Anda di halaman 1dari 3

Sirius

Jika rindu bisa diartikan karena kedua tatap mata ini jarang bertemu bagaimana jika dipersulit
lagi dengan jarak dan waktu. Mungkin rindu bisa membuat candu, tentang khayalan dan harapan
apabila kita bertemu. Membayangkan hari bahagia, melepas canda tawa seperti dunia hanya milik
berdua. Mungkin tanpa kamu ada yang berbeda. Sendiri. Hanya lamunan yang menemani. Seperti ada
yang kosong. Satu ruang. Bisa kusebut itu Long Distance Relasionship.

“Brakk…”, seseorang melempar buku di hadapanku. “eh tumben diem, kesambet apaan lu bisa
diem. Sakit gigi ye” kata Keisya. Dia teman dekatku. Meskipun aku memiliki banyak teman tetapi cuma
dia yang bisa dibilang kompak denganku. “ Engga gue gapapa masih pagi nih masih belum sadar”,
jawabku. “Yaudeh deh, eh tadi malem ya gue seneng banget abis keluar sma si Dino”, lanjutnya. Ya
memang Keisya bisa dibilang sudah taken dan setiap hari ada saja yang dia ceritakan padahal aku sendiri
bisa dibilang masih sendiri. Namaku Selghi. Menjadi jomblo di masa masa SMA ini menurutku hal yang
sangat biasa saja. Terlebih aku bersifat don’t care terhadap hal yang berbau seperti itu. Masih nyaman
menjadi diri sendiri dan bebas berbaur dengan siapapun. Menurutku seperti itu. Tetapi itu tidak
bertahan lama, aku menjadi takhluk. Seperti ada yang berbeda, berawal dari tatap. Indah senyummu
memikat. Memikat hatiku yang hampa . Awalnya ku ragu namun akhirnya ku percaya bahwa ku benar
jatuh hati!.

Mendekati seseorang bukanlah keahlianku sebagai wanita, karena sifat itu aku merasa pasrah
untuk mendekati pujaan hatiku. Hanya tertanam saja di hati kalau aku suka kamu. Tanpa terlalu peduli
bagaimana cara nanti ku mendekatimu. Yang penting aku suka kamu. Hanya itu.

“Bisa geser?. Tempat duduk lain penuh nih”, kata Al. “Iya bisa. Sini sini”, jawabku. Dia bernama
Al, teman di SMA. Berkenalan dan berbagi cerita bukanlah hal yang sulit terlebih kepadanya. Tidak
pernah hilang diingatan bagaimana cara kita bertemu. Sangat lucu. Menurutku. Berebut sebuah buku di
perpustakaan sampai kita didatangi oleh penjaga perpustakaan karena telalu ribut. Jika mengingat itu
kita selalu tertawa dan menyalahkan kebodohan kita. Sangat menyenangkan. Aku suka.

“Bentar lagi aku berangkat. Siap siap ya”, pesan singkat yang kuterima. Siapa lagi kalau bukan Al.
Dia sering mengajakku pergi. Bisa jalan jalan atau makan atau bisa dibilang cuma di teras rumah. Dia
selalu bercerita tentang kegiatannya, maklum kita bukan teman kelas. Minggu pagi adalah hari
favoritnya membawaku pergi. Pergi tuk nikmati petualangan baru. Menghirup semilir angin pagi yang
menusuk kalbu. Memberi kenyamanan yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Aku suka dia apa
adanya. Sejak saat itu pemahamanku tentangnya berubah, aku bukan lagi temannya aku sahabatnya!.

“Eh gue liat liat lama lama lu makin nempel aja sama di Al”, cetus Keisya.
“ Apaan sih orang gue biasa aja lu nya aja yang baper kalo liat kita jalan”, jawabku.
“Yaelah lu kapan sih pekanya udah banyak cowok yang deketin masih aja gak ada yang bikin lu
baper”, jawabnya.
“Ya salah mereka ngapain deketin gue, orang gue gak peduli sama yang namanya cinta cintaan.
Hahaha” sahutku cepat.
“ Awas aja ya gue doain lu cepet dapet pacar. Eh lu tau gak di Dhea emang ngajak lo perang
deh”, sahut Keisya

Memang Dhea begitu menyebalkan, menjadi plagiat bukanah hal yang membanggakan apalagi harus
meniru ciri khas seseorang tetapi aku tidak terlalu menanggapinya. Terserah dia. Aku bukan anak yang
selalu menjadi nomor satu ataupun menjadi panutan. Meniru gaya dan caraku ataupun menjadi haters
aku tak mau tau. Karna pasti mereka penggemar beratku. Yang mencari detail kehidupanku dimana
orang lain belum tentu ingin tau. Selama dia tidak merebut Al dariku , aku akan membiarkan masalah ini
membisu. Tenggelam dalam kebahagiaanku bersama Al.

