Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Malaria

1. Pengertian

Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh sporozoa dari genus plasmodium yang berada di dalam sel

darah merah, atau sel hati. Sampai saat ini dikenal cukup banyak

spesies dari plasmodia yang terdapat pada burung, monyet, kerbau,

sapi, binatang melata. Malaria adalah penyakit infeksi sistemik

yang disebabkan oleh parasit jenis protozoa dari jenis plasmodium

yang secara alamiah ditularkan lewat gigitan nyamuk anopheles

betina (Soewondo E.S., 2012)

2. Penyebab penyakit malaria

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium.

Pada manusia plasmodium terdiri dari empat spesies, yaitu

plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, dan

plasmodium ovale. Plasmodium falciparum merupakan penyebab

infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian. Keempat spesies

plasmodium yang terdapat di Indonesia yaitu plasmodium falciparum

yang meyebabkan malaria tropika, plasmodium vivax yang

menyebabkan malaria tertiana, plasmodium malariae yang

menyebabkan malaria kuartana dan plasmodium ovale yang

menyebabkan malaria ovale (Soedarmo, dkk., 2011).

Malaria biasanya didapat dari gigitan nyamuk anopheles

betina yang sebelumnya terinfeksi. Pada keadaan lain, malaria


11
berkembang pasca-penularan transplasenta atau sesudah transfusi

darah yang terinfeksi. Masa inkubasi (antara gigitan nyamuk yang

terinfeksi dan adanya parasit dalam darah) bervariasi sesuai

dengan spesies; pada P. falciparum masa inkubasinya 10-13; pada

P.vivaks dan P. ovale, 12-16 hari; dan pada P. malariae 27-37

hari, tergantung pada ukuran inokulum. Malaria yang ditularkan

melalui tranfusi darah yang terinfeksi nampak nyata pada waktu

yang lebih pendek (Nelson, 2010).

Dalam daur hidupnya plasmodium mempunyai hospes yaitu

vertebrata dan nyamuk. Siklus aseksual di dalam hospes vertebrata

dikenal sebagai skizogoni, sedangkan siklus seksual yang

membentuk sporozoit di dalam nyamuk sebagai sporogoni. Sporozoit

yang aktif dapat ditularkan ke dalam tubuh manusia melalui ludah

nyamuk kemudian menempati jaringan parenkim hati dan tumbuh

sebagai skizon (stadium ekso-eritrositer atau stadium pra-

eritrositer). Sebagian sporozoit tidak tumbuh dan tetap tidur

(dormant) yang disebut hipnozoit (Soedarmo, dkk., 2011).

Plasmodium falciparum hanya terjadi satu kali stadium pra-

eritrositer sedangkan spesies lain mempunyai hipnozoit bertahun-

tahun sehingga pada suatu saat dapat aktif dan terjadilah relaps.

Sel hati yang berisi parasit akan pecah dan terjadilah merozoit.

Merozoit akan masuk ke dalam eritrosit (stadium eritrositer),

tampak sebagai kromatin kecil dikelilingi oleh sedikit sitoplasma

yang mempunyai bentuk cincin, disebut tropozoit. Tropozoit

membentuk skizon muda dan setelah matang, membelah menjadi

merozoit. Setelah proses pembelahan eritrosit akan hancur;


merozoit, pigmen dan sel sisa akan keluar dan berada di dalam

plasma. Parasit akan difagositosis oleh RES. Plasmodium yang

dapat menghindar akan masuk kembali ke dalam eritrosit lain untuk

mengulangi stadium skizogoni. Beberapa merozoit tidak membentuk

skizon tetapi memulai dengan bagian gametogoni yaitu membentuk

mikro dan makro gametosit (stadium seksual). Siklus tersebut

disebut masa tunas intrinsik (Soedarmo, dkk., 2011).

Dalam tubuh nyamuk, parasit berkembang secara seksual

(sporogoni). Sporogoni memerlukan waktu 8-12 hari. Dalam lambung

nyamuk, makro dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan

mikrogamet yang akan membentuk zigot yang disebut ookinet, yang

selanjutnya menembus dinding lambung nyamuk membentuk ookista

yang membentuk banyak sporozoit. Kemudian sporozoit akan

dilepaskan dan masuk ke dalam kelenjar liur nyamuk. Siklus

tersebut disebut masa tunas ektrinsik. Secara umum, pada dasarnya

semua orang dapat terkena malaria (Soedarmo, dkk., 2011).

3. Cara Penularan

a. Penularan secara alamiah (Natural infection)

Malaria ditularkan oleh nyamuk anopheles. Nyamuk ini

jumlahnya kurang lebih ada 80 jenis dan yang menjadi vektor

penyebar malaria di Indonesia kurang lebih ada 16 jenis

b. Penularan yang tidak alamiah.

Cara penularan ini terdiri dari : malaria bawaan

(congenital), secara mekanik dan secara oral. Malaria bawaan

terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita

malaria. Penularan terjadi melalui tali pusat atau plasenta.


Penularan secara mekanik dimana penularan terjadi melalui

transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui

jarum suntik banyak terjadi pada para morfinis yang

menggunakan jarum suntik yang tidak steril lagi; cara

penularan ini pernah dilaporkan terjadi disalah satu rumah

sakit di Bandung pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat

dan mendapatkan suntikan intravena dengan menggunakan alat

suntik yang dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, di

mana alat suntik itu seharusnya dibuang setelah sekali pakai

(Soedarmo, dkk., 2011).

4. Diagnosis Malaria

Diagnosa malaria didasarkan atas manifestasi klinis

(termasuk anamesis), uji imunoserologis dan menemukan parasit

(plasmodium) dalam darah penderita. Penegakan diagnosis melalui

pemeriksaan laboratorium memerlukan persyaratan tertentu agar

mempunyai nilai diagnostik yang tinggi yaitu: waktu pengambilan

sampel yang tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki periode

berkeringat, karena pada periode ini jumlah trophosit dalam

sirkulasi mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan

identifikasi spesies parasit. Volume darah yang diambil sebagai

sampel cukup, yaitu darah kapiler. Kualitas preparat harus baik

untuk menjamin identifikasi spesies Plasmodium yang tepat

(Prabowo, 2014). Diagnosis malaria dibagi dua yaitu:

a. Secara klinis (tanpa pemeriksaan laboratorium)


Yaitu diagnosis berdasarkan gejala-gejala klinis malaria,

yang gejala umum ditandai dengan “ Trias Malaria”, yaitu

demam, menggigil dan sakit kepala.

b. Secara laboratorium (dengan pemeriksaaan sedian darah)

Selain berdasarkan gejala-gejala klinis, juga dilakukan

konfirmasi dengan pemeriksaan SD (Sediaan Darah) tetes tebal.

Apabila hasil pemeriksaan SD tetes tebal selama 3 kali

berturut-turut negatif, diagnosa malaria dapat disingkirkan.

Bila dihitung parasit > 5% atau 5000 parasit/200 lekosit, maka

didiagnosa sebagai malaria berat. Di daerah yang tidak ada

sarana laboratorium dan mikroskop, diagnosa malaria ditegakkan

hanya berdasarkan pemeriksaan klinis tanpa pemeriksaan

laboratorium (anamesa dan pemeriksaan fisik saja).

5. Gejala klinis

Gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan

demam dengan interval tertentu (parokisme), yang diselingi oleh

suatu periode (periode laten) dimana penderita bebas sama sekali

dari demam. Jadi gejala klinis utama dari penyakit malaria adalah

demam, menggigil secara berkala dan sakit kepala disebut “Trias

Malaria” (Malaria Paroxysm) secara berurutan. Kadang-kadang

menunjukkan gejala klinis lain seperti badan terasa lemas dan

pucat karena kekurangan sel darah merah dan berkeringat, nafsu

makan menurun, mual-mual, kadang-kadang diikuti muntah, sakit

kepala dengan rasa berat yang terus menerus, khususnya pada

infeksi dengan falcifarum. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala

tersebut diatas disertai dengan pembesaran limpa. Pada malaria


berat, gejala-gejala tersebut diatas disertai kejang-kejang dan

penurunan kesadaran sampai koma. Pada anak-anak, makin muda

usianya makin tidak jelas gejala klinisnya, tetapi yang menonjol

adalah diare dan anemia serta adanya riwayat kunjungan atau

berasal dari daerah malaria.

