Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Keluarga


1. Definisi Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan dua atau lebih individu yang diikat
oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota
keluarga selalu berinteraksi satu sama lain (Harmoko, 2012).Menurut
Departemen Kesehatan RI, 1998 keluarga adalah unit terkecil dari suatu
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan
saling ketergantungan.
Menurut Sutanto (2012) yang dikutip dari Bailon dan Maglaya
(1997) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang bergabung
karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah
tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan
menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
Menurut WHO (1969) keluarga merupakan anggota rumah tangga
yang saling berhubungan melalui pertalian darah , adopsi atau perkawinan
(Setiadi, 2008). Sedangkan menurut Depkes RI ( 1988) keluarga adalah
inti terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2008).

2. Struktur Keluarga

Menurut Setiadi (2008), Struktur keluarga menggambarkan


bagaimana keluarga melaksanakan fungsinya di masyarakat. Struktur
keluarga terdiri dari bermacam-macam, diantaranya adalah :

a. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis
ayah.
b. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
istri.
d. Patrilokal
Adalah sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
suami
e. Keluarga kawin
Adalah hubungan sepasang suami istri sebagai dasar bagi pembinaan
keluarga dan beberapa sanak saudara menjadi bagian keluaga karena
adanya hubungan dengan suami atau istri.

Friedman, Bowden, & Jones (2003) dalam Harmoko (2012)


membagi struktur keluarga menjadi empa elemen, yaitu komunikasi, peran
keluarga, nilai dan norma keluarga, dan kekuatan keluarga.
a. Struktur komunikasi keluarga.
Komunikasi dalam keluarga dapat berupa komunikasi secara emosional,
komunikasi verbal dan non verbal, komunikasi sirkular. Komunikasi
emosional memungkinkan setiap individu dalam keluarga dapat
mengekspresikan perasaan seperti bahagia, sedih, atau marah diantara
paran aggota keluarga. Pada komunikasi verbal anggota keluarga dapat
mengungkapkan apa yang diinginkan melalui kata-kata yang diikuti
dengan bahasa non verbal seperti gerakan tubuh. Komunikasi sirkular
mencakup sesuatu yang melingkar dua arah dalam keluarga, misalnya
pada saat istri marah pada suami, maka suami akan mengklarifikasi
kepadai stri apa yang membuat istri marah.
b. Struktur peran keluarga.
Peran masing–masing anggaota keluarga baik secara formal maupun
informal, model peran keluarga, konflik dalam pengaturan keluarga.
c. Struktur nilai dan norma keluarga.
Nilai merupakan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal apakah baik
atau bermanfaat bagi dirinya. Norma adalah peran-peran yang
dilakukan manusia, berasal dari nilai budaya terkait. Norma mengarah
kepada nilai yang dianut masyarakat, dimana norma-norma dipelajari
sejak kecil. Nilai merupakan prilaku motivasi diekspresikan melalui
perasaan, tindakan dan pengetahuan. Nilai memberikan makna
kehidupan dan meningkatkan harga diri (Susanto, 2012, dikutip dari
Delaune, 2002). Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan
yang secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam
satu budaya. Nilai keluarga merupakan suatu pedoman perilaku dan
pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma adalah pola
prilaku yang baik menurut masyarakat berdasarkan system nilai dalam
keluarga.
d. Struktur kekuatan keluarga
Kekuatan keluarga merupakan kemampuan baik actual maupun
potensial dari individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi
perilaku orang lain berubah ke arah positif. Tipe struktur kekuatan
dalam keluarga antara lain: hak untuk mengontrol seperti orang tua
terhadap anak (legitimate power/outhority), seseorang yang ditiru
(referent power), pendapat, ahli dan lain-lain (resource or expert
power), pengaruh kekuatan karena adanya harapan yang akan diterima
(reward power), pengaruh yang dipaksakan sesuai keinginannya
(coercive power), pengaruh yang dilalui dengan persuasi (informational
power), pengaruh yang diberikan melalui manipulasi dengan cinta kasih
misalnya hubungan seksual (affective power).
3. Fungsi Keluarga
a. Fungsi biologis
Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskan
kelangsungan keturunan, tetapi juga memelihara dan membesarkan
anak dengan gizi yang seimbang, memelihara dan merawat
anggota keluarga juga bagian dari fungsi biologis keluarga.
b. Fungsi psikologis
Keluarga menjalankan fungsi psikologisnya antara lain untuk
memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian
diantara anggota keluarga membina pendewasaan kepribadian anggota
keluarga memberikan identitas keluarga.
c. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi tercermin untuk membina sosialisasi pada anak
membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan
perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak. Meneruskan nilai-nilai
budaya
d. Fungsi ekonomi
Keluarga menjalankan fungsi ekonomisnya untuk mencari sumber-
sumber penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan
yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak dan jaminan
hari tua .
e. Fungsi pendidikan
Keluarga menjalankan fungsi pendidikan untuk menyekolahkan anak
dalam rangka untuk memberikan pengetahuan, keterampilan,
membentuk prilaku anak,, mempersiapkan anak untuk kehidupan
dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya

4. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan


Menurut Setiadi (2008), Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan
yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi :
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga. Orang tua perlu mengenal
keadaan kesehatan dan perubahan -perubahan yang dialami anggota
keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga
secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua atau keluarga.
b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas
ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan
siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan
untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang
dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan
dapat dikurangi atau bahkan teratasi.
c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Seringkali
keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi
keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui keluarga
sendiri. Anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
perlu mendapatkan tindak lanjut atau perawatan agar masalah yang
lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi
pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki
kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan
keluarga.
d. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi
keluarga.
e. Mempertahankan hubungan timbal-balik antara keluarga dan lembaga
kesehatan (pemanfaatan kesehatan yang ada).

5. Peran Keluarga
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem
(Kozier, 1995). Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam
maupun dari luar dan bersifat stabil. Kemampuan keluarga dalam
memberikan asuhan kesehatan akan mempengaruhi status kesehatan
keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan
dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga.
Berikut ini tugas keluarga menurut Friedman (1998), adalah
sebagai berikut: mengenal masalah kesehatan; keluarga mampu
mengidentifikasi masalah-masalah dalam keluarga. Fungsi keluarga
membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, yaitu keluarga
mampu membuat keputusan dan merencanakan tindakan keperawatan
keluarga, dalam melakukan perawatan keluarga yakni keluarga
mampu merawat anggota keluarga sebelum anggota keluarga membawa
anggota keluarga ke tempat pelayanan kesehatan. Keluarga juga mampu
mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat, untuk
kelangsungan hidup anggota keluarga, serta tetap mempertahankan
hubungan dengan menggunakan fasilitas kesehatan masyarakat. Keluarga
akan menggunakan fasilitas kesehatan sesuai dengan kemampuan
keluarga.
6. Kemampuan Keluarga
Perilaku manusia sangat kompleks yang terdiri dari 3 domain
yaitu kognitif, afektif dan psikomotor (Bloom, 1956 dalam Potter dan
Perry, 2005). Ketiga domain tersebut lebih dikenal pengetahuan, sikap
dan praktik. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting karena digunakan untuk menerima informasi baru dan
mengingat informasi tersebut.
Saat keluarga diberikan informasi baru, maka keluarga tersebut
akan
membentuk tindakan keluarga yang merujuk pada pikiran rasional,
mempelajari fakta, mengambil keputusan dan mengembangkan pikiran
(Craven, 2006)

7. Stress Dan Koping Keluarga


a. Sumber stressor keluarga (Stimulus)
White (1974, dalam Friedman, 1989) mengidentifikasi tiga strategi
untuk adaptasi individu yang juga dapat digunakan pada keluarga
yaitu mekanisme pertahanan, merupakan cara-cara yang dipelajari,
kebiasaan dan otomatis untuk berespon, taktik untuk menghindari
masalah dan biasanya merupakan perilaku menghindari sehingga
cenderung disfungsi, strategi koping yaitu upaya-upaya pemecahan
masalah, biasanya merupakan strategi adaptasi positif dan
penguasaan yaitu merupakan mode adaptasi yang paling positif
sebagai hasil dari penggunaan strategi koping yang efektif dan sangat
berhubungan kompetensi keluarga
b. Koping Keluarga
Koping keluarga menunjuk pada analisa kelompok keluarga (analisa
interaksi). Koping keluarga didefinisikan sebagai respon positif yang
digunakan keluarga dalam menyelesaikan masalah (mengendalikan
stress). Berkembang dan berubah sesuai tuntutan/stressor yang
dialami. Sumber koping keluarga bisa internal yaitu dari anggota
keluarga sendiri dan eksternal yaitu dari luar keluarga.
c. Strategi adaptasi disfungsional
Dapat berupa penyangkalan dan ekploitasi terhadap anggota keluarga
seperti kekerasan terhadap keluarga, kekerasan terhadap pasangan,
penyiksaan anak, penyiksaan usia lanjut, penyiksaan orang tua, proses
pengkambinghitaman dan penggunaan ancaman. Penyangkalan
masalah keluarga dengan menggunakan mitos keluarga, triangling
(pihak ketiga) dan pseudomutualitas, pisah/hilangnya anggota
keluarga dan otoritariansme.