“ Bisa ketemu? Aku tunggu di taman ya”, pesan singkat dari ponselku membuat hati ini
berdegup kencang. Membayangkan semua kejadian yang mungkin terjadi. Aku belum siap. Sebuket
bunga mawar putih disodorkan kepadaku. Sangat indah ditambah dengan ungkapan perasaannya
padaku. Aku tidak terkejut. Itu wajar terlebih sudah 3 bulan dia mendekatiku. Dimas menyatakan semua
isi hatinya dan aku pun menerimanya. Suatu hal yang sangat mengejutkan, ucapan Keisya benar
terwujud. Tapi hati menjadi ragu, apa Al akan meninggalkan atau tetap di sampingku. Aku tidak tau.

Hari hari bersama Dimas sangat menyenangkan terlebih juga bersama Al sangat sempurna.
Mungkin aku menjadi seorang yang beruntung memiliki mereka dan hal itu membuat setiap tatap mata
yang memandang semakin iri kepadaku. Mereka berusaha mengorek informasi, menirukan gaya dan
kebiasaan. Awalnya ku anggap hal yang biasa dan tak menghawatirkan tetapi berakhir cemburu karena
ada wanita lain yang ingin merebut Al dariku. Menyebalkan jika Dhea benar benar ingin merebut Al, aku
tidak terima, sudah cukup ciri khas ditiru jangan sampai Al berpaling kepadamu.

“Dimas aku sebel tau masa ya dia niru gaya fotoku di instagram dia juga ngomongin aku terus di
depan temenku. Ada gitu ya orang kayak gitu”, ketusku.
“Udahlah don’t care aja biarin ntar kan dia capek sendiri”, jawab Dimas singkat.
“ Eh tapi dia juga kegatelan tau sama Al, kemarin aja nempel ke Al itu cewek apa lalat. Hfftttt”,
sahutku.
“ Kamu lama lama nyebelin ya Al terus yang dibahas Al terus yang dibelain aku capek bosen
dengerinnya”, suara Dimas meninggi.
“Kamu kenapa sih biasa aja dong gausa pake marah marah. Kalo gasuka aku cerita gitu yaudah”,
sahutku cepat.
“Yaudah”, kata Dimas

Semua menjadi semakin sendu, Dimas selalu meributkan hal yang tidak perlu, menjadi lebih
sensitive terlebih jika ku menceritakan tentang sikap Al yang sangat nyaman dengan Dhea. Menjadi
serba salah dihadapan semua orang. Seperti menjadi penyebab masalah. Dimas bilang aku egois dan
memutuskan hungangan kami. Sebuah teka teki besar mengendap di hati. Siapakah yang lebih egois ,
dia yang meninggalkan karena hal sepele atau dia yang ditinggalkan?. Mungkin jawabannya dia tidak
baik untukku saat ini. Tak kubiarkan sedih menghantui. Apalagi Al selalu menghibur setidaknya itu sudah
sangat membantu melupakan sosok Dimas. “ Kamu itu seperti bintang Sirius ghi.”, celetuk Al saat
menemuiku di teras rumah. “Apa? Bintang Sirius? Maksutnya?”, jawabku. “Iya bintang Sirius, dia
menjadi bintang yang paling terang daripada bintang yang lain berarti cahaya Sirius sangatlah dominan.
Sama seperti kamu, meskipun banyak wanita yang dekat sama aku tetapi kamu tetap bintang siriusku.”,
jelasnya. Setidaknya hatiku menjadi tak ragu apalagi besok Al akan meninggalkanku untuk melanjutkan
kuliah di Bandung sedangkan aku di Surabaya. Awalnya berat tetapi dia berusaha meyakinkanku bahwa
tidak akan ada yang berbeda. Dia yakin aku tetap akan jadi bintang siriusnya!.

Sudah 18 bulan kita merasakan bedanya jarak dan waktu, sangat menyiksa menurutku. Tetapi Al
masih mengatakan aku bintang siriusnya. Dan aku percaya. Meskipun masa lalu mencoba mengganggu
tetapi ku tak mau terjebak oleh nostalgia. Semua yang kurasa kini telah berubah semenjak Dimas pergi,
aku tidak akan kembali. Alasannya karna ku jatuh hati. Terpikat dan tersihir pada tuturnya. Terkagum
pada pandangnya melihat dunia. Dia membawaku merasakan menjadi orang yang sempurna.
Menguatkan jika diri merasa lemah. Melukis senyuman saat hati gundah gulana. Itu sudah alasan yang
cukup untuk menahan rindu ini yang masih tetap miliknya.

“Kamu gak berubah ya. Sama”, kata Al. Dia sengaja memberi kejutan, mengunjungi di sela sela
waktu. “ Selama aku masih jadi bintang siriusmu aku gak akan pernah berubah di matamu.”, jawabku.
“Jangan pernah permasalahkan jarak dan waktu ya, mereka bisa akur kok tapi gak sekarang. Sabar.”,
jelasnya. “Iya yang penting masing masing tau hatinya milik siapa”, jawabku singkat.

Anda mungkin juga menyukai