Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang

Perkembangan dalam bidang teknologi yang terjadi sekarang ini

semakin memberikan kemudahan pada setiap individu untuk melakukan

segala aktivitasnya, terlebih dengan adanya bantuan aplikasi online yang

menyediakan berbagai bentuk layanan jasa dengan gerakan jempol tangan

dapat membuat perubahan besar dalam gaya hidup masyarakat. Kurangnya

aktivitas fisik, kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan cepat saji,

kurang mengkonsumsi serat, dapat mengakibatkan kegemukan dan

meningkatkan resiko menderita penyakit degeneratif seperti Diabetes

Melitus (Kementrian kesehatan RI, 2014).

Diabetes Melitus (DM) ditandai dengan adanya peningkatan kadar

gula dalam darah akibat dari gangguan proses metabolisme tubuh, dimana

hormon insulin yang berperan dalam menyeimbangkan kadar gula dalam

darah gagal menjalankan fungsinya. Kegagalan fungsi hormon insulin

dikarenakan oleh kegagalan fungsi pankreas dalam menghasilkan insulin

ataupun karena terjadi penurunan kemampuan tubuh untuk meresponi

insulin. DM merupakan salah satu penyakit degeneratif yang paling sering

diderita masyarakat sekarang ini.

Tahun 2017 sekitar 425 juta orang dewasa dengan rentang usia 20

sampai 79 tahun menderita DM dan diperkirakan pada tahun 2045 terdapat

629 juta orang (International Diabetes Federation Atlas, 2017). Data dari

1
2

World Health Organization (2016), di wilayah Asia Tenggara pada tahun

2015 terdapat 415 juta orang dewasa dengan DM, diperkirakan pada tahun

2040 akan menjadi 642 juta orang. Menurut International Diabetes

Federation Atlas (2015), tahun 2015 Indonesia menempati peringkat

ketujuh prevalensi penderita DM tertinggi di dunia dengan jumlah estimasi

10 juta orang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Sekitar 2 dari 3 orang dengan DM di Indonesia tidak mengetahui

dirinya memiliki DM dan berpotensi untuk mengakses layanan kesehatan

dalam kondisi terlambat atau dalam kondisi sudah dengan komplikasi. DM

dengan komplikasi merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di

Indonesia (World Health Organization, 2016).

Data Kementrian Kesehatan RI (2013), jumlah penderita DM di

wilayah Sulawesi Utara sekitar 61.140 orang, sebanyak 40.772 orang

pernah didiagnosis menderita DM oleh dokter dan 20.386 belum pernah

didiagnosis tetapi dalam satu bulan terakhir mengalami gejala sering lapar,

sering haus, sering kencing dan mengalami penurunan berat badan. Data

terbaru jumlah kunjungan penderita DM di Rumah Sakit Pancaran Kasih

Gereja Masehi Injili di Minahasa Manado (RSPK GMIM Manado)

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Singal (2017), sepanjang

bulan Agustus 2016 sebanyak 622 kunjungan pasien DM tipe 2 dengan

128 orang pasien laki-laki dan 402 orang perempuan dengan hasil

wawancara dari 15 pasien terdapat 6 pasien positif menggunakan terapi

insulin.
3

Jumlah penderita DM yang terus meningkat menandakan bahwa

penyakit ini merupakan masalah kesehatan di masyarakat yang

memerlukan perhatian khusus dalam proses perawatan dan terlebih

pencegahan terjadinya komplikasi. DM termasuk penyakit yang belum

dapat disembuhkan, hal yang mungkin dapat dilakukan adalah mengontrol

dan mengendalikan penyakitnya agar dapat mempertahankan kualitas

hidupnya (Safitri, 2013).

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2011) menyatakan bahwa

komplikasi DM dapat dicegah melalui pengelolaan DM yang terdiri dari

empat pilar utama yaitu, edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan

intervensi farmakologi berupa pemberian obat anti hiperglikemi oral dan

terapi insulin. Insulin digunakan sebagai terapi farmakologi untuk

mengontrol kadar gula dalam darah yang paling efektif (Mamahit, 2018).

Banyak penderita DM yang memulai usaha terapi secara antusias dan

patuh, namun pada tahun-tahun berikutnya antusiasme tersebut menjadi

luntur dan mereka mungkin tidak menyadari kendali mereka sudah tidak

sebaik sebelumnya (Safitri, 2013).

Kepatuhan sebagai salah satu hal guna menurunkan resiko

berkembangnya masalah kesehatan atau memperburuk penyakit yang

sedang diderita. Faktor-faktor yang berpengaruh pada kepatuhan dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor dari dalam diri pasien seperti

persepsi dan pengharapan pasien, maupun faktor dari lingkungan pasien

seperti hubungan petugas kesehatan dengan pasien, komunikasi petugas


4

kesehatan dengan pasien dan variabel sosial yang ada. Hal ini mengapa

Health locus of control berkaitan erat dengan kepatuhan (Safitri, 2013).

Health locus of control (HloC) sebagai seperangkat keyakinan

seseorang tentang pribadinya mengenai apa yang baik dan buruk yang

memiliki pengaruh terhadap status kesehatannya. Seseorang yang

memiliki HLoC yang tinggi akan memiliki dorongan menjadi lebih baik

dalam mengambil keputusan untuk meningkatkan kualitas status

kesehatannya. HLoC dipengaruhi atas beberapa faktor di antaranya jenis

kelamin, usia, kedudukan dalam jabatan, demografi sosial, status ekonomi,

keluarga, agama dan etnis (Sujadi & Setioningsih, 2018).

HLoC dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu internal health

locus of control dan eksternal health locus of control. Dalam penelitian

yang dilakukan oleh Safitri (2013) tentang kepatuhan penderita DM tipe 2

ditinjau dari HLoC didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan kepatuhan

yang signifikan ditinjau dari HloC, dimana subjek yang memiliki internal

health locus of control memiliki kepatuhan yang tinggi dibandingkan

subjek yang memiliki eksternal health locus of control (powerful others

and chance).

Penelitian yang lain dilakukan oleh Adnyani, Widyanthari dan

Saputra (2015), tentang hubungan HLoC dengan kepatuhan

penatalaksanaan diet Diabetes Melitus tipe 2 di paguyuban Diabetes

Melitus puskesmas III Denpasar menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara HLoC dengan kepatuhan pelaksanaan diet DM

dengan nilai ρ value sebesar 0,002 (ρ value < 0,05).


5

Studi baru-baru ini yang dilakukan oleh Mamahit (2018), tentang

dukungan keluarga dengan kepatuhan terapi insulin pasien Diabetes

Melitus tipe 2 menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

dukungan keluarga dengan kepatuhan terapi insulin pasien Diabetes

Melitus tipe 2, dimana ρ value = 0,0001 untuk dukungan sosial, penilaian,

dan tambahan dengan kepatuhan terapi insulin dan nilai ρ value = 0,001

untuk dukungan emosional dengan terapi insulin.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Hubungan Health locus of

control (HLoC) dengan kepatuhan terapi insulin pada pasien Diabetes

Melitus tipe II di Rumah Sakit Pancaran Kasih Gereja Masehi Injili di

Minahasa Manado”.

B Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah

penelitian, yaitu untuk melihat apakah terdapat hubungan health locus of

control (HLoC) dengan kepatuhan terapi insulin pada pasien DM tipe II di

Rumah Sakit Pancaran Kasih Gereja Masehi Injili di Minahasa Manado.

C Tujuan

1 Tujuan umum

Menganalisis hubungan Health locus of control (HLoC) dengan

kepatuhan terapi insulin pada pasien DM tipe II di Rumah Sakit

Pancaran Kasih Gereja Masehi Injili di Minahasa Manado (RSPK

GMIM Manado).

2 Tujuan khusus
6

a. Mengidentifikasi health locus of control (HloC) pada pasien DM

tipe II di RSPK GMIM Manado

b. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan menjalani terapi insulin pada

pasien DM tipe II di RSPK GMIM Manado

c. Menganalisis hubungan antara health locus of control (HLoC)

dengan kepatuhan terapi insulin pada pasien DM tipe II di RSPK

GMIM Manado.

D Manfaat

1 Manfaat aplikatif

d. Diharapkan melalui hasil penelitian ini dapat meningkatkan

kualitas pelayanan di RSPK GMIM Manado terhadap pemberian

terapi insulin pada penderita DM tipe 2

2 Manfaat teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan referensi

bagi mahasiswa keperawatan khususnya dibidang keperawatan

medikal bedah

3 Manfaat penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai data

penunjang untuk penelitian lainnya dengan konsep yang sama.

Anda mungkin juga menyukai