B. Konsep Keperawatan Keluarga Dengan Keluarga Anak Usia Sekolah


1. Pengertian Anak Usia Sekolah
Menurut UU No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak dikutip
dari Suprajitno (2004), anak sekolah adalah anak yang memiliki umur 6
sampai 12 tahun yang masih duduk di sekolah dasar dari kelas 1 sampai
kelas 6 dan perkembangan sesuai usianya. Anak usia sekolah adalah anak
dengan usia 7 sampai 15 tahun (termasuk anak cacat) yang menjadi sasaran
program wajib belajar pendidikan 9 tahun.

2. Ciri-Ciri Anak Usia Sekolah Dasar


Menurut Suprajitno (2004) akhir masa kanak-kanak memiliki beberapa ciri
antara lain:
a. Label yang di gunakan oleh orang tua
1) Usia yang menyulitkan dimana suatu masa ketika anak tidak mau lagi
menuruti perintah dan ketika anak lebih dipengaruhi oleh teman
sebaya dari pada oleh orang tua dan anggota keluarga lain.
2) Usia tidak rapi, suatu masa ketika anak cenderung tidak
memperdulikan dan ceroboh dalam penampilan
3) Usia bertengkar, suatu masa ketika banyak terjadi pertengkaran antara
keluarga dan suasana rumah yang tidak menyenangkan bagi semua
anggota keluarga.
b. Label yang digunakan pendidik/guru
1) Usia sekolah dasar adalah suatu masa ketika anak diharapkan
memperoleh dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk
keberhasilan penyesuaian diri.
2) Periode kritis dalam berprestasi merupakan suatu masa ketika anak
mencapai sukses, tidak sukses atau sangat sukses.
c. Label yang digunakan oleh ahli psikologi
1) Usia berkelompok merupakan suatu masa ketika perhatian utama
tertuju pada keinginan diterima oleh teman sebaya sebagai anggota
kelompok.
2) Usia penyesuaian diri adalah suatu masa ketika anak ingin
menyesuaikan dengan standar yang disetujui oleh kelompok dalam
penampilan, berbicara dan perilaku.
3) Usia kreatif merupakan suatu masa ketika akan ditentukan apakah
anak akan menjadi konfimis.
4) Usia bermain merupakan suatu masa ketika besarnya keinginan
bermain karena luasnya minat dan kegiatan untuk bermain.

