Anda di halaman 1dari 41

Laporan Praktikum Khusus

Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Air sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia. Permasalahan air


bersih menjadi permasalahan yang kompleks untuk saat ini. Di Indonesia, banyak
daerah yang kekurangan persediaan air bersih, oleh karena itu diperlukan adanya
proses pengolahan penjernihan air untuk mendapatkan air bersih.
Ada berbagai macam metode yang dapat digunakan dalam pengolahan air,
salah satunya dengan metode koagulasi. Metode koagulasi menggunakan
penambahan flocculant agent (koagulan) yang menyebabkan terjadinya
penggabungan padatan pengotor selama pengendapan. Umumnya selama ini
koagulan yang digunakan pada pengolahan air antara lain berupa senyawa kimia
seperti alumunium sulfat (Al2(SO4)3.14H2O), PAC (poly alumunium chloride), dan
fero sulfat. Akan tetapi, residu dari koagulan kimia tersebut dapat menyebabkan
masalah kesehatan dan membahayakan lingkungan. Adanya keterbatasan koagulan
kimia tersebut, muncul alternatif penggunaan koagulan alami yang diharapkan
mudah diperoleh di sekitar kita, murah, dan tidak berdampak negatif bagi
lingkungan dan kesehatan.. Salah satu koagulan alami yang digunakan yaitu
tanaman kelor (Moringa oleifera) dengan memanfaatkan bijinya. Tanaman kelor
dapat berupa semak atau pohon berkayu lunak dengan tinggi hingga 12 m dan
diameter sekitar 30 cm.

B. TUJUAN PERCOBAAN

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi koagulan


terhadap laju koagulasi koloid pada proses penjernihan koloid jenis sol dengan
menggunakan koagulan dari biji kelor.

1
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

C. TINJAUAN PUSTAKA
a. Koloid

Koloid adalah campuran dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun
memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 1000 nm). Tinta,
clay, humus, sabun, lem, darah, dan koloid merupakan contoh dari koloid.
(Jirgensons et. al., 1954)

Sistem koloid terdiri dari dua fase, yaitu fase terdispersi (dalam larutan
disebut dengan solut atau zat yang terlarut) dan medium pendispers (dalam
larutan disebut dengan solvent atau pelarut). Zat yang didispersikan disebut fase
terdispersi sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut
medium pendispersi.

Beberapa jenis koloid berdasarkan fase pendispersi dan fase


terdispersinya adalah sebagai berikut:

2
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

Gambar 1. Jenis Koloid Berdasarkan Fase Pendispersi dan Fase


Terdispersi

Dalam percobaan ini, koloid yang digunakan memiliki fasa terdispersi


padat dan fase pendispersi cair, yaitu tanah lempung yang terdispersi dalam air.

Sifat-sifat koloid dapat dijelaskan berdasarkan ukuran partikel-partikel


penyusunnya. Berdasarkan susunan partikel dan interaksi antar molekulnya
pada sistem koloid, maka ada beberapa sifat koloid yang dapat dipelajari dan
selanjutnya berdasarkan sifat yang dimilikinya dapat ditentukan kegunaannya.
Beberapa sifat koloid yang sudah dapat ditemukan sampai saat ini adalah efek
Tyndall, gerak Brown, muatan listrik pada koloid, elektroforesis, dan koagulasi
koloid.

Partikel koloid berukuran 10-6 mm (1 nm) hingga 10-3 (1 μm). Keberadaan


pengotor koloid di permukaan air dapat menyebabkan air menjadi keruh atau
dapat memberikan warna. Pemisahan koloid dari air sulit dilakukan karena
koloid tidak mengendap oleh gravitasi dan ukurannya sangat kecil hingga
hampir selalu melewati media filtrasi pada umumnya.

Untuk memisahkan koloid, setiap unit koloid harus bersatu dan


membesar. Koagulasi dilakukan dengan penambahan dan pengadukan cepat
suatu koagulan. Proses ini bertujuan untuk destabilisasi partikel dan mengawali
agregasi dari partikel yang telah terdestabilisasi. Adapun flokulasi dilakukan
dengan pengadukan lambat untuk proses agregasi partikel yang telah
terdestabilisasi dan membentuk pengendapan flok.

Koloid memiliki luas permukaan per unit volum yang sangat besar. Oleh
karena itu, partikel-partikel koloid mengadsorbsi molekul air dan ion-ion dari
air di sekitarnya serta memiliki sebuah muatan elektrik relatif terhadap air
sekitarnya.

Klasifikasi partikel padat koloid dalam air menurut afinitasnya terhadap


air tergolong menjadi dua jenis, yaitu koloid hidrofilik dan koloid hidrofobik.
Koloid hidrofilik memiliki afinitas terhadap air karena adanya gugus yang larut

3
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

dalam air pada permukaan koloid. Gugus ini menyebabkan hidrasi dan
menyebabkan sebuah film air untuk mengumpulkan dan mengelilingi koloid
hidrofilik. Contohnya adalah protein, sabun, dan deterjen. Adapun koloid
hidrofobik memiliki afinitas yang kecil terhadap air. Koloid ini tidak memiliki
lapisan air yang signifikan. Contohnya adalah tanah lempung dan logam.

Beda muatan pada permukaan koloid terbentuk melalui tiga prinsip, yaitu:

1. Ketidaksempurnaan struktur kristal.


2. Adsorpsi ion-ion ke permukaan partikel.
3. Ionisasi pada permukaan.

Prinsip pertama menjelaskan bagaimana beda muatan ini terbentuk karena


adanya perubahan atom. Atom silikon yang ada dalam kristal bahan digantikan
oleh atom dengan valensi lebih rendah (seperti ion aluminium) yang kemudian
memberikan beda muatan negatif pada kristal. Kondisi ini jarang terjadi
dibandingkan dengan proses lainnya. Contoh dari terjadinya beda muatan
karena prinsip ini dapat dilihat pada tanah lempung seperti yang digunakan
dalam percobaan ini. Partikel tanah lempung mengakibatkan kekeruhan dalam
permukaan air dengan beda muatan negatif yang diperolehnya.

Prinsip kedua adalah adsorpsi ion ke dalam permukaan partikel. Banyak


partikel koloid yang memiliki beda muatan sebagai hasil dari adsorpsi baik dari
ion positif maupun ion negatif pada permukaannya. Partikel koloid dalam
media larutan biasanya mengadsorbsi anion dan menjadikannya bermuatan
negatif.

Prinsip ketiga yang menjelaskan bagaimana suatu koloid memiliki beda


muatan adalah ionisasi pada permukaan. Banyak permukaan partikel yang
memiliki gugus ionogenik yang larut dalam air seperti hidroksil, karboksil.
Gugus-gugus ini menghasilkan sebuah beda muatan pada permukaan yang
tergantung dengan pH larutan. Partikel akan menunjukkan beda muatan positif
ataupun negatif, tergantung dari nilai pH.

b. Koagulasi

4
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

Koagulasi adalah penambahan dan pencampuran dengan cepat koagulan


yang menghasilkan destabilisasi koloid dan mendapatkan padatan tersuspensi,
juga menggumpalkan partikel yang tersuspensi (Reynolds, 1982). Koagulasi
secara kimia dapat dilakukan dengan penambahan eletktrolit, penambahan
bahan bermuatan yang berlawanan dengan koloid, dan penambahan koagulan.
Menurut Tebbut (1982), pemisahan koloid dapat dilakukan dengan cara
penambahan koagulan sintetik atupun koagulan alami yang diikuti dengan
pengadukan lambat pada proses flokulasi sehingga menyebabkan
penggumpalan partikel-partikel koloid yang kemudian sebagian besar dapat
dipisahkan dengan sedimentasi. Koloid merupakan partikel yang tidak dapat
mengendap secara alami. Dengan penambahan suatu pereaksi kimia yang
disebut koagulan maka akan membuat keadaan partikel menjadi tidak stabil
(Yuliastri, 2010).

Gaya-gaya yang terjadi pada partikel koloid adalah gaya tolak menolak
yang disebabkan oleh electrical double layer dan gaya tarik menarik karena
gaya Van der Waals. Interaksi antara gaya-gaya tersebut berpengaruh pada
stabilitas koloid.

Pada awalnya, partikel-partikel koloid mempunyai muatan yang sejenis


yang didapatkannya dari ion yang diadsopsi dari medium pendispersinya.
Apabila dalam larutan ditambahkan larutan yang berbeda muatan dengan sistem
koloid, maka sistem koloid itu akan menarik muatan yang berbeda tersebut
sehingga membentuk lapisan ganda. Lapisan pertama ialah lapisan padat
dimana muatan partikel koloid menarik ion-ion dengan muatan berlawanan dari
medium pendispersi. Sedangkan lapisan kedua berupa lapisan difusi dimana
muatan dari medium pendispersi terdifusi ke partikel koloid.

5
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

Gambar 2. Electrical Double Layer

Model lapisan berganda tersebut disebut lapisan ganda Stern. Pada fix
(stern layer) partikel koloid bermuatan akan menarik ion yang bermuatan
berlawanan di sekitar air ke permukaannya (counter ion). Pada diffuse layer,
potential electric akan menurun seiring dengan bertambahnya jarak antar
partikel. Pada electrical double layer terdiri dari ion bermuatan positif dan
negatif, dimana ion positif jauh lebih banyak daripada ion negatif. Shear plane
berada di antara stern dan diffuse layer. Pada shear plane terdapat electrostatic
potential yang berada di antara bulk liquid dan selubung air yang bergerak
bersama partikel. Potensial elektrostatik ini dinamakan zeta potential.

Zeta potential berhubungan dengan stabilitas koloid. Semakin besar zeta


potential maka gaya tolak menolak antar partikel koloid semakin besar, oleh

6
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

karena itu semakin besar zeta potential maka koloid akan semakin stabil,
sedangkan semakin kecil zeta potential maka koloid akan semakin tidak stabil.
Zeta potential tidak dapat langsung diukur karena adanya stern layer yang sangat
terikat dengan permukaan koloid, oleh karena itu hanya dapat dilakukan
pengukuran elektroforesis yaitu laju pergerakan partikel dalam medan listrik.
Nilai zeta potential dinyatakan sebagai berikut:

4𝜋𝑞𝑑
𝜁= (1)
𝐷

Dengan:
𝜁 = zeta potential
q = muatan per satuan luas
d = ketebalan layer disekitar shear surface
D = konstanta dielectric pada liquid

Semakin besar nilai potensial zeta maka gaya tolak menolak antar
partikel akan semakin besar (Reynolds, 1982). Terlihat bahwa, nilai zeta
potensial dapat diturunkan dengan menurunkan nilai q/D, dimana nilai q/D
merupakan karakterisitik dari penambahan koagulan. Artinya, dengan
menambahkan koagulan, maka nilai q/D akan semakin kecil. Dengan kata lain:

𝑞 1
𝜁∝𝐷∝𝐶 (2)
𝑐𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑡

Artinya, potensial zeta berbanding terbalik terhadap konsentrasi


koagulan. Semakin besar konsentrasi koagulan, maka jumlah partikel koloid
yang menjadi flok terendapkan akan semakin besar dan zeta potensial akan
semakin kecil. Dengan kata lain,

1
𝐶𝑐𝑜𝑙𝑙𝑜𝑖𝑑 ∝ 𝜁 ∝ 𝐶 (3)
𝑐𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑡

7
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

Dengan:
Ccolloid = konsentrasi padatan yang tersisa pada cairan setelah terbentuk
flok dan sedimentasi terjadi.

Konsentrasi koloid tidak hanya dipengaruhi oleh konsentrasi koagulan,


melainkan juga dipengaruhi oleh variabel waktu. Hubungan konsentrasi koloid
dengan waktu dapat didekati dengan model koagulasi yang telah dikembangkan
oleh Von Smoluchowski (1916) dan diekstensi oleh Fuchs (1934) memberikan
pendekatan proses koagulasi sebagai peristiwa diffusi. Satu partikel dinyatakan
sebagai “inti” utama dengan radius a dan partikel lain akan datang menyatu pada
partikel “inti” tersebut. Dengan asumsi bahwa tidak ada partikel “inti” lain dalam
radius 2a (2 kali radius partikel “inti”). Persamaan diformulasikan sebagai
berikut:

𝜕𝑣 1 𝜕 𝜕𝑣 𝐹(𝑟)
= 𝑟 2 𝜕𝑟 (𝑟 2 𝐷𝑒 𝑑𝑟 − 𝑟 2 𝐷𝑒 𝑣) (4)
𝜕𝑡 𝑘𝑇

Dengan:
v = jumlah partikel per unit volume
t = waktu
r = jarak partikel dari pusat partikel “inti”
De = koefisien diffusifitas
K = konstanta Boltzmann
T = Temperatur absolut
F(r) = Gaya yang terjadi pada partikel berjarak r dari pusat partikel “inti”

Persamaan (4) dianggap telah memenuhi Einstein’s relation (mobilitas


partikel = De/k/T). Penyelesaian persamaan (4) dilakukan dengan menggunakan
kondisi batas yang diaplikasikan oleh Von Smoluchowski dan Fuchs sebagai
berikut (Roebersen et. al., 1974):
v (2a < r < ∞, t = 0) = v0 (5)
v (r = 2a, t > 0) = 0 (6)
v (r → ∞, t ≥ 0) = v0 (7)

8
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

Disini v0 didenotasikan sebagai initial value dari konsentrasi awal


partikel. Solusi untuk persamaan (4) memberikan konsetrasi partikel sebagai
fungsi jarak dari pusat partikel dan waktu. Dari konsentrasi ini, ‘flux’ J (jumlah
partikel yang melewati permukaan yang berbentuk bola), diformulasikan
sebagai berikut:

𝜕𝑣 𝐹(𝑟)
𝐽(𝑟) = 4𝜋 (𝑟 2 𝐷𝑒 𝑑𝑟 − 𝑟 2 𝐷𝑒 𝑣) (8)
𝑘𝑇

Nilai fluks untuk r → 2a diasumsikan sebagai jumlah partikel yang


berhasil mendiffusi dan mencapai partikel “inti”. Dengan begitu, jumlah partikel
pada larutan koloid yang menghilang setiap waktu dapat diketahui dengan
mengalikan fluks dengan konsentrasi partikel (v).

Penyelesaian untuk persamaan (4) dengan kondisi batas persamaan (5)-


(7), dengan melakukan penyederhanaan F(r) ≡ 0, diperoleh:

2𝑎 𝑟−2𝑎
𝑣(𝑟, 𝑡) = 𝑣0 [1 − 𝑒𝑟𝑓𝑐 {2√𝐷𝑒 𝑡}] (9)
𝑟

Dimana:
2 ∞
𝑒𝑟𝑓𝑐 𝑥 = ∫ exp(−𝑧 2 )𝑑𝑧 (10)
√𝜋 𝑥

Untuk keadaan dengan t yang besar, nilai error function, erfc, menjadi
sangat kecil, sehingga persamaan menjadi:

2𝑎
𝑣(𝑟, 𝑡 → ∞) = 𝑣0 (1 − ) (11)
𝑟

Persamaan (11) terjadi saat kondisi mencapai steady state, dimana


konsentrasi partikel konstan. Nilai ini dapat langsung diperoleh dengan
menetapkan 𝜕𝑣 /𝜕𝑡 = 0 pada persamaan (4). Differensiasi persamaan (9)
terhadap jarak (r) (bukan pada kondisi steady), dan disubstitusi ke persamaan (8)
dengan nilai F(r) ≡ 0, memberikan:

9
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

2𝑎
𝐽(𝑟 → 2𝑎) = 4𝜋. 2𝑎𝐷𝑒. 𝑣0 {1 + } (12)
√𝜋𝐷𝑒.𝑡

Persamaan (12) dapat dinyatakan sebagai berikut:

𝐶2
𝐽(𝑟 → 2𝑎) = 𝐶1 + (13)
√𝑡

Dengan asumsi bahwa C1 dan C2 bernilai konstan.


Arti fisis dari persamaan (13) adalah semakin lama waktu koagulasi, nilai
fluks akan semakin kecil. Besar nilai fluks berpengaruh terhadap konstrasi padatan
(massa/volume) tersisa pada larutan koloid selama terjadi koagulasi, flokulasi dan
sedimentasi. Nilai konsentrasi padatan tersisa pada larutan (massa/volume) akan
semakin kecil dengan bertambahnya waktu, sehingga dapat dianggap berbanding
lurus terhadap nilai fluks.

𝐶2
𝐶𝑐𝑜𝑙𝑙𝑜𝑖𝑑 ∝ 𝐽(𝑟 → 2𝑎) ∝ 𝐶1 + (14)
√𝑡

Dari persamaan (3) dan (14) diperoleh hubungan:

1 𝐶2
𝐶𝑐𝑜𝑙𝑙𝑜𝑖𝑑 = (𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝𝑎𝑛)𝑥 𝐶 𝑥 (𝐶1 + ) (15)
𝑐𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑡 √𝑡

Dimana konsentrasi koloid yang dimaksud adalah konsentrasi padatan koloid


(massa/volume) dalam kolom secara overall, sehingga konsentrasi koloid bukan
lagi fungsi ketinggian kolom. Modifikasi persamaan (15) membentuk:

𝐶3 𝐶4
𝐶𝑐𝑜𝑙𝑙𝑜𝑖𝑑 = 𝐶 + (16)
𝑐𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑡 √𝑡

Dengan C3 dan C4 bernilai konstan.

10
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

Pembahasan mengenai overall percent removal yang berhubungan


dengan penentuan konsentrasi koloid dibahas pada sub bab flokulasi.

Gambar 3. Colloidal Interparticulate Forces versus Distance

Ketika koagulan ditambahkan ke dalam suatu koloid, akan terjadi


destabilisasi dan terbentuk flok. Terdapat 3 macam interaksi yang terjadi yaitu:
1. Penurunan zeta potensial karena adanya gaya tarik-menarik Van der
Waals dan pengadukan yang terjadi menyebabkan partikel koloid
bergabung.
2. Penggumpalan yang terjadi akibat destabilisasi partikel karena
adanya counter ion.
3. Gumpalan partikel satu menarik gumpalan partikel lain sehingga
semakin lama semakin membesar dan akan membentuk flok.

Mekanisme destabilisasi koloid adalah sebagai berikut :

11
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

1. Double layer compression


Penambahan ion yang memiliki muatan berlawanan dengan muatan
koloid akan menghasilkan counter ion dengan konsentrasi tinggi pada
diffuse layer. Dengan adanya penambahan ion yang berlawanan
tersebut, ketebalan diffuse layer semakin kecil sehingga gaya van der
Waals semakin dominan. Jumlah elektrolit yang diperlukan agar
terjadi koagulasi dengan double layer compression tidak tergantung
pada konsentrasi koloid di cairan. Penambahan elektrolit tidak akan
menyebabkan perubahan muatan.
2. Adsorpsi dan penetralan muatan
Beberapa jenis senyawa kimia dapat diserap oleh permukaan
partikel koloid. Jika senyawa yang diserap memiliki muatan
berlawanan dengan koloid maka akan menyebabkan penurunan
surface potential dan destabilisasi partikel.
3. Penjerapan dalam bentuk endapan
Ketika koagulan ditambahkan ke dalam air berkonsentrasi tinggi
akan menghasilkan endapan. Dalam endapan tersebut terdapat
partikel koloid yang ikut terjerap dan ikut mengendap. Hubungan
antara dosis koagulan dan konsentrasi koloid berbanding terbalik.
Pada konsentrasi koloid yang rendah, jumlah koagulan dibuat berlebih
agar menghasilkan jumlah endapan yang banyak. Sedangkan pada
konsentrasi koloid yang tinggi, koagulasi akan terjadi pada dosis
rendah karena koloid berperan sebagai inti yang akan meningkatkan
pembentukan endapan. Penjerapan dalam bentuk endapan tidak
tergantung pada penetralan muatan permukaan koloid (koagulasi
optimum tidak bergantung pada minimum zeta potential). Terdapat
pH optimum untuk tiap jenis koagulan.
4. Jembatan interpartikel
Koagulan berupa molekul polimer akan melekat pada partikel
koloid, karena adanya gaya Coulomb yang disebabkan oleh muatan
polimer, koloid yang berbeda atau ion exchange, ikatan hidrogen, dan
gaya van der Waals yang disebabkan oleh muatan polimer dan koloid

12
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

yang sejenis. Apabila polimer terlalu banyak maka permukaan koloid


akan jenuh sehingga tidak ada sisi permukaan koloid yang dapat
digunakan untuk pembentukan jembatan polimer. Selain itu,
pengadukan yang terlalu lama dan cepat dapat merusak jembatan yang
sudah terbentuk sebelumnya.

Adanya lapisan ini menyebabkan secara keseluruhan bersifat netral. Jika


partikel-partikel koloid tersebut bersifat netral, maka akan terjadi penggumpalan
dan pengendapan karena pengaruh gravitasi. Proses penggumpalan dan
pengendapan ini disebut koagulasi (Pararaja, 2008). Pengadukan cepat (flash
mixing) merupakan bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan pengadukan
cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia
melalui air yang diolah (Risdianto, 2007).
Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan
koagulan logam seperti alum dan ferric chloride, karena proses hidrolisisnya
terjadi dalam hitungan detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid.
Waktu yang dibutuhkan untuk zat kimia lain seperti polimer (polyelectrolites),
chlorine, zat kimia alkali, ozone, dan potassium permanganat, tidak optimal
karena tidak mengalami reaksi hidrolisis (Sutrisno, 1991).

c. Faktor yang Mempengaruhi Koagulasi


Beberapa faktor yang dapat memengaruhi proses koagulasi adalah
sebagai berikut.
a. pH
Suatu proses koagulasi dapat berlangsung secara sempurna jika pH
yang digunakan berada pada jarak tertentu sesuai dengan pH optimum
koagulan dan flokulan yang digunakan.
b. Suhu
Proses koagulasi dapat berkurang pada suhu rendah karena
peningkatan viskositas dan perubahan struktur agregat menjadi lebih
kecil sehingga dapat lolos dari saringan, sedangkan pada suhu tinggi
yang mempunyai kecepatan lebih kecil akan mengalir ke dasar kolom

13
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

dan merusak timbunan lumpur yang sudah terendap dari proses


sedimentasi.
c. Konsentrasi koagulan
Konsentrasi koagulan sangat berpengaruh terhadap partikel
sehingga penambahan koagulan harus sesuai dengan kebutuhan untuk
membentuk flok-flok. Jika konsentrasi koagulan kurang mengakibatkan
tumbukan antar partikel berkurang sehingga mempersulit pembentukan
flok. Begitu juga sebaliknya jika konsentrasi koagulan terlalu banyak
maka flok tidak akan terbentuk dengan baik dan dapat menimbulkan
kekeruhan kembali.
d. Pengadukan
Pengadukan yang baik diperlukan untuk memperoleh koagulasi dan
flokulasi yang optimum. Pengadukan terlalu lamban mengakibatkan
waktu pertumbuhan flok menjadi lama, sedangkan jika terlalu cepat
mengakibatkan flok-flok yang terbentuk akan pecah kembali (Pararaja,
2008).

d. Koagulan
Pemisahan koloid dapat dilakukan dengan cara penambahan koagulan
sintetik atupun koagulan alami yang diikuti dengan pengadukan lambat
pada proses flokulasi sehingga menyebabkan pengumpalan partikel-partikel
koloid yang kemudian sebagian besar dapat dipisahkan dengan sedimentasi
(Tebbut, 1982).
Koagulan sintetik adalah garam logam yang bereaksi dengan air yang
bersifat alkali (basa) untuk menghasilkan flok logam hidroksida yang tidak
larut, dimana flok yang terbentuk tidak dapat digolongkan sebagai partikel
koloid. Pengendapan yang baik adalah tebentuknya flok-flok yang
menghasilkan padatan yang dapat turun (Yuliastri, 2010).
Pada prosesnya, koagulasi dipengaruhi oleh stabilitas koloid yang
bergantung pada besar relatifnya gaya tarik-menarik atau tolak-menolak
partikel koloid yang disebabkan oleh gaya van der Waals dan gaya
elektrostatik dispersi koloid. Dimana gaya-gaya ini diukur sebagai zeta

14
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

potensial (ζ). Semakin besar zeta potensial (ζ), maka gaya tolak-menolak
antar partikel akan semakin besar. Nilai zeta potensial (ζ) dipengaruhi oleh
nilai q/D yang merupakan karakteristik penambahan koagulan. Dengan
menambahkan koagulan, maka nilai q/D akan semakin kecil. Dengan kata
lain, zeta potensial berbanding terbalik dengan konsentrasi koagulan.
Semakin kecil zeta potensial, maka jumlah partikel koloid yang akan
menjadi flok terendapkan akan semakin besar dan konsentrasi koloid akan
semakin kecil. Pada percobaan ini digunakan koagulan alami berupa
tanaman kelor.
Tanaman kelor (Moringa oleifera) yang berasal dari familia
Moringaceae merupakan jenis tumbuhan perdu (jenis tumbuhan tingkat
tinggi) dengan tinggi batang sekitar 7-11 meter, berbatang lunak dan rapuh
dengan daun sebesar ujung jari berbentuk bulat telur dan tersusun majemuk
(Adieska, 2010).
Klasifikasi Moringa oleifera
Kingdom : Plantae
Ordo : Brassicales
Family : Moringaceae
Genus : Moringa
Species : M. oleifera
Budidaya tanaman kelor tidak memerlukan pemeliharaan yang rumit
karena tanaman kelor cepat bertumbuh hinggia ketinggian 4-10 meter dan
dapat menghasilkan buah hanya dalam 1 tahun sejak ditanam. Selain itu,
kelor pun dapat tumbuh pada lahan yang gersang dan tidak subur sehingga
baik bila dikembangkan di lahan-lahan kritis yang musim kekeringan yang
panjang (Schwarz, 2000).
Biji Moringa oleifera memiliki banyak kegunaan, salah satunya pada
pengolahan air. Secara tradisional, pengolahan air dalam skala rumah
tangga menggunakan biji kelor telah diterapkan di beberapa wilayah
pedalaman di Sudan. Biji kelor ditumbuk menjadi serbuk lalu dimasukkan
ke dalam kantong kain kecil. Kantong ini kemudian dicelupkan dan diputar
dalam wadah yang berisi air sungai. Proses inilah yang sekarang dinamakan

15
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

koagulasi dengan menggunakan biji kelor sebagai koagulan (Yuliastri,


2010).
Biji kelor berperan sebagai koagulan yang efektif karena adanya zat
aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzil-isothicyanate yang terkandung dalam
biji kelor. Zat aktif tersebut mampu mengadsorbsi partikel-partikel air
limbah. Fungsi zat aktif akan bekerja seperti bahan sintetik yang bermuatan
positif dan dapat digunakan sebagai koagulan polimer sintetik. Dengan
pengubahan bentuk menjadi bentuk yang lebih kecil, maka zat aktif dari biji
kelor tersebut akan semakin banyak karena luas permukaan biji kelor
semakin besar. Ketika Moringa oleifera yang sudah diolah dimasukkan
kedalam air kotor, protein yang terdapat dalam biji kelor akan mengikat
partikulat-partikulat yang bermuatan negatif sehingga partikulat ini
menyebabakan kekeruhan. Apabila kandungan air dalam biji kelor besar,
maka kemampuannya dalam menyerap limbah cair semakin kecil karena zat
aktif tersebut tidak berada di permukaan biji kelor tetapi tertutupi oleh air
sehingga kelembaban biji kelor harus kecil (Yuliastri,2010).

Gambar 4.
Struktur
molekul 4-
alfa-4-

rhamnosyloxy-benzil-isothicyanate
e. Flokulasi

16
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

Flokulasi termasuk operasi sedimentasi dengan penambahan


flocculant agent yang menyebabkan terjadinya penggabungan butir padatan
selama pengendapan. Kecepatan pengendapan dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain sifat dan ukuran padatan, sifat fluida, dan sifat flocculant
agent. Dasar perancangan flokulator dapat menggunakan data pengamatan
secara batch dengan alat yang digunakan berupa kolom yang dilengkapi
lubang-lubang pengambilan cuplikan pada beberapa posisi. Tinggi kolom
tergantung dengan banyaknya konsentrasi padatan dalam sludge yang
diinginkan, sedangkan diameter kolom sekitar 15 cm agar pengaruh dinding
dapat diabaikan atau disesuaikan dengan tinggi kolom agar tidak patah. Data
yang akan didapat adalah konsentrasi padatan (C), fungsi posisi (z), dan
waktu (t). Data tersebut kemudian digunakan untuk menentukan percent
removal padatan masing-masing cuplikan. Digambarkan hubungan antara
pecent removal versus waktu dan posisi, setelah itu ditentukan overall
removal (Rt) versus kecepatan pengendapan padatan (v) dan waktu.
Persamaan yang digunakan sebagai berikut:

𝐶0 −𝐶𝑡
𝑅= (17)
𝐶0

dengan,
R : percent removal
C0 : Konsentrasi padatan pada t0, gram/mL
Ct : Konsentrasi padatan pada saat t, gram/mL

∆ℎ1 ∆ℎ2 ∆ℎ3


𝑅𝑡 = 𝑅1 + (𝑅2 − 𝑅1 ) + (𝑅3 − 𝑅2 ) + (𝑅4 − 𝑅3 )+… (18)
𝐻 𝐻 𝐻

dengan,
Rt : overall removal
H : tinggi cairan awal, cm

17
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

Gambar 5. Grafik Percent Removal antara Ketinggian versus Waktu

Gambar 6. Grafik Overall Removal versus Waktu

BAB II

18
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

METODOLOGI PERCOBAAN

A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Biji buah kelor yang diperoleh dari Semarang.
2. Air ledeng yang diperoleh dari Laboratorium Proses Pemisahan
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah
Mada.
3. Tanah lempung yang diperoleh dari Laboratorium Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
4. Aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Proses Pemisahan
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah
Mada.
B. Alat Percobaan

Rangkaian alat utama yang digunakan dalam percobaan ini ditunjukkan


oleh gambar berikut:

Gambar 7. Rangkaian Alat Pengukuran Laju Koagulasi Koloid dengan


Koagulan dari Biji Kelor
C. Cara Percobaan

19
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

1) Pembuatan koloid
Lempung ditimbang sebanyak 400 gram dengan
menggunakan timbangan. Sebanyak 400 gram lempung
dicampurkan ke dalam 9,2 L air ledeng lalu diaduk hingga homogen.
Langkah tersebut diulangi hingga diperoleh 3 koloid untuk variasi
massa koagulan 6, 12, dan 18 gram.
2) Pembuatan kurva standar konsentrasi sampel vs turbiditas
Lempung sebanyak 0,01 gram ditimbang dengan
menggunakan Neraca Analisis Digital. Lempung tersebut dilarutkan
dalam 100 mL air ledeng. Turbiditas campuran tersebut diukur
dengan menggunakan turbidimeter. Langkah tersebut diulangi untuk
massa lempung sebanyak 0,02; 0,03; 0,04; 0,05; 0,06; 0,07; 0,08;
0,09; 0,1 gram.
3) Pengukuran turbiditas sampel
Biji kelor dihaluskan dengan blender. Bubuk biji kelor
ditimbang sebanyak 6,0006 gram menggunakan Neraca Analitis
Digital. Bubuk biji kelor dimasukkan ke dalam gelas beker
kemudian ditambahkan air ledeng sebanyak 50 mL dan diaduk
hingga campuran homogen. Campuran tersebut kemudian dicampur
dengan koloid sebanyak 9,2 L dalam ember, lalu diaduk dengan
motor pengaduk berkecepatan 300 rpm selama 5 menit. Kemudian,
dilanjutkan pengadukan lambat dengan kecepatan 100 rpm selama
10 menit. Setelah pengadukan pelan, koloid dimasukkan ke dalam
rangkaian alat utama berupa pipa paralon yang dilengkapi dengan
kran pada ketinggian 20; 40; 60; dan 80 cm. Kemudian diambil
sampel dari cairan tersebut sebanyak 20 mL pada menit ke-10
dengan membuka kran yang telah dipasang pada pipa. Pengambilan
sampel dilakukan juga pada menit ke-20, 30, 40, 50, dan 60. Masing-
masing sampel diukur nilai turbiditasnya dengan menggunakan
turbidimeter. Langkah di atas dilakukan dua kali lagi dengan massa
bubuk biji kelor sebanyak 12,0312 gram dan 18,0012 gram.

20
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

D. ANALISIS DATA
1. Konsentrasi koagulan dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:

𝑚𝑐𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑡
𝐶𝑐𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑡 = (19)
𝑉

Dengan,
Ccoagulant : Konsentrasi padatan pada t0, gram/mL
mcoagulant : massa padatan awal, gram
V : volume air, mL

2. Menghitung konsentrasi sampel mula-mula


Konsentrasi sampel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut:

𝑚𝑝𝑜
𝐶0 = (20)
𝑉

Dengan,
C0 : Konsentrasi padatan pada t0, gram/mL
mpo : massa padatan awal, gram
V : volume air, mL

3. Menghitung persentase overall removal percobaan pada berbagai


waktu
Untuk berbagai massa kelor yang digunakan, dilakukan tahapan
perhitungan berikut:
a. Menghitung konsentrasi sampel berbagai waktu dan ketinggian
Plot kurva larutan standard vs turbiditas. Dengan menggunakan
aplikasi Microsoft Excel diperoleh persamaan garis kurva standard:

𝐶𝑡 = 𝐴 + 𝐵𝑋 (21)

21
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

Dimana,
A, B : Konstanta
Ct : Konsentrasi padatan terdispersi pada saat t, gram/mL
X : Turbiditas, FTU
Dengan memasukkan nilai turbiditas terbaca pada sample ke
persamaan (25), diperoleh nilai Ct sampel.

b. Menghitung Percent Removal

𝐶0 −𝐶𝑡
𝑅= (22)
𝐶0

Dengan, R = percent removal

c. Menghitung Overall Removal (secara visualisasi)

∆ℎ1 ∆ℎ2 ∆ℎ3


𝑅𝑡 = 𝑅1 + (𝑅2 − 𝑅1 ) + (𝑅3 − 𝑅2 ) + (𝑅4 − 𝑅3 ) + ⋯ (23)
𝐻 𝐻 𝐻

Dengan,
Rt : overall removal
H : tinggi cairan awal, cm

d. Menghitung konsentrasi endapan berbagai waktu

𝐶𝑐𝑜𝑙𝑙𝑜𝑖𝑑 = 𝐶0 . (1 − 𝑅𝑡 ) (24)

dengan,
Ccolloid : konsentrasi koloid, gr/mL

4. Menentukan persamaan overall removal terhadap waktu


Konsentrasi koloid didekati dengan persamaan (16):

22
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

𝐶3 4𝐶
𝐶𝑐𝑜𝑙𝑙𝑜𝑖𝑑 = 𝐶 + 𝐶𝑐𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑡 (16)
𝑐𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑡 √𝑡

Konsentrasi koloid bukan lagi fungsi ketinggian karena peninjauan


dilakukan secara overall.

Substitusi persamaan (25) dengan persamaan (16), diperoleh:

𝐶3 𝐶4
𝐶0 . (1 − 𝑅𝑡 ) = + (30)
𝐶𝑐𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑡 𝐶𝑐𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑡√𝑡

Sehingga,
𝐶3 𝐶4
( + )
𝐶𝑐𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑡 𝐶𝑐𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑡√𝑡
𝑅𝑡 = 1 − (31)
𝐶0

Dengan C3 dan C4 bernilai konstan pada masing-masing konsentrasi


koagulan. Perhitungan nilai konstanta dapat dilakukan dengan
aplikasi MatLab, menggunakan metode regresi non-linier.

5. Evaluasi error persamaan pendekatan


Evaluasi error dilakukan dengan menggunkan formulasi berikut:

𝑆𝑆𝐸 = ∑ √(𝑦𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 − 𝑦𝑑𝑎𝑡𝑎 )2 (32)

Dimana, y = overall removal


Perhitungan nilai SSE tersebut dapat dilakukan menggunakan
aplikasi MatLab