Anda di halaman 1dari 23

ANTI INFLAMASI

NAMA : KELOMPOK 1 (Gel. 1)


KELAS : 4G

1. Ade Sintia (1701011519 )


2. Adelina Sinaga (1701011431 )
3. Adillah Ramni Rambe (1701011302 )
4. Agnes Rosa Laia (1701011148 )
5. Marisa Ulfa Citra (1701011357 )
6. Maysyara Agustin (1701011429 )
7. Mona Erika Lumbang Tobing (1701011425 )

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN
T.A. 2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radang atau Inflamasi adalah respon protektif tubuh terhadap cedera jaringan.
Cedera menyebabkan pelepasan tiga bahan kimia yang merangsang respon vascular
yang mendorong cairan dan sel darah putih mengalir kelokasi cerdera. Ujung saraf
dirangsang oleh sinyal-sinyal otak bahwa sedang terjadi cedera pada bagian tubuh
tersebut (1).
Inflamasi adalah respon dari suatu organism terhadap pathogen dan alterasi
mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan
yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau
inflamasia dalah satu dari respon utama system kekebalan terhadap infeksi dan iritasi
(2).
Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai berikut:
a. Tumor atau membengkak.
b. Kalor atau menghangat.
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor
disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki
suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak
daripada ke daerah normal (3).
c. Dolor ataunyeri
d. Rubor atau memerah.
Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran
arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah
mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh
dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna
merah lokal karena peradangan akut (3).
e. Functiolaesa atau daya pergerakan menurun, dan kemungkinan disfungsi
organ atau jaringan (2).
Proses inflamasi merupakan respon terhadap stimulus luka yang disebabkan oleh
bermacam-macam zat berbahaya (contohnya infeksi, antibodi, atau cedera fisik).
Kemampuan untuk membentuk respon inflamatori diperlukan untuk kelangsungan
hidup dalam menghadapi patogen lingkungan dan cedera; pada beberapa keadaan dan
penyakit, respon inflamatori mungkin berlebihan dan berlangsung lama tanpa
manfaat yang jelas dan bahkan dengan akibat merugikan yag parah (4).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah senyawa yang digunakan sebagai penginduksi pada percobaan
antiinflamasi ?
2. Bagaimana perbandingan efektivitas antara sampel obat Na-Diklofenak 15
mg/kg BB dan Na-Diklofenak 20 mg/kg BB ?

1.3 Hipotesis
1. Adanya senyawa yang digunakan sebagai penginduksi pada percobaan
antiinflamasi adalah karagenan 1 %.
2. Adanya perbandingan efektivitas antara sampel obat Na-Diklofenak 15 mg/kg
BB dan Na-Diklofenak 20 mg/kg BB yaitu lebi efektif Na-Diklofenak 20
mg/kg BB dibndingkan dengan Na-Diklofenak 15 mg/kg BB

1.4 Tujuan Percobaan

1. Untuk mengetahui senyawa yang digunakan sebagai penginduksi pada


percobaan antiinflamasi.

2. Untuk mengetahui perbandingan efektivitas antara sampel obat Na-


Diklofenak 15 mg/kg BB dan Na-Diklofenak 20 mg/kg BB .
2.1 Kerangka Konsep

Rute Pemberian Obat

Oral Intra Plantar

Karagenan 1% dosis 0,1 ml


Aquades 1%
Larutan Na-Diklofenak
1% dosis 15 mg/Kg BB
Larutan Na-Diklofenak
1% dosis 20 mg/Kg BB
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anti inflamasi

Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan
bukan karena mikroorganisme (non infeksi) (2). Meskipun inflamasi merupakan
respons alami tubuh terhadap cedera, proses ini dapat dirasakan kurang nyaman bagi
pasien, terutama bila timbul demam, nyeri, dan bengkak .Obat antiinflamasi dapat
diberikan untuk mengurangi proses inflamasi dan untuk meningkatkan rasa nyaman
pasien. Obat antiinflamasi menghentikan produksi prostaglandin yang menyebabkan
berkurangnya proses inflamasi. Ada tiga kategori obat antiinflamasi (1).