3. Perkembangan Usia Sekolah (Suprajitno, 2004)


a. Perkembangan biologis
Saat usia dasar pertumbuhan rata-rata 5 cm per tahun untuk tinggi badan
dan meningkat 2 sampai 3 kg per tahun untuk berat badan. Pada usia ini
pembentukan jaringan lemak lebih cepat perkembangannya dari pada
otot.
b. Perkembangan psikososial
Menurut Ericson perkembangan psikososialnya berada dalam tahap
industri inferior. Dalam tahap ini anak mampu melakukan dam
menguasai ketrampilan yang bersifat teknologi dan sosial. Tahap ini
sangat dipegang faktor instrinsik (motivasi, kemampuan, tanggung jawab
untuk memiliki, interaksi dengan lingkungan dan teman sebaya) dan
faktor ekstrinsik (penghargaan yang didapat, stimulus dan keterlibatan
orang lain).
c. Temperamen
Sifat temperamen yang dialami sebelumnya merupakan faktor terpenting
dalam perilaku pada masa ini. Pada usia ini temperamen sering muncul
sehingga peran orang tua dan guru sangat besar untuk
mengendalikannya, yang perlu diperhatikan orang tua adalah menjadi
figur dalam sehari.
d. Perkembangan kognitif
Menurut Peaget usia ini berada dalam tahap operasional konkret yaitu
anak mengekspresikan apa yang dilakukan dengan verbal dan simbol.
Selama periode ini kemampuan anak belajar konseptual mulai meningkat
dengan pesat dan memiliki kemampuan belajar dari benda, situasi dan
pengalaman yang dijumpai.
e. Perkembangan moral
Pada masa akhir kanak-kanak perkembangan moralnya dikategorikan
oleh Kohlberg berada dalam tahap konvensional. Pada tahap ini anak
mulai belajar tentang peraturan-peraturan yang berlaku, menerima
peraturan.
f. Perkembangan spiritual
Anak usia sekolah menginginkan segala sesuatu adalah konkret atau
nyata dari pada belajar tentang agama. Mereka lebih tertarik terhadap
surga dan mereka sehingga cenderung akan melakukan atau mematuhi
peraturan, karena takut bila masuk neraka.
g. Perkembangan bahasa
Pembicaraan yang dilakukan dalam hidup ini lebih terkendali dan
terseleksi karena anak menggunakan pembicaraan sebagai komunikasi.
h. Perkembangan sosial
Akhir masa kanak-kanak sering disebut usia berkelompok yang ditandai
dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya
keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok.
i. Perkembangan seksual
Masa ini anak mulai belajar tentang seksualnya dan teman-temannya,
mengembangkan minat-minat sesuai dengan dirinya.
j. Perkembangan konsep diri
Perkembangan konsep diri sangat dipengaruhi oleh mutu hubungan
dengan orang tua, saudara dan sanak keluarga lainnya. Saat ini anak-anak
membentuk konsep diri yang ideal.

4. Masalah Anak Usia Sekolah Dasar


Menurut Suprajitno (2004) masalah–masalah yang sering terjadi pada anak
usia ini meliputi bahaya fisik dan psikologi antara lain:
a. Bahaya fisik
1) Penyakit
Penyakit infeksi pada usia ini jarang sekali terjadi, penyakit yang
sering ditemui adalah penyakit yang berhubungan dengan kebersihan
diri anak.
2) Kegemukan
Kegemukan terjadi bukan karena adanya perubahan pada kelenjar tapi
akibat banyaknya karbohidrat yang dikonsumsi sehingga anak
kesulitan mengikuti kegiatan bermain, sehingga kehilangan
kesempatan untuk mencapai ketrampilan yang penting untuk
keberhasilan sosial.
3) Kecelakaan
Kecelakaan terjadi akibat keinginan anak untuk bermain yang
menghasilkan ketrampilan tertentu.
4) Kecanggungan
Pada masa ini anak mulai membandingkan kemampuannya dengan
teman sebaya bila muncul perasaan tidak mampu dapat menjadi dasar
untuk rendah diri.
5) Kesederhanaan
Kesederhanaan sering dilakukan oleh anak-anak pada masa apapun.
Orang yang lebih dewasa memandangnya sebagai perilaku yang
kurang menarik, sehingga anak menafsirkan sebagai penolakan yang
dapat mempengaruhi perkembangan konsep diri pada anak.
b. Bahaya Psikologi
1) Bahaya dalam berbicara
Kesalahan dalam berbicara seperti salah ucap dan kesalahan bahasa,
cacat dalam bicara seperti gagap atau pelat, akan membuat anak
menjadi sadar diri sehingga anak hanya berbicara bila perlu saja.

2) Bahaya emosi
Anak masih menunjukkan pola-pola ekspresi emosi yang kurang
menyenangkan seperti marah yang meledak-ledak, cemburu sehingga
kurang disenangi orang lain.
3) Bahaya konsep diri
Anak mempunyai konsep diri yang ideal, biasanya merasa tidak puas
pada diri sendiri dan pada perlakuan orang lain. Anak cenderung
berprasangka dan bersikap diskriminatif dalam memperlakukan orang
lain.
4) Bahaya yang menyangkut minat
Tidak minat pada hal-hal yang dianggap penting oleh teman sebaya
dan mengembangkan.

5. Tugas Perkembangan Sesuai dengan Tahap Perkembangan Usia Sekolah


a. Mensosialisasikan anak-anak termasuk meningkatkan prestasi sekolah
dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehta.
b. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
c. Memenuhi kebutuhan fisik keluarga
d. Sebagai keluarga muslim, hendaknya memahamkan pada anak sejak dini
tentang Islam

C. Konsep Teori Karies gigi


1. Pengertian Karies Gigi
Karies gigi adalah suatu proses penghancuran setempat jaringan
kalsifikasi yang dimulai pada bagian permukaan gigi melalui proses
dekalsifikasi lapisan email gigi yang diikuti oleh lisis struktur organik secara
enzimatis sehingga terbentuk kavitas (lubang) yang bila didiamkan akan
menembus email serta dentin dan dapat mengenai bangian pulpa (Dorland,
2010).
Karies gigi merupakan proses kerusakan gigi yang dimulai dari
enamel terus ke dentin. Proses tersebut terjadi karena sejumlah faktor
(multiple factors) di dalam rongga mulut yang berinteraksi satu dengan yang
lain. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor gigi, mikroorganisme, substrat
dan waktu (Chemiawan, 2004).

2. Etiologi Terjadinya Karies Gigi


Ada yang membedakan faktor etiologi dengan faktor risiko karies
yaitu etiologi adalah faktor penyebab primer yang langsung mempengaruhi
biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva)
dan faktor risiko karies adalah faktor modifikasi yang tidak langsung
mempengaruhi biofilm dan dapat mempermudah terjadinya karies. Karies
terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular
lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa
kurun waktu. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu
adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies
(Chemiawan, 2004). Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu
faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet
dan ditambah faktor waktu, yang digambarkan sebagai tiga lingkaran yang
bertumpang-tindih (Gambar 2.1). Untuk terjadinya karies, maka kondisi
setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan,
mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama
(Chemiawan, 2004).
a. Faktor Host Atau Tuan Rumah
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan
rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk
gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada
gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan
mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam.
Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak
mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel
merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang
mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan
bahan organik 2%.
Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna
dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air.
Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin
banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat
dan enamel akan semakin resisten. Gigi pada anak-anak lebih mudah
terserang karies dari pada gigi orang dewasa. Hal ini disebabkan karena
enamel gigi mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan
jumlah mineralnya lebih sedikit. Selain itu, secara kristalografis kristal-
kristal gigi pada anak-anak tidak sepadat gigi orang dewasa. Mungkin
alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada
anak-anak (Chemiawan, 2004).
b. Faktor Agen Atau Mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam
menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang
terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas
suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang
tidak dibersihkan. Mikroorganisme yang menyebabkan karies gigi adalah
kokus gram positif, merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti
Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan
Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga
penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi. Pada
penderita karies, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar 10.000-
100.000 sel/mg plak. Walaupun demikian, Streptokokus mutans yang
diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena Streptokokus mutans
mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam)
(Chemiawan, 2004).
c. Faktor Substrat Atau Diet
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak
karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme
yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi
metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang
diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang
menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa
cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang
dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit
atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk
menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam
terjadinya karies gigi (Chemiawan, 2004).
d. Faktor Waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada
manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun.
Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi
suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan (Chemiawan,
2004).

3. Tanda dan Gejala Karies Gigi


a. Gigi sangat sensitif terhadap panas,dingin, manis. Gigi terasa
sangantsensitive terhadap panas, dingin, manis dan asam menandakan
karies gigisudah sampai bagian dentin.
b. Jika suatu kavitasi dekat atau telah mencapai pulpa maka nyeri
akan bersifat menetap bahkan nyeri yang dirasakan bersifat sepontan,
meskitidak ada rangsangan.
c. Jika bakteri telah mencapai pulpa. Dan pulpa mati maka nyeri
untuk sementara akan hilang lalu akan timbul lagi dalam beberapa jam
atau haridan gigi akan menjadi peka karena peradangan dan infeksi telah
menyebar keluar dan menyebabkan abses.

4. Patofisiologi Karies Gigi


Karies gigi bisa terjadi apabila terdapat empat faktor utama yaitu gigi,
substrat, mikroorganisme, dan waktu. Beberapa jenis karbohidrat makanan
misalnya sukrosa dan glukosa yang dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan
membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam
tempo 3-5 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu
mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi (Kidd, 2012).
Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak dipermukaan
gigi. Plak terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti
musin, sisa-sisa sel jaringan mulut, leukosit, limposit dan sisa makanan serta
bakteri. Plak ini mula-mula terbentuk, agar cair yang lama kelamaan
menjadi kelat, tempat bertumbuhnya bakteri (Suryawati, 2010).
Selain karena adanya plak, karies gigi juga disebabkan oleh sukrosa
(gula) dari sisa makanan dan bakteri yang menempel pada waktu tertentu
yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut
menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email yang
berlanjut menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna
berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi
(pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam
proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari
inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang
menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat. Pada karies dentin
yang baru mulai, yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan,
terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan
terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/
tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin
merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru setelah
terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang
amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu
daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan
lima (Suryawati, 2010).
Patofisiologi karies gigi menurut Miller, Black dan William adalah
awalnya asam terbentuk karena adanya gula (sukrosa) dan bakteri dalam
plak (kokus). Gula (sukrosa) akan mengalami fermentasi oleh bakteri dalam
plak hingga akan terbentuk asam dan dextran. Desxtran akan melekatkan
asam yang terbentuk pada permukaan email gigi. Apabila hanya satu kali
makan gula (sukrosa), maka yang terbentuk hanya sedikit. Tapi bila
konsumsi gula (sukrosa) dilakukan berkali-kali atau sering maka akan
terbentuk asam hingga pH mulut menjadi ± 5 (Chemiawan, 2004).
Asam dengan pH ±5 ini dapat masuk ke dalam email melalui ekor
enamel port (port d’entre). Tapi permukaan email lebih banyak mengandung
kristal fluorapatit yang lebih tahan terhadap serangan asam sehingga asam
hanya dapat melewati permukaan email dan akan masuk ke bagian bawah
permukaan email. Asam yang masuk ke bagian bawah permukaan email
akan melarutkan kristal hidroksiapatit yang ada. Apabila asam yang masuk
kebawah permukaan email sudah banyak, maka reaksi akan terjadi berulang
kali. Maka jumlah Ca yang lepas bertambah banyak dan lama kelamaan Ca
akan keluar dari email. Proses ini disebut dekalsifikasi, karena proses ini
terjadi pada bagian bawah email maka biasa disebut dekalsifikasi bagian
bawah permukaan. Ringkasan terjadinya karies gigi menurut Schatz
(Chemiawan, 2004) : Sukrosa + Plak = Asam, Asam + Email = Karies

5. Komplikasi karies gigi


Jika tidak ditangani, karies gigi biasanya menghancurkan sebagian
besar gigi dan menyebar ke jaringan sebelahnya, menyebabkan rasa sakit.
Invasi mikroba ke pulpa gigi mempercepat respons radang (pulpitis) yang
dapat menimbulkan rasa sakit (sakit gigi). Pulpitis dapat memburuk menjadi
nekrosis, dengan invasi bakteri ke tulang alveolus (abses gigi; abses
periapikal). Proses ini dapat menimbulkan nyeri yang hebat dan disertai
komplikasi sepsis serta infeksi pada daerah muka. infeksi periapikal gigi
susu dapat menggangu perkembangan gigi tetap penggantinya

6. Diagnosis
Diagnosis pertama memerlukan inspeksi atau pengamatan pada
semua permukaangigi dengan bantuan pencahayaan yang cukup, kaca gigi, dan
eksplorer.Radiografi gigi dapat membantu diagnosis, terutama pada kasus
kariesinterproksimal. Karies yang besar dapat langsung diamati dengan mata
telanjang.Karies yang tidak ekstensif dibantu dulu dengan menemukan daerah lunak
padagigi dengan eksplorer..
Beberapa peneliti gigi telah memperingatkan agar tidak menggunakan.
eksplorer untuk menemukan karies. Pada kasus dimana sebuah daerah kecil pada gigi
telahmulai terjadi demineralisasi namun belum membentuk lubang, tekanan
melaluieksplorer dapat merusak dan membuat lubang..
Teknik yang umum digunakan untuk mendiagnosis karies awal yang
belum berlubang adalah dengan tiupan udara melalui permukaan yang disangka,
untuk membuang embun, dan mengganti peralatan optik. Hal ini akan
membentuk sebuah efek "halo" dengan mata biasa. Transiluminasi serat
optik direkomendasikan untuk mendiagnosis karies kecil.

7. Penatalaksanaan karies gigi


a. Pengobatan karies gigi
Penanganan klinis terhadap nyeri dan infeksi akibat karies gigi
yang tidak di obati bervariasi, seiring dengan tingkat/perluasan
keterlibatan dan status medis penderita.
Pada umumnya, penanganan dapat dilakukan dengan cara
pencabutan dan pulpektomi. Antibiotika biasanya tidak diindikasikan,
kecuali pada penderita dengan daya tahan tubuh terganggu,
penyembuhan luka terganggu atau beresiko endokarditis. Sebaliknya,
antibiotika diberikan secara rutin pada infeksi gigi yang menyebar ke
struktur-struktur di luar dento alveolar.
Penisilin merupakan antibiotik pilihan, kecuali pada penderita
dengan riwayat alergi terhadap penisilin. klindamisin dan vankomisin
merupakan alternatif yang tepat. Akhirnya gigi yang rusak harus
diidentifikasi dan pengobatan lokal harus dilakukan untuk meyakinkan
adanya penyembuhan infeksinya. Cara-cara pengendalian rasa sakit harus
disesusaikan dengan kebutuhan penderita, kombinasi asetaminofen
dengan kodein yang diberikan per oral biasanya adekuat.
Bila pencabutan gigi susu diindikasikan, terapinya juga harus di
arahkan pada masalah bahwa gigi-gigi di sekitar tempat pencabutan akan
berubah posisinya pada lengkungan gigi. Hal ini terutama penting dalam
pertumbuhan gigi permanen.
b. Penambalan karies gigi
Higiene mulut yang sangat baik dan pengobatan fluorida yang
optimal hanya sedikit berpengaruh dalam mengatasi karies pada
permukaan oklusal gigi. Penggunaan bahan tambalan terbukti efektif.
Tambalan adalah lapisan plastis yang secara profesional digunakan untuk
permukaan oklusal gigi posterior. Fisura gigi merupakan tempat-tempat
karies gigi yang paling umum karena fisura terlalu sulit untuk
dibersihkan secara mekanik, tetapi di fisura tersebutlah tempat
terkumpulnya produksi asam bakteri.
Bila sudah terjadi karies yang besar dan telah meluas ke arah
aproksimal, penggunaan tambalan lapisan plastis sudah tidak efektif.
Maka biasanya digunakan tambalan inlay.
Tambalan inlay merupakan tambalan yang dibentuk di luar mulut
dengan membuat modelnya terlebih dahulu (dapat bersifat logam atau
non logam) kemudian disemen pada kavitas.

D. Konsep keperawatan keluarga


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan keluarga dilakukan dengan memperoleh
data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga yang
meliputi:
1) Berkaitan dengan keluarga
a) Data demografi dan sosiokultural
b) Data lingkungan
c) Struktr dan fungsi keluarga
d) Stress dan koping keluarga yang digunakan keluarga
e) Perkembangan keluarga
2) Berkaitan dengan individu sebagai anggota keluarga
a) Fisik
b) Mental
c) Emosi
d) Sosio
e) Spiritual

Adapun tujuan pengkajian menurut Suprjitno (2004) yang berkaitan


dengan tugas keluarga dibidang kesehatan, yaitu :
1) Mengetahui Kemampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan.
Hal ini yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga mengetahui fakta
dari masalah kesehatan, meliputi pengertian, tanda dan gejala, factor
penyebab dan factor yang mempengaruhi serta persepsi keluarga
terhadap masalah kesehatan terutama yang dialami anggota keluarga.
2) Mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai
tindakan kesehatan yang tepat, perlu dikaji tentang :
a) Kemampuan keluarga memahami sifat dan luasnya masalah.
b) Apakah masalah kesehatan dirasakan oleh keluarga?
c) Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang dialami?
d) Apakah keluarga merasa takut terhadap akibat dari masalah kesehatan
yang dialami anggota keluarga?
e) Apakah keluarga mempunyai sikap yang tidak mendukung (negative)
terhadap upaya kesehatan yang dapat dilakukan pada anggota
keluarga?
f) Apakah kelarga mempunyai kemampuan untuk menjangkau fasilitas
pelayanan kesehatan?
g) Apakah keluarga mempunyai kepercayaan terhadap tenaga keshatan?
h) Apakah keluarga telah memperoleh informasi tentang kesehatan yang
tepat untuk melakukan tindakan dalam rangka mengatasi masalah
kesehatan?
3) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga kemampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, perlu dikaji tentang :
a) Pengetahuan keluarga tentang penyakit yang dialami anggota keluarga
(sifat, penyebaran, komplikasi, kemungkinan setelahtindakan, dan
cara perawatannya)
b) Pemahaman keluarga tentang perawatan yang perlu dilakuakan
anggota keluarga
c) Pengetahuan keluarga tentang peralatan, cara, dan fasilitas untuk
merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan.
d) Pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki keluarga (anggota
keluarga yang mampu dan dapat bertanggung jawab, sumber
keuangan/financial, fasilitas fisik, dukungan psikososial).
e) Bagaimana sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit atau
membutuhkan bantuan kesehatan.
4) Untuk mengetahui kemampuan keluarga memelihara atau memodifikasi
lingkungan rumah sehat yang seha, perlu dikaji tentang :
a) Pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki oleh keluarga
disekitar lingkungan rumah.
b) Kemampuan keluarga melihat keuntungan dan manfaat pemeliharaan
lingkungan.
c) Pengetahuan keluarga tentang pentingnya dan sikap keluarga terhadap
sanitasi lingkungan yang higenis sesuai syarat kesehatan
d) Pengetahuan keluarga tentang upaya pencegahan penyakit yang dapat
dilakukan keluarga
e) Kebersamaan anggota keluarga untuk meningkatkan dan memelihara
lingkungan rumah yang menunjang kesehatan keluarga.
5) Untuk mengetahui kemampuan keluarga menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan di masyaraka, perlu dikaji tentang:
a) Pengetahuan keluarga tentang keberadaan fasilitas pelayanan keshatan
yang dapat dijangkau keluarga.
b) Pemahaman keluarga tentang keuntungan yang dapat diperoleh dari
fasilitas kesehatan.
c) Tingkat kepercayaan keluarga terhadap fasilitas dan petugas keshatan
melayani.
d) Apakah keluarga mempunyai pengalaman yang kurang
menyenangkan tentang fasilitas dan petugas kesehatan yang
melayani?
e) Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan dan bila tidak
dapat apakah penyebabnya?

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko kerusakan pertumbuhan gigi berhubungan dengan kurang
motivasi keluarga mengenai perawatan gigi.
b. Nyeri berhubungan dengan kerusakan gigi.
c. Gangguan Konsep diri berhubungan dengan bau nafas tidak sedap.

3. Intervensi Keperawatan
a. Resiko kerusakan pertumbuhan gigi berhubungan dengan kurang
motivasi keluarga mengenai perawatan gigi.
Tujuan : kerusakan pertumbuhan gigi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Keluarga lebih memperhatikan kesehatan gigi anak dan dapat
melakukan perawatan gigi anak dengan benar.
Intervensi :
1) Jelaskan kepada keluarga tentang pentingnya perawatan gigi anak
sejak dini.
2) Jelaskan tentang makanan yang dapat merusak gigi anak.
3) Ajarkan orang tua perawatan gigi dan cara menggosok gigi dengan
benar agar orang tua dapat menerapkannya pada anak.
b. Nyeri berhubungan dengan kerusakan gigi.
Tujuan : Anak tidak mengeluh nyeri pada area mulutnya.
Kriteria Hasil :
1) Anak mendapatkan gigi yang sehat.
2) Anak tidak menunjukkan tanda-tanda kesakitan pada area mulut.
3) Anak bisa mengkonsumsi segala jenis makanan tanpa mengeluh sakit
pada gigi.
Intervensi :
1) Observasi tingkat kerusakan gigi anak.
2) Jelaskan kepada keluarga tentang upaya perawatan gigi yang benar.
3) Jelaskan tentang pentingnya menggosok gigi minimal 2 kali sehari.
4) Anjurkan keluarga untuk memeriksakan gigi anak setidak-tidaknya 6
bulan sekali.
5) Minta keluarga untuk mengawasi makanan yang dikonsumsi anak.

DAFTAR PUSTAKA
Behrman, 2002. Ilmu Kesehatan Anak NELSON. Vol. II. Ed. 15. Jakarta: EGC
Hamrui, 2009. Faktor-Faktor Yang Mendukung Kebiasaan Makan-
MakananKariogenik Dengan Terjadinya Karies Gigi Pada Anak
Prasekolah.
Harris and Christen, 1995. Karies Gigi Pada Anak. Jakarta:EGC
Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga : Aplikasi dalam Praktik.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai