Anda di halaman 1dari 17

kerja pada satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan jasa yang dijual
tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatan didasarkan pada
prinsip efisiensi dan produktifitas. (pasal 1 pemendagri No, 61/2007)
Tujuan BLUD adalah pemberian layanan umum secara lebih efektif dan efisien sejalan dengan
praktek bisnin yang sehat, yang pengelolaan dilakukan berdasarkan kewenangan yang di
delegasikan oleh kepala daerah. (pasal 2 pemendagri No. 61/2007)

Untuk menjadi BLUD, suatu instansi harus memenuhi 3 syarat yaitu syarat subtantif, teknis, dan
administratif.
1. Persyaratan Subtantif
Persyaratan substantive terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan
menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan:
1.Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
2.Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian
masyarakat atau layanan umum; dan/atau
3.Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan
kepada masyarakat.
2. Persyaratan Teknis
Persyaratan teknis terpenuhi jika:
1.Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan
pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
2.Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana
ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
3. Persyaratan Administratif
Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat
menyajikan seluruh dokumen berikut:
1.Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat
bagi masyarakat;
2.Pola Tata Kelola;
3.Rencana Strategis Bisnis (RSB);
4.Laporan Keuangan Pokok;
5.Standar Pelayanan Minimum (SPM); dan
6.Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

Pola Tata Kelola


Berdasarkan pasal 13 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), pola tata kelola
merupakan peraturan internal Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja yang
akan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan (PPK) BLUD. Selanjutnya dalam pasal 31 dan
32 Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 disebutkan, BLUD beroperasi berdasarkan pola tata
kelola atau peraturan internal, yang memuat antara lain :
1.Struktur organisasi sebelum dans esudah BLUD
2.Prosedur kerja
3.Pengelompokan fungsi yang logis
4.Pengelolaan SDM
5.Sistem akuntabilitas berbasis kinerja
6.Kebijakan keuangan
7.Kebijakan pengelolaan lingkungan dan limbah

Kelembagaan BLUD
Pemilik BLU berwenangan menunjuk dan mengangkat pemimpin BLU. Pemimpin BLU berfungsi
sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU yang berkewajiban:

1. menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;


2. menyiapkan RBA tahunan;
3. mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan ketentuan yang
berlaku; dan
4. menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan BLU.

Pejabat Keuangan
Pejabat keuangan BLU berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan berkewajiban:

1. mengkoordinasikan penyusunan RBA;


2. menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
3. melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;
4. menyelenggarakan pengelolaan kas;
5. melakukan pengelolaan utang-piutang;
6. menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU;
7. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan
8. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.

Pejabat Teknis
Pejabat teknis BLU berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing yang
berkewajiban:

1. menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;


2. melaksanakan kegiatan teknis sesuai RBA; dan
3. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya.

Dewan Pengawas
Dewan Pengawas adalah organ BLU yang bertugas melakukan pengawasan terhadap
pengelolaan BLU. Dewan Pengawas untuk BLU di lingkungan pemerintah pusat dibentuk
dengan keputusan Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan atas persetujuan Menteri
Keuangan. Anggota dewan pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat dari Kementerian
Negara/Lembaga/Dewan Kawasan yang bersangkutan, Kementerian Keuangan, dan tenaga ahli
yang sesuai dengan kegiatan BLU. Pembahasan Dewan Pengawas lebih rinci, akan dibahas
dalam Bab Pembinaan, Pengawasan, dan Pemeriksaan BLU.

Struktur Organisasi dan Tata Laksana


Organisasi dan tata laksana, mencakup:

1. Struktur organisasi yang menggambarkan posisi jabatan yang ada pada satker yang
menerapkan PK BLU dan hubungan wewenang/tanggung jawab antar jabatan dalam
pelaksanaan tugas;
2. Prosedur kerja yang menggambarkan wewenang/tanggung jawab masing-masing
jabatan dan prosedur yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas. Satker yang
mengusulkan menerapkan PK BLU harus mempunyai prosedur kerja untuk semua
kegiatannya, terutama untuk kegiatan utama (core business);
3. Pengelompokan fungsi yang logis, bahwa pengelompokan fungsi-fungsi dalam struktur
organisasi harus dilakukan secara logis dan sesuai dengan prinsip pengendalian intern;
4. Ketersediaan dan pengembangan sumber daya manusia. Satker yang menerapkan PK
BLU harus mempunyai sumber daya manusia yang memadai untuk dapat menjalankan
kegiatan dalam rangka mencapai tujuannya. Ketersediaan SDM mencakup kuantitas
SDM, standar kompetensi, pola rekruitmen, dan rencana pengembangan SDM.

Akuntabilitas
1. Akuntabilitas program
Akuntabilitas program adalah perwujudan kewajiban satker yang menerapkan PK BLU untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan program yang diukur
dengan seperangkat indikator kinerja non-keuangan (outcome performance
indicator), sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam Akuntabilitas program ini
terkandung antara lain kebijakan-kebijakan, mekanisme atau prosedur, media
pertanggungjawaban, dan periodisasi pertanggungjawaban program;
2. Akuntabilitas Kegiatan
Akuntabilitas kegiatan adalah perwujudan kewajiban satker yang menerapkan PK BLU untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan kegiatan yang diukur
dengan seperangkat indikator kinerja non-keuangan (outcome performance indicator),
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006. Dalam akuntabilitas
kegiatan ini terkandung antara lain kebijakankebijakan, mekanisme atau prosedur, media
pertanggungjawaban, dan periodisasi pertanggungjawaban kegiatan;
3. Akuntabilitas Keuangan
Akuntabilitas keuangan terkait dengan pertanggungjawaban pengelolaan sumber daya dan
pelaksanaan kebijakan yang diamanatkan kepada satker yang menerapkan PK BLU dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada umumnya, akuntabilitas keuangan tertuang dalam
laporan keuangan yang memberikan informasi atas sumber dana dan penggunaannya sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan, standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh
asosiasi profesi akuntansi Indonesia atau standar akuntansi lain untuk bidang bisnis spesifik
sesuai dengan karakteristik BLU dan praktik bisnis yang sehat. Dalam akuntabilitas keuangan ini
terkandung antara lain kebijakan-kebijakan, mekanisme atau prosedur,media
pertanggungjawaban, dan periodisasipertanggungjawaban keuangan.
Rencana Strategis Bisnis (RSB)
Rencana Strategis Bisnis atau yang lebih dikenal dengan (RSB) adalah suatu dokumen
perencanaan yang harus dibuat oleh setiap organisasi yang mencari laba maupun yang nirlaba.
Isi RSB mencakup antara lain:

1. Visi, yaitu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita
dan citra yang ingin diwujudkan;
2. Misi, yaitu sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan,
agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik;
3. Program strategis, yaitu program yang berisi kegiatan yang berorientasi pada hasil yang
ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan
memperhitungkan potensi/kekuatan, kelemahan, peluang, dan kendala/ancaman yang
ada atau mungkin timbul (analisis SWOT). Program 5 (lima) tahunan memuat semua
program satker yang menerapkan PK BLU yang meliputi antara lain program di bidang
pelayanan, keuangan, administrasi, dan sumber daya manusia (SDM);
4. Kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan pengukuran pencapaian kinerja;
5. Indikator kinerja lima tahunan berupa indikator pelayanan, keuangan, administrasi, dan
SDM;
6. Pengukuran pencapaian kinerja, yaitu pengukuran yang memberikan gambaran capaian
kinerja tahun berjalan, penjelasan, dan analisis faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi pencapaian kinerja. Pengukuran pencapaian kinerja juga memberikan
informasi metode pengukuran kinerja satker yang bersangkutan.

Laporan Keuangan Pokok


Laporan keuangan pokok adalah laporan realisasi anggaran sesuai dengan SAP yang berlaku di
daerah. Neraca sesuai dengan peraturan yang berlaku pada pemerintah daerah dan atau sesuai
dengan standar akuntansi yang ditetapkan asosiasi profesi akuntansi Indonesia. Catatan atas
laporan keuangan dibuat sesuai dengan pedoman yang berlaku pada pemerintah daerah
dan/atau standar akuntansi yang ditetapkan asosiasi profesi akuntansi Indonesia. Kesesuaian
antara kinerja keuangan dengan indikator yang ada di rencana strategis.
Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Standar layanan BLU berupa Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang merupakan ukuran
pelayanan yang harus dipenuhi oleh Satker yang menerapkan PK BLU ditetapkan oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan
pelayanan kepada masyarakat.
SPM harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan serta
kemudahan memperoleh layanan. Kualitas layanan yang dimaksud meliputi teknis layanan,
proses layanan, tata cara, dan waktu tunggu untuk mendapatkan layanan.
SPM bertujuan untuk memberikan batasan layanan minimum yang seharusnya dipenuhi oleh
pemerintah. Agar fungsi standar pelayanan dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka
standar layanan BLU semestinya memenuhi persyaratan SMART, yaitu:

1. Fokus pada jenis layanan (specific);


2. Dapat diukur (measurable);
3. Dapat dicapai (attainable);
4. Relevan dan dapat diandalkan (reliable); dan
5. Tepat waktu (timely).

