Anda di halaman 1dari 7

ISU KEBIJAKAN TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI

1. Latar Belakang

Sebagaimana diketahui bahwa target MDGs 4 adalah menurunkan Angka


Kematian Bayi (AKB) menjadi 23/1.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita
(AKBA) menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup. Hasil sementara Survei Penduduk Antar
Sensus (SUPAS) tahun 2015 menunjukkan AKB 22 per 1.000 kelahiran hidup dan
AKBA 26 per 1.000 kelahiran hidup. Artinya target MDG 4 dalam penurunan kematian
Bayi dan Balita, tercapai. Meski demikian jumlah kematian Balita secara absolut
masih tetap tinggi, terutama kematian pada kelompok usia neonatal.
Penyebab utama kematian bayi dan Balita sebagian besar dapat dicegah. Untuk itu,
upaya pencegahan kesakitan dan kematian bayi dan Balita ini menjadi upaya prioritas
dan perlu kita diperkuat dan ditingkatkan,
Pada tahun 2015 MDGs sudah berakhir. Kelanjutan dari kesepakatan global,
dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang telah ditetapkan pada
September 2015 lalu, kesehatan tetap menjadi goals dengan target-target yang
diperluas. Sementara penurunan AKI dan AKBA tetap menjadi agenda pembangunan
post 2015 atau SDGs. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu komponen
dimensi pembangunan manusia, karena indikator kemajuan dan kesejahteraan suatu
bangsa diantaranya ditentukan oleh AKI, AKB dan Umur Harapan Hidup (UHH).
Dalam Rencana strategis Kesehatan telah ditetapkan upaya-upaya prioritas
kesehatan beserta tergetnya yang diharapkan dapat mendukung tercapainya target-
target pembangunan terkait kesehatan.
Imunisasi ditempatkan pada posisi teratas karena memberi dampak pada
penurunan angka kematian, penyakit, dan kecacatan di Amerika Serikat dalam 100
tahun terakhir. Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga menyatakan bahwa imunisasi
merupakan salah satu inisiatif bidang kesehatan masyarakat yang paling sukses,
yang dapat mencegah dua sampai tiga juta kematian per tahun akibat penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi seperti campak, difteri, tetanus, dan pertusis (rejan
batuk).
Program ini merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terlaksana di
Indonesia dimulai tahun 1956. Melalui program ini, Indonesia dinyatakan bebas dari
penyakit cacar oleh WHO sejak tahun 1974. Pengembangan Program Imunisasi (PPI)
pada tahun 1977 sebagai fase awal menurunkan angka kesakitan serta kematian
balita atau Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Melalui PPI sejak
tahun 1980 imunisasi rutin dilakukan dan dikembangkan sampai sekarang dengan
pemberian tujuh jenis vaksin yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B (HB), TT
dan DT (Ditjen PP & PL, 2005). Kementerian Kesehatan menetapkan imunisasi
sebagai upaya nyata pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals
(MDGS), khususnya untuk menurunkan angka PD3I. Indikator keberhasilan
pelaksanaan imunisasi diukur dengan pencapaian cakupan desa/ kelurahan, yaitu
minimal 80% bayi di desa / kelurahan telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
Setiap tahun melalui kegiatan surveilans dilaporkan lebih dari 11.000 kasus
suspek campak, dan hasil konfirmasi laboratorium menunjukkan 12–39% di
antaranya adalah campak pasti (lab confirmed) sedangkan 16–43% adalah rubella
pasti. Dari tahun 2010 sampai 2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus campak dan
30.463 kasus rubella. Jumlah kasus ini diperkirakan masih lebih rendah dibanding
angka sebenarnya di lapangan, mengingat masih banyaknya kasus yang tidak
terlaporkan, terutama dari pelayanan kesehatan swasta serta kelengkapan laporan
surveilans yang masih rendah. Di Indonesia, Rubella merupakah salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang memerlukan upaya pencegahan efektif. Data surveilans
selama lima tahun terakhir menunjukan 70% kasus rubella terjadi pada kelompok usia
Penyakit Campak dan Rubella tidak dapat diobati. Pengobatan yang diberikan
kepada penderita hanya bersifat supportif. Tetapi kedua penyakit ini bisa dicegah
dengan imunisasi. Selama ini Indonesia memberikan imunisasi Campak sebagai
salah satu program imunisasi nasional. Mengingat besarnya perkiraan beban
penyakit Rubella dan tersedianya vaksin kombinasi Measles-Rubella (MR), maka
diputuskan untuk mengganti vaksin Measles dengan vaksin kombinasi Measles-
Rubella, yang dimulai dengan kegiatan imunisasi massal MR.
Hingga desember 2018 dari 32 juta anak berusia 9 bulan sampai 15 tahun yang
disasar vaksinasi di 28 provinsi luar Pulau Jawa rata-rata cakupan vaksinasi baru
mencapai sekitar 66%, menurut sistem pelaporan online RapidPro yang didukung
UNICEF Indonesia. Secara nasional, realisasi vaksinasi juga belum mencapai 70%.
Padahal, target aman untuk mencapai kekebalan di masyarakat adalah 95% anak
terimunisasi.
Imunisasi merupakan upaya aktif untuk menimbulkan antibodi atau kekebalan
spesifik/khusus yang efektif mencegah penularan penyakit tertentu, dengan cara
memberikan vaksin. Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap
bayi dan anak sebagaimana dijelaskan dalam UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009.
Bagi yang melanggar harus dikenakan sanksi. 'Kementerian Kesehatan menjamin
vaksin untuk bayi dan anak Indonesia aman, karena merupakan produksi dalam
negeri yang keamanannya diawasi ketat oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan
Makanan), sedangkan BPOM sendiri setiap 2 tahun akan di-review oleh WHO,' kata
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan
RI, dr. Mohamad Subuh, MPPM, di Jakarta.
Salah satu kegiatan prioritas pemerintah dan merupakan aset yang sangat
penting untuk mencapai salah satu target dalam Sustainable Development Goals
(SDGs) yaitu mengakhiri kematian bayi dan balita yang dapat dicegah, dengan
seluruh negara berusaha menurunkan Angka Kematian Neonatal setidaknya hingga
12 per 1.000 KH dan Angka Kematian Balita 25 per 1.000 KH. Dimana target capaian
yang ditetapkan pada Tahun 2019 adalah 93% anak usia 0-11 bulan di Indonesia
mendapatkan imunisasi dasar lengkap. 'Imunisasi merupakan salah satu intervensi
kesehatan yang paling sukses dan hemat biaya. Imunisasi mencegah antara 2 sampai
3 juta kematian setiap tahun dan apabila cakupan imunisasi berhasil ditingkatkan
maka jumlah kematian yang dapat dicegah bertambah lagi sekitar 1,5 juta kematian,'
tambah dr. Subuh.
Penyakit-penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), yakni
tuberkulosis, difteri, pertussis (batuk rejan), tetanus, hepatitis B, polio, campak,
pneumonia (radang paru) dan meningitis (radang selaput otak) yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Haemophilus influenzae tipe b, meningitis yang disebabkan oleh infeksi
bakteri meningokokus serta PD3I lainnya seperti influensa, diare yang disebabkan
infeksi rotavirus. Di lain kegiatan, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),
Dr. HM. Asrorun Niam mengatakan imunisasi merupakan salah satu sarana menjamin
kesehatan anak, dan kesehatan anak merupakan hak dasar anak. Pasal 8, Undang-
undang Perlindungan Anak nomor 23 Tahun 2002 menyebutkan setiap anak berhak
memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik,
mental, spiritual, dan sosial.
Dari hal ini dapat terlihat bahwa dalam pelaksanaannya tidak semua aktor
melaksanakan kebijakan penyelenggaraan imunisasi dengan baik, hal ini dapat dilihat
dengan masih banyaknya cakupan imunisasi (MR dan Rubella) yang masih belum
yang belum mencapai target.

2. Isi Kebijakan
Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 diyatakan bahwa setiap anak berhak
mendapatkan Imunisasi Dasar dalam rangka mencegah terjadinya penyakit menular
kepada setiap bayi dan anak.

3. Konteks
Agustus-September 2017, pemerintah tengah menjalankan program nasional
pemberian vaksin Measles Rubella (MR) untuk mencegah campak dan rubella secara
serentak di Pulau Jawa. Pemberian vaksin Measles Rubella (MR) diberikan secara
cuma-cuma, dengan target anak usia 9 bulan sampai kurang dari 15 tahun. Untuk
daerah di luar Pulau Jawa, akan dilakukan pada Agustus-September 2018. Di Pulau
Jawa, imunisasi dilakukan di 6 provinsi, 119 kabupaten/kota dan 3.579 puskesmas,
dengan melibatkan 34.964.384 anak sebagai sasaran pemberian vaksin. Program
vaksinasi ini bertujuan untuk menghapuskan penyakit campak dan rubella di
Indonesia pada tahun 2020, serta untuk mendukung pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di nomor 3, yaitu
tentang kesehatan universal.
Namun demikian, program ini bukan tanpa halangan dan penolakan dari
sebagian kalangan. Dalam pencanangan program ini di Yogyakarta pada awal
Agustus ini oleh Presiden Joko Widodo, terdapat penolakan dari beberapa sekolah
swasta berbasis keagamaan. Mereka menganggap pemberian vaksin tidak boleh
dipaksakan, bahkan ada yang mengharamkan. Penolakan juga terjadi di beberapa
wilayah. Padahal, pemberian vaksin dibutuhkan oleh setiap anak yang berhak untuk
hidup sehat dan bertumbuh kembang secara layak.
Ironisnya, Dalam berita kesehatan CNN Indonesia disebutkan bahwa Kasus
campak di dunia pada periode Januari hingga Juli tahun ini (2019) meningkat tiga kali
lipat ketimbang periode yang sama di tahun 2018 lalu.
Hampir 365 ribu kasus campak yang dilaporkan terjadi secara global tahun ini, rekor
tertinggi sejak 2006. Angka ini disebut mewakili 6,7 juta kasus yang tak dilaporkan di
seluruh dunia. Pada 2017, campak menyebabkan sekitar 109 ribu kematian.
4. Masalah kebijakan
a. Dalam hal ini masih banyaknya pihak yang belum sepenuhnya menerapkan
kebijakan pemberian vaksin yang ditetapkan oleh pemerintah. Mungkin
disebabkan masih kurang gencarnya pihak pemerintah dalam menegaskan
bahwa bayi dan balita yang mendapatkan vaksin lebih terlndungi berbagai
penyakit dari pada yang tidak diberikan vaksin.
b. Rekomendasi tentang pemberian vaksin :
 Penyataan WHO, bahwa prevalensi imunisasi pada anak secara global
pada tahun 2012 ialah DPT sebesar 83%, Polio sebesar 84%, Campak
sebesar 84%, Hepatitis B sebesar 79%, dan BCG sebesar >80%.
Persentase imunisasi di dunia secara global terus meningkat dari
tahuntahun sebelumnya (WHO, 2012).
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017
Tentang Penyelenggaraan Imunisasi
 Petunjuk Teknis Kampanye Imunisasi Measles Rubella (MR)

c. Aktor Kebijakan
 LSM : WHO, Unicef, PBB
 Kementerian Dalam Negeri
 Kementerian Kesehatan
 Kementrian Agama
 Majelis Pembinaan Kesehatan Umum
 Majelis Ulama Indonesia
 Pemda
 Pemkot
 Fasilitas Kesehatan
 Organisasi Profesi
 Tenaga Kesehatan
 Tokoh Masyarakat & Tokoh Agama
 Orang tua
d. Usulan Solusi
Perlunya ketegasan pemerintah, Negara harus hadir untuk melindungi semua
masyarakat tanpa memandang kelompok atau golongan. Imunisasi sudah saatnya
dibuat sebagai syarat masuk sekolah untuk memberikan perlindungan yang aman
bagi anak sedini mungkin. Oleh karenanya diperlukan upaya komprehensif dan lintas
sektor guna mendorong program imunisasi dan vaksinasi di masyarakat. Upaya
dilakukan dengan mengedukasi masyarakat dan membuka ruang dialog mengenai
hal-hal berkaitan dengan vaksinasi. Hal ini dilakukan utamanya oleh tenaga
kesehatan dan kader.Kerjasama lintas sektor misalnya dengan tokoh agama juga
diperlukan guna memberikan keamanan dan ketenangan kepada masyarakat yang
ingin melakukan vaksinasi. Selain itu akses untuk vaksinasi serta cakupan produk
vaksinasi juga secara perlahan perlu ditingkatkan demi menjamin kesehatan
masyarakat Indonesia secara umum dan anak Indonesia secara khusus.Peran dari
pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, kelompok pendamping di daerah,
menjadi sangat penting karena merekalah para pelaku lapangan yang tahu kondisi
dan konteks daerah termasuk jumlah dan sebaran anak. Sedangkan atas penolakan
imunisasi di beberapa daerah, harus disikapi secara bijak dan tidak
emosional.Pendekatan kultural, dialog dengan tokoh agama hingga ke level paling
bawah dan kekuatan regulasi pemerintah, adalah kunci keberhasilan program
imunisasi pada masa depan.
TUGAS

ISU KEBIJAKAN TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI

Nama : Nasmira Nasrum

NPM : 1913201019

UNIVERSITAS WIDYAGAMA MAHAKAM SAMARINDA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


TAHUN AJARAN 2019/2020

Anda mungkin juga menyukai