6. Stadium Malaria

a. Stadium menggigil

Dimulai dengan menggigil dan merasa sangat dingin, nadi

cepat lemah, bibir dan jari pucat/kebiruan. Penderita mungkin

muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini

berlangsung antara 15 sampai 1 jam.

b. Stadium demam

Setelah merasa kedinginan penderita merasa kepanasan, muka

merah, kulit kering, dan terasa sangat panas seperti terbakar,

sakit kepala, nadi lebih kuat. Penderita merasa sangat haus

dan suhu tubuh bisa 41°C stadium ini berlangsung selama 2-4

jam.

c. Stadium berkeringat

Penderita berkeringat banyak, suhu badan menurun dengan

cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal, dapat tidur

nyenyak setelah bangun tidur badan terasa lelah tetapi tidak

ada gejala lain. Stadium ini berlangsung selama 2-4 jam.

Beberapa keadaan klinis dalam perjalanan infeksi malaria

adalah: (Harijanto P.N., 2011).


7. Transmisi dan Masa Inkubasi

Soedarmo, dkk. (2011) memaparkan, malaria dapat ditularkan

melalui dua cara yaitu cara alamiah dan bukan alamiah.

Penularan secara alamiah (natural infection), melalui

gigitan nyamuk Anopheles

a. Penularan bukan alamiah, dapat dibagi menurut cara

penularannya, yaitu :

1) Malaria bawaan (kongenital), disebabkan adanya kelainan

pada sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi

dari ibu kepada bayi yang dikandungnya. Selain plasenta

penularan dari ibu kepada bayi melalui tali pusat.

2) Penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah

atau jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak

terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan jarum

suntik yang tidak steril. Infeksi malaria melalui transfusi

hanya menghasilkan siklus eritrositer karena tidak melalui

sporozoit yang memerlukan siklus hati sehingga dapat

diobati dengan mudah.

3) Penularan secara oral, pernah dibuktikan pada ayam

(plasmodium gallinasium), burung dara (plasmodium

relection) dan monyet (plasmodium knowlesi).

Pada umumnya sumber infeksi malaria pada manusia adalah

manusia lain yang sakit malaria, baik dengan gejala maupun

tanpa gejala klinis.

Masa inkubasi intrinsik berbeda dengan masa prepaten yang

menggambarkan jarak waktu antara masuknya sporozoit dan


pemunculan parasit saat pertama kali ada di darah tepi. Masa

subpaten merupakan masa dimana jumlah parasit yang ada pada darah

tepi sangat sedikit sehingga belum bisa ditemukan pada

pemeriksaan mikroskopik, masa ini biasanya disebut subpaten

parasitemia. Masa prepaten dan subpaten parasitemia selanjutnya

diikuti oleh adanya gejala klinis yang biasanya disertai oleh

paten parasitemia (adanya parasit di darah tepi yang sudah bisa

ditemukan pada pemeriksaan mikroskopik). Serangan pertama terdiri

dari beberapa parokisme (serangan demam dengan interval waktu

tertentu, tergantung pada lamanya siklus schizogoni darah setiap

spesies). Bila serangan pertama ini tidak diobati dengan sempurna

mungkin timbul rekrudensi atau rekurensi. Serangan klinis

selanjutnya akan dipengaruhi oleh imunitas penderita yang

kemudian timbul.Kekambuhan atau relaps (rekrudensi/rekurensi)

tanpa disertai gejala klinis relapse parasit. Interval antara

waktu dua relaps disebut masa/periode laten (Wiku, 2017).

8. Faktor terjadinya penyakit malaria

Menurut Hudson (2015), Faktor terjadinya penyakit malaria

yaitu sebagai berikut:

a. Umur

Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi malaria. Beberapa

studi menunjukkan bahwa anak yang bergizi baik justru lebih

sering mendapat kejang dan malaria serebral dibanding dengan

anak yang bergizi buruk. Akan tetapi anak yang bergizi baik

dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan

anak bergizi buruk.


b. Jenis Kelamin

Infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin, tetapi

apabila menginfeksi ibu yang sedang hamil akan menyebabkan

anemia yang berat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

perempuan mempunyai respon yang kuat dibandingkan laki-laki,

namun kehamilan menambah risiko malaria.

c. Imunitas

Orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya

terbentuk imunitas dalam tubuhnya, demikian juga yang tinggal

di daerah endemis biasanya mempunyai imunitas alami terhadap

malaria.

d. Ras

Beberapa ras di Afrika mempunyai kekebalan terhadap

malaria, misalnya sickle cell anemia dan ovalositas.

Plasmodium falciparum dapat gagal matang pada anak dengan sel

sabit serta tidak mampu mencapai densitas tinggi pada anak

dengan defisiensi glukose-6-fosfat dehydrogenase.

e. Status gizi

Masyarakat dengan gizi kurang baik dan tinggal di daerah

endemis malaria lebih rentan terhadap infeksi malaria.

Hubungan antara penyakit malaria dan kejadian Kurang Energi

Protein (KEP) merupakan masalah yang hingga saat ini masih

kontrovesial. Ada kelompok peneliti yang berpendapat bahwa

penyakit malaria menyebabkan kejadian KEP, tetapi sebagian

peneliti berpendapat bahwa keadaan KEP yang menyebabkan anak

mudah terserang penyakit malaria. Rice et al. mengatakan


terdapat hubungan yang kuat antara malnutrisi dalam hal

meningkatkan risiko kematian pada penyakit infeksi termasuk

malaria pada anak-anak di negara berkembang. Penelitian

Shankar yang menguji hubungan antara malaria dan status gizi

menunjukkan bahwa malnutrisi protein dan energi mempunyai

hubungan dengan morbiditas dan mortalitas pada berbagai

malaria (Wahid, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Suwadera

menunjukkan bahwa balita dengan status gizi kurang berisiko

menderita malaria 1,86 kali dibandingkan dengan yang berstatus

gizi baik.

f. Perilaku manusia

Manusia dalam keseharian mempuyai aktifitas yang beresiko

untuk terkena panyakit malaria, diantaranya :

1) Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam,

dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan

memudahkan kontak dengan nyamuk. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Sustina (2014) menunjukkan bahwa responden

yang mempunyai kebiasaan keluar rumah pada malam hari

mempunyai risiko menderita malaria 4 kali lebih besar di

banding dengan yang tidak mempunyai kebiasaan keluar pada

malam hari.

2) Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan

mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria

dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu. Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Achmadi (2015) diperoleh

bahwa orang yang tidur malam tidak menggunakan kelambu,


mempunyai risiko terjangkit malaria sebesar 2,28 kali lebih

besar dibandingkan yang menggunakan kelambu.

3) Memasang kawat kasa pada rumah dapat mengurangi masuknya

nyamuk ke dalam rumah untuk menggigit manusia. Ventilasi

yang di lengkapi kasa memiliki hubungan dengan kejadian

malaria pada balita. Balita yang tinggal dalam rumah tidak

di lengkapi dengan kawat kasa akan berisiko terkena malaria

sebesar 3,41 kali dibandingkan balita yang tinggal di rumah

dengan ventilasi memakai kawat kasa.

4) Menggunakan obat nyamuk maupun repelen dapat menghindarkan

diri dari gigitan nyamuk, baik hanya bersifat menolak

ataupun membunuh nyamuk. Mereka yang mempunyai kebiasaan

tidak menggunakan obat nyamuk mempunyai risiko terkena

malaria sebesar 10,8 kali lebih besar dibandingkan dengan

mereka yang menggunakan obat anti nyamuk (Ditjen PPM PLP

Depkes RI, 2017).

9. Patogenesis dan Patofisiologis Penyakit Malaria

Ada 4 (empat) proses patologi yang terjadi pada malaria

yaitu demam, anemia, imunopatologi dan anoksia jaringan yang

disebabkan oleh perlekatan eritrosit yang terinfeksi pada endotel

kapiler. Serangan demam disebabkan oleh pecahnya eritrosit

sewaktu fase schizogoni eritrositik dan masuknya merozoit ke

dalam sirkulasi darah. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer

yang mungkin disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi oleh

parasit. Demam akan turun setelah merozoit masuk dan menginfeksi

eritrosit yang baru. Demam turun dengan cepat sehingga penderita


merasa kepanasan dan berkeringat banyak. Anemia disebabkan oleh

destruksi eritrosit yang berlebihan, hemolisis autoimun, dan

gangguan eritropoesis. Diduga terdapat toksin malaria yang

menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit

pecah saat-saat melalui limpa dan keluarlah parasit. Peningkatan

jumlah eirtrosit yang terinfeksi parasit sehingga terjadi

aktivasi Retikulo Endothelial Sistem (RES) untuk memfagositosis

eritrosit baik yang terinfeksi parasit maupun yang tidak

menimbulkan terjadinya splenomegali.

