Anda di halaman 1dari 2

ternyata aku butuh laki-laki

oleh Radoek

Aku berharap waktu pun


meninggal dunia, digerogoti oleh
detik-detik dan menit-menit
yang selalu berlari saling
mengejar. Aku duduk terdiam
tanpa punya daya dan hasrat
lagi. Invalid. Bagai serdadu yang
kehilangan satu kakinya saat
perang bergejolak. Bagai
onggokan daging yang hanya
punya nyawa.

Pikiranku kini menerawang pergi


meninggalkan jasad yang masih
bernafas. Pikiran dan hati tak
mau berdamai. Mereka baru saja
bertarung. Entah siapa yang
menang. Yang pasti pikiranku
memutuskan untuk berkelana
sejenak.

“Aku butuh laki-laki,” tiba-tiba


pikiranku berteriak kencang.
“Aku bosan hidup sendiri
mendapati tak ada pria di
sampingku yang akan menjadi
teman setia di sisa usiaku. Aku
bosan tak ada bahu yang
bersedia menjadi sandaran saat
isak tangisku tumpah. Aku ingin
ada laki-laki yang bersedia
menitipkan benihnya padaku
untuk kemudian kami rawat
bersama menjadi anak-anak
yang sholeh. Aku ingin
membentuk keluarga yang
penuh warna cinta. Aku ingin....”

Pikiranku tercekat serak dan


kehilangan suaranya. Terlalu
lelah ia mengembara dan
kemudian pulang untuk
mengabarkan apa yang menjadi
hasratnya. Tubuhku pun lunglai
selelah pikiranku. Adakah
dayaku untuk menjadikan hasrat
pikiranku menjadi nyata?

(ruang kerjaku, depok, 8 April


2003, 14:44-RADOeK)

Anda mungkin juga menyukai