Perubahan Mendasar Pasca BLUD


Saat puskesmas telah bersetatus BLUD, maka ada perubahan yang terjadi di puskesmas antara
lain adalah

1. Kepala Puskesmas menjadi Kuasa Pengguna Anggaran BLUD


2. Membuat Rencana Bisnis dan Anggaran
3. Membuat Pengesahaan Penggunaan Anggaran (triwulan)
4. Membuat Laporan Keuangan berbasis SAK (setiap semester)
5. Laporan keuangan akan diaudit auditor eksternal

Dapatkan Jadwal Pelatihan Syncore Disini


Download Materi BLU/BLUD
Software BLUdanBLUD

Bagaimana cara mengudang PT. Syncore Indonesia untuk pelatihan?


Anda dapat menghubungi:
Rahmadani Lutfiawati
CP: 082 274 900 800 / fia@syncoreconsulting.com
Diana Septi A
CP: 0877 38 900 800 /training@syncore.co.id
Telepon Kantor: 0274 – 488 599
Untuk informasi lebih lengkap kunjungi web kami : www.syncore.co.id
Tags:

Pengertian Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)


Publikasi Kamis, 20 Oktober 2016 oleh Achmad Maulidi,

Pengertian Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah Satuan Kerja


Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada SKPD di lingkungan pemerintah daerah
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Dengan demikian BLUD merupakan lembaga di pemerintah daerah yang memberikan


pelayanan kepada masyarakat jenis Quasi Public Goods yaitu perangkat daerah yang
dalam operasionalnya sebagian dari APBD dan sebagian lagi dari hasil jasa layanan yang
diberikan, sifatnya tidak semata-mata mencari keuntungan (not for profit).
Latar Belakang BLUD

Latar Belakang diadakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah untuk
peningkatan pelayanan dan efisiensi anggaran sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum Daerah. BLUD juga merupakan Pola Pengelolaan Keuangan yang diterapkan
pada SKPD atau Unit Kerja dengan diberikan fleksibilitas, yaitu berupa keleluasaan
untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah
pada umumnya.

Dengan adanya Peraturan Menteri Dalam tersebut, maka makna dari pengertian BLUD
adalah:

1. BLUD merupakan perangkat daerah, mempunyai pengertian bahwa BLUD


asetnya merupakan aset daerah yang tidak dipisahkan;
2. Perangkat daerah yang dapat menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD
adalah SKPD (sebagai Pengguna Anggaran) atau Unit Kerja pada SKPD (sebagai
Kuasa Pengguna Anggaran);
3. Memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, mempunyai
pengertian bahwa SKPD atau Unit Kerja tersebut memberi pelayanan langsung
kepada masyarakat dan tidak semata-mata mencari keuntungan; dan
4. Kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas, mempunyai arti
bahwa BLUD dterapkan dalam rangka efisiensi anggaran dan peningkatan
pelayanan pada masyarakat.

Persyaratan PPK-BLUD
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) harus
memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam.
Pemerintah Daerah harus selektif dan obyektif dalam menetapkan SKPD atau Unit Kerja
untuk menerapkan PPK-BLUD. Sehingga tidak semua SKPD atau Unit Kerja yang
memberikan pelayanan pada masyarakat dapat menerapkan PPK-BLUD.

Persyaratan untuk menerapkan PPK-BLUD adalah:

1. Persyaratan substantif

Persyaratan substantif dipenuhi kalau SKPD atau Unit Kerja tersebut menurut tugas dan
fungsinya memberi pelayanan langsung kepada masyarakat dalam bentuk

 penyediaan barang dan jasa, seperti penyediaan layanan dalam bidang kesehatan
(Rumah Sakit Daerah, Puskesmas, dan Laboratorium), pendidikan (sekolahan,
pendidikan dan pelatihan), transportasi (terminal, jasa penyeberangan, jasa
transportasi), pariwisata (pengelolaan wisata daerah), perdagangan (pasar
tradisional), kebersihan (pengelolaan sampah, limbah), penyediaan bibit/pupuk,
dan lain-lainnya;
 pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan
perekonomian masyarakat atau layanan umum, seperti pengelolaan kawasan
ekonomi di suatu wilayah;
 pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau
pelayanan kepada masyarakat, seperti pengelolaan dana bergulir, pengelolaan
dana perumahan.
2. Persyaratan teknis

Persyaratan teknis terpenuhi, apabila SKPD atau Unit Kerja tersebut kinerja pelayanan
di bidang tugas dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui
BLUD, serta kinerja keuangannya sehat.

3. Persyaratan administratif

Persyaratan administratif, apabila SKPD atau Unit kerja menyampaikan dokumen


persyaratan, yang meliputi

 surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan,


keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
 pola tata kelola;
 rencana strategis bisnis;
 standar pelayanan minimal;
 laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan; dan
 laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara
independen.
Penetapan PPK-BLUD
Dari ketiga persyaratan tersebut, persyaratan administratif yang sangat menentukan
dapat tidaknya SKPD atau Unit Kerja menerapkan PPK-BLUD. Hal ini disebabkan dari
dokumen administratif tersebut akan dinilai oleh tim penilai yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah, yang anggotanya paling sedikit terdiri dari:

1. Sekretaris Daerah, sebagai ketua merangkap anggota;


2. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), sebagai sekretaris merangkap
anggota;
3. Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, sebagai anggota;
4. Inspektorat Daerah, sebagai anggota;
5. Tenaga ahli (kalau diperlukan) sebagai anggota.

Untuk memudahkan tim penilai dalam menilai dokumen administratif, Menteri Dalam
Negeri telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: 900/2759/SJ tanggal 10 September
2008 perihal Pedoman Penilaian Penerapan PPK-BLUD.

Dari tim penilai dikeluarkan rekomendasi kepada Kepala Daerah, layak tidaknya usulan
SKPD atau Unit Kerja tersebut untuk menerapkan PPK-BLUD. Setelah Kepala Daerah
menerima hasil penilaian dari tim penilai, Kepala Daerah memutuskan menerima atau
menolak usulan SKPD atau Unit Kerja untuk menerapkan PPK-BLUD. Kalau usulan
diterima, penetapan penerapkan PPK-BLUD dengan Keputusan Kepala Daerah (tidak
dengan Peraturan Kepala Daerah atau Peraturan Daerah).

Keputusan Kepala Daerah juga menetapkan Status BLUD yaitu BLUD


Penuh diberikan seluruh fleksibilitas sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri yang berkaitan dengan jumlah dana yang dapat dikelola langsung,
pengelolaan barang, pengelolaan piutang, serta perumusan standar, kebijakan, sistem,
dan prosedur pengelolaan keuangan serta diberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan
investasi, pengelolaan utang, dan pengadaan barang dan/atau jasa. Serta BLUD
Bertahap diberikan fleksibilitas pada batas-batas tertentu sesuai Peraturan Menteri
Dalam Negeri berkaitan dengan fleksibilitas pengelolaan BLUD.

Pengelolaan BLUD (Badan Layanan Umum Daerah)

Pejabat Pengelola dan pegawai BLUD, bisa Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Non PNS.
Untuk pengelolaan Pegawai Non PNS BLUD di lingkungan Pemerintah Daerah mengacu
pada peraturan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) tentang Pengelolaan
Pedoman Pengangkatan dan Pemberhentian Pegawai Non PNS pada Badan Layanan
Umum Daerah.

Umumnya di lingkungan Pemerintah Daerah, bentuk penyelenggaraan BLUD sesuai


dengan kebutuhan daerah setempat seperti BLUD Rumah sakit, Blud Puskesmas, Blud
Balai Pelayanan Jaminan Kesehatan dan Sosial, Blud Balai Latihan Pendidikan Teknik
(BLPT) dan lain sebagainya.

Sumber: Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

10 Alasan PUSKESMAS Harus


Menjadi BLUD
Posted on April 11, 2017Author Rudy Suryanto
Setelah melakukan berbagai sosialisasi, FGD, konsultasi dan pendampingan, kami
menemukan bahwa masih terjadi salah konsepsi terhadap PUSKESMAS BLUD. Banyak
PUSKESMAS belum jadi BLUD, karena pihak-pihak terkait tidak tahu atau meyakini
keyakinan-keyakinan yang salah. Berikut ini kami sampaikan ringkasan 10 hal mengapa
PUSKESMAS harus menjadi BLUD, sekaligus meluruskan beberapa keyakinan-
keyakinan yang salah.

1.Alasan Keamanan dalam bekerja

Pemicu PUSKESMAS menjadi BLUD adalah kebijakan untuk transfer langsung dana
kapitasi ke PUSKESMAS oleh BPJS. BPJS beranggapan cara ini satu-satunya agar
PUSKESMAS bisa meningkatkan respon dan kualitas pelayanan kepada pasien.
Namun hal yang semula tidak disadari adalah PUSKESMAS merupakan UPTD yang
terikat dengan pola pengelolaan keuangan Pemda. Sesuai dengan UU Keuangan
Negara no 13/2003 dan UU No 1 / 2004 tentang perbendaharaan negara, semua
pendapatan negara bukan pajak, harus disetorkan terlebih dahulu sebelum bisa
digunakan langsung. Penggunaan dana tersebut harus mengacu pada pola
penggunaan dana APBD. Satu-satunya institusi yang dapat menggunakan dana secara
langsung, dan dikecualikan dari ketentuan diatas adalah SKPD atau UPTD yang
menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD. Jadi tanpa PUSKESMAS menjadi
BLUD maka ada potensi pelanggaran UU 13/2003 dan UU No 1/2004.

Seringkali disampaikan saat ini sudah ada Perpres tentang pengelolaan dana JKN. Kita
semua sadar Pepres tersebut merupakan peraturan sementara, karena menurut hierarki
undang-undang, aturan turunan setelah undang-undang adalah peraturan pemerintah
(PP).

Mengapa hal ini terkait dengan keamana dalam bekerja. Kita patut sadar dalam
lingkungan birokrasi atau pemerintahan, berbuat baik tidak cukup, kita dalam berbuat
baik harus mengacu pada peraturan-peraturan yang berlaku. Melanggar ketentuan
undang-undang berarti potensi pelanggaran hukum, yang bisa dimasalahkan, mungkin
bukan saat ini tetapi di masa depan.

2. Puskesmas harus mulai bekerja sejak detik pertama 1 Januari

Kita pergantian tahun dan orang-orang masih larut dalam sukacita perayaan tahun
baru, maka para pekerja di bidang kesehatan, keamanan dan ketertiban umum justru
tengah siaga. Malam perayaan tahun baru adalah malam yang rawan terjadi tindak
kejahatan dan kecelakaan. Apabila ada orang yang celaka maka mereka lari ke rumah
sakit atau PUSKESMAS. Saat itu kita harus bertindak dan menolong. Apabila saat itu
kita butuh alat, bahan, dan biaya lain kita ambil kan dari mana? Anggaran bukannya
belum turun waktu itu?. Banyak dari pimpinan PUSKESMAS yang sampai harus
menguras kantong pribadi untuk menalangi biaya-biaya yang terjadi di PUSKESMAS.
Sungguh mulia. Tetapi apakah tindakan itu bisa dibenarkan? Transaksi apa yang
mendasari hal tersebut terjadi. Apakah PUSKESMAS melakukan hutang piutang? Dari
kasus ini saja sudah ada dua pelanggaran terhadap pola pengelolaan keuangan publik,
yaitu penggunaan dana sebelum anggaran turun dan proses hutang piutang. Kita tahu
bersama UPTD tidak diperkenankan melakukan hutang piutang.

3. Kita tidak pernah bisa meramalkan berapa banyak orang sakit


Kecuali anda mengaku dukun, maka kita semua sepakat tidak ada orang yang bisa
meramalkan berapa banyak orang yang sakit. Apabila ternyata tahun berikutnya jumlah
orang yang sakit turun, kita harus berbahagia bukan? Biaya-biaya yang kita keluarkan
akan lebih sedikit. Serapan anggaran akan rendah. Loh, bukankah itu bagi SKPD bukan
hal yang bagus? PUSKESMAS adalah UPTD yang unik, membutuhkan pola
pengelolaan dan pengukuran yang lebih sesuai.

4. Mengecat ruangan saja tidak bisa

Uang Puskesmas saat ini, Alhamdulillah banyak. Tetapi seringkali muncul biaya-biaya
yang tidak terduga, seperti genteng bocor, cat sudah mulai mengelupas, ban ambulance
bocor dan harus diganti, alat rusak dan harus segera diperbaiki dan hal-hal tidak
terduga lainnya. Kita sadar hal-hal tersebut adalah hal yang butuh penanganan segera.
Dananya pun ada. Tetapi apakah kita bisa langsung melaksanakan? O ternyata belum
bisa, karena kita harus menunggu anggaran perubahan terlebih dahulu, kalau item-item
diatas belum / lupa kita anggarkan.

5. Ketakutan setelah menjadi BLUD, subsidi PEMDA dicabut

Banyak dari pihak PUSKESMAS khawatir kalau setelah menjadi BLUD, maka subsidi-
subsidi akan dicabut. Hal ini tidak beralasan, karena tugas PEMDA adalah memberikan
jaminan pelayanan kesehatan. Saat ini yang terjadi adalah ketimpangan dari sisi
kebutuhan pelayanan dan ketersediaan tenaga dan fasilitas. Jadi sudah menjadi tugas
PEMDA untuk mempersempit kesejangan tersebut. BLUD adalah pola pengelolaan
keuangan untuk memudahkan dan mengamankan, bukan untuk tujuan mencari
keuntungan. BLUD bukan BUMD. Fokus utama BLUD adalah peningkatan kualitas
pelayanan. Apabila PEMDA memutuskan mengurangi atau mencabut subsisi, yang
sebenarnya masih kurang di PUSKESMAS, maka kuantitas dan kualitas pelayanan
kesehatan dipastikan akan turun. Pada akhirnya PEMDA sendiri yang akan kena
masalah, seperti di demo warga, warga menjadi tidak puas, dan bisa jadi pemimpin
petahana (incumbent) tidak terpilih lagi di periode berikutnya.

6. PUSKESMAS harus untung atau memiliki batas pendapatan tertentu

Seperti telah dijelaskan di point ke 5, bahwa tujuan utama BLUD adalah peningkatan
pelayanan bukan meningkatkan keuntungan. Banyak juga yang berpendapat bahwa
PUSKESMAS harus memiliki rawat inap, atau pendapatan jumlah tertentu untuk menjadi
BLUD. Hal-hal tersebut tidak ada dasar peraturannya. Alasan utama menjadikan
PUSKESMAS sebagai BLUD adalah keamanan dalam bekerja, supaya yang dilakukan
oleh pengelola PUSKESMAS tidak melanggar peraturan dan ketentuan-ketentuan yang
ada. Alasan kedua adalah supaya kualitas pelayanan kesehatan dapat meningkat.
Apabila setelah menjadi BLUD pendapatan PUSKESMAS tidak naik, tidak masalah.
Tetapi apabila setelah menjadi BLUD, kualitas pelayanan PUSKESMAS tidak
meningkat, baru itu jadi masalah.

7. Harus lulus akreditasi terlebih dahulu

Ada juga yang berpendapat bahwa sebelum menjadi BLUD, maka harus lulus akreditasi
terlebih dahulu. Hal ini juga tidak berdasar, dan yang terjadi sebenarnya adalah
sebaliknya. PUSKESMAS sebaiknya menjadi BLUD dulu baru mempersiapkan
akreditasi. Mengapa? Karena lolos penilaian menjadi PUSKESMAS BLUD, jauh lebih
mudah daripada LOLOS Akreditasi. Kedua Akreditasi membutuhkan banyak dana, dan
tanpa fleksibilitas penggunaan angggaran,maka PUSKESMAS akan kesulitan dalam
memobilisasi dana yang mereka punya untuk sukses akreditasi. Contoh, apabila ada
alat-alat yang perlu segera diadakan, atau ada honor-honor yang perlu disiapkan,
dengan menjadi BLUD, maka hal-hal seperti itu tidak jadi kendala. Selain itu dengan
menerapkan pola BLUD, maka perencanaan di tingkat PUSKESMAS dipaksa untuk
menjadi baik. Hal ini selanjutnya akan sangat penting untuk menjawab poin-poin elemen
penilaian akreditasi di bidang Admen.

8. PUSKESMAS menjadi komersil

Ketakutan banyak pihak, ketika PUSKESMAS menjadi BLUD adalah mereka menjadi
mata duitan. Apa-apa di hitung dan harga-harga menjadi naik. Sebenarnya tidak ada
yang salah dengan harga-harga yang naik, selama hal tersebut proporsional.
PUSKESMAS ketika dipaksa memberikan tarif jauh dibawah harga pasar, dan disisi lain
PEMDA tidak memberikan subsidi yang cukup, maka ada pihak yang dirugikan dalam
hal ini. Siapa lagi kalau bukan dokter, perawat dan karyawan PUSKESMAS. Hal ini
secara jangka panjang akan berdampak pada turunnya motivasi

9. Lebih mudah sebagian PUSKESMAS menjadi BLUD

Beberapa daerah memiliki kebijakan untuk menjadikan PUSKESMAS bertahap. Alasa


mereka supaya PUSKESMAS-PUSKESMAS yang kecil tidak kesulitan. Namun hal ini
seringkali berbeda di lapangan. Apabila hal itu dilakukan, maka bagian keuangan di
Dinas Kesehatan akan kesulitan, karena harus menangani dua model perencanaan,
penatausahaan dan pelaporan yang berbeda.

10.Menjadi BLUD itu sulit

Nah ini salah paham terbesar. BLUD sulit karena tidak terbiasa. Setelah menjadi BLUD,
justru banyak kemudahan-kemudahan atau fleksbilitas seperti bisa menggunakan
pendapatan secara langsung, pengadaan bisa lebih fleksibel, pengaturan tarif cukup
pakai perbub, bisa rekrut tenaga non PNS, dan lainnya. Banyak yang berpendapat
proses menjadi BLUD rumit. Benarkah? Hanya ada 6 dokumen yang perlu dipersiapkan.
Dua diantaranya merupakan surat pernyataan, dan 4 dokumen administratif lainnya
jangan khawatir kami sudah siapkan untuk anda download dan pelajari.

Jumlah Pembaca : 2,871

Dalam rangka menuju terbentuknya Puskesmas sebagai Badan Layanan


Umum Daerah dipandang perlu segera dilakukan langkah-langkah percepatan
dengan tetap berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang BLUD. Percepatan ini dilakukan agar dapat diberikan
keleluasaan pengelolaan keuangan/ barang pada batas-batas tertentu yang
dapat dikecualikan dari ketentuan yang berlaku umum terkait jumlah dana
yang dapat dikelola langsung, pengelolaan barang, pengelolaan utang dan
piutang, pengelolaan investasi, pengadaan barang dan/atau jasa, serta
perumusan standar, kebijakan, sistem dan prosedur pengelolaan keuangan
Dasar Hukum yang digunakan untuk pembentukan BLUD Puskesmas :