Kelainan patologik pembuluh darah kapiler disebabkan karena

eritrosit yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, sehingga

perjalanannya dalam kapiler terganggu, melekat pada endotel

kapiler, mengahambat aliran kapiler, timbul hipoksia/anoksia

jaringan. Juga terjadi gangguan integritas kapiler sehingga

terjadi perembesan plasma. Manifestasi klinis sebagai malaria

serebral, edema paru, gagal ginjal dan malabsorbsi usus.

Penyakit malaria merupakan salah satu masalah kesehatan

masyakarat utama di seluruh dunia. Dalam buku The World Malaria

Report 2005, Badan Kesehatan Dunia (WHO), menggambarkan walaupun

berbagai upaya telah dilakukan, hingga tahun 2005 malaria masih

menjadi masalah kesehatan utama di 107 negara di dunia. Penyakit

ini menyerang sedikitnya 350-500 juta orang setiap tahunnya dan

bertanggung jawab terhadap kematian sekitar 1 juta orang setiap

tahunnya. Diperkirakan masih sekitar 3,2 miliar orang hidup di

daerah endemis malaria. Malaria juga bertanggung jawab secara


ekonomis terhadap kehilangan 12% pendapatan nasional, negara-

negara yang memiliki malaria (Harijanto, 2011).

B. Konsep Perilaku

1. Pengertian

Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku merupakan respons atau

reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Berdasarkan batasan perilaku tersebut, maka perilaku kesehatan

adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau

obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.

2. Determinan (Faktor Penyebab) Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku dilatarbelakangi oleh 3

faktor pokok, yaitu :

a. Faktor-faktor predisposisi

Meliputi pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal

yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh

masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi.

b. Faktor-faktor pemungkin

Meliputi sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi

masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah,

ketersediaan makanan bergizi. Termasuk juga fasilitas

pelayanan kesehatan seperti : puskesmas, rumah sakit,


poliklinik, posyandu, pos obat desa, dokter atau bidan praktik

swasta.

c. Faktor-faktor pendukung

Reinforcing factor meliputi sikap dan perilaku petugas

kesehatan yang lain, dukungan keluarga. Adapun Tindakan

keluarga meliputi menggunakan kelambu, menjaga kebersihan,

menggunakan pakaian penutup, menggunakan obat nyamuk atau

losion anti nyamuk, memberi obat, dan menutup air minum.

3. Domain perilaku

Menurut Notoatmodjo (2010), domaian perilaku yaitu

pengetahuan. Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu (Notoatmojo, 2004). Pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang

(overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Notoatmodjo (2010) mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru, terjadi proses yang berurutan yakni :

a. Awareness (kesadaran) yaitu orang tersebut menyadari dalam

arti mengetahui lebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus (objek)

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya

stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial yakni objek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai

dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.


e. Adoption yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

4. Teori Prilaku yang berhubungan dengan kesehatan

Teori yang berhubungan dengan kesehatan adalah teori

Lawerence Green (1991) dalam Notoatmodjo (2010) menganalisis

perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Dikatakan dipengaruhi

oleh 2 faktor pokok yaitu faktor prilaku (behaviour causes) dan

faktor diluar perilaku (Non behavior causes). Prilaku ini sendiri

dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu :

a. Faktor dasar / predisposisi (Predisposising factor) yang

mencakup dalam pengetahuan, sikap, kebiasaan, kepercayaan,

keyakinan, nilai-nilai sosial dan unsur-unsur lain yang

terdapat dalam diri individu dan masyarakat serta faktor

demografi (umur, jenis kelamin).

b. Faktor pendukung (Enabling factor) meliputi pendidikan, status

sosial, status ekonomi, pekerjaan, sumber daya atau potensi

masyarakat seperti lingkungan fisik dan sarana yang tersedia

misalnya puskesmas, obat-obatan, posyandu dan sebagainya.

c. Faktor pendorong (reinforcing factor) meliputi sikap dan

prilaku dari orang lain misalnya teman, orang tua, tokoh

masyarakat serta petugas kesehatan.

C. Konsep Keluarga

1. Definisi keluarga

Keluarga adalah kumpulan 2 orang atau lebih yang hidup

bersama dengan ketertarikan aturan dan emosional Individu


mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga

(Prijonodan Budhi, 2014).

2. Tipe Keluarga

Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuan

dan orang yang mengelompokkan. Menurut (Prijonodan Budhi, 2014)

secara tradisional keluarga dapat dikelompokkan menjadi dua,

yaitu :

a. Keluarga Inti (Nuclear family) adalah keluarga yang hanya

terdiri dari ayah, Ibu dan anak yang diperoleh dari

keturunannya atau adopsi atau keduanya.

b. Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga Inti ditambah

anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah

(kakek, nenek, paman, bibi)

Selain kedua diatas, keluarga dikelompokkan menjadi :

a. Keluarga bentuk kembali (dyadic family) adalah keluarga yang

terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan

pasangannya.

b. Orang tua tunggal (Single parent family) adalah terdiri dari

salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau

ditinggal pasangannya.

c. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (The Unmarried tenage

mother).

d. Orang dewasa (Laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri

tanpa pernah menikah (The single adult living alone).

e. Keluarga dengan anak tanpa menikah sebelumnya (The non

material hetero sexual cohabiting family).


f. keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin

sama (gay and lesbian family) (Prijonodan Budhi, 2014).

3. Peran Keluarga

Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku

Interpersonal sifat kegiatan yang berhubungan dengan Individu

dalam posisi dan situasi tertentu.

Menurut Rahmadhani & Adhyios (2014), Berbagai peran yang

terdapat didalam keluarga sebagai berikut :

a. Peran ayah sebagai suami, berperan sebagai pencari nafkah.

Pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman sebagai kepala

keluarga.

b. Peran Ibu sebagai Istri, berperan sebagai pengasuh Rumah

tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya dan juga Ibu

berperan sebagai pencari nafkah.

c. Peran anak : anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai

dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan

spiritual.

4. Struktur Keluarga

Menurut Rahmadhani & Adhyios (2014), struktur keluarga yaitu

sebagai berikut:

a. Struktur peran keluarga, menggambarkan peran masing-masing

anggota keluarga dalam keluarga sendiri dan perannya di

lingkungan masyarakat atau peran formal dan informal.


b. Nilai atau norma keluarga, menggambarkan nilai dan norma yang

dipelajari dan diyakini oleh keluarga, khususnya yang

berhubungan dengan kesehatan.

c. Pola komunikasi keluarga, menggambarkan bagaimana cara dan

pola komunikasi ayah-ibu (orang tua), orang tua dengan anak,

anak dengan anak, dan anggota keluarga lain (pada keluarga

besar) dengan keluarga Inti.

d. Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan kemampuan anggota

keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk

mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.

5. Fungsi Keluarga

Pembagian fungsi keluarga dapat berbeda-beda dan secara umum

fungsi keluarga terbagi 5 fungsi. Menurut Wiku (2017) Fungsi

keluarga terbagi menjadi 5 adalah sebagai berikut :

a. Fungsi Afektif adalah fungsi keluarga yang utama untuk

mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota

keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan

untuk perkembangan Individu dan psikososial anggota keluarga.

b. Fungsi Sosial adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih

anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah

untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah.

c. Fungsi Reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi

dan menjaga kelangsungan keluarga.

d. Fungsi Ekonomi yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi

kebutuhan keluarga, secara ekonomi dan tempat untuk


mengembangkan kemampuan Individu meningkatkan penghasilan

untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

e. Fungsi Perawatan/pemeliharaan kesehatan yaitu fungsi untuk

mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap

memiliki produktivitas tinggi, fungsi ini dikembangkan menjadi

tugas keluarga dibidang kesehatan.

D. Konsep Anak

1. Pengertian

Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan

belum menikah (Rinawati, 2013) Anak adalah yang dilahirkan dalam

atau sebagai perkawinan yang sah (Nelson, 2010).

Dari kedua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

pengertian anak adalah seseorang yang dilahirkan dalam atau

sebagai perkawinan yang sah yang belum mencapai usia 21 tahun dan

belum menikah.

2. Kedudukan anak di Indonesia

Di Indonesia anak dipandang sebagai pewaris keluarga, yaitu

penerus keluarga yang kelak akan melanjutkan nilai-nilai dari

keluarga serta dianggap sebagai seseorang yang bisa memberikan

perawatan dan perlindungan ketika kedua orang tua sudah berada

pada tahap lanjut usia (jaminan hari tua). Anak masih dianggap

sebagai sumber tenaga murah yang dapat membantu ekonomi

keluarga. Keberadaan anak didik menjadi pribadi yang mandiri

(Rinawati, 2013).

