisnya bertambah baik. Modifikasi resin
komposit dapat dilakukan dengan penambahan fiber (Lohbauer dkk.,2013).
Resin komposit tidak mampu berikatan secara kimiawi dengan jaringan
keras gigi. Hal ini dapat menyebabkan marginal leakage, marginal stain,
karies sekunder dan iritasi pulpa, sehingga dibutuhkan suatu bahan yaitu
bonding. Bonding merupakan suatu proses interaksi zat padat maupun cair
dari suatu bahan (adhesive) dengan bahan lain (adherend). Penggunaan
bonding berperan pada perlekatan resin komposit ke struktur jaringan keras
gigi, sehingga meningkatkan perlekatan resin komposit sebagai bahan
restorasi. Penyusutan pada saat polimerisasi tetap menjadi kekurangan dari
bahan resin komposit. Dalam mengurangi penyusutan saat polimerisasi, resin
komposit flowable memperkenalkan generasi terbaru yaitu Stress Decreasing
Resin (SDR). Stress Decreasing Resin merupakan resin komposit flowable
terbaru yang direkomendasikan sebagai pengganti dentin. Bahan ini
merupakan suatu komponen berisi fluoride¸ visible light cure, resin komposit
yang bersifat radiopak dan didesain untuk digunakan sebagai basis restorasi
klas I dan II yang memiliki risiko yang tinggi (Mine, 2019).
Karena masih banyak kelemahan dari resin komposit, maka untuk
mengembangkan penggaplikasian resin komposit perlu diteliti lebih lanjut
demi mengatasi kekurangan-kekurangan yang dimiliki resin komposit saat
ini. Tetapi, sebelum memulai sebuah penelitian dan pengembangan suatu
dental material, dasar-dasar dari suatu bahan perlu dipelajari dan dikuasai
terlebih dahulu, sehingga nantinya tidak terjadi kesalahan pada penelitian
berikutnya.
3
4
5
1. Kedalaman Penyinaran
Penyinaran yang tidak adekuat pada lapisan bawah dari restorasi
menyebabkan pembentukan celah (gap), kebocoran tepi, karies
sekunder, pulpa sensitif dan kegagalan restorasi secara keseluruhan. Hal
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tipe filler dan komposisi,
sifat kimia dari resin, warna dan translusensi, konsentrasi aktivator-
inisiator, intensitas, distribusi spektrum dan durasi dari penyinaran.
Penumpatan restorasi resin komposit harus dilakukan secara
incremental, dengan ketebalan maksimal 2mm untuk mendapatkan
uniform polymerization. Pada saat penumpatan jarak dari ujung light
cure 3-4 mm ke arah permukaan restorasi (Pasril, 2013).
13
2. Polymerisation shrinkage
Menyebabkan Postoperative sensitivity, tooth fracture, microleakage
& secondary caries. Semakin kecil partikel filler memyebabkan
polymerisation shrinkage meningkat. Hal-hal yang dapat mengurangi
terjadinya shrinkage yaitu peletakan resin komposit secara incremental,
peletakan glass-ionomer sebagai basis, peletakan glass-ionomer sebagai
liner/shock absorber (Pasril, 2013).
3. Sifat Termal
Koefisien ekspansi termal resin komposit tiga kali lebih besar dari
struktur gigi dan bervariasi tergantung dari persentase filler. Resin
komposit dengan volume filler rendah (microfill) memiliki koefisien
ekspansi termal rendah. Koefisien ekspansi termal (α) adalah 25-38 x
10 -6 /°C fine particles & 55-68 x 10 -6/°C microfine particles
(Sitanggang, 2015).
5. Stabilitas Warna
Dapat dipengaruhi oleh faktor intrinsik & faktor ekstrinsik (kopi, teh,
beberapa obat kumur dan pemutih). Stress cracks dalam polimer
matriks & lepasnya sebagian ikatan antara filler dan resin (hidrolisis)
menyebabkan peningkatan opasitas dan perubahan warna dari
komposit. Diskolorisasi juga dapat disebabkan karena adanya proses
oksidasi dan adanya pertukaran air di dalam polimer matriks (Kafalia,
2017).
2. Knoop Hardness
Resistensi suatu material terhadap indentasi di bawah tekanan
fungsional. Resin komposit memiliki knoop hardness 22-80 kg/mm2,
dimana lebih rendah dibandingkan email (343 kg/mm2) dan amalgam
(110 kg/mm2). Resin komposit dengan fine particles memiliki knoop
hardness yang lebih besar dibandingkan resin komposit dengan
microfine particles. (Sitanggang, 2015).
yang diperlukan untuk tahap propagasi. Radikal dapat dihasilkan dari inisiator
radikal. Tahap propagasi merupakan tahap reaksi yang cepat karena radikal
yang terbentuk menyerang molekul lain dan menghasilkan radikal baru.
Monomer yang telah bereaksi dengan radikal bebas bereaksi dengan molekul
lain sehingga terjadi perpanjangan rantai. Pada tahap terminasi ini terjadi
proses pemutusan rantai. Terminasi terjadi karena reaksi penggabungan
reaktan radikal yang membentuk molekul tunggal (Powers & Sakaguchi,
2006).
Shrinkage polimerisasi adalah salah satu dari perhatian utama klinisi
saat melakukan restorasi direk dengan resin komposit. Polimerisasi dari
komposit berbasis dimethacrylate selalu diikuti dengan
shrinkagevolumetricsekitar 2-6%. Selama polimerisasi konversi dari molekul
monomer menyatu membentuk jaringan polimer menghasilkan gugusan
molekul yang lebih rapat dan mengarah pada kontraksi yang besar. Proses
polimerisasi menyebabkan monomer secara fisik bergerak lebih dekat untuk
bereaksi secara kimia melalui proses radikal bebas. Molekul monomer pada
awalnya memiliki jarak intermolekul sekitar 3-4 Å, namun ketika
berpolimerisasi, jarak antara unit polimer yang terbentuk hanya 1,5 Å. Proses
ini menyebabkan hilangnya volume yang disebut shrinkage polimerisasi jika
tidak dicegah. (Burgess, 2010)
Ketika proses shrinkage ini dibatasi stress akan menumpuk di dalam
material. Pada tahap awal polimerisasi, monomer dan rantai polimer kecil
dengan mudah menghilangkan stress karena masih bebas bergerak dan
menghilangkan stress. Seiring dengan semakin banyaknya monomer yang
bereaksi, polimer menyatu bersama untuk membentuk sebuah jaringan. Titik
dimana jaringan ini dibentuk disebut dengan gel point. Reaksi berlanjut
dengan monomer dan polimer terus menambah jaringan dan akhirnya
kehilangan kemampuannya untuk bergerak sehingga material menjadi kaku
(rigid). Titik ini disebut dengan vitrificationpoint. Pada proses ini stress
terbentuk dengan cepat karena tidak dapat disebarkan oleh gerakan lagi.
Material yang menahan shrinkage dan menghasilkan gaya pada komposit
disebut dengan stress polimerisasi (Burgess,2010)
16
2. Derajat Konversi
Derajat konversi merupakan peristiwa dimana resin monomer
berikatan dan membentuk suatu jaringan polimer. Dengan kata lain,
derajat konversi merupakan suatu ukuran dari presentasi ikatan ganda
karbon dengan karbon yang telah berubah menjadi ikatan tunggal untuk
membentuk suatu resin polimerik (Amor, R et al 2003).Terdapat
hubungan langsung antara derajat konversi dengan shrinkage.
Pengurangan dalam derajat konversi akhir akan mengarah pada
shrinkage dan stress kontraksi yang lebih rendah. Namun, derajat
konversi yang rendah dapat mempengaruhi beberapa sifat mekanis
material. Sebaliknya, sedikit peningkatan pada derajat konversi akan
menghasilkan peningkatan yang cukup besar pada stress namun akan
meningkatkan sifat mekanik material. Konversi dari monomer menjadi
polimer tergantung pada beberapa faktor seperti komposisi resin,
transmisi cahaya melalui material, dan konsentrasi dari initiator dan
inhibitor (Burgess, 2010).
3. Modulus Elastisitas
Penelitian in vitro menunjukkan stress interfasial selama shrinkage
pengerasan dari resin komposit berkorelasi dengan tingkat kekakuan
dari pengerasan material yang dikenal sebagai modulus elastisitas. Oleh
karena itu, pada nilai shrinkage yang telah ditentukan, material paling
rigid (material yang menunjukkan modulus elatisitas paling tinggi)
akan menyebabkan stress tertinggi. Tentu saja modulus elastisitas juga
meningkat selama reaksi polimerisasi berlangsung (Amor, R et al
2003).
18
4. C-Factor
Faktor konfigurasi kavitas atau c-factor adalah rasio dari permukaan
yang berikatan dengan kavitas dengan permukaan yang tidak berikatan.
Terdapat hubungan antara konfigurasi kavitas dengan perkembangan
stress. Nilai c-factor pada setiap kavitas berbeda, hal ini dipengaruhi
dari desain kavitas. Kavitas dengan permukaan rata dan dangkal
menunjukkan kondisi yang paling menguntungkan untuk ikatan dentin
dan komposit yang tahan lama. Pada kavitas seperti ini kontraksi
terbatas pada satu arah, dengan demikian menyebabkan komposit
dengan bebas mengalir pada tahap rigid awal. Kondisi ini mencegah
gaya kontrasi untuk menciptakan stress dan membantu suatu ikatan
kuat terhadap dinding kavitas (Amore, R et al 2003).
Kekurangan:
a. Harus mengikuti instruksi pabrik untuk mendapatkan hasil yang
bagus.
b. Sering terjadi shrinkage saat proses polimerisasi atau perubahan
dimensi saat curing. Selama polimerisasi, molekul monomer dari
matriks diubah menjadi struktur jaringan tiga dimensi crosslinked,
disertai dengan pengepakan molekul yang mengarah ke kontraksi
volumetric. Penyusutan biasanya 1,5-5% untuk resin komposit
karena adanya tekanan penyusutan pada komposit dan permukaan
gigi.
c. Saat aplikasi membutuhkan lebih banyak waktu daripada restorasi
amalgam
d. Tidak melepaskan fluoride sehingga dapat menimbulkan karies
skunder mengacu pada lesi yang terjadi pada batas restorasi dan
jaringan gigi. Hal ini menyebabkan kegagalan klinis dan
penggantian restorasi.
Lalu dilakukan tes dengan metode kontak film untuk formula tersebut.
Tabel dibawah menunjukkan perkembangan S. Mutans pada tiap-tiap
formula.
Tabel 3. Kehilangan tinggi (A) dan kehilangan volume (B) komposit resin
setelah 800 siklus pemakaian.
3.1 Kesimpulan
Resin komposit merupakan perkembangan bahan bahan kedokteran gigi
lainnya untuk memperbaiki sifat dari bahan bahan tersebut. Resin komposit
biasanya digunakan sebagai bahan restorasi karies, abrasi enamel, dan juga
kebutuhan estetika yang akhirnya diharapkan dapat mengembalikan fungsi dari
gigi tersebut. Untuk saat ini resin komposit lebih populer sebagai bahan restorasi
karena memiliki nilai estetik yang tinggi dan juga lebih kuat menahan beban
kunyah selain bahan sewarna gigi lainnya. Resin komposit terdiri dari bahan
matrik dan juga bahan pengisi (filler) yang kemudian diikat oleh bahan pengikat
atau coupling agent. Tetapi dari sekian kelebihan komposit dibandingkan bahan
kedokteran gigi lainnya komposit masih memiliki kelemahan yaitu seringnya
terjadi shrinkage pada polimerisasi resin dengan light cured. Semakin
perkembangan zaman, resin komposit semakin banyak diperbarui sehingga
semakin bertambahnya klasifikasi dari resin komposit mulai dari perkembangan
ukuran, kekuatan, cara polimerisasi dan lain lain, tetapi perkembangan ini jelas
ingin memperbaiki sifat fisik dari bahan tersebut agar semakin baik agar dimasa
depan dapat digunakan dengan baik tanpa adanya kekurangan pada saat restorasi.
.
3.2 Saran
Untuk para dokter gigi tetap mengikuti perkembangan dan inovasi dari
bahan bahan kedokteran gigi, bukan hanya resin komposit tetapi bahan lainnya
dan juga bukan hanya untuk bahan restorasi saja tetapi bahan kedokteran gigi
lainnya. Karena seiring dengan perkembangan dunia teknologi maka bahan pada
bidang kedokteran gigi khususnya akan semakin dipermudah dan menjadi lebih
baik dimasa depan. Terutama nilai estetik karena di zaman sekarang bidang
kedokteran gigi sangat erat dibidang estetika. Maka setelah dipermudah pasien
akan lebih peduli dengan kesehatan gigi.
30
31
Untuk para mahasiswa kedokteran gigi agar benar benar menguasai sifat
sifat serta cara pengaplikasian bahan kedokteran gigi agar nantinya ketika sudah
menjadi seorang dokter gigi maka tidak merugikan pasien, serta diharapkan bagi
generasi selanjutnya dapat mengembangkan bahan kedokteran gigi agar semakin
nyaman digunakan pasien, semakin mempermudah operator dan semakin tinggi
estetikanya.
DAFTAR PUSTAKA