Anda di halaman 1dari 19

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1.Definisi
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever. Demam tifoid
ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus)
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Penyakit sistemik akut yang ditandai demam akut
akibat infeksi Salmonella sp (lebih dari 500 sp).

3.2.Epidemiologi demam tifoid


Demam tifoid merupakan salah satu penyakit infeksi sistemik yang menjadi masalah
dunia. Tidak hanya di negara-negara tropis, namun di negara-negara subtropis juga prevalensi
demam tifoid cukup tinggi, terlebih di negara berkembang. WHO mencatat pada tahun 2003
lebih dari 17 juta kasus demam tifoid terjadi di seluruh dunia, dengan angka kematian
mencapai 600.000, dan 90% dari angka kematian tersebut terdapat di negara-negara Asia.1
Surveilans Departemen Kesehatan RI mencatat frekuensi kejadian demam tifoid di
Indonesia pada tahun 1994 meningkat hingga 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey
berbagai rumah sakit di Indonesia tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan
peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8%, yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus.5
WHO mencatat Indonesia sebagai salah satu negara endemik untuk demam tifoid. Di
Indonesia, terdapat rata-rata 900.000 kasus demam tifoid dengan angka kematian lebih dari
20.000 setiap tahunnya.1 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, angka
prevalensi demam tifoid secara nasional adalah 1,6%.6

Gambar 3.1. Distribusi global daerah endemik dari Salmonella Enteric serotipe Typhi. 5

16
Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya berhubungan dengan
sanitasi lingkungan; di daerah rural 157 kasus per 10.000 penduduk, sedangkan di daerah
urban ditemukan 760-810 kasus per 10.000 penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan
berhubungan erat dengan penyediaan air bersih secara merata yang belum memadai, serta
sanitasi lingkungan terutama cara pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat
kesehatan ligkungan.7

3.3. Etiologi demam tifoid


Penyebab demam tifoid adalah bakteri dari Genus Salmonella. Salmonella memiliki
dua spesies yaitu Salmonella enterica dan Salmonella bongori. Salmonella enterica terbagi
dalam enam subspesies, yaitu : I. Salmonella enterica subsp. enterica; II. Salmonella enterica
subsp. salamae; IIIa. Salmonella enterica subsp. arizonae; IIIb. Salmonella enterica subsp.
diarizonae; IV. Salmonella enterica subsp. hotenae; V. Salmonella enterica subsp. indica. 9
Salmonella enterica subsp. enterica memiliki setidaknya 1454 serotipe, beberapa
diantaranya adalah : Salmonella Choleraesuis, Salmonella Dublin, Salmonella Enteritis,
Salmonella Gallinarum, Salmonella Hadar, Salmonella Heidelberg, Salmonella Infantis,
Salmonella Paratyphi, Salmonella Typhi, Salmonella Typhimurium, dan Salmonella Genrus.9
Salmonella Typhi dan Salmonella Paratyphi adalah bakteri penyebab demam tifoid.
Bakteri ini berbentuk batang, Gram-negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul
dan mempunyai flagela. Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas
seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 66o
C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan klorinasi.10

Gambar 3.2. Struktur antigenik Salmonellae. 10

17
Salmonella Typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu: 11
1. Antigen O (antigen somatik), terletak pada lapisan luar tubuh kuman. Bagian ini
mempunyai struktur lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini
tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (antigen flagela), terletak pada flagela, fimbriae atau pili dari kuman.
Antigen ini mempunyai struktur protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak
tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi, terletak pada kapsul (envelope) kuman yang dapat melindungi kuman
terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan
menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang disebut aglutinin.
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-negatif,
mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H)
yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri polisakarida. Mempunyai
makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel
dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R
yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.1

Gambar 3.3. Mikroskopik Salmonella Typhi


3.4.Patogenesis demam tifoid
Masuknya kuman Salmonella Typhi dan Salmonella Paratyphi ke dalam tubuh
manusia terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya
berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman
18
akan menembus sel-sel epitel usus dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup
dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal
dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.11