3. Filosofi Keperawatan anak


Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada anak

harus memahami bahwa semua asuhan Keperawatan anak harus berpusat

pada keluarga (family center care) dan mencegah terjadinya trauma

(atraumatik care)

Family center care (perawatan berfokus pada keluarga)

merupakan unsur penting dalam perawatan anak karena anak

merupakan bagian dari anggota keluarga, sehingga kehidupan anak

dapat ditentukan oleh lingkungan keluarga., Untuk itu keperawatan

anak harus mengenal keluarga sebagai tempat tinggal atau sebagai

konstanta tetap dalam kehidupan anak yang dapat mempengaruhi

status kesehatan anak.

Sedangkan maksud dari atraumatic care adalah semua tindakan

keperawatan yang ditujukan kepada anak tidak menimbulkan trauma

pada anak dan keluarga dengan memperhatikan dampak dari setiap

tindakan yg diberikan. Prinsip dari atraumatic care adalah

menurunkan dan mencegah dampak perpisahan dari keluarga,

meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada

anak, mencegah dan mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak

psikologis, tidak melakukan kekerasan pada anak dan modifikasi

lingkungan fisik.

4. Prinsip Keperawatan anak

Dalam keperawatan anak, perawat harus mengetahui bahwa

prinsip keperawatan anak adalah:

a. Anak bukan miniatur orang dewasa

b. Anak sebagai individu unik dan mempunyai kebutuhan sesuai

tahap perkembangan
c. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada pencegahan dan

peningkatan derajat kesehatan, bukan mengobati anak sakit

d. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang

berfokus pada kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung

jawab secara komprehensif dalam memberikan askep anak

e. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan

keluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan

meningkatkan kesejahteran dengan menggunakan proses

keperawatan yang sesuai dengan moral (etik) dan aspek hukum

(legal)

f. Tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan

maturasi / kematangan

g. Berfokus pada pertumbuhan dan perkembangan (Leslie, 2012).

5. Paradigma Keperawatan anak

a. Manusia (Anak)

Anak baik sebagai individu maupun bagian dari keluarga

merupakan salah satu sasaran dalam pelayanan keperawatan.

Untuk dapat memberikan pelayanan keperawatan yang tepat sesuai

dengan masa tumbuh kembangnya, anak di kelompokkan berdasarkan

masa tumbuh kembangnya yaitu

1) Bayi : 0-1 th

2) Toddler : 1-2,5 th

3) Pra Sekolah : 2,5-5 th

4) Sekolah : 5-11 th

5) Remaja : 11-18 th

(Leslie, 2012)
Terdapat perbedaan dalam memberikan pelayanan keperawatan

antara orang dewasa dan anak sebagai sasarannya. Perbedaan itu

dapat dilihat dari struktur fisik, dimana secara fisik anak

memiliki organ yang belum matur sepenuhnya. Sebagai contoh

bahwa komposisi tulang pada anak lebih banyak berupa tulang

rawan, sedangkan pada orang dewasa sudah berupa tulang keras

(Leslie, 2012)

Proses fisiologis juga mengalami perbedaan, kemampuan anak

dalam membentuk zat penangkal anti peradarangan belum sempurna

sehingga daya tahan tubuhnya masih rentan dan mudah terserang

penyakit. Pada aspek kognitif, kemampuan berfikir anak serta

tanggapan terhadap pengalaman masa lalu sangat berbeda dari

orang dewasa, pengalaman yang tidak menyenangkan selama di

rawat akan di rekam sebagai suatu trauma, sehingga pelayanan

keperawatan harus meminimalisasi dampak traumatis anak

(Leslie, 2012)
E. Kerangka Konsep

MALARIA

1. JENUS
KELAMIN
2. RAS
3. GIZI
4. GIGITAN
NYAMUK
5. PRILAKU
MANUSIA

a. DEMAM
b. ANEMIA
c. IMUNOPATOLOGI
d. ANOKSIA

.Tidak kejadian malaria

Bagan 2.1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN KEJADIAN


MALARIA DI DESA PENIMBUNG WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PENIMBUNG KECEMATAN SESELA KABUPATEN LOMBOK BARAT

Keterangan :

: Di teliti

: Tidak diteliti
F. HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis yang di ajukan dalam penelitian ini adalah “faktor-


faktor yang mempengaruhi peningkatan kejadian malaria di desa
penimbung wilayah kerja pukesmas penumbung kecamatan sesela
kabupaten lombok barat

Anda mungkin juga menyukai