Anda di halaman 1dari 32

TUGAS PROPOSAL PENELITIAN

METODE PENELITIAN

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT HIPERTENSI DIRUMAH


SAKIT MITRA MEDIKA MEDAN

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 7 :

 AL HAFIZ (1701021001)
 LOLA SRI BELLA (1701021010)
 SAMUEL SEPTWELVE SIRAIT (1701021026)
 NEPI SYAHPUTRA (1701021035)

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Kementerian Kesehatan, hipertensi merupakan penyakit yang

sangat berbahaya, karena tidak ada gejala atau tanda khas sebagai peringatan dini.

Kebanyakan orang merasa sehat dan energik walaupun menederita hipertensi.

Menurut hasil Riskesdas tahun 2007, sebagian besar kasus hipertensi

dimasyarakat belum terdeteksi. Keadaan ini tentu sangat berbahaya, karena

hipertensi bisa saja menyebabkan kematian mendadak pada masyarakat.

Hipertensi dikenal sebagai luas sebagai penyakit kardiovaskular.

Diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan

prevalensi hampir sama besar di negara berkembang maupun dinegara maju.

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama ganguan jantung. Selain

mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal

maupun penyakit serebrovaskular. Penyakit ini bertanggung jawab terhadap

tingginya biaya pengobatan dikarenakan alasan tinggi angka kunjungan ke dokter,

perawatan rumah sakit dan/atau penggunaan obat jangka panjang.

Di Amerika, menurut national health and nutrition examination survey

(NHNESII); paling sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisi mereka,

dan hanya 31% pasien yang diobati mencapai target tekanan darah yang

diinginkan dibawah 140/90 mmHg. Di indonesia, dengan tingkat kesadaran akan

kesehatan yang lebih rendah, jumlah pasien yang tidak menyadari bahwa dirinya

menderita hipertensi dan yang tidak mematuhi minum obat kemungkinan lebih

besar.

1
Hipertensi merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya

peningkatan darah dalam pembuluh darah arteri, dimana terjadinya peningkatan

tekanan darah sensorik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya lebih

dari 90 mmHg setelah dilakukan pemeriksaan sebanyak dua kali dengan selang

waktu 5 menit dengan keadaan cukup istirahat/tenang dan dalam kondisi tidak

mengkonsumsi obat. Hipertensi penyebab kematian no 3 setelah stroke dan

tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% darin populasi kematian pada semua umur di

indonesia. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah byang

menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas normal .

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) Balitbangkes tahun 2013

yang dilakukan pada penduduk dengan usia 18 tahun keatasprevalensi penyakit

hipertensi secara Nasional mencapai 25,8% dengan penurunan sebesar 5,9% dari

tahun 2007 yaitu 31,7%. Untuk provinsi dengan prevalensi hipertensi tertinggi

yaitu provinsi Bangka Belitung dengan presentase 30,9%, selanjutnya Kalimantan

Selatan dengan presentase 30,8%, sedangkan untuk provinsi dengan prevalensi

hipertensi terendah yaitu provinsi Papua dengan presentase 16,8% dan Bali

dengan presentase 19,9%. Jumlah hipertensi disumatera utara pada tahun 2016,

ternyata masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi

Sumatrera Utara, tercatat 50162 orang penderita hipertensi. Sementara untuk

daerah palimng banyak penderita hipertensi adalah Langkat dengan jumlah 6643,

kemudian Dairi dengan jumlah 5652, Asahan dengan jumlah 5421 dan Pematang

Siantar dengan jumlah 4055. Sedangkan prevalesi penyakit hipertensi berdasarkan

Badan Pusat Statistik (BPS) kota Binjai tercatat 4567 orang penderita hipertensi.

2
Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbitas

diindonesia, sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang sangat

umum dilakukan diberbagai tingkatan fasilitas kesehatan. Penanganan seputar

penyakit hipertensi dirumah sakit semakin berkembang dengan banyaknya studi

dilakukan oleh profesi kesehatan guna mendapatkan hasil penelitian yang dapat

menunjang terapi yang rasional dalam penurunan tekanan darah secara opimal.

Terapi farmakologi untuk hipertensi adalah terapi dengan menggunakan

obat-obatan modern. Terapi farmakologi dilakukan pada penderita hiperteni mulai

dari stadium I sampai hipertensi maligna. Akan tetapi pemberian dan penggunaan

obat hipertensi belum sepenuhnya dapat dikatakan rasional. Alasan utama dari

belum rasionalnya penanganan hipertensi karena pada kenyataannya pemberian

obat kombinasi tidak aktif karena obat yang digunakan berasal dari golongan obat

anti hipertensi sehingga efek kombinasi yang diharapkan tidak tercapai, selain itu

adanya kemungkinan efek merugikan yang lebih berat jika diberikan obat

kombinasi dari golongan yang sama.terapi farmakologi dilakukan bersamaan

dengan terapi non-farmakologi. Golongan obat anti hipertensi yang umum

digunakan pada terapi farmakologi adalah golongan Diuretik, Penyekat Beta,

Penghambat Enzim Konversi Angiontensin (ACEI), Penghambat Reseptor

Angiontensin (ARB), dan Antagonis Kalsium (CCB)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan urain diatas perumusan masalah penelitian ini adalah

bagaimana cara mengevaluasi obat hipertensi di rumah sakit Mitra Medika.

3
1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui profil pembinaan obat anti hipertensi yang meliputi

golongan obat hipertensi mana paling sering digunakan di rumah sakit Mitra

Medika.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Dapat memerlukan secara pasti pola peresepan obat antihipertensi pada

pasien hipertensi di rumah sakit Mitra Medika dan mengembangkan pola

peresepan obat, apabila diperoleh pola peresepan yang tidak rasional pada

pasien.

b. Dapat menentukan dasar pemberian obat hipertensi di rumah sakit Mitra

Medika dan melakukan pengamatan kerasionalan obat anti hipertensi

supaya penggunanaan obat dirumah sakit Mitra Medika dapat dilakukan

denga tepat baik menurut ketepatan pasien, indikasi, obat, maupun

ketepatan dosis, anti hipertensi

c. Setelah dilakukan penelitian supaya dapat dilakukan evaluasi kembali

pada penggunaan obat antihipertensi di rumah sakit supaya penggunaan

anti hipertensi pada pasien hipertensi dapat dilakukan secara rasional.

d. Dapat digunakan daengan pola pemberian obat anti hipertensi pada pasien

rumah sakit mitra medika, maupun rumah sakit yang ada di sumatra utara.

e. Bagi penelitian selanjutnya agar digunakan sebagai acuaan atau

pembanding, sehingga dapat diperoleh hasil evaluasi pengobatan penyakit

hipertensi maupun penyakit lain yang yang prevalensinya tinggi di

Indonesia.

4
1.5 Hipotesis Penelitian

Pasien obat hipertensi dirumah sakit Mitra Medika tercatat telah banyak

obat Amlodipine.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit diselenggarakan

berdasarkan pancasila dan didasarkan pada nilai kemanusiaan, etika dan

profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan antidiskriminasi,

kemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

Peraturan menteri kesehatan republik indonesia No.340/MENKES/

PER/III/2010 tentang klasifikasi rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan

fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit umum diklasifikan menjadi.

a. Rumah sakit umum kelas A

Adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran

spesialis dan sub-spesialis luas ole pemerintah ditetapkan sebagai rujukan

tertinggi atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat.

b. Rumah sakit umum kelas B

Adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran

spesialis dan sub-spesialis terbatas. Rumah sakit ini didirikan disetiap

ibukota provinsi yang menampung pelayanan rujukan dirumah sakit

dikabupaten.

6
c. Rumah sakit umum kelas C

Adalah rumah sakit yang mampu yang memberikan pelayanan kedokteran

spesialis terbatas. Rumah sakit ini didirikan disetiap ibukota kabupaten

yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.

d. Rumah sakit umum kelas D

Adalah rumah sakit yang bersifat transisi dengan kemampuan hanya

memberikan pelayanan umum dan gigi. Rumah sakit ini menanmpung

rujukan berasal dari puskesmas.

e. Rumah sakit umum kelas E

Adalah rumah sakit yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan

kesehatan kedokteran saja.

2.2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Menurut undang undang republik indonesia No.44 tahun 2009 tentang

rumah sakit, instalasi farmasi merupakan bagian dari rumah sakit yang harus

menjamin ketersediaan sediaan farmasidan alat kesehatan bermutu, bermanfaat,

aman dan terjangkauan, yang bertugas menyelenggarakan, mengkordinasikan,

mengatur mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan

pembinaan teknis kefarmasian dirumah sakit, seperti pengelolaan alat kesehatan,

sediaan farmasi dan bahan habis pakai yang dilakukan dengan cara sistem satu

pintu. Adapun yang dimaksud dengan sistem satu pintu adalah rumah sakit yang

memiliki satu kebijakan kefarmasiaan termasuk pembuatan formularium

penggadaan dan pendistribusiaan alat kesehatan, sedian farmasi dan bahan habis

pakai yang bertujuan untuk kepentingan pasien.

7
2.2.1. Tugas instalasi farmasi rumah sakit (IFRS)

Menurut Permenkes No. 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan

kefarmasiaan di Rumah Sakit yaitu:

1. Menyelenggarakan, mengkordinasikan, mengatur, dan mengawasi seluruh

kegiatan pelayanan farmasi klinis yang optimal dan profesional serta

sesuai prosedur dan etik profesi.

2. Melaksanakan pengelolahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu, dan efisien.

3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek

terapi dan keamanan serta menimbulkan resiko.

4. Melaksanakan komunikasi, edukasi dan informasi (KEI) serta memberikan

rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.

5. Berperan aktif dalam tim farmasi dan terapi.

6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan

farmasi klinik

7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

formularium rumah sakit.

2.3. Pemberian Obat Yang Baik

1. Tepat indikasi

Obat disebut tepat indikasi jika obat diberikan berdasarkan keadaan medis

pasien dan terapi farmakologi benar-benar diperlukan (tidak ada respon

terhadap modifikasi gaya hidup)

8
2. Tepat Obat

Pemberian obat dikatakan tepat apabila jenis obat yang dipilih berdasarkan

pertimbangan manfaat dan resiko.

3. Tepat dosis

Ketepatan dosis berkaitan denan cara pemberian, besar dosis, frekuensi,

dan lama pemberian, serta cara pemakaian yang paling aman, efektif, dan

mudah diikuti oleh pasien.

4. Tepat pasien

Ketepatan pasien ialah ketepatan pemilihan obat yang mempertimbangkan

pasien sehingga tidak menimbulkan kontraindikasi kepada pasien secara

individu.

2.3.1. Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter

hewan, yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

pada apoteker pengelolah apotek (APA) untuk menyiapkan dan atau membuat,

meracik dan menyerahkan obat kepada pasien.

2.3.2. Penggolongan Obat

Obat dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, antara lain

berdasarkan jenis, tempat dan lokasi pemberian, serta cara pemberian obat, dan

obat tradisional

9
1. Obat berdasarkan jenisnya

a. Obat bebas

Obat bebas adalah obat tanpa peringatan yang dapat diperoleh tanpa

resep dokter dan tidak termasuk dalam daftar narkoti, psikotropika.

Obat bebas sudah terdaftar departemen kesehatan republik indonesia.

Golongan oat bebas diindonesia diberikan tanda khusus yaitu

“lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi lingkaran berwarna

hitam.

b. Obat bebas terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan yang dapat

diperoleh tanpa resep dokter. Tanda khusus obat bebas terbatas yaitu

lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi lingkaran berwarna

hitam.

c. Obat keras

Obat keras adalah obat yang dapat diperoleh dengan menggunakan

resep dokter di apotek, apotek rumah sakit, puskesmas, dan balai

pengobatan. Tanda khusus obat keras yaitu “lingkaran bulat berwarna

merah dengan garis tepi lingkaran hitan dengan huruf “K” yang

menyentuh garis tepi.

d. Narkotika

Obat narkotika adalah zat atau bahan obat berasal dari tanaman atau

bahan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan, hilangnya rasa, mengurangi

10
sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan

ketergantungan fisik maupu psikis.

Berdasarkan peraturan terdapat pada penggolongan obat narkotika

yaitu : “palang medali merah.

2 Obat Berdasarkan Tempat Atau Lokasi Pemakaiaannya

a. Obat dalam, yaitu obat yang dikonsumsi secara oral atau melalui mulut

masuk kedalam tubuh, misalnya: tablet, kaplet, kapsul, dll

b. Obat luar, yaitu obat yang dipakai topical atau pada tubuh bagian luar

yang berkerja secara topikal, misalnya: salep, krim, dll.

3 Obat berdasarkan pemakaian

a. Oral, yaitu obat yang dikonsumsi melalui kedalam saluran cerna,

contoh: tablet, sirup, dll

b. Rektal, yaitu obat yang digunkan melalui rectum/dubur, contoh:

microlax, dulcolax, dll

c. Sublingual, yaitu obat yang digunakan dengan meletakkannya dibawah

lidah dan masuk kepembuluh darah sehingga efeknya lebih cepat,

contoh: Isosorbid, dan Hormon.

d. Parenteral, yaitu obat yang digunakan dengan disuntikkan melalui kulit

kedalam aliran darah baik secara intra vena (IV), subkutan, Intra

Muscular (IM).

4 Obat Tradisional

Berdasarkan jenisnya obat tradisional terbagi jadi tiga jenis yaitu:

11
a. Jamu, adalah obat yang diolah secara tradisional, baik dalm bentuk

serbuk, seduhan pil, maupun cairan yang berisi seluruh tanaman yang

digunkan berdasarkan pengalaman.

b. Obat herbal terstandar, adalah obat tradisional yang disajikan dari

ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat,

hewan maupun mineral yang telah dilakukan uji pra-klinis pada hewan

percobaan.

c. Fitofarmaka, merupakan bentuk obat tradisional alami yangdapat

disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatan yang telah

distandarisasi serta ditunjang dengan bukti ilmiah dengan uji praklinis

sampai dengan uji klinis pada manusia.

2.6. Hipertensi

Tekanan darah tinggi adalah gaya (dorongan) darah kedinding arteri saat

darah dipompa keluar dari jantung keseluruh tubuh. Tekanan darah dipengaruhi

volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah

disebabkan peningkatan volume darah atau elastisitas pembuluh dara. Sebaliknya,

penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah. Hasil pengukuran

tekanan darah berupa dua angka, yang menunjukkan tekanam sensolik dan

diastolik. Tekanan sistolik adalah tekanan darah diarteri saat jantung memompa

darah melalui pembuluh darah arteri tersebut, sedangkan tekanan darah diastolik

adalah tekanan darah di arteri saat jantung berelaksasi diantara dua denyutan

(kontraksi). Tekenan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi

dasar penentuan diagnosis hipertensi.

12
Hipertensi adalah keadaan yang ditandai dengan meningkatnya tekanan

darah di dalam arteri, dengan tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg

dan atau dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran

dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi

didefenisikan oleh joint National Committee (JNC) on Detection, evaluation and

treatmentof High Blood pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90

mmHg.