1. Analgesik
Analgesik adalah obat yang menghilangkan rasa nyeri dengan cara
meningkatkan nilai ambang nyeri di SSP tanpa menekan kesadaran (5).
Efek ini dapat dicapai dengan berbagai cara: menekan kepekaan reseptor nyeri
terhadap rangsangan mekanik, termik, listrik atau kimiawi dipusat perifer atau dengan
cara menghambat pembentukan prostaglandin sebagai mediator sensasi nyeri (6).
Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya member tanda tentang
adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang
otot. Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang
dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator
nyeri ( pengantara ) (7).
2. Antipiretik. Obat untuk menurunkan suhu tinggi (demam)
3. Antikoagulan. Menghambat agregasi platelet ( komponen dalam darah yang
berperan penting dalam pembekuan darah ).
Tindakan ini diperlukan sehubungan dengan beberapa pennyakit dengan
kecenderungan pembekuan darah guna dalam pembuluh darah, maupun untuk
memperoleh darah guna pemeriksaan laboratorium atau pungguna transfuse (8).
Respon inflamantori terjadi dalam 3 fase temporal yang berbeda, masing-
masing tampaknya diperantarai dengan mekanisme berbeda :
(1) fase akut yang ditandai dengan vasodilatasi lokal sementara dan peningkatan
permeabilitas kapiler;
(2) fase subakut lambat, yang ditandai dengan infiltrasi leukosit dan sel fagosit;
(3) fase proliferatif kronik yang menimbulkan degenerasi dan fibrosis jaringan (8).

2.1.1 Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)


NSAIDs adalah kelompok obat yang umumnya diberikan pada pasien yang
mengeluh nyeri ringan sampai sedang. Obat ini juga diketahui menurunkan suhu
tubuh (bersifat antipiretik) dan memiliki kandungan antiinflamasi. Ketika sel rusak,
sel melepaskan substansi yang disebut asam arakidonat. Asam ini pada akhirnya akan
digunakan pada dua alur metabolik, salah satunya adalah alur siklookgsigenase yang
menghasilkan sejumlah produk, diantaranya adallah prostaglandin. Prostaglandin,
terutama seri prostaglandin E, berperan untuk mebuat nosiseptor menjadi lebih
sensitif. Akibatnya, ketika produk yang dihasilkan oleh nyeri, seperti bradikinin,
dilepaskan, individu akan merasakan yang lebih hebat (9).
NSAIDs (non-steroid anti-inflmmantory drugs) sebagai analgetika anti
radang sangat bermanfaat terhadap gejala rema. Zat-zat ini lebih efektif daripada
analgetika perifer (paracetamol, asetosal, atau kombinasinya dengan obat lain).
Respon individual untuk NSAIDs sangat bervariasi, maka sebaiknya dicoba beberapa
obat untuk menentukan obat mana yang bekerja paling efektif bagi pasien tertentu
(10).
NSAID diperkirakan menurunkan produksi prostaglandin dengan
menghambat alur siklooksigenase. Oleh sebab itu, kelompok obat ini efektif untuk
berbagai kondisi, seperti nyeri akibat artritis, sakit gigi, nyeri haid dan bahkan nyeri
kanker. Blokade alur siklooksigenase berguna dalam kaitannya dengan tingkatan
nyeri yang kita rasakan; akan tetapi, NSAID juga menimbulkan efek samping (8).
Prostaglandin berperan dalam keseimbangan (homeostasis) alami tubuh
dan memainkan peranan penting dalam tubuh. Seri prostaglandin E berperan
memastikan lapisan mukosa saluran cerna kita tetap bekerja efektif. Seri tersebut juga
berperan pada ginjal, yaitu membantu mepertahankan tekanan yang sesuai bagi ginjal
untuk memfiltrasi air dan produksi sisa. Oleh karena itu, pembatasan produksi
prostaglandin mengandung resiko tinggi bagi tubuh dan hal ini ditunjukkan dengan
munculnya efek samping pada gastrointestinal dan ginjal bila menggunakan
kelompok obat ini, misalnya aspirin, ibuprofen dan paracetamol (8).
Banyak sekali obat termasuk dalam golongan NSAID yang banyak dipakai
untuk mengatasi gejala nyeri dan radang pada penyakit muskuloskeletal, contoh
artritis reumatoit, gout, dan lain-lain. Semua NSAID memiliki sifat anlgesik,
antipiretik, antiinflmasi, misalnya asam mefenamat dan asam flufenamat,
metamporin, natrium diklofenak dan sebagainya (11).
Obat-obat AINS umumnya mempunyai sifat antiinflamasi, analgesik,
antipiretik.Namun, karena efek antipiretiknya baru terlihat pada dosis yang lebih
besar daripada efek lainnya, dan relative toksik dari antipiretik klasik.Semua AINS
merupakan iritan terhadap mukosa lambung, walaupun ada perbedaan gradasi di
antara obat-obat ini (12).

2.1.2 Sifat dasar obat anti inflamasi nonsteroid


a. Mekanisme kerja
Mekanisme kerja berhubungan dengan sistem biosintesis PG mulai dilaporkan
pada tahun 1971 oleh Vane Dkk yang memperlihatkan secara in vitro bahwa dosis
rendah aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatis PG. Pengertian
lanjutan telah membuktikan bahwa produksi PG akan meningkan bagaimana sel
mengalami kerusakan. Walaupun in vitro obat AINS diketahui menghambat berbagai
reaksi biokimia lainnya, hubungannya dengan efek analgesik, antipiretik dan
antiinflamasinya belum jelas.Selain itu obat AINS secara umum tidak menghambat
biosintesis leokotrien, malah pada beberapa orang sintesis meningkat dan dikaitkan
dengan reaksi hipersensitivitas yang bukan berdasarkan pembentukan antibody (10).
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakidonat menjadi PGG2terganggu.Setiap obat menghambat siklooksigenase
dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda (10).
Enzim siklooksigenase terdapat dalam dua isoform disebut COX-1 dan COX-
2. Kedua isoform tersebut di kode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya bersifat
unit. Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam
kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna dan trombosit.Di
mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat
sitoprotektif.Siklooksigenase-2 semula diduga diinduksi berbagai stimulus
inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksin dan faktor pertumbuhan (growth factors).
Ternyata sekarang COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, jaringan
vaskular dan pada proses perbaikan jaringan. Tromboksan A2, yang disintesis
trombosit oleh COX-1, menyebabkan agregasi trombosit, vasokonstriksi dan
proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasilkin (PGI2) yag disentisis oleh COX-2 di
endotel makrovaskular melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan
agregasi trombosit, vasodilatasi dan efek anti-poliferasi (13).

b. Efek Farmakodinamik
1. Efek anti-inflamasi
Kebanyakan obat mirip aspirin, terutama yang baru, lebih dimanfaatkan
sebagai antiinflamasi pada pengobatan kelainan muskuloskeletal, misalnya artritis
reumatoid, osteoartritis dan spondilitis ankilosa.Tetapi harus diingat bahwa obat
mirip aspirin ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan
penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau
mencegahgkerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal ini (14).

2.2 Karagenan
Uji utama yang sering dipakai dalam menapis zat antiradang nonsteroid baru,
mengukur kemampuan suatu senyawa untuk mengurangi edema lokal pada
cengkraman tikus yang disebabkan oleh suntikan zat pengiritasi karagenan, yaitu
suatu mukopolisakarida yang diperoleh dari lumut laut Irlandia, Chondrus crispus.Zat
antiradang yang paling banyak digunakan diklinik untuk menekan edema macam
ini.Sifat antiradang indometasin, yaitu zat antiradang nonsteroid yang banyak dipakai,
pada mulanya ditentukan uji karagenan (15).
Karagenan polisakarida dari algae, suatu ekstrak rumput laut, yang memiliki
sejumlah manfaat, terutama dalam industri makanan dan sejenisnya. Karagenan
adalah suatu senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium dan
magnesium atau kalsium sulfat dengan galaktosa dan kopolimer 3,6 anhidrogalaktosa
(15).
Karagenan merupakan zat berwujud serbuk, berwarna putih-kuning, dengan sifat
kelarutan yang berbeda dalam berbagai media.Tipe kelarutan yang berbeda juga
menyebabkan kelarutan berbeda dalam medium yang berbeda pula.Demikian pula
jenis garam dari karagenan mempunyai sifat kelarutan yang berbeda (15).
Secara umum karagenan digunakan untuk memperbaiki sifat sediaan farmasi
berbentuk suspense atau emulsi, antara lain :
 Sebagai stabilisator sediaan es krim, yaitu pada kadar 0,01-0,05%
 Kadar 0,02-0,03% digunakan sebagai stabilisator susu coklat
 Sebagai pengental pada industri roti
 Sebagai pembentuk gel
 Kadar 0,8-1,2% pada pasta gigi akan memperhalus tekstur karena sifatnya
sebagai pengemulsi (15).
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Spuit
b. Oral sonde
c. Pletismometer
d. Timbangan elektrik

3.1.2 Bahan
a. Hewanpercobaan : Tikus
b. Karagenan 1%
c. Larutan Na-Diklofenak 1%
d. Aquadest

3.2 ProsedurPercobaan
1. Tikusditimbang, di beritandapadasendi kaki belakangkiri
2. Volume kaki tikus diukur (Vo)
3. Tikus diberikan secara oral
 Suspensi kosong (tikus control) 1% BB (oral)
 Larutan Na-Diklofenak 1% dosis 15 mg/Kg BB (oral)
 Larutan Na-Diklofenak 1% dosis 20 mg/Kg BB (oral)
4. Setelah 30 menit, kaki tikus disuntikkan karagenan 1% sebanyak 0,1 ml/cc
5. Setelah 30 menit, diukur volume kaki tikus (Vt) selang waktu 30 menit
sampai 1 jam 30 menit.
6. Dihitung % Radang dan % Inhabisi Radang
7. Dibuat grafik % Radang dan Inhibisi Radang
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Tabel

Waktu (menit)
No Perlakuan 30 60
Vawal Vudem Vawal Vudem
1 Suspensi kosong 1%
I (131,8 g) 0,2 0,1 0,2 0,1
II ( 106,70 g) 0,2 0,1 0,2 0,1
III (108,05 g) 0,3 0 0,3 0
IV (103,70 g) 0,2 0,1 0,2 0,1
2 Lar. Na- Diklofenak 1 %
dosis 15 mg/kg BB ( oral )
I (66,80 g) 0,2 0,1 0,2 0,1
II ( 69,10 g) 0,2 0,1 0,2 0
III (89,08 g) 0,3 0 0,3 0
IV (65,45 g) 0,2 0 0,2 0
3 Lar. Na- Diklofenak 1 %
dosis 20 mg/kg BB ( oral )
I (86,10 g) 0,3 0,2 0,3 0,1
II ( 99,80 g) 0,4 0,1 0,4 0
III (87,65 g) 0,3 0,1 0,3 0,2
IV (- g) 0 0 0 0
Tabel rata-rata persen radang

Persen radang (%) per 30 menit


No Perlakuan
30 60
I : 50 I : 50
II : 50 II : 50
Kontrol suspensi kososng 1%
1 III : 50 III : 50
IV :50 IV :50
Rata-rata 50% 50%
I : 50 I : 50
Lar. Na- Diklofenak 1 % dosis 15 II :50 II : 0
mg/kg BB ( oral ) III :0 III : 0
2
IV :0 IV : 0
Rata-rata 25% 12,5%
I : 50 I : 50
Lar. Na- Diklofenak 1 % dosis 20 II : 50 II : 0
3 mg/kg BB ( oral ) III : 50 III : 66,6
IV : 0 IV : 0
Rata-rata 37,5 % 29,15%

Grafik persen radang ( %)

60

50 suspensi kosong 1%
40
(%)

30
Lar. Na- Diklofenak 1 %
20 dosis 15 mg/kg BB ( oral
)
10
Lar. Na- Diklofenak 1 %
0 dosis 20 mg/kg BB ( oral
30 60 )
waktu (menit )

Tabel rata-rata inhibisi radang (%)

No Perlakuan Persen inhibisi radang (%)


30 60
1 Suspensi kosong 1% 50 % 50 %
2 Lar. Na- Diklofenak 1 % dosis 15 50 % 75 %
mg/kg BB ( oral )

3 Lar. Na- Diklofenak 1 % dosis 20 25% 41,7 %


mg/kg BB ( oral )

Grafik inhibisi radang ( % )

80

70

60

50 suspensi kosong 1 %
(%)

40
Lar. Na- Diklofenak 1 % dosis
30 15 mg/kg BB ( oral )

20 Lar. Na- Diklofenak 1 % dosis


20 mg/kg BB ( oral )
10

0
30 60
waktu (menit )
4.1.2 Perhitungan

a. Tikus kontrol
 Tikus I = 131,8 g
1
Suspensi kosong 1% = 100 x 131,8 g = 1,3 ml
Jumlah Karagenan yang diberikan 1 ml
 Tikus II = 106,70 g
1
Suspensi kosong 1% = x 106,70 g = 1,06 ml
100
Jumlah Karagenan yang diberikan 1 ml
 Tikus III = 108,05 g
1
Suspensi kosong 1% = 100 x 108,05 g = 1,08 ml
Jumlah Karagenan yang diberikan 1 ml
 Tikus IV = 103,70 g
1
Suspensi kosong 1% = 100 x 103,70 g = 1,03 ml
Jumlah Karagenan yang diberikan 1 ml

b. Tikus obat Na- Diklofenak 1 % dosis 15 mg/kg BB ( oral )


 Tikus I = 66,80 g
15 𝑚𝑔
Na- Diklofenak yang diberikan = 1000 𝑔 x 66,80 g = 1,002 mg
1,002 𝑚𝑔
Jumlah larutan Na- Diklofenak = 5 𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 0,2004 ml
Jumlah Karagenan yang diberikan 1 ml
 Tikus II = 66,80 g
15 𝑚𝑔
Na- Diklofenak yang diberikan = 1000 𝑔 x 69,10 g = 1,036 mg
1,036 𝑚𝑔
Jumlah larutan Na- Diklofenak = 5 𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 0,2073 ml
Jumlah Karagenan yang diberikan 1 ml
 Tikus III = 89,08 g
15 𝑚𝑔
Na- Diklofenak yang diberikan = 1000 𝑔 x 89,08 g = 1,347 mg
1,347 𝑚𝑔
Jumlah larutan Na- Diklofenak = 5 𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 0,2694 ml
Jumlah Karagenan yang diberikan 1 ml
 Tikus IV = 65,45 g
15 𝑚𝑔
Na- Diklofenak yang diberikan = 1000 𝑔 x 65,45 g = 0,98 mg
0,98 𝑚𝑔
Jumlah larutan Na- Diklofenak = 5 𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 0,196 ml
Jumlah Karagenan yang diberikan 1 ml

c. Tikus obat Na- Diklofenak 1 % dosis 20 mg/kg BB ( oral )


 Tikus I = 86,10 g
20 𝑚𝑔
Na- Diklofenak yang diberikan = 1000 𝑔 x 86,10 g = 1,722 mg
1,722 𝑚𝑔
Jumlah larutan Na- Diklofenak = 5 𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 0,34 ml
Jumlah Karagenan yang diberikan 1 ml
 Tikus II = 99,80 g
20 𝑚𝑔
Na- Diklofenak yang diberikan = 1000 𝑔 x 99,80 g = 1,996 mg
1,996 𝑚𝑔
Jumlah larutan Na- Diklofenak = 5 𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 0,4 ml
Jumlah Karagenan yang diberikan 1 ml
 Tikus III = 87,65 g
20 𝑚𝑔
Na- Diklofenak yang diberikan = 1000 𝑔 x 87,65 g = 1,76 mg
1,76 𝑚𝑔
Jumlah larutan Na- Diklofenak = 5 𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 0,35 ml
Jumlah Karagenan yang diberikan 1 ml

4.1.3 Perhitungan Radang

a. Tikus Kontrol
T = 30 menit
 Tikus I
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜
0,3−0,2
= x 100% = 50 %
0,2
 Tikus II
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0,3−0,2
= x 100% = 50 %
0,2
 Tikus III
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜
0,3−0,2
= x 100% = 50 %
0,2

 Tikus IV
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0,3−0,2
= x 100% = 50 %
0,2

50 %+50%+ 50 %+50%
Rata-rata % radang = = 50%
4

T = 60 menit
 Tikus I
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜
0,3−0,2
= x 100% = 50 %
0,2
 Tikus II
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0,3−0,2
= x 100% = 50 %
0,2
 Tikus III
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0,3−0,2
= x 100% = 50 %
0,2

 Tikus IV
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0,3−0,2
= x 100% = 50 %
0,2

50 %+50%+ 50 %+50%
Rata-rata % radang = = 50%
4

b. Tikus obat Na- Diklofenak 1 % dosis 15 mg/kg BB ( oral )


T = 30 menit
 Tikus I
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜
0,3−0,2
= x 100% = 50 %
0,2
 Tikus II
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0,3−0,2
= x 100% = 50 %
0,2

 Tikus III
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0,3−0,3
= x 100% = 0 %
0,3

 Tikus IV
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0,2−0,2
= x 100% = 0 %
0,2

50 %+50%+ 0 %+0%
Rata-rata % radang = = 25%
4

% 𝑅𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−% 𝑅𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑂𝑏𝑎𝑡


Inhibisi Radang = % 100%
% 𝑅𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙

50 %−25%
= % 100% = 50 %
50 %

T = 60 menit
 Tikus I
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜
0,3−0,2
= x 100% = 50 %
0,2
 Tikus II
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0,2−0,2
= x 100% = 0 %
0,2
 Tikus III
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0,3−0,3
= x 100% = 0 %
0,3

 Tikus IV
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0,2−0,2
= x 100% = 0 %
0,2

50 %+0%+ 0 %+0%
Rata-rata % radang = = 12,5%
4

% 𝑅𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−% 𝑅𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑂𝑏𝑎𝑡


Inhibisi Radang = % 100%
% 𝑅𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙

50 % − 12,5 %
= % 100% = 75 %
50 %

c. Tikus obat Na- Diklofenak 1 % dosis 20 mg/kg BB ( oral )


T = 30 menit
 Tikus I
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜
0,4−0,3
= x 100% = 50 %
0,3
 Tikus II
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0,5−0,4
= x 100% = 50 %
0,4

 Tikus III
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0,4−0,3
= x 100% = 50 %
0,3
 Tikus IV
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0−0
= x 100% = 0 %
0

50 %+50%+ 50 %+0%
Rata-rata % radang = = 37,5%
4

% 𝑅𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−% 𝑅𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑂𝑏𝑎𝑡


Inhibisi Radang = % 100%
% 𝑅𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙

50 % −37,5%
= % 100% = 25 %
50 %

T = 60 menit
 Tikus I
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜
0,4−0,3
= x 100% = 50 %
0,3
 Tikus II
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0,4−0,4
= x 100% = 0 %
0,4
 Tikus III
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0,5−0,3
= x 100% = 66,6 %
0,3

 Tikus IV
𝑉𝑡−𝑉𝑜
% Radang = x 100%
𝑉𝑜

0−0
= x 100% = 0 %
0
50 %+0%+ 66,6 %+0%
Rata-rata % radang = = 29,15 %
4

% 𝑅𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−% 𝑅𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑂𝑏𝑎𝑡


Inhibisi Radang = % 100%
% 𝑅𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
50 % − 29,15%
= % 100% = 41,7 %
50 %

4.2 Pembahasan

Inflamasi adalah respon protektif tubuh terhadap cedera jaringan. Cedera


menyebabkan pelepasan tiga bahan kimia yang merangsang respon vascular yang
mendorong cairan dan sel darah putih mengalir kelokasi cerdera. Ujung sasraf
dirangsang oleh sinyal-sinyal otak bahwa sedang terjadi cedera pada bagian tubuh
tersebut (1).
Meskipun inflamasi merupakan respons alami tubuh terhadap cedera, proses ini
dapat dirasakan kurang nyaman bagi pasien, terutama bila timbul demam, nyeri, dan
bengkak. Obat antiinflamasi dapat diberikan untuk mengurangi proses inflamasi dan
untuk meningkatkan rasa nyaman pasien. Obat antiinflamasi menghentikan produksi
prostaglandin yang menyebabkan berkurangnya proses inflamasi. Ada tiga kategori
obat anti inflamasi (1).Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang
yang disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi) (2).
Peradangan merupakan gangguan yang sering dialami oleh manusia maupun
hewan yang menimbulkan rasa sakit di daerah sekitarnya. Sehingga perlu adanya
pencegahan ataupun pengobatan untuk mengurangi rasa sakit, melawan ataupun
mengendalikan rasa sakit akibat pembeng-kakan. Dalam penelitian ini yang
digunakan untuk mengiduksi inflamasi adalah karagenin karena ada beberapa
keuntungan yang didapat antara lain tidak menimbulkan kerusakan jaringan, tidak
menimbulkan bekas, memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi.
Karagenin merupakan polimer suatu linear yang tersusun dari sekitar 25.000
turunan galaktosa yang strukturnya tergantung pada sumber dan kondisi ekstraksi.
Karagenin dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama yaitu kappa, iota, dan lambda
karagenin. Karagenin lambda (λ karagenin) adalah karagenin yang diisolasi dari
ganggang Gigartina pistillata atau Chondrus crispus, yang dapat larut dalam air
dingin. Karagenin dipilih untuk menguji obat antiinflamasi karena tidak bersifat
antigenic dan tidak menimbulkan efek sistemik.
Pada praktikum ini dilakukan 3 percobaan, yaitu : Oral (aquadest), Na-
Diklofenak (Oral), dan Karagenan (Intraplantar). Setiap percobaan menggunakan
empat ekor tikus.Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan, pada menit ke-
30 hingga menit ke-60 setelah pemberian karagenan 1% sebanyak 0,1 ml pada tikus
I-IV, volume kaki tikus I, II, IV, mengalami pertambahan yang sama yaitu, sebesar
0,1. Dimana sebelumnya volume kaki tikus I,II,IV sebesar 0,2 meningkat menjadi
0,3.Sedangkan pada tikus III volume kaki menetap.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh % rata-rata penurunan V-
udem untuk Kontrol aquades 0.3, untuk Na- Diklofenak 1% dosis 15 mg/ Kg BB 0,22
dan untuk Na-Diklofenak 1% dosis 20 mg/ Kg BB 0,4. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa kerja obat Na-Diklofenak dosis 15 mg/Kg BB dengan Na-
Diklofenak 20 mg/Kg BB dalam menurunkan volume udem lebih baik dibandingkan
dengan control aquades.
BAB V

KESIMPULAN

1. Pada percobaan antiinflamasi digunakan penginduksi karagenan 1 %, karena .


Karagenin dipilih untuk menguji obat antiinflamasi karena tidak bersifat
antigenic dan tidak menimbulkan efek sistemik.
2. Perbandingan efektivitas Na Diklofenak 15 mg/kg BB dan Na Diklofenak 20
mg/kg BB lebih efektif Na Diklofenak 20 mg/kg BB karna lebih cepat
menurunkan peradangan akibat pemberian karagenan.
DAFTAR PUSTAKA

(1) Kamienski, Mary & Jim Keogh. 2015. FarmakologiDeMYSTFied. Rapha


Publishing : Yogyakarta. Edisi I
(2) Wijayaningsih, S. Kartika. 2013. Farmakologi dasar untuk mahasiswa
keperawatan. CV. Trans Info Media : Jakarta
(3) Kee, L. Joyce dan Evelyn R. Hayes. 1994. Farmakologi Pendekatan proses
Keperawatan. EGC : Jakarta
(4) Goodman dan Gilman.2014. Manual Farmakologi dan Terapi. EGC : Jakarta
(5) Djamhuri, Agus. 1990. Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik
dan Keperawatan. Hipokrates : Jakarta
(6) Samsudin dan Darmono. 2011. FarmakologiEksperimental. UI-Press : Jakarta.
(7) Anief, Moh. 2009. 2009. Prinsip umum dan dasar farmakologi. Gadjah mada
universitas press : Yogyakarta
(8) Tanu, Ian. (2007). Farmakologi dan Terapi, Edisi Kelima. FKUI : Jakarta.
(9) Barber, Paul dan Deborah Robertson.2013. Intisari Farmakologi untuk
Perawat. EGC : Jakarta
(10) Tjai, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2015. Obat-obat penting. PT. Elex Media
Komputindo : Jakarta. Edisi VII
(11) Lestari, Bayu, Dkk. 2017. Buku Ajar Farmakologi Dasar. UB Press : Malang
(12) Anonim. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi. EGC : Jakarta. Edisi II
(13) Tambayong, Jan. 2016. Farmakologi Keperawatan. EGC : Jakarta. Edisi II
(14) Anonim.2007. Farmakologi dan Terapi. FK-UI : Jakarta. Edisi V
(15) Moelyono. 2016. Farmasi Bahari. Deepublish : Yogyakarta
(16)

Anda mungkin juga menyukai