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan


Negara;
2. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah;
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.05/2011 tentang
Rencana Bisnis dan Anggaran Serta Pelaksanaan Anggaran Badan
Layanan Umum;

Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan untuk penerapan status BLUD


pada Puskesmas adalah sebagai berikut :
1) Sesuai ketentuan Pasal 11 dan Pasal 18 Permendagri No.61 Tahun
2007, Kepala Dinas Kesehatan mengajukan permohonan untuk dapat
menerapkan PPK-BLUD kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah dengan
dilampiri dokumen administratif meliputi :

 Surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja


pelayanan, keuangan dan manfaat bagi masyarakat– dibuat oleh
KepalaDinas Kesehatan dan Kepala Puskesmasdan diketahui oleh
Sekretaris Daerah
 Pola tata kelola memuat antara lain struktur organisasi, prosedur kerja,
pengelompokan fungsi yang logis, pengelolaan sumber daya manusia
(Pasal 21 Permendagri 61/2007). Hal ini perlu memperhatikan
transparansi, akuntabilitas, reponsibilitas dan independensi. *Struktur
organisasi – posisi jabatan, pembagian tugas, fungsi, tanggung-jawab
dan wewenang dalam organisasi; *Prosedur kerja menggambarkan
hubungan dan mekanisme kerja antar posisi jabatan dan fungsi dalam
organisasi.*Pengelompokkan fungsi yang logis menggambarkan
pembagian yang jelas dan rasional antara fungsi pelayanan dan fungsi
pendukung yang sesuai dengan prinsip pengendalian
intern. *Pengelompokan SDM pengaturan dan kebijakan yang jelas
mengenai SDM yang berorientasi pada pemenuhan secara kuantitatif
dan kualitatif untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi secara
efisien, efektif dan produktif.
 Rencana strategi bisnis (merupakan rencana strategis 5 (lima)
tahunan yang mencakup antara lain visi, misi, program strategis,
pengukuran pencapaian kinerja, rencana pencapaian lima tahunan atau
proyeksi keuangan lima tahunan) berpedoman pada Pasal 69 sampai
79 Permendagri Nomor 61/2007 dan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran Serta
Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum;
 Standar pelayanan minimal memuat batasan minimal mengenai jenis
dan mutu layanan dasar yang harus dipenuhi Puskesmas –
berpedoman pada PP Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal) dan PMK
Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan;
 Laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan
keuangan. Laporan keuangan pokok meliputi laporan realisasi
anggaran, neraca dan catatan atas laporan keuangan. Sedangkan
apabila berbentuk prognosa/proyeksi laporan keuangan terdiri dari
prognosa laporan operasional dan prognosa neraca. Prognosa
diperuntukkan bagi Puskesmas yang baru terbentuk dengan
berpedoman pada standar akuntansi yang diterbitkan oleh Asosiasi
Profesi Akuntansi Indonesia – berpedoman pada PP Nomor 24 Tahun
2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan);
 Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit
secara independen.

Selanjutnya apabila disetujui, Bupati menetapkan Keputusan Bupati tentang


penerapan status PPK BLUD. Penetapan status ini dapat berupa pemberian
status BLUD penuh atau status BLUD bertahap.

1. a) BLUD PUSKESMAS secara penuh: diberikan apabila seluruh


persyaratan telah dipenuhi dan dinilai memuaskan
2. b) BLUD PUSKESMAS secara bertahap: diberikan apabila
persyaratan substantif dan teknis terpenuhi namun persyaratan
administratif dinilai belum terpenuhi secara memuaskan /tidak sesuai
dengan yang dipersyaratkan;

Status BLUD bertahap diberikan flesksibiltas pada batas batas tertentu yang
berkaitan dengan jumlah dana yang dikelola langsung, pengelolaan barang,
pengelolaan piutang serta perumusan standar,kebijakan,sistemdan prosedur
pengelolaan keuangan. Tidak diberikan fleksibilitas untuk pengelolaan
investasi, pengelolaan utang dan pengadaan barang dan/atau jasa. Batas
batas tertentu fleksibilitas ini ditetapkan bersamaan dengan penetapan status
BLUD.
Keputusan Bupati ini disampaikan kepada Pimpinan DPRD paling lama
1(satu) bulan sejak tanggal ditetapkan.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerapan status BLUD
PUSKESMAS :
1) Standar Pelayanan Minimal :
Standar pelayanan minimal dapat diusulkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
kepada Bupati untuk selanjutnya dimohonkan penetapannya dalam Peraturan
Bupati. Standar Pelayanan minimal harus memenuhi persyaratan sbb : fokus
pada jenis pelayanan, terukur, dapat dicapai, relevan dan dapat diandalkan
dan tepat waktu (Pasal 56 Permendagri 61/2007);
2) Tarif Layanan :
BLUD Puskesmas dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai
imbalan atas barang dan/atau jasa layanan yang diberikan (Pasal 57
Permendagri 61/2007). Tarif layanan diusulkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
kepada Bupati melalui Sekretris Daerah untuk selanjutnya ditetapkan dalam
Peraturan Bupati dan disampaikan kepada Pimpinan DPRD (Pasal 58 ayat (3)
Permendagri Nomor 61/2007). Penetapan tarif perlu mempertimbangkan
kontinuitas dan pengembangan layanan, daya beli masyarakat serta
kompetisi yang sehat.
3) Pendapatan dan Biaya BLUD Puskesmas :
Pendapatan BLUD dapat bersumber dari (Pasal 61 Permendagri Nomor
61/2007):

1. Jasa layanan;
2. Hibah (berupa hibah terikat dan hibah tidak terikat). Hibah terikat
diperlakukan sesuai peruntukkannya;
3. Hasil kerjasama dengan pihak lain (berupa perolehan dari kerjasama
operasional, sewa menyewa dan usaha lainnya yang mendukung tugas
dan fungsi BLUD PUSKESMAS);
4. APBD (pendapatan yang berasal dari otorisasi kredit anggaran
pemerintah daerah, bukan dari kegiatan pembiayaan APBD);
5. APBN (dapat berupa pendapatan yang berasal dari pemerintah dalam
rangka pelaksanaan dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan dan
lain-lain);
6. dan lain-lain pendapatan BLUD yang sah diantaranya hasil penjualan
kekayaan yang tidak dipisahkan, hasil pemanfaatan kekayaan, jasa
giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing, komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat
dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa BLUD, hasil
investasi.

Biaya BLUD terdiri dari :


Biaya operasional (terdiri dari biaya pelayanan dan biaya umum dan
administrasi). Biaya pelayanan terdiri dari : biaya pegawai, biaya bahan, biaya
jasa pelayanan, biaya pemeliharaan, biaya barang dan jasa, biaya pelayanan
lain-lain. Biaya umum dan administrasi terdiri dari : biaya pegawai, biaya
administrasi kantor, biaya pemeliharaan, biaya barang dan jasa, biaya
promosi, biaya umum dan administrasi lain-lain.
biaya non operasional terdiri dari biaya bunga, biaya administrasi bank, biaya
kerugian penjualan aset tetap, biaya kerugian penurunan nilai, biaya non
oprasional lain-lain.
4) Investasi :
BLUD PUSKESMAS tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali
atas persetujuan Bupati (Pasal 93 Permendagri Nomor 67/2007). Investasi
jangka panjang meliputi : penyertaan modal, pemilikan obligasi untuk jangka
panjang dan investasi langsung seperti pendirian perusahaan.
5) Pengadaan Barang dan/atau jasa :
Pengadaan barang dan/atau jasa pada BLUD PUSKESMAS dilaksanakan
berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi pengadaan barang dan/atau jasa
pemerintah (Pasal 99 Permendagri 61/2007).
Apabila terdapat alasan efektifitas dan/atau efisiensi, BLUD dengan status
penuh dapat diberikan fleksibilitas berupa pembebasan sebagian atau
seluruhnnya dari ketentuan yang berlaku umum. Fleksibilitas diberikan
terhadap pengadaan barang dan/atau jasa yang sumber dananya berasal
dari : jasa layanan, hibah tidak terikat, hasil kerjasama dengan pihak lain, lain-
lain pendapatan BLUD yang sah.
6) Pembinaan dan Pengawasan :
Pembinaan teknis dilakukan oleh Bupati melalui Sekretaris Daerah.
Pembinaan Keuangan BLUD PUSKESMAS dilakukan oleh DPKD selaku
PPKD. Pengawasan operasional BLUD dilakukan oleh pengawas
internal internal auditor yang berkedudukan langsung dibawah Kepala
PUSKESMAS.
7) Evaluasi dan Penilaian Kinerja :
Evaluasi dan penilaian kinerja dilakukan setiap tahun oleh Bupati dan/atau
Dewan Pengawas terhadap aspek keuangan dan non keuangan bertujuan
mengukur tingkat capaian hasil pengelolaan BLUD PUSKESMAS
sebagaimana ditetapkan dalam Renstra Bisnis dan RBA. Evaluasi dan
penilaian kinerja keuangan dapat diukur berdasarkan tingkat
kemampuan BLUD PUSKESMAS dalam :

1. a) Memperoleh hasil usaha atau hasil kerja dari layanan yang diberikan
(rentabilitas);
2. b) Memenuhi kewajiban jangka pendeknya (likuiditas);
3. c) Memenuhi seluruh kewajibannya (solvabilitas);

d) Kemampuan penerimaan dan jasa layanan untuk membiayai pengeluaran

Anda mungkin juga menyukai