1. Latar Belakang
2. Isi Kebijakan
Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 diyatakan bahwa setiap anak berhak
mendapatkan Imunisasi Dasar dalam rangka mencegah terjadinya penyakit menular
kepada setiap bayi dan anak.
3. Konteks
Agustus-September 2017, pemerintah tengah menjalankan program nasional
pemberian vaksin Measles Rubella (MR) untuk mencegah campak dan rubella secara
serentak di Pulau Jawa. Pemberian vaksin Measles Rubella (MR) diberikan secara
cuma-cuma, dengan target anak usia 9 bulan sampai kurang dari 15 tahun. Untuk
daerah di luar Pulau Jawa, akan dilakukan pada Agustus-September 2018. Di Pulau
Jawa, imunisasi dilakukan di 6 provinsi, 119 kabupaten/kota dan 3.579 puskesmas,
dengan melibatkan 34.964.384 anak sebagai sasaran pemberian vaksin. Program
vaksinasi ini bertujuan untuk menghapuskan penyakit campak dan rubella di
Indonesia pada tahun 2020, serta untuk mendukung pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di nomor 3, yaitu
tentang kesehatan universal.
Namun demikian, program ini bukan tanpa halangan dan penolakan dari
sebagian kalangan. Dalam pencanangan program ini di Yogyakarta pada awal
Agustus ini oleh Presiden Joko Widodo, terdapat penolakan dari beberapa sekolah
swasta berbasis keagamaan. Mereka menganggap pemberian vaksin tidak boleh
dipaksakan, bahkan ada yang mengharamkan. Penolakan juga terjadi di beberapa
wilayah. Padahal, pemberian vaksin dibutuhkan oleh setiap anak yang berhak untuk
hidup sehat dan bertumbuh kembang secara layak.
Ironisnya, Dalam berita kesehatan CNN Indonesia disebutkan bahwa Kasus
campak di dunia pada periode Januari hingga Juli tahun ini (2019) meningkat tiga kali
lipat ketimbang periode yang sama di tahun 2018 lalu.
Hampir 365 ribu kasus campak yang dilaporkan terjadi secara global tahun ini, rekor
tertinggi sejak 2006. Angka ini disebut mewakili 6,7 juta kasus yang tak dilaporkan di
seluruh dunia. Pada 2017, campak menyebabkan sekitar 109 ribu kematian.
4. Masalah kebijakan
a. Dalam hal ini masih banyaknya pihak yang belum sepenuhnya menerapkan
kebijakan pemberian vaksin yang ditetapkan oleh pemerintah. Mungkin
disebabkan masih kurang gencarnya pihak pemerintah dalam menegaskan
bahwa bayi dan balita yang mendapatkan vaksin lebih terlndungi berbagai
penyakit dari pada yang tidak diberikan vaksin.
b. Rekomendasi tentang pemberian vaksin :
Penyataan WHO, bahwa prevalensi imunisasi pada anak secara global
pada tahun 2012 ialah DPT sebesar 83%, Polio sebesar 84%, Campak
sebesar 84%, Hepatitis B sebesar 79%, dan BCG sebesar >80%.
Persentase imunisasi di dunia secara global terus meningkat dari
tahuntahun sebelumnya (WHO, 2012).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017
Tentang Penyelenggaraan Imunisasi
Petunjuk Teknis Kampanye Imunisasi Measles Rubella (MR)
c. Aktor Kebijakan
LSM : WHO, Unicef, PBB
Kementerian Dalam Negeri
Kementerian Kesehatan
Kementrian Agama
Majelis Pembinaan Kesehatan Umum
Majelis Ulama Indonesia
Pemda
Pemkot
Fasilitas Kesehatan
Organisasi Profesi
Tenaga Kesehatan
Tokoh Masyarakat & Tokoh Agama
Orang tua
d. Usulan Solusi
Perlunya ketegasan pemerintah, Negara harus hadir untuk melindungi semua
masyarakat tanpa memandang kelompok atau golongan. Imunisasi sudah saatnya
dibuat sebagai syarat masuk sekolah untuk memberikan perlindungan yang aman
bagi anak sedini mungkin. Oleh karenanya diperlukan upaya komprehensif dan lintas
sektor guna mendorong program imunisasi dan vaksinasi di masyarakat. Upaya
dilakukan dengan mengedukasi masyarakat dan membuka ruang dialog mengenai
hal-hal berkaitan dengan vaksinasi. Hal ini dilakukan utamanya oleh tenaga
kesehatan dan kader.Kerjasama lintas sektor misalnya dengan tokoh agama juga
diperlukan guna memberikan keamanan dan ketenangan kepada masyarakat yang
ingin melakukan vaksinasi. Selain itu akses untuk vaksinasi serta cakupan produk
vaksinasi juga secara perlahan perlu ditingkatkan demi menjamin kesehatan
masyarakat Indonesia secara umum dan anak Indonesia secara khusus.Peran dari
pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, kelompok pendamping di daerah,
menjadi sangat penting karena merekalah para pelaku lapangan yang tahu kondisi
dan konteks daerah termasuk jumlah dan sebaran anak. Sedangkan atas penolakan
imunisasi di beberapa daerah, harus disikapi secara bijak dan tidak
emosional.Pendekatan kultural, dialog dengan tokoh agama hingga ke level paling
bawah dan kekuatan regulasi pemerintah, adalah kunci keberhasilan program
imunisasi pada masa depan.
TUGAS
NPM : 1913201019