Hipertensi sebenarnya jarang terjadi: hanya 1 dari setiap 200 orang yang

menderita hipertensi. Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara

alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih

rendah daripada orang dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas

fisik; tekanan darah akan lebih tinggi ketika melakukan aktivitas, semakin berat

aktivitas yang dikerjakan maka makin berat juga kerja jantung dalam

memompakan darah yang berakibat pada semakin tingginya tekanan darah, dan

tekanan darah akan lebih rebdah kita dalam keadaan istirahat. Tekanan darah

dalam satu hari juga berbeda, tekanan darah akan lebih tinggi pada pagi hari dan

akan rendah ketika tidur pada malam hari.

Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi

berbagai faktor resiko yang memiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi

dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrolseperti riwayat keluarga, jenis

kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrolseperti obesitas, kurangnya

aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung

natrium dan lemak jenuh.

13
Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan

jantung, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang

berakibat pada kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung

yang dapat berakibat kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the

silent killer yang merupakan salah satu faktor resiko paling berpengaruh penyebab

penyakit jantung (cardiovascular).

2.6.1. Jenis-Jenis Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.

Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau

hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat

dikontrol. Kelompok lain dari populasi dengan presentase rendah mempunyai

penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak menyebab

hipertensi sekunder yaitu faktor endogen maupun eksogen. Bila menyebab

hipertensi sekunder dapat diindentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat

disembuhkan secara potensial.

Ada dua jenis hipertensi, yaitu:

a. Hipertensi Primer

Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial

(hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial

merupakan 955 dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang

mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diindentifikasi,

namun belum satupun teori ysng tegas menyatakan patogegenesis

hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun menurun dalam suatu

14
keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang

peranan penting pada patogenesis hipertensi primer.

Apabila ditemukan gambaran untuk diregulasi tekanan darah yang

monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulya hipertensi

essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang

mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasi adanya

mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kalikrein urine, pelepasan

urine oxide, ekskresi aldosterone, steroid adrenal, dan angiotensinogen.

b. Hipertensi sekunder

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan dari penyakit komorbid

atau obat-obatan tertentu yang meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan

kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular

adalah penyakit sekunder yang paling sering. Obat tertentu, baik secara langsung

ataupun tidak langsung ataupun tidak langsung dapat menyebabkan hipertensi

atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apbila penyebab

sekunder dapat diindentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang

bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya

sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.

2.6.2. Bentuk-Bentuk Hipertensi dan Klasifikasi Hipertensi

1. Bentuk-Bentuk Hipertensi

Hipertensi dapat muncul kepermukaan dalam bentuk hipertensi sistolik

terisolasi dan hipertensi maligna.

a. Hipertensi sistolik terisolasi, adalah hipertensi yang terjadi ketika

tekanan sstolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan

15
diastoliknya kurang dari 90 mmHg; jadi tekanan normal. Hipertensi ini

sering ditemukan pada orang tua.

b. Hipertensi maligna, adalah hipertensi yang sangat parah, karena

tekanan darah diatas 210/120 mmHg sehingga bila tidak diobati akan

menimbulkan kematian dalam 3 hingga 6 bulan.

2. Klasifikasi Hipertensi

Ada beberapa klasifikasi hipertensi yang dipakai antara lain, klasifikasi

hipertensi menurut Joint National Committe (JNC), dan menurut European

Society of Cardiology-european society of Hypertension 2013 (ESC-ESH 2013)

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC 8


Kategori SBP (mmHg) DBP (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Stadium I 140-159 90-99
Hipertensi Stadium II  160  100

Tabel 2.2. Klasifikasi Hipertensi Menurut ESC-ESH 2013


Kategori SBP (mmHg) DBP (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal 120-129 80-84
Normal Tinggi 130-139 85-89
HD Tingkat I 140-159 90-99
HDTingkat II 160-179 100-109
HD Tingkat III  180  110
ISH  140  90

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang dimulai oleh

tekanan darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau

telah terjadi kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120

mmHg; dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi urgensi.

16
Hipertensi emergensi adalah tekanan darah meningkat ekstrim disertai

dengan kerusakan organ target akut yang bersifat progesif, sehingga tekanan darah

harus diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam) untuk mencegah kerusakan

organ target lebih lanjut.

Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan

organ target yang progesif. Tekanan darah diturunkan dengan obat anti hipertensi

oral ke nilai tekanan darah pada tingkat satu dalam waktu beberapa jam sampai

beberapa hari.

2.6.3. Penyebab dan Gejala Hipertensi

1. Penyebab Hipertensi

Penyakit hipertensi biasanya disebabkan adanya penyakit lain sehingga

terjadinya peningkatan tekanan darah. Penyakit yang dapat menyebabkan

hipertensi antara lain penyakit ginjal (5-10%), kelainan hormonal atau pemakain

obat tertentu (misalnya pil KB) (1-2%). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang

adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan

hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). Kegemukan

(obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolahraga), stress, alkohol, atau

garam dalam makanan juga bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang

memiliki kepekaan yang diturunkan. Stress cenderung menyebabkan kenaikan

tekanan darah untuk sementara waktu, jika stress telah berlalu maka tekanan darah

biasanya akan kembali normal.

2. Gejala Hipertensi

Pada umumnya hipertensi tidak menimbulkan gejala yang jelas dan sering

tidak sadari kehadirannya. Ada kalanya secara tidak segaja beberapa gejala terjadi

17
bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang

dimaksud adalah sakit kepala, pendarahan dari hidung, wajah kemerahan, dan

kelelahan.

Pada hipertensi berat atau yang telah menahun bisa timbul gejal-gejala

yang berasal dari kerusakan otak, mata, jantung, dan ginjal, seperti; sakit kepla,

kelelahan, mual dan muntah, sesakk nafas, gelisah, dan pandangan menjadi kabur.

Pada hipertensi berat, penurunan kesadaran sampai koma bisa saja terjadi karena

adanya pembengkakan otak yang disebut ensefalopati hipertensi.

2.6.4. Faktor Resiko Hipertensi

Hipertensi esensial adalah pennyakit multifaktorial yang timbul terutama

karena interaksi faktor-faktor risiko tertentu. Factor-faktor resiko yang mendorong

timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah factor resiko seperti diet dan

asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetic, sostem saraf simpatis (tonus

simpatis dan variasi diurnal), keseimbangan modulaltor vasodilatrsi, serta

mempengaruhi system otokrin setempat yang berperan pada system renin,

angiotensin dan aldosterone.

Pasien prehiperten beresiko megalami peningkatan tekanan darah menjadi

hipertensi, mereka yang tekanan darahnya berkisar antara 130-139/80-89 mmHg

dlm sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali reksiko menjadi hipertensi dan

mengalami penyakit kardiovaskular dari pada yang tekanan darahnya lebih

rendah.Pada orang yang berumur 50 thun tekanan darah sistoik >140mmHg yang

merupakan factor resiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit

kardiovaskuler dari pada tekanan darah diastolk. Resio penyakit kardio vaskuler

dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg. Meningkat dua kali dengan tiap

18
kenaikan 20/10 mmHg. Resiko penyakit kardiovaskular ini bersifat kontinyu,

konsisten dan independen dari factor resiko lainnya, serta individu berumur

55tahun memliki 90% resiko untuk mengalami hipertensi.

2.6.5. Diagnonis Hipertensis

Hipertensi sering kali disebut “silent killer” karena pasien dengan

hipertensi esensial biasanya tidak ada gejala ( asimptomatik). Penemuan fisi yang

utama adalah meningkatkan tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali atau

lebih dalam waktu dua kali control ditentukan untuk mendiagnosis hiprtensi.

Tekanan darah ini digunakan untuk mendiagnosis dan mengklasifikasikan sesuai

dengan tingkatannya.

Pemeriksaan pasien hipertensi memiliki tujuan, yaitu untuk menilai gaya

hidup dan factor resiko kardiovaskuler lainnya aau bersamaan gangguan yang

mungkinn mempengaruhi prognosis dan pedoman pengobatan,untuk mengetahui

penyebb tekanan darah tinggi, untuk menilai ada atau tidaknya keruskan target

organ dan peyakit kardiovaskuler.

Pemeriksaan pada hipertensi menurut PERKI ( Perhimpunan Dokter

Spesialis Kardiovaskuler Indonesia) tahun 2005, terdiri dri :

1. riwayat penyakit
2. pemeriksaan fisik
3. pemeriksaan laboratorium
4. pemeriksaan tambahan

Untuk mengetahui keberadaan hipertensi, pengukuran tekanan darah harus

diakukan dalam keadaan duduk rileks atau berbaring selam 5 menit. Apabila hasil

pengukuran menunjuk angka 140/90 mmHg atau lebih, hal ini diartikan sebagai

hipertensi, tetapi diagnosis tidak dapat dipastikan hanya berdasarkan satu kali

19
pengukuran saja. Jika pada pegukuran pertama hasilnya tinggi, maka tekanan drah

diukur kembali sebanyak 2 kali pada 2 hari berikutnya untuk hasil lebih

menyakinkan diagnose ada tidaknya hipertensi (18)

Pemeriksaan laboratorium rutin yang direkomendasikan sebelum memulai

terap anti hepertensi adalah urinalisis, kadar gula darah dan hematokrit ; seperti

kalium,kreatinin, dan kalsium serum profil lemak (setelah puasa 9-12 jam)

termasuk HDL,LDL dan trigliserida,serta elektrokardiogram. Pemeriksaan

optimal termasuk pengukuran ekskresi albumin urin atau rasio albumin/kreatinin.

Pemeriksaan yang lebih ekstensif untuk mengientifikasi penyebab hipertensi tidk

diindikasikan kecuali apabila pengontrolan tekanan darah tidak tercapai.

2.6.6. Penata Laksanaan Hipertensi

Penata laksanaan hipertensi yang baik adalah dengan mengkombinasikan

terapi farmakologi sekaligus terapi on farmakologi.

1. Terapi Non-Farmakologi

Penatalaksanaan hipertensi tidak bisa dilakukan hanya dengan

menggunakan terapi farmakologi saja, terapi non farmakologi juga terbukti dapat

menurunkan factor resiko hipertensi. Adapun langkah-langkah dari terapi non

farmakologi adalah dengan melakuka modifikasi gaya hidup, karena dengan

menjalani pula hidup sehat telah terbukti dapat menurunan tekanan darah dan

secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan resiko permasalahan

kardiovaskuer. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat I, tanpa factor resiko

kardiovaskuler lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap

awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4-6 bulan. Bila setelah jangka waktu

tersebut, tidak di dapatkan penurunan tekanan darah yang di harapkan atau

20
didapatkan factor resiko kardiovaskuler yang lain, maka sangat dianjurkan untuk

memulai terapi farmakologi.

Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam

tidak lebih dari 6 gram perhari, menurunkan berat badan, menghindari minuman

berkafein, minuman beralkohol dan rokok. Olahraga juga dianjurkan bagi

penderita hipertensi, seperti jalan santai, lari, jogging, bersepeda dengan

frekuensi 3-5 kali per minggu, memperhatikan istirahat yang cukup juga

dianjurkan terutama pengndalian stress karena dapat memperoleh status

hipertensi.

2. Terapi Famakologi

Terapi farmakologi hipertensi adalah terapi yang menggunakan obat-

obatan modrn dalampenanggulangan penyakit hipertensi. Secara umum, terapi

farmakologi pada hipertensi dimulai bila pasien hipertensi derajat I yang tiak

mengalami penurunan tekanan darah setelah >6 bulan mnjalani pola hidup sehat

dan pada pasien dengan hipertensi derajat II, tetapi farmakologi hipertensi diawali

dengan pemakaian obat tunggal. Tergantung level tekanan awal, rata-rata

menurunkan tekanan darah sistol sekitar 7-13 mmHg da diastole 4-8mmHg.

Ada 9 golongan obat antihipertensi, akaan tetapi dari golongan tersebut

hanya beberapa yang dianggap sebagai obat hipertensi utama yaitu golongan

diuretic, penyekat beta, penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI),

penghambat receptor angiotensin(ARB), dan antagonis kalsium (CCB). Dari

golongan utama tersebut yang direkomendasikan penggunaanya sebagai terapi lini

pertama adalah golongan diuretic tipetiazid baik monoterapi maupun kombinasi

21
dengan salah satu golongan lain (ACEI,ARB,CCB. Penyait Beta). Diuretic tipe

tiazid sudah menjadi terapi utama terapi anti hiertensi pada kebanyakan trial 918).

Tujuan utama pengobatan hipertensi adlah untuk mencapai dan

mempertahankan target yatu tekan darah optimal, jika target tidak tercapai dalam

satu bulan pengobatan, maka dapat dilakukan peningkatan dosis obat awal atau

dengan menambahan obat kedua dari golongan lainnya. Kombinasi dua dosis

rendah di rekombinasikan untuk kondisi tekanan darah >20/10 mmHg diatas

target dan tidak terkontrol engan monoterapi.

KONDISI OBAT
KERUSAKAN ORGAN
ASIMPTOMMATIK
a. hipertropi ACEI, CCB, ARB
B. ateroosklerosis CCB, ACEI
c. miroalbulamiuria ACCCEI,ARB
d. gangguan ggijal ACEI, ARB
KEJDIAN KARDIOVASKULER
a. riwayat stroke Setip zat efektif menurunkan TD
B riwayt infark miokard BB, ACEII, ARB
c. angia pectoris BB,CCB
d. gagal ginjal Diueretik, BB,ACEI, antagonis
mereralokartikoid
e. aneurisma aorta BB
f. fibrilasi atrial, pencegagahan Pertimbangan ARB, ACEI, BB atau
antagois meneralokortikoid
g. fibrilasi atrial, pengendalian denyut BB, CCb non hidropirin
ventrikell
h. penyakit arteri perifer lainnya ACEI,CCB
i. hipetensi sistolik terisolasi (usia Diurek, CCB
lanjut)
j. sindrom metabollik ACEI, ARBB, CCB
k. diabetes mellitus ACEI, RB
l. kehamilan Metyldopa BB,CCB
m. kulit hitam Diuretic ,CCB

22
Keterngan:

SBP : tekanan darah sistol

dBP: tekanan darah diastole

ACE-1 : angiotensin coversing enzim inhibitor

ARB: ANGIOTENSIN II RESEPTOR BLOKER

CCB: CALCIUM CHANNEL BLOCKER

BB: BETA BLOCKER

DM: DIABETES MILITUS

GG: GAGAL GINJAL

(*A) : ACEI-1 DAN ARB JANGAN DI KOMINASIKAN

(*B): JIKA TEKANAN DARAH GAGAL DI PERTAHANKAN, ATURLAH


ALGORITMA YANG SESUAI BERDASARKAN RENCANA TERAP
INDIVIDU

GAMBAR 2.5. algoritma penatalaksanaan hipertensi (guideline JNC-8)

2.7. Golongan Diuretik

Diuretic merupakan golongan obat dengan menengah yang menurunkan

tekanan arah dengn cara menghambat rebsorpi sodium pada daerah awal tubulus

istl ginjal,meningkatkan eksesi sodium dan volme urin. Dari golongan ini yang

paling sering di pakai adala tiazid, karena mempunyai efek vasodilatasi langsung

pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek anti hipertensi lebih lama.

Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetaolisme di

hati.. efek diuretic tiazid terjadidalam waktu 1-2 jam seteah pemberian dan

bertahan sampai 12-24 jam, sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari.

23
Efek samping dari diuretic adalah terjadinya peningkatan eksresi air seni

yang mengakibatkan terjadinya kekurangan kalium, natrium sedangkan

peningkatan kadar kalsium bisa saja terjadi dehidrasi. Diuretic tidak dianjurkan

digunakan untuk penggunaan pada orang tua karena memiliki banyak efek

samping negative, seperti mengakibatkan tubuh menjadi lemas, mual pusing saat

berdiri dan kekurangan natrium

2.7.1. Beta Blocker

Beta blocker merupakan golongan penghambat adrenergic yang paling

sering digunakan, yang efektif bila diberikan kepada penderita usia muda,

penderita yang pernah menderita serangan jantung, penderita arimia, dan angina

pectoris.beta blocker sebaiknya jangan diberikan pada pasien asma, lemah

jantung, dan diabetes. Stimsi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu.

Efek samping dari penggunaan beta blocker adalah terjadinya

bronkhospasme, bradikardia, gangguan kontraktil mikrdia, menurunkan

kemampuan aktivitas fisik.

2.7.2. Angiotensin Converting Inhibitor (ACE Inhibitor)

Angiotensin convering enxyme inhibitor menghambat secara kompetitif

pembentukan angiotensin II dari angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada

darah, pembuluh arah, ginjal, jantung, kelenjar aenal dan otak. Angtensin II

merupan basokontrior kuat yang memicu pelepasan adosteron dan aktivias

simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin II ini akan

menurunkan tekanan darah. Mekanismenya yaitu efek samping golongan ini

adalah dapat menyebabkan hiperkalemia karena menurunkn produksi aldosteron,

sehingga meningkatkan kalium dalam tubuh.

24
2.7.3. Calcium Channel Bloker

Cara kerja kalium adalah dengan melebarkan pembuluh darah melalui

mekanisme yang sangat berbada dengan golongan lain, yaitu dengan menghambat

jalur kalium pada sel otot polos dinding darah arteri. Obat ini sangat efektif jika

diberikan pada orang berkulit hitam, orang tua, penderita hipertensi dengan

penyakit jantung angina pectoris, penderita aritmia, dan penderita migren.

Efek samping yang biasa ditemukan pada pasien yng menggunakan CCb

adalah pemerahan yang mirip dengan Ace inhibitor yaitu dengan menghambat

kerja angiotensin II yang cukup efektif bagi penderita hipertensi dengan gagal

ginjal.

Efek samping penggunaan aARB adalah pusing, hidung tersumbat, sakit

pada kaki dan punggung, diare serta sulit tidur akan tetapi efek tersebut jarang

terjadi

2.8. Landasan Teori

2.8.1. Penggunaan Obat Rasional

Pengbatan obat yang rasinal adalah ketika pasien menerima pengobatan

sesuai dengan kebutuhn klinisnya dalam dosis yang terpengaruhi untuk periode

yang memadai dengan biaya termurah. Pengobatan obat yang tidak rasional bila

pengguna obat dalam terapi menggunakan banyak obat, menggunakan antibiotic

yang tidak tepat obat dan dosis, menggunakan injeksi yang berlebihan, peresepan

yang tidak sesuai pedoman klinis, dan pengobatan sendiri yag tidak tepat.

Criteria kerainalan terapi meliputi tepat obat, tepat idikasi, tepat diagnosis, tepat

dosis dan interbal pemberian, tepat dalam pemberian, tepat cara pemberin, tepat

informai, tepat pemilihan kondisi asen, dan tepat penyerahan obat.

25
2.8.2. Ketepatan Terapi

Tepat obat dan dosis merupakan bagian dari prinsip terapi obat yang

paling sering terbaikan oleh praktii kesehatan dalam menangani penyakit. Tepat

obat berarti ketepatn untuk enentukan terapi setelah diagnonosis di tegakan dan

harus sesuai dengan pektrum penyakit pasien. Tepat dosis berarti berdasarkan

jumah obat harus sesuai dengan standar agar dosis yang diberikan tidak berlebih

tau kurang dari dosis terapinya.

Sedangkan tepat pasien dan tepat indikasi merupakan aspek dari terapi

obat yang hampir tidak pernah dilaporkan mengalami kesalahan selama proses

penanganan pasien. Tepat pasien merupakan aspek yang dievaluasi berdasarkan

ketepatan pemilihan obat yang mempertimbangkan keadaan pasien setelah

diagnosa sehingga tidak menimbulkan kontraindikasi kepada pasien selam

mendapatkan pengobatan. Sedangkan tepat indikasi dilihat berdasarkanketepatan

pemberian obat yang berdasarkan pada indikasi obat, dilihat dari ketepatan

pemberian obat yang sepenuhnya berdasarkan alasan medis dan terapi

farmakologi yang benar-benar diperlukan

26
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Penelitian berdasarkan penelitian deskriptif dengan pengambilan data

secara retrospektif. Observasi dilakukan terhadap sejumlah subjek penelitian

menurut keadaan yang ada dengan cara survey langsung. Pengambilan data secara

retrospektif adalah cara pengambilan data yang dilakukan pada data rekam medis

dan berdasarkan peristiwa yang terjadi dimasa lalu.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan dibagian Rekam Medik dan Instalasi

Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Mitra Medika.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2019

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi ini adalah semua catatan medis pasien Jaminan Kesehatan (BPJS)

dan penggunaan obat berdasarkan data dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit pada

pasien hipertensi dan mendapatkan pengobatan hipertensi di Rumah Sakit Mitra

Medika

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah catatan rekam medic pasien yang terpilih dari

populasi yang memenuhi criteria penelitian. Teknik pengambilan sampel yang

27
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive, yaitu sampling yang

memenuhi kriteria inklus

Kriteria inklusi yang dimaksud adalah

a) Pasien terdiagnosa grade 1,2,3

b) Usia 18 tahanu keatas

c) Menjalani rawat jalan di rumah sakit mitra medika

d) Pasien mendapat anti hipertensi

3.4. Tahap Penelitian

Langka awal yang dilakuan dalam penelitian ini adalah penelusuran

pustaka untuk memperoleh informai yang mendasari dan menujang pelaksanaan

penelitin. Penelusuran pustaka ini dilakukan dari pustaka primer, sekunder dan

tersier. Penelusuran pustaka yang di lakukan mencakup tentag hipertensi, mulai

dari klasifikasi, penyebab, factor resiko dan diagnose yang tepat dan evaluasi

penggunaan obat. Selanjutnya dlakukan kiteri pasien yang dijdikan mpel dan

kiteria penggunaan obat untuk mengevaluasi ketepatan pemberian obat kepda

pasien. Pengumpulan data obat-obat anti hipertensi dilakukan di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Mitra Medika

3.5. Metode Pengambilan Data

Dalam penelitian aa beberapa jenis dan sumber data yang dapat digunakan

dalam pengumpulan data berdasarkan :

3.5.1. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan atau dokumen

dokumen yang berhubungan dengan penelitian, seperti: data rekam medic pasien

28
yang meliputi penatalaksanaan penyakit terhadap pasien seperti pola pemberian

obat, lama tinggal dan alasan dipulangkan dari rumah sakit, dan lain-lain

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009


Tentang Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2009. (9 Mei 2016)
2. Depkes RI. Peraturan Menteri Keschatan Republik Indonesia Nomor
340/MENKES/PER/II/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2010. (21 April 2016)
3. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik DitJen Bina Kefarmasian
dan ALat Kesehatan. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi.
Jakarta: Republik Indonesia. 2006
4. G.Katzung, Bertram, et al., Farmakologi Dasar dan Klinis Vol.1, Edisi 12.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2004. Hal. 167-209
5. Kandarini, Yenni., SMF Penyakit Dalam FK Unud: Tatalaksana
Farmakologi Terapi Hipertensi. Divisi Ginjal dan Hipertensi RSUP
Sanglah Denpasar
6. Junaidi, Iskandar: Hipertensi Pengenalan, Pencegahan, dan Pengobatan
seri Kesehatan Nasional. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer: 2010. Hal. 7-51
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 1197/MenKes/X/2004 tentang Standart
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Republik Indonesia
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia NO.: 193/Kab/B.VII/71 tentang
Pembungkus dan Penandaan Obat. Jakarta: Republik Indonesia
9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009, Tentang Narkotika. Jakarta: Republik
Indonesia
10. Mancia et al. 2013 ESH/ESC Guidelines for the Management of Arterial
Hypertension. The Task Force for the management of Arterial
Hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and of the
European Society of Cardiologi (ESC). 2013

30
11. Made Rama Sumawa, Pande, et al., Skripsi: Evaluasi Kerasionalan
Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Rawat Inap di
RSUP Prof.Dr.D.R. Kandou Manado Periode Januari-Juni 2014. FMIPA,
Universitas Smratulangi, Manado: 2005; 4(3); 126-133; 2015.
12. Palmer, Anna., dan Prof.Bryan Williams: Simple guides Tekanan Darah
Tinggi. Jakarta: Erlangga. 2007. Hal. 6-26
13. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia
pedomanTatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular: Edisi
Pertama. Jakarta:Republik Indonesia: 2007
14. Salwa, Anita., Skripsi: Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada
Pasien Hipertensi dengan Gagal Ginjal di Instalasi Rawat inap RS "X"
Tahun 2010. Fakultas Farmasi,. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2013
15. Tjay, T.H. dan Rahardja K. (2002). Obat-Obat Penting Edisi V. Jakarta:
penerbit PT. Elex Media Kompotindo. Hal. 5-12

31

Anda mungkin juga menyukai