Gambar 3.4. Mekanisme infeksi Salmonella Typhi .12

Selanjutnya melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag ini
masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik)
kemudian menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.
Dengan periode waktu yang bervariasi antara 1-3 minggu, kuman bermultiplikasi di organ-
organ ini kemudian meninggalkan makrofag dan kemudian berkembang biak di luar makrofag
dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua
kalinya dengan disertai tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.11
Di dalam hati, kuman masuk ke kantung empedu, berkembang biak, dan bersama
cairan empedu diekskresikan kembali ke dalam lumen usus secara intermiten. Sebagian
kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah
menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, oleh karena makrofag telah teraktivasi
sebelumnya maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator

19
inflamasi (IL-1, IL-6, IL-8, TNF-β, INF, GM-CSF, dsb.) yang selanjutnya akan menimbulkan
gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vaskuler, gangguan mental, dan koagulasi.11
Di dalam plak Peyeri, makrofag yang telah hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan dan menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Perdarahan saluran cerna dapat
terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis
dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis
jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus dan dapat
mengakibatkan perforasi usus.11

Gambar 3.5 Bagan Patofisiologi Demam Tifoid

3.5 Manifestasi klinis demam tifoid


Pengetahuan tentang gambaran klinis demam tifoid sangatlah penting untuk
membantu mendeteksi secara dini. Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.

20
Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimptomatik
hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.11
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Pada minggu
pertama, ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut umumnya yaitu
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis.10 Karakteristik demamnya adalah demam
yang meningkat secara perlahan-lahan berpola seperti anak tangga dengan suhu makin tinggi
dari hari ke hari, lebih rendah pada pagi hari dan tinggi terutama pada sore hingga malam
hari. Pada akhir minggu pertama, demam akan bertahan pada suhu 39-40°C. Pasien akan
menunjukkan gejala rose spots, yang warnanya seperti salmon, pucat, makulopapul 1-4 cm
lebar dan jumlahnya kurang dari 5; dan akan menghilang dalam 2-5 hari. Hal ini disebabkan
karena terjadi emboli oleh bakteri di dermis.11
Pada minggu kedua, gejala klinis menjadi semakin berkembang jelas, berupa demam,
bradikardia relatif dimana setiap peningkatan 1o C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali
per menit, kemudian didapatkan pula lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung
lidah merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa
somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.11 Beberapa penderita dapat menjadi karier
asimptomatik dan memiliki potensi untuk menyebarkan kuman untuk jangka waktu yang
tidak terbatas.

3.6 Diagnosis Demam Tifoid


Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat
oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Sampai saat ini masih dilakukan berbagai
penelitian yang menggunakan berbagai metode diagnostik untuk mendapatkan metode terbaik
dalam usaha penatalaksanaan penderita demam tifoid secara menyeluruh. Pemeriksaan
laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat
kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan darah tepi; (2) pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi
dan biakan kuman; (3) uji serologis; dan (4) pemeriksaan kuman secara molekuler.12

3.6.1. Pemeriksaan darah tepi


Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa
menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya
normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis.13
Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit
serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang
cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau
21
bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis menjadi dugaan kuat diagnosis
demam tifoid.14

3.6.2. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman


Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri Salmonella
Typhi dalam biakan dari darah, urine, feses dan sumsum tulang. Bakteri akan lebih
mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada
stadium berikutnya di dalam urine dan feses.12,16 Hasil biakan yang positif memastikan
demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena
hasilnya tergantung pada beberapa faktor, seperti : (1) Telah mendapat terapi antibiotik.
Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik, pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif; (2) Jumlah darah yang
diambil terlalu sedikit (diperlukan kurang lebih 10 cc darah). Bila darah yang dibiak
terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif; (3) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau
menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah dapat negatif; dan (4) Waktu pengambilan darah yang dilakukan
setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat. 10,12
Volume 10-15 mL dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak kecil
dibutuhkan 2-4 mL.17 Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk kultur
hanya sekitar 0.5-1 mL.18 Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih sedikit dipengaruhi
oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Hal ini mendukung teori bahwa kultur
sumsum tulang lebih tinggi hasil positifnya bila dibandingkan dengan darah walaupun
dengan volume sampel yang lebih sedikit dan sudah mendapatkan terapi antibiotika
sebelumnya.12,19 Media pembiakan yang direkomendasikan untuk Salmonella Typhi
adalah media empedu dari sapi. Media ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena
hanya Salmonella Typhi dan Salmonella Paratyphi yang dapat tumbuh pada media
tersebut.17
Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat pengambilan pada
perjalanan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan biakan darah positif 70-90% dari
penderita pada minggu pertama sakit dan positif 10-50% pada akhir minggu ketiga.12,17
Sensitivitasnya akan menurun pada sampel penderita yang telah mendapatkan antibiotika
dan meningkat sesuai dengan volume darah dan rasio darah dengan media kultur yang
dipakai.20
Bakteri dalam feses ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%) hingga
minggu ketiga (75%) dan turun secara perlahan. Biakan urine positif setelah minggu
22
pertama. Biakan sumsum tulang merupakan metode yang mempunyai sensitivitas paling
tinggi dengan hasil positif didapat pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama
perjalanan penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan. Metode ini terutama
bermanfaat untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan terapi atau dengan kultur
darah negatif sebelumnya.17,20 Namun prosedur ini sangat invasif sehingga tidak dipakai
dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan kultur pada spesimen
empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik akan tetapi
tidak digunakan secara luas karena adanya risiko aspirasi terutama pada anak. 13,16,17

3.6.3. Uji serologis


3.6.3.1. Uji Widal
Dasar reaksi uji Widal adalah reaksi aglutinasi antara antigen kuman
Salmonella Typhi dengan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap
Salmonella Typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, orang yang pernah
tertular Salmonella Typhi, dan orang yang pernah mendapatkan vaksin demam
tifoid. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella Typhi
yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan uji Widal adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita
demam tifoid.11,22
Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosis. Secara umum, aglutinin O mulai muncul pada
hari ke 6-8 dan aglutinin H mulai muncul pada hari ke 10-12 dihitung sejak hari
timbulnya demam. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula
kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif,
titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan pada selang
waktu minimal 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai
3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.22
Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :
a. Titer aglutinin O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut.
b. Titer aglutinin H yang tinggi ( > 160) menunjukkan sudah pernah mendapat
imunisasi atau pernah menderita infeksi.
c. Titer aglutinin yang tinggi terhadap antigen Vi terdapat pada carrier.

23
3.6.3.2. Uji Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Prinsip dasar uji ELISA adalah reaksi antigen-antibodi.13 Uji ini sering
dipakai untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen O9 LPS,
antibodi IgG terhadap antigen flagela d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi
Salmonella Typhi. Chaicumpa dkk mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 95%
pada sampel darah, 73% pada sampel feses, dan 40% pada sampel sumsum
tulang.1,24
3.6.3.3. Pemeriksaan Dipstik
Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda dimana
dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS Salmonella Typhi
dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen
Salmonella Typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human
immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang
sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di
tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap. 4,29
Penelitian oleh Gasem dkk (2002) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar
69.8% bila dibandingkan dengan kultur sumsum tulang dan 86.5% bila
dibandingkan dengan kultur darah dengan spesifisitas sebesar 88.9% dan nilai
prediksi positif sebesar 94.6%.20 Penelitian lain oleh Ismail dkk (2002) terhadap 30
penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 90% dan
spesifisitas sebesar 96%.30
3.6.3.4. Uji Tubex®
Tubex® merupakan alat diagnostik demam tifoid yang diproduksi oleh IDL
Biotech, Broma, Sweden.27 Tes ini sangat cepat, hanya membutuhkan waktu 5-10
menit, sederhana dan akurat. Tes ini mendeteksi serum antibodi IgM terhadap
antigen O9 LPS yang sangat spesifik terhadap bakteri Salmonella Typhi. Pada
orang yang sehat normalnya tidak memiliki IgM anti-O9 LPS.23,27

24
Gambar 3.6. Prinsip dari tes Tubex®. Bagian atas, hasil negatif;
bagian bawah, hasil positif.27

Tes Tubex® merupakan tes yang subjektif dan semikuantitatif dengan cara
membandingkan warna yang terbentuk pada reaksi dengan Tubex® color scale
yang tersedia. Range dari color scale adalah dari nilai 0 (warna paling merah)
hingga nilai 10 (warna paling biru).27
Cara membaca hasil tes Tubex® adalah sebagai berikut menurut IDL
Biotech 2008: 11,27
1. Nilai < 2 menunjukan nilai negatif (tidak ada indikasi demam tifoid).
2. Nilai 3 menunjukkan inconclusive score dan memerlukan pemeriksaan ulang.
3. Nilai 4-5 menunjukan positif lemah.
4. Nilai > 6 menunjukan nilai positif (indikasi kuat demam tifoid).
Nilai Tubex® yang menunjukan nilai positif disertai dengan tanda dan
gejala klinis yang sesuai dengan gejala demam tifoid, merupakan indikasi demam
tifoid yang sangat kuat.27

3.6.3.5. Uji Typhidot®


Uji Typhidot® merupakan alat diagnostik demam tifoid yang diproduksi
oleh Biodiagnostic Research, Bangi, Malaysia. Hasil uji Typhidot® dinilai positif
apabila didapatkan reaksi dengan intensitas yang sama dengan atau lebih besar

25
dari reaksi kontrol, terlihat pada kertas saring komersial yang telah disiapkan. Tes
ini memperingatkan, jika hasil yang diperoleh tak tentu, tes harus diulang setelah
48 jam.28

Gambar 3.7. Prinsip dari tes Typhidot®. Bagian atas, prosedur tes; bagian
bawah, interpretasi hasil tes.28

3.6.4. Identifikasi kuman secara molekuler


Metode lain untuk identifikasi bakteri Salmonella Typhi yang akurat adalah
mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri Salmonella Typhi dalam darah
dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA.

3.7. Diagnosa Banding


Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat
menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan bronkopneumonia.
Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraseluler seperti tuberkulosis,
infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada
demam tifoid yang berat, sepsis, leukimia, limfoma dan penyakit hodgkin dapat sebagai
dignosis banding.3

26
3.8. Terapi Demam Tifoid

1. Non Medikamentosa
a. Tirah baring
Tirah baring (bed rest) dilakukan pada pasien yang membutuhkan perawatan akibat
sebuah penyakit atau kondisi tertentu dan merupakan upaya mengurangi aktivitas yang
membuat kondisi pasien menjadi lebih buruk. Petunjuk dari dokter akan diberikan
berupa apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan selama bed rest. Semua
itu tergantung pada penyakit yang diderita pasien. Ada yang hanya diminta untuk
mengurangi aktivitas, ada yang memang benar – benar harus beristirahat di tempat tidur
dan tidak boleh melakukan aktivitas apapun.20
Tirah baring (bed rest) direkomendasikan bagi pasien demam tifoid untuk mencegah
komplikasi perforasi usus atau perdarahan usus. Mobilisasi harus dilakukan secara
bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.21
b. Managemen Nutrisi
Jenis makanan yang harus dijaga adalah diet lunak rendah serat karena pada
demam tifoid terjadi gangguan pada sistem pencernaan. Makanan haruslah cukup
cairan, kalori, protein, dan vitamin. Memberikan makanan rendah serat
direkomendasikan, karena makanan rendah serat akan memungkinkan
meninggalkan sisa dan dapat membatasi volume feses agar tidak merangsang
saluran cerna. Demi menghindari terjadinya komplikasi pedarahan saluran cerna
atau perforasi usus direkomendasikan dengan pemberian bubur saring. 21 Penderita
demam tifoid selama menjalani perawatan dianjurkan mengikuti petunjuk diet
berikut:
a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin, dan protein.
b. Tidak mengandung banyak serat.
c. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
d. Makanan lunak diberikan selama istirahat.
Makanan rendah serat bertujuan untuk membatasi volume feses dan tidak
merangsang saluran cerna. Pemberian bubur ditujukan untuk menghindari terjadinya
komplikasi perdarahan atau perforasi usus.22
c. Menjaga Kebersihan
Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan cukup berpengaruh pada kejadian demam
tifoid, untuk itu diperlukan kesadaran diri untuk meningkatkan praktik cuci tangan
sebelum makan untuk mencegah penularan bakteri Salmonella typhi ke dalam
27
makanan yang tersentuh tangan yang kotor dan mencuci tangan setelah buang air
besar agar kotoran atau feses yang mengandung mikroorganisme patogen tidak
ditularkan melalui tangan ke makanan.23
Tangan harus dicuci dengan sabun setidaknya selama 15 detik dibilas dan
dikeringkan dengan baik. Banyaknya tempat-tempat penjualan makanan yang belum
memenuhi syarat kesehatan di Indonesia, seperti tingkat kebersihan yang buruk,
berkontribusi terhadap peningkatan jumlah kasus demam tifoid. Kebiasaan jajan
makanan di luar rumah menjadi salah satu faktor risiko penularan demam tifoid
dapat terjadi ketika seseorang makan di tempat umum dan makanannya disajikan
oleh penderita tifus laten (tersembunyi) yang kurang menjaga kebersihan saat
memasak, mengakibatkan penularan bakteri Salmonella typhi pada pelanggannya.24
Orang yang baru sembuh dari tifoid masih terus mengekresi Salmonella typhi dalam
tinja dan air kemih sampai 3 bulan setelah sakit dan dapat menjadi karier kronik bila
masih mengandung basil sampai 1 tahun atau lebih. Bagi penderita yang tidak diobati
dengan adekuat, insiden karier didilaporkan 5-10% dan kurang lebih 3% menjadi
karier kronik.23
Perlunya peningkatan hygiene perorangan khususnya mencuci tangan dengan baik
dan benar saat sebelum makan, serta mengurangi kebiasaan jajan atau makan di luar
penyediaan rumah. Selain itu, bagi dinas terkait perlu memberikan penyuluhan
kesehatan tentang hygiene untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi
makanan yang dapat menyebabkan penyakit demam tifoid.24
2. Medikamentosa
a) Simptomatik
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik. Bila
mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah
Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk
menghindari aspirin dan turunannya karena mempunyai efek mengiritasi saluran
cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih rentan. Kemudian untuk gejala
mual dan muntah dapat di berikan ranitidin dengan dosis IV : 1 mg/kgBB/kali setiap
8 – 12 jam. Obat ini diberikan sebagai antiemetik, supaya intake nutrisi pada pasien
tetap terpenuhi.
Selain itu, menurut Kemenkes 2006 terapi yang dapat diberikan adalah vitamin /
roboransia dan anti emetik. karena keluhan penyerta biasanya didapatkan gangguan
dari saluran cerna.

28
b) Antibiotik
 Kloramfenikol
Kloramfenikol mempunyai mekanisme menghambat sintesis protein sel mikroba.
Kloramfenikol masih merupakan pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid
karena efektif, murah, mudah didapat, dan dapat diberikan secara oral. Dosis yang
diberikan utuk kloramfenikol, PO 10-14 hari (tergantung tingkat keparahan) Anak
: Oral atau injeksi IV atau infus IV: 50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi, jika
tingkat keparahan lebih, maka dosis anak – anak 1-12 tahun : 100 mg/kg/hari
dalam 3 dosis terbagi ≥ 13 tahun : 3 gram/ hari dalam 3 dosis terbagi. Efek
samping yang sangat berat yaitu anemia aplastik atau biasa dikenal dengan
depresi sumsum tulang dan jika diberikan pada bayi < 2 minggu dengan gangguan
hepar dan ginjal, kloramfenikol akan terakumulasi dengan darah pada bayi
khususnya pada pemberian dosis tinggi akan menyebabkan gray baby sindrom,
serta dapat menghambat pembentukan selsel darah (eritrosit,trombosit dan
granulosit) yang timbul dalam waktu 5 hari sesudah dimulainya terapi, dari efek
samping yang timbul sehingga kloramfenikol memiliki persentase nomor dua
dibandingkan penggunaan golongan sefalosporin. Walaupun penggunaan
kloramfenikol memerlukan kehati-hatian, namun penggunaannya masih lebih baik
pada tifoid dibandingkan antibiotika lain yang dilaporkan sudah resistensi, seperti
ampisilin, amoksisilin, kotrimoksasol, nalidixic acid, ciprofloxacin.25
 Amoksisilin
Amoksisilin mempunyai mekanisme menghambat sintesis dinding sel mikroba.
Dosis yang diberikan untuk amoksisilin adalah PO 14 hari Dewasa : 3 gram / hari
dalam 3 dosis terbagi Anak- anak : 75-100 mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi. Pada
percobaan kombinasi Kloramfenikol dan Amoksisilin mempunyai efek anti
bakteri lebih lemah dibandingkan dengan bentuk tunggal Kloramfenikol dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.26
 Ciprofoxacin
Ciprofloxacin mempunyai mekanisme menghambat sintesis asam nukleat sel
mikroba. Fluroquinolones yaitu Ciprofloxacin direkomendasikan sebagai terapi
lini pertama untuk anak – anak dan orang dewasa yang terinfeksi dengan
resistensi sensitif dan multi-obat, Salmonella typhi dan paratyphi. Dosis yang
diberikan adalah PO 5-7 hari, dewasa: 1 gram/hari dalam 2 dosis terbagi, anak –
anak : 30 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi. Sefalosporin generasi ketiga yaitu
Ceftriaxone menjadi penggunaan alternatif untuk kasus seperti halnya resistensi
29
multi-obat (resistensi terhadap kloramfenikol, amoksisilin dan cotrimoxazole).
Pada penelitian prospektif India utara ada perkembangan bertahap resistensi
terhadap Fluroquinolones 4,4 % resistensi diamati pada Sparfloxacin, resistensi
8,8 % pada ofloxacin dan resistensi yang tinggi 13 % pada Ciprofloxacin.
Golongan quinolon (ciprofloxacin) ini tidak dianjurkan untuk anak-anak, karena
dapat menimbulkan efek samping pada tulang dan sendi, bila diberikan pada anak
akan menggganggu pertumbuhan tulang pada masa pertumbuhan anak.2,21,23
 Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime), merupakan
pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau bahkan lebih dari Chloramphenicol
dan Cotrimoxazole serta lebih sensitive terhadap Salmonella typhi. Ceftriaxone
merupakan prototipnya dengan dosis 100 mg/kg/hari IV dibagi dalam 1-2 dosis
(maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari. Atau dapat diberikan cefotaxim 150-200
mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Bila mampu untuk sediaan Per oral dapat
diberikan Cefixime 10-15 mg/kg/hari selama 10 hari.27
Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai syok
dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg dalam 30 menit untuk dosis
awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam.Untuk demam tifoid dengan
penyulit perdarahan usus kadang- kadang diperlukan tranfusi darah. Sedangkan yang
sudah terjadi perforasi harus segera dilakukan laparotomi disertai penambahan
antibiotika metronidazol9,11.

Gambar 3.8. Gambar tabel terapi antibiotik untuk demam tifoid30

30
Gambar 3.9. Gambar tabel Antibiotik untuk Pengobatan Demam Tifoid Tahun 2010
( KONSENSUS KONAS PETRI - BALI ) 30

3.9 Komplikasi Demam Tifoid


Pada minggu ke 2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai ringan
sampai yang berat bahkan kematian. Beberapa komplikasi yang sering terjadi diantaranya
adalah:28
a. Tifoid toksik (tifoid ensefalopati)
Didapatkan gangguan penurunan kesadaran akut dengan gejala delirium sampai koma yang
disertai atau tanpa kelainan neurologis lainnya. Analisis carian otak biasanya dalam batas –
batas normal.
b. Perdarahan dan perforasi
Perdarahan dan perforasi terjadi pada minggu ke 2 demam atau setelahnya. Perdarahan
bisa ditemukan dengan gejala berak darah (hematokezia) atau deteksi dengan tes
perdarahan tersembunyi (occult blood test ). Perforasi intestinal ditandai dengan nyeri
abdomen akut, tegang dan nyeri tekan di kuadran kanan bawah abdomen. Shu tubuh tiba –
tiba menurun dengan peningkatan frekuwensi nadi dan berakhir dengan syok. Pada
pemeriksaan perut di dapatkan tanda – tanda ileus, bising usus melemah dan pekak hati
menghilang, perforasi dapat dipastikan dengan pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi.
Perforasi intestinal adalah komplikasi tifoid yang serius karena sering menimbulkan
kematian.

31
c. Hepatitis tifosa
Demam tifoid yang disertai gejala – gejala ( kriteria Khosla) : ikterus, hepatomegali dan
kelainan tes fungsi hati (didapatkan peningkatan kadar SGOT, SGPT, dan bilirubin darah >
30,6 µmol/1, dan penurunan indeks PT). Pada histopatologi hati didapatkan nodul tifoid
dan hiperplasia sel kupfer.
d. Pankreatitis tifosa
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi, gejala – gejalanya sama dengan gejala
pankreatitis. Penderita biasanya mengalami nyeri perut hebat yang disertai mual – muntah
warna kehijauan, meteorismus dan bisisng usus menurun. Enzim amilase dan lipase
meningkat.
e. Pneumonia
Dapat disebabkan oleh basil Salmonella atau koinfeksi dengan mikroba lain yang sering
menyebabkan pneumonia. Pada pemeriksaan didapatkan gejala klinis pneumonia serta
gambaran khas pneumonia pada foto polos thoraks.
f. Komplikasi lain
Karena sifat basil Salmonella (intramacrofag) dan dapat beredar diseluruh tubuh, maka
infeksinya dapat mengenai banyak organ dan menimbulkan infeksi yang bersifat lokat,
diantaranya: Osteomielitis, artritis, miokarditis, perikarditis, endokarditis, pielonefritis,
orkhitis, serta peradangan – pradangan di tempat lain

3.10. Prognosis
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang
adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya
karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti
perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia,
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.26
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser. Typhi ≥ 3 bulan
setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak – anak
rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam
tifoid.27

32
3.11. Pencegahan
Berikut beberapa petunjuk untuk mencegah penyebaran demam tifoid:3
Cuci tangan.
Cuci tangan dengan teratur meruapakan cara terbaik untuk mengendalikan demam tifoid
atau penyakit infeksi lainnya. Cuci tangan anda dengan air (diutamakan air mengalir) dan
sabun terutama sebelum makan atau mempersiapkan makanan atau setelah menggunakan
toilet. Bawalah pembersih tangan berbasis alkohol jika tidak tersedia air.
 Hindari minum air yang tidak dimasak.
Air minum yang terkontaminasi merupakan masalah pada daerah endemik tifoid. Untuk
itu, minumlah air dalam botol atau kaleng. Seka seluruh bagian luar botol atau kaleng
sebelum anda membukanya. Minum tanpa menambahkan es di dalamnya. Gunakan air
minum kemasan untuk menyikat gigi dan usahakan tidak menelan air di pancuran kamar
mandi.
 Tidak perlu menghindari buah dan sayuran mentah.
Buah dan sayuran mentah mengandung vitamin C yang lebih banyak daripada yang telah
dimasak, namun untuk menyantapnya, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut. Untuk
menghindari makanan mentah yang tercemar, cucilah buah dan sayuran tersebut dengan
air yang mengalir. Perhatikan apakah buah dan sayuran tersebut masih segar atau tidak.
Buah dan sayuran mentah yang tidak segar sebaiknya tidak disajikan. Apabila tidak
mungkin mendapatkan air untuk mencuci, pilihlah buah yang dapat dikupas.
 Pilih makanan yang masih panas.
Hindari makanan yang telah disimpan lama dan disajikan pada suhu ruang. Yang terbaik
adalah makanan yang masih panas. Pemanasan sampai suhu 57°C beberapa menit dan
secara merata dapat membunuh kuman Salmonella typhi. Walaupun tidak ada jaminan
makanan yang disajikan di restoran itu aman, hindari membeli makanan dari penjual di
jalanan yang lebih mungkin terkontaminasi.
Jika anda adalah pasien demam tifoid atau baru saja sembuh dari demam tifoid, berikut
beberapa tips agar anda tidak menginfeksi orang lain:
 Sering cuci tangan.
Ini adalah cara penting yang dapat anda lakukan untuk menghindari penyebaran infeksi ke
orang lain. Gunakan air (diutamakan air mengalir) dan sabun, kemudian gosoklah tangan
selama minimal 30 detik, terutama sebelum makan dan setelah menggunakan toilet.
 Bersihkan alat rumah tangga secara teratur.
Bersihkan toilet, pegangan pintu, telepon, dan keran air setidaknya sekali sehari.

33
 Hindari memegang makanan.
Hindari menyiapkan makanan untuk orang lain sampai dokter berkata bahwa anda tidak
menularkan lagi. Jika anda bekerja di industri makanan atau fasilitas kesehatan, anda tidak
boleh kembali bekerja sampai hasil tes memperlihatkan anda tidak lagi menyebarkan
bakteri Salmonella.
 Gunakan barang pribadi yang terpisah.
Sediakan handuk, seprai, dan peralatan lainnya untuk anda sendiri dan cuci dengan
menggunakan air dan sabun.

34

Anda mungkin juga menyukai