Anda di halaman 1dari 21

PENGGUNAAN OBAT ASAM URAT PADA PASIEN

RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN TAHUN 2018

KARYA TULIS ILMIAH

DISUSUN OLEH

ARIEF BENTHAR ABDULLAH

NIM

PROGRAM STUDI SI FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN UMUM

INSTITUT KESEHATAN HELVETIA

MEDAN

T/A 2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus di
wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagimana dimaksud dalam pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Menurut Undang-Undang Dasar No 36 tahun 2009 tentang kesehatan mengatakan bahwa


kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Menurut Undang-Undang Dasar No 36 tahun 2009 tentang upaya kesehatan adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan untk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalama
bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.

Menurut Undang-Undang Nomor 12 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa Rumah


Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarkan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.

Asam urat telah dikenal sejak abad V SM. Penyakit asam uarat adalah istilah yang sering
digunakan untuk menyebut salah satu jenis penyakit rematik artikuler. Asam urat merupakan
substansi hasil akhir nucleic acid atau metabolisme purin dalam tubuh. Berdasarkan
penyelidikan bahwa 90% dari asam urat merupakan hasil katabolisme purin yang dibantu
oleh enzim guanase dan ksantin oksidae. Asam urat ini dibawa ke ginjal melalui aliran darah
untuk dikeluarkan bersama air seni.

Ginjal yangsehat akan mengatur kadar asam urat dalam darah agar selalu dalam keadaan
normal. Namun, asam urat yang berlebih tidak akan tertampung dan termetabolisme
seluruhnya oleh tubuh, maka akan terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah yang
disebut sebagai hiperurisemia. Hiperurisemia yang lanjut dapat berkembang menjadi gout.
Hiperurisemia dan gout terus menjadi maslah penting di dlaam perawatan medis.

Masing-masing dapat diobati secara efektif pada tingkat dini, sehingga mencegah atau
memperkecil kerusakan jaringan dan kehilangan fungsi. Resiko komplikasi klinis
hiperurisemia meningkat dengan peningkatan kadar asam urat serum. Hiperurisemia berisko
tinggi terhadap beberapa gangguan seperti penyakit atritis gout, batu ginjal, kerusakan ginjal,
serta tekana darah tinggi. Gangguan arthritis gout merupakan salah satu jenis penyakit
rematik. Lelaiana metabolik ini kebanyakan menyerang sendi-sendi perifer atau tinggal.

Saat ini asam urat menjadi salah satu penyakit artikular yang umum ditemukan di
masyarakat dengan insiden dan prevalensi yang semakin meningkat pada dekade terakhir.

Hasil Riskesdas 2013 mengungkapkan bahwa penyakit hiperurisemia di Indonesia adlah


11,9% atau gejala 24,7% di wilayah Sumatera Utara tercatat 8,4% atau gejala 19,2%

Selama ini, anjuran diet disarankan dan banyak diterapkan di masyarakat bagi pasien
hiperurisemia dan gout adalah menghindari dan membatasi makanan tinggi purin baik lauk
hewani maupun sayuran. Diet tersebut merupakan salah satu manajemen yang dapat
dilakukan, tapi efektifitas diet tersebut masih harus kembali dikaji. Selain itu penangana
hiperurisemia dan gout dengan obat dilakukan untuk menangani serangan akut, mencegah
serangan selanjutnya, dan penatalaksanaan gout topacheous kronik. Terapi serangan akut
dapat menggunakan kolkisin, obanti inflamasi non-steroid (NSAIDs) dan/atau steroid.
Penggunanaan obat pasien asam urat akan membantu tenaga kesehatan dalam meningkatkan
terapi yang optimal pada pasien. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan
penelitian terkait penggunaan obat pada pasien asam urat di Rumah Sakit Umum haji Medan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah diatas, dapat ditarik rumusan masalah bagaimana

penggunaan obat asam urat pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Haji Medan.

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui banyaknya penggunaan obat pada pasien asam urat di Rumah Sakit
UmumHaji Medan

1.4 Manfaat penelitian


1. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan menjadikan pengalaman yang
nyata dalam melakukan penelitian secara baik dan benar terutama tentang obat asam
urat.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan pertimbangan dalam pengadaan obat dan penggunaan jenis asam urat
di Rumah Sakit Umum Haji Medan.
3. Bagi Masayarakat
Menambah wawasan/pengetahuan mengenai penyakit asam urat dan obat asam urat.

1.5 Hipotesis
Ada penggunaan asam urat pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Haji
Medan.

1.6 Kerangka Konsep

Obat asam urat Penggunaan obat pada pasien asam urat


rawat jalan di RSU Haji Medan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Definisi Rumah Sakit

Undang-undang Nomor 012 tahun 2012 tentang Rumah Sakit menytakan bahwa
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, bertujuan mewujudkan derajat kesehatan optimal bagi masyarakat.
Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun
2009 tentang rumahsakit, yang dimaksud rumah sakit umum adalah rumah sakit yang
memberikan pelayanankesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit (Anonim, 2009).
Rumah sakit inimemberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau kepada
masyarakat dalamrangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit
umum adalahmelaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasilguna
denganmengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara
(Siregar danAmalia, 2004)

2.1.2 Fungsi Rumah Sakit

Pasal 4 Undang Undang No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit menjelaskan Rumah
Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.
Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Rumah Sakit mempunyai
fungsi:
a.Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit.
b.Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang
paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c.Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan
kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan
d.Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan
dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu
pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.3 Tipe-Tipe Rumah Sakit

Azwar(1996) menyatakan bahwa rumah sakit di Indonesia jika ditinjau dari kemampuan yang
dimiliki dibedakan menjadi lima macam, yaitu:
1. Rumah sakit tipe A
Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran
spesialis dan subspesialis secara luas. Rumah sakit kelas A ditetapkan sebagai tempat
pelayanan rumah sakit rujukan tertinggi (top referral hospital) atau rumah sakit pusat.

2. Rumah sakit tipe B


Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran
spesialis luas dan subspesialis terbatas. Rumah sakit kelas B didirikan di setiap ibukoata
propinsi (propincial hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit
kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk kelas A juga diklasifikasikan
sebagai rumah sakit kelas B.

3. Rumah sakit tipe C


Rumah sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran
spesialis terbatas, yaitu pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan
anak dan pelayanan kebidanan dan kandungan. Rumah sakit kelas C akan didirikan di setiap
ibukota kabupaten (regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.

4. Rumah sakit tipe D


Rumah sakit kelas D adalah rumah sakit ynag bersifat transisi karena pada satu saat akan
ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Kemampuan rumah sakit kelas D hanya
memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Rumah sakit kelas D juga
menampung pelayanan rujukan yang berasal dari puskemas.
5. Rumah sakit Tipe E
Rumah sakit kelas E adalah rumah sakit khusus (spesial hospital) yang menyelenggarakan
satu macam pelayanan kedokteran saja, misalnya rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah
sakit kanker, rumah sakit jantung, rumah sakit ibu dan anak, rumah sakit gigi dan mulut dan
lain sebagainya.

2.2 Definisi
2.2.1 Asam Urat
Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu komponen
asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkatan kadar asam urat dapat
mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti
perasaan linu-linu di daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat
sangat bagi penderitannya. Penyakit ini sering disebut penyakit gout atau lebih dikenal
dengan penyakit asam urat (Andry, 2009).
Artritis gout adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia. Artritis
gout atau dikenal jugasebagai artritis pirai, merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai
akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di
dalamcairan ekstraseluler. Gangguan metabolisme yang mendasarkan artritis gout adalah
hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0ml/dl untuk pria
dan 6,0 ml/dl untuk wanita (Tehupeiory,
2006).
Sedangkan definisi lain, artritis gout merupakanpenyakit metabolik yang sering
menyerang pria dewasa danwanita posmenopause. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya
kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia)dan mempunyai ciri khas berupa episode artritis
gout akut dan kronis (Schumacher dan Chen, 2008).

2.2.2 Epidemiologi
Artritis gout menyebar secara merata di seluruh dunia.Prevalensi bervariasi antar
negara yang kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan lingkungan, diet, dan genetik
(Rothschild, 2013). Di Inggris dari tahun 2000sampai 2007 kejadian artritis gout 2,68 per
1000 penduduk,dengan perbandingan 4,42 penderita pria dan 1,32 penderita
wanita dan meningkat seiring bertambahnya usia (Sorianoet al, 2011). Di Italia kejadian
artritis gout meningkat dari6,7 per 1000 penduduk pada tahun 2005 menjadi 9,1 per1000
penduduk pada tahun 2009 (Rothschild, 2013).Sedangkan jumlah kejadian artritis gout di
Indonesiamasih belum jelas karena data yang masih sedikit. Hal inidisebabkan karena
Indonesia memiliki berbagai macam jenisetnis dan kebudayaan, jadi sangat memungkinkan
jika In-donesia memiliki lebih banyak variasi jumlah kejadian arthritis gout (Talarima et al,
2012).
Pada tahun 2009 di Maluku Tengah ditemukan 132 kasus, dan terbanyak ada di
KotaMasohi berjumlah 54 kasus (Talarima et al, 2012). Prevalensi artritis gout di Desa
Sembiran, Bali sekitar 18,9%, sedangkan di Kota Denpasar sekitar 18,2%. Tingginya
prevalensi artritisgout di masyarakat Bali berkaitan dengan kebiasaan makanmakanan tinggi
purin seperti lawar babi yang diolah dari daging babi, betutu ayam/itik, pepes ayam/babi, sate
babi,dan babi guling (Hensen, 2007).

2.2.3Etiologi
Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis kelamin,riwayat medikasi, obesitas,
konsumsi purin dan alkohol.Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih tinggi daripada
wanita, yang meningkatkan resiko mereka terserang artritisgout. Perkembangan artritis gout
sebelum usia 30 tahunlebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun angka
kejadian artritis gout menjadi sama antara kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun.
Prevalensi artritis gout pada pria meningkat dengan bertambahnya usia dan mencapai puncak
antara usia 75 dan 84 tahun (Weaver, 2008).
Wanita mengalami peningkatan resiko artritis gout setelah menopause, kemudian
resiko mulai meningkat pada usia 45tahun dengan penurunan level estrogen karena estrogen
memiliki efek urikosurik, hal ini menyebabkan artritis gout jarang pada wanita muda (Roddy
dan Doherty, 2010).Pertambahan usia merupakan faktor resiko penting pada pria dan wanita.
Hal inikemungkinan disebabkan banyak faktor, seperti peningkatan kadar asam urat serum
(penyebab yang paling sering adalah karena adanya penurunan fungsi ginjal), peningkatan
pemakaian obat diuretik, dan obat lain yang dapat meningkatkan kadarasam urat serum
(Doherty, 2009).
Penggunaan obat diuretik merupakan faktor resiko yang signifikan untuk
perkembangan artritis gout. Obat diuretic dapat menyebabkan peningkatan reabsorpsi asam
urat dalamginjal, sehingga menyebabkan hiperurisemia. Dosis rendah aspirin, umumnya
diresepkan untuk kardioprotektif, jugameningkatkan kadar asam urat sedikit pada pasien usia
lanjut.Hiperurisemia juga terdeteksi pada pasien yang memakai pirazinamid, etambutol, dan
niasin (Weaver, 2008).Obesitas dan indeks massa tubuh berkontribusi secara signifikan
dengan resiko artritis gout. Resiko artritis gout sangat rendah untuk pria dengan indeks massa
tubuh antara21 dan 22 tetapi meningkat tiga kali lipat untuk pria yang indeks massa tubuh 35
atau lebih besar (Weaver, 2008).
Obesitas berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin. Insu-lin diduga meningkatkan
reabsorpsi asam urat pada ginjalmelalui urate anion exchanger transporter-1(URAT1) atau
melalui sodium dependent anion cotransporter pada brush border yang terletak pada
membran ginjal bagian tubulus proksimal. Dengan adanya resistensi insulin akan mengakibat
kangangguan pada proses fosforilasi oksidatif sehingga kadar adenosin tubuh meningkat.
Peningkatan konsentrasi adenosin mengakibatkan terjadinya retensi sodium, asam urat dan
air oleh ginjal (Choi et al, 2005).Konsumsi tinggi alkohol dan diet kaya daging sertamakanan
laut (terutama kerang dan beberapa ikan laut lain) meningkatkan resiko artritis gout. Sayuran
yang banyak mengandung purin, yang sebelumnya dieliminasi dalam diet rendah purin, tidak
ditemukan memiliki hubungan terjadinya hiperurisemia dan tidak meningkatkan resiko
artritis gout(Weaver, 2008). Mekanisme biologi yang menjelaskan hubungan antara konsumsi
alkohol dengan resiko terjadinya serangan gout yakni, alkohol dapat mempercepat proses
pemecahan adenosin trifosfat dan produksi asam urat (Zhang,2006). Metabolisme etanol
menjadi acetyl CoA menjadi adenine nukleotida meningkatkan terbentuknya adenosin
monofosfat yang merupakan prekursor pembentuk asam urat. Alkohol juga dapat
meningkatkan asam laktat pada darah yang menghambat eksresi asam urat (Doherty, 2009).
Alasan lainyang menjelaskan hubungan alkohol dengan artritis gout adalah alkohol memiliki
kandungan purin yang tinggi sehingga mengakibatkan over produksi asam urat dalam
tubuh (Zhang, 2006).
Asam urat merupakan produk akhir dari metabolismepurin. Dalam keadaan
normalnya, 90% dari hasil metabolit nukleotida adenine, guanine, dan hipoxantin akan
digunakan kembali sehingga akan terbentuk kembali masing-masing menjadi
adenosinemonophosphate(AMP), inosine monophosphate(IMP), dan guanine
monophosphate(GMP) oleh adeninephosphoribosyl transferase(APRT) dan hipoxantin
guaninephosphoribosyl transferase(HGPRT). Hanya sisanya yang akan diubah menjadi
xantin dan selanjutnya akan diubah menjadiasam urat oleh enzim xantin oksidase
(Silbernagl,2006).
2.2.4 Patologi
Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma dikelilingi oleh butir kristal
monosodium urat (MSU). Reaksi inflamasi di sekeliling kristal terutama terdiri dari sel
mononuklir dan sel giant. Erosi kartilago dan korteks tulangterjadi di sekitar tofus. Kapsul
fibrosa biasanya prominen disekeliling tofus. Kristal dalam tofus berbentuk jarum
(needleshape) dan sering membentuk kelompok kecil secara radier(Tehupeiory, 2006).
Komponen lain yang penting dalam tofus adalah lipid glikosaminoglikan dan plasma protein.
Pada artritis goutakut cairan sendi juga mengandung kristal monosodiumurat monohidrat
pada 95% kasus. Pada cairan aspirasi dari sendi yang diambil segera pada saat inflamasi akut
akan ditemukan banyak kristal di dalam lekosit. Hal ini disebabkan karena terjadi proses
fagositosis (Tehupeiory, 2006).

2.2.5 Patogenesis
Monosodium urat akan membentuk kristal ketikakonsentrasinya dalam plasma
berlebih, sekitar 7,0 mg/dl.Kadar monosodium urat pada plasma bukanlah satu-satunyafaktor
yang mendorong terjadinya pembentukan kristal. Hal ini terbukti pada beberapa penderita
hiperurisemia tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang lama sebelum serangan
artritis gout yang pertama kali. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya serangan artritis
gout pada penderita hiperurisemia belum diketahui pasti. Diduga kelarutan asam urat
dipengaruhi pH, suhu, dan ikatan antara asam urat dan protein plasma (Busso dan So, 2010).
Kristal monosodium urat yang menumpuk akan berinteraksi dengan fagosit melalui dua
mekanisme.
Mekanisme pertama adalah dengan cara mengaktifkan sel-selmelalui rute
konvensional yakni opsonisasi dan fagositosis serta mengeluarkan mediator inflamasi.
Mekanisme keduaadalah kristal monosodium urat berinteraksi langsung dengan membran
lipid dan protein melalui membran sel dan glikoprotein pada fagosit. Interaksi ini
mengaktivasi beberapajalur transduksi seperti protein G, fosfolipase C dan D,Srctyrosine-
kinase, ERK1/ERK2, c-Jun N-terminal kinase, dan p38 mitogen-activated protein kinase.
Proses diatas akan menginduksi pengeluaran interleukin (IL) pada sel monosit yang
merupakan faktor penentu terjadinya akumulasineutrofil (Choi et al, 2005).
Pengenalan kristal monosodium urat diperantarai oleh Toll-like receptor (TLR) 2 dan
TLR 4, kedua reseptor tersebut beserta TLR protein penyadur MyD88 mendorong terjadinya
fagositosis. Selanjutnya proses pengenalan TLR 2 dan 4 akan mengaktifkan faktor transkripsi
nuclear factor-kB dan menghasilkan berbagai macam faktor inflamasi (Cronstein dan
Terkeltaub, 2006). Proses fagositosis kristal monoso-dium urat menghasilkan reactive oxygen
species (ROS) melalui NADPH oksidase. Keadaan ini mengaktifkan NLRP3, Kristal
monosodium urat juga menginduksi pelepasan ATP yangnantinya akan mengaktifkan
P2X7R. Ketika P2X7R diaktifkanakan terjadi proses pengeluaran cepat kalium dari dalam sel
yang merangsang NLRP3. Kompleks makro melekular yang disebut dengan inflamasom
terdiri dari NLRP3, ASC dan pro-caspase-1 dan CARDINAL. Semua proses diatas
nantinya akan menghasilkan IL-1α(Busso dan So, 2010).
Sel-sel yang sering diteliti pada artritis gout adalahlekosit, neutrofil, dan makrofag
(Busso dan So, 2010). Salahsatu komponen utama pada inflamasi akut adalah pengaktifan
vascular endhotelial yang menyebabkan vasodilatasi denganpeningkatan aliran darah,
peningkatan permeabilitas terhadapprotein plasma dan pengumpulan lekosit ke dalam
jaringan.Aktivasi endotel akan menghasilkan molekul adhesi seperti E-selectin, intercellular
adhesion molecule-1(ICAM-1) dan vascu-lar cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) yang
kemungkinan disebabkan karena adanya faktor TNF-α yang dikeluarkan oleh sel mast
(Dalbeth dan Haskard, 2005).Neutrofil berkontribusi pada proses inflamasi melalui
faktor kemotaktik yakni sitokin dan kemokin yang berperan pada adhesi endotel dan proses
transmigrasi. Sejumlahfaktor yang diketahui berperan dalam proses artritis goutadalah IL-1α,
IL-8, CXCL1, dan granulocyte stimulating-colonyfactor (Busso dan So, 2010).
Tabel 1. Penyebab Umum Overproduksi dan Ekskresi yang menurun dari asam urat pada
artritis gout(Sunkureddi et al, 2006)mengalami penurunan kadar urat serum yang bermakna
(Khanna et all, 2012).
Tujuan terapi serangan artritis gout akut adalah menghilangkan gejala, sendi yang
sakit harus diistirahatkan dan terapi obat dilaksanakan secepat mungkin untuk menjamin
respon yang cepat dan sempurna. Ada tiga pilihan obat untuk artritis gout akut, yaitu NSAID,
kolkisin,kortikosteroid, dan memiliki keuntungan dan kerugian.
Pemilihan untuk penderita tetentu tergantung pada beberapa faktor, termasuk waktu
onset dari serangan yang berhubungan dengan terapi awal, kontraindikasi terhadap obat
karena adanya penyakit lain, efikasi serta resiko potensial.NSAID biasanya lebih dapat
ditolerir disbanding kolkhisin dan lebih mempunyai efek yang dapat diprediksi
(Depkes, 2006).
Untuk penderita artritis gout yang mengalami pepticulcers, perdarahan atau perforasi
sebaiknya mengikuti standar atau guideline penggunaan NSAID. Kolkisin dapat menjadi
alternatif namun memiliki efek kerja yang lebih lambat dibandingkan dengan NSAID.
Kortikosteroid baik secaraoral, intraartikular, intramuskular, ataupun intravena lebih
efektif diberikan pada gout monoartritis, penderita yang tidak toleran terhadap NSAID dan
penderita yang mengalami refrakter terhadap pengobatan lainnya (Jordan et al, 2007).
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, sebaiknya pengobatan serangan artritis gout diobati
dalam 24 jam pertama serangan, salah satu pertimbangan pemilihan obat adalah berdasarkan
tingkatan nyeri dan sendi yang terkena.
Terapi kombinasi dapat dilakukan pada kondisi akut yang berat dan serangan artritis
gout terjadi pada banyak sendi besar. Terapi kombinasi yang dilakukan adalah kolkisin
dengan NSAID, kolkisin dan kortikosteroid oral, steroid intraartikular dan obat lainnya.
Untuk kombinasi NSAID dengan kortikosteroid sistemik tidak disarankan karena
dikawatirkan menimbulkan toksik pada saluran cerna (Khannaet al, 2012).
Obat golongan NSAID yang di-rekomendasikan sebagai lini pertama pada kondisi artritis
gout akut adalah indometasin, naproxen, dan sulindak. Ketiga obat tersebut dapat
menimbulkan efek samping serius pada saluran cerna,ginjal, dan perdarahan saluran cerna.
Obat golongancyclooxigenase 2 inhibitor(COX 2 inhibitor) seperti celecoxib
merupakan pilihan pada penderita artritis gout dengan masalah pada saluran cerna (Cronstein
dan Terkeltaub, 2006)
a.Contoh Obat NSAID
Kolkisin oral merupakan salah satu obat pilihan utama ketika terjadi serangan gout
artritis akut, akan tetapi pemberian obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang onset
serangannya telah lebih dari 36 jam. Pemberian kolkisin pengertian asam urat, etiologi, tanda
dan gejala, diangnosa, patofisiologi,pembentukan,penderita,pencegahan,diet (tujuan dan
syarat), asupan sumber purin, pengobatan farmakologi

2.2.6 Klasifikasi Hiperurisemia


Peningkatan asam urat dalam darah disebut dengan hiperurisemia dapat dibedakan
berdasarkan klasifikasinya sebagai berikut :
1) Berdasarkan penyebabnya Berdasarkan penyebabnya hiperurisemia dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu primer dan sekunder.
a) Hiperurisemia primer
Hiperurisemia primer atau dapat pula disebut sebagai hiperurisemia dalam arti sempit
berkaitan dengan gangguan metabolisme purin turunan yang berlangsung kronik dengan
disertai peningkatan pool asam urat dalam organisme serta pengendapan dan penyimpanan
asam urat atau urat dalam jaringan mesenkhim, jaringan yang kaya akan kolagen dan jaringan
yang kaya akan mikopolisakarida dan arthritis berulang yang akhirnya menjadi kronik yang
menyebabkan deformasi.
Dalam hal ini mungkin :
a.1) Pembentukan asam urat dalam metabolisme antara dipertinggi
Pada peningkatan pembentukan asam urat maka resintesis nukleotida purin dari basa purin
diperkecil – hipoksantin dan guanin dengan demikian lebih banyak diuraikan menjadi asam
urat – atau mekanisme umpan balik negatif pada sintesis purin ditadakan sehingga purin lebih
banyak dibentuk.

a.2) Eliminasi asam urat melalui ginjal diganggu


Gangguan eliminasi asam urat melalui ginjal disebabkan oleh menurunnya sekresi asam urat
ke dalam tubuli ginjal.

b) Hiperurisemia sekunder
Hiperurisemia terjadi akibat pembentukan urat yang berlebihan
setelah perputaran massif asam nukleat atau akibat gangguan ginjal yang dapat menurunkan
ekskresi asam urat (Saches dan McPherson, 2000). Hiperurisemia sekunder terjadi sebagai
komplikasi penyakit-penyakit yang disertai peningkatan pembentukan dan penguraian
nukleoprotein. Yang termasuk di
sini antara lain leukemia myelomik dan polisitemia.

2) Berdasarkan gejala klinisnya

a) Serangan hiperurisemia akut Serangan hiperurisemia akut yaitu arthritis hiperurisemia


akut terjadi mendadak dan memang sering pada malam hari. Yang terlibat seringkali
adalah ibu jari kaki, kadang-kadang reaksi meradang ditemukan pada sendi-sendi jari
sendi-sendi tangan. Serangan akut terjadi karena mengendapnya kristal asam urat
dalam jaringan yang metabolismenya kurang dan kemudian difagositosis oleh
leukosit.
b) Interval bebas gejala Dalam fase ini jika tanpa penanganan, gejala menurun baru
setalah beberapa hari. Selang tanpa gejala dapat berlangsung berminggu-minggu
sampai bertahun-tahun.
c) Fase hiperurisemia kronik Dalam fase hiprurisemia kronik, intensitas serangan lebih
rendah, walupun demikian jarang terjadi bebas secara sempurna. Umumnya
ditemukan penyimpanan asam urat pada rumah siput telinga, tangan atau kaki (yang
disebut tophi).

2.2 Diagnosis
Diagnosis asam urat dapat dilakukan dengan tiga pemeriksaan, yaitu
sebagai berikut:
1) Pemeriksaan laboratorium
Seseorang dikatakan menderita asam urat jika pemeriksaan laboratorium
menunjukkan kadar asam urat dalam darah di atas 7
2mg/dl untuk pria dan 6 mg/dl untuk wanita. Selain itu kadar asam urat
dalam urin lebih dari 750-1.000 mg/24 jam dengan diet biasa.
2) Pemeriksaan cairan sendi
Pemeriksaan cairan sendi dilakukan di bawah mikroskop. Tujuannya untuk melihat
adanya kristal urat atau monosodium urat
(kristal MSU) dalam cairan sendi. Untuk melihat perbedaan jenis
arthritis yang terjadi perlu dilakukan kultr cairan sendi.
2) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologis digunakan untuk melihat proses yang terjadi dalam sendi dan
tulang serta untuk melihat proses pengapuran

2.3 Pengobatan
Pengobatan pirai dilakukan dengan meningkatkan ekskresi asam urat melalui kemih
atau dengan menurunkan prekursor konversi ksantin dan hipoksantin menjadi asam urat
(Katzung dan Trevor, 1994).
Untuk mencegah kambuhnya serangan goutdapat diikuti suatu aturan hidup tertentu.
Bila terjadi overweight, perlu menjalani diet menguruskan tubuh, banyak minum (minimal 2
L perhari), membatasi asupan alkohol (bir), menghindari stres fisik dan mental serta dietpurin
(Tjay dan Raharja, 2002).
Diet yang miskin purin dengan hanya sedikit mengkonsumsi daging tau ikan, terutama organ
dalam (jeroan) seperti otak, hati dan ginjal. Tetapi kini diketahui bahwa Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita artritis gout adalah untuk mengurangi rasa nyeri,
mempertahankan fungsi sendidan mencegah terjadinya kelumpuhan.
Terapi yang diberikanharus dipertimbangkan sesuai dengan berat ringannya artrtitisgout
(Neogi, 2011). Penatalaksanaan utama pada penderita artritis gout meliputi edukasi pasien
tentang diet, lifestyle ,medikamentosa berdasarkan kondisi obyektif penderita, dan perawatan
komorbiditas (Khanna et al, 2012).
Pengobatan artritis gout bergantung pada tahap penyakitnya. Hiperurisemia
asiptomatik biasanya tidak membutuhkan pengobatan. Serangan akut artritis gout diobati
dengan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid ataukolkisin. Obat-obat ini diberikan dalam
dosis tinggi ataudosis penuh untuk mengurangi peradangan akut sendi
(Carter, 2006).Beberapa kebanyakan purin dibentuk dalam tubuh dan hanya sedikit yang
berasal dari makanan. Diet yang ketat hanya dapat menurunkan kadar urat 25% dan tidak
dapat mengurangi timbulnya serangan gout, tetapi diet ini berguna sebagai tambahan dari
terapi terhadap batu ginjal (urat) yang sering kambuh, selain itu diusahakan untuk tidak
menggunakan diuretik tiazid dan menghindari mengkonsumsi alkohol dan kopi (Tjay dan
Raharja, 2002).
Adapun obat yang dapat digunakan sebagai pengobatan hiperurisemia antara lain :
allopurinol yang menghambat ksantin oksidase, sehingga kadar asam urat dalam serum
menurun tanpa menyebabkan beban ekskresi pada ginjal. Obat-obat urikosurik seperti
probenesid dan sulfonpirazon juga menurunkan kadar urat dalam serum dengan cara
meninggikan ekskresi asam urat melalui urin. Pasien yang memakai obat-obat ini harus
mengeluarkan banyak urin alkalis supaya asam urat tidak membentuk batu urat.
Kolkisin, suatu obat yang telah lama digunakan untuk mengobati gout, tidak
mempengaruhi pembentukan atau ekskresi urat, tetapi mengubah respon fagositik leukosit
terhadap kristal urat di jaringan (Saches dan McPherson, 2000)

2.4. Penatalaksanaan Gout Kronik

2.4.1 Terapi Gout Kronik

1. Mulai terapi menurunkan kadar asam urat pada pasien yang mengalami serangan lebih dari
kali dalam setahun (obat penurun kadar asam urat tidak diberikan selama serangan akut, obat
pilihan penurunan kadar mayoritas pasien adalah allpurinol).
2. Gunakan urikosurik pada pasien yang tidak tahan alergi allopurinol dan pada pasien denga
fungsi gunjal normal tetapi ekskresinya rendah.

3. Pertimbangkan pemberian kombinasi dengan colichine sampai tercapai kadar urat serum
rendahdan tidak ada serangan akut yang kambuh dalam6-12 bulan.

4. Monitor kadar urat serum setiap 3-6 bulan dan pada pasien yang simptomatis terapi
disesuaikan dengan kadar.

2.5 Diet Hiperurisemia

1. Tujuan

Diet rendah purin bertujuan untuk mengurangi makanan yang kaya akan kandungan
purin seperti sarden, kangkung, jeroan, dan bayam. Jika pada kadar normal makanan sehari-
hari ambang kandunganpurin yang bias ditoleransi adalah 600-1000 mg, maka pada program
diet ini dibatasi berkisar pada 120-15- mg, selain itu diet dari asam urat juga bertujuan untuk
mempertahankan status gizi optimal serta menurunkan kadar asam urat dalam darah dan urin
untuk selalu dalam keadaan normal.

2. Syarat diet

Menurut (Almatsier, 2004). Syarat diet asam urat adalah:

a. Energi sesuai dengan kebutuhan tubuh bila berat badan berlebih atau kegemukan,
asupan energi sehari dikurangi secara bertahap sebanyak 500-1000/ kkal dari
kebutuhan energy normal hingga tercapai berat badan normal.
b. Protein cukup, yaitur 1,0 – 1,2 gr/kg BB atau 10-15% dari kebutuhan energy total
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Dalam survei deskriptif dilakukan


terhadap sekumpulan objek yang biasanya bertujuan untuk untuk melihat gambaran
fenomena (termasuk kesehatan) yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu. Penelitian
ini dikerjakan secara retrospektif dan hasil peneltian ini secara narasi atau gambaran.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-september 2018
3.2.2 Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Haji Medan Jln. Rumah Sakit
Haji, Medan Estate-Percut Sei Tuan, Kenangan Baru, Percut Sei Tuan, Kota
Medan, Sumatera Utara (20237), Indonesia.
3.3 Objek Penelitian
Objek penelitian ini diambil berdasarkan resep obat asam urat yang digunakan di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Haji medan

3.4 Cara Pengumpulan Data


Penelitian mengumpulkan berupa dokumentasi, yaitu dengan menghitung pengeluaran
obat asam urat di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Di Rumah Sakit Haji Medan yang
Tercantum dalam resep dokter.

3.5 Pengolahan dan Analisa Data


Teknik analisa data penelitian ini agar diperoleh hasil untuk melihat berap frekuensi
penggunaan obat asam urat di Instalasi Farmasi Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum
Haji Medan periode Mei-Juli 2018 dengan menggunakan rumus Persentase.

𝑵𝒊𝒍𝒂𝒊
Persentase = 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑵𝒊𝒍𝒂𝒊 𝑲𝒆𝒔𝒆𝒍𝒖𝒓𝒖𝒉𝒂𝒏 × 100%
BAB IV
KATA PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang banyaknya penggunaan obat asam urat pada pasien
Rawat Jalan di rumah sakit umum haji medan tahun 2018dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Jenis obat asam urat yang digunakan di rumah sakit haji medan adalah
Allopurinol 100 mg, 300 mg,, meloxicam 7,5 mg, dan 15 mg.
2. Obat asam urat digunakan pada periode Januari-Maret 2018 adalah
Allopurinol 100 mg dengan total sebanyak 217 atau 16,756%, Allopurinol 385
atau 29,729%, Meloxicam 7,5 mg sebanyak 280 atau 21,621%, dan
Meloxicam 15 mg sebanyak 413 atau 31,891%.
4.2 Saran
1. Peneliti
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti penggunaan obat
asam urat pada pasien rawat inap.
2. Rumah Sakit
Diharapkan bagi rumah sakit agar jadi pertimbangan dalm pengadaan obat
asam urat yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan
rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Penggunaan
Obat Asam Urat Pada Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Haji Medan 2018”
Tidak lupa saya menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing yang
telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses
penyusunan karya ilmiah ini. Rasa terima kasih juga hendak kami ucapkan kepada rekan-
rekan mahasiswa yang telah memberikan kontribusinya baik secara langsung maupun tidak
langsung sehingga karya ilmiah ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.

Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan


karya ilmiah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam karya ilmiah yang telah kami susun
ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran
serta kritikan yang membangun dari para pembaca demi tersusunnya karya ilmiah lain yang
lebih lagi. Akhir kata, kami berharap agar karya ilmiah ini bisa memberikan banyak manfaat
ke depannya.

Penulis

Arief Benthar Abdullah

Anda mungkin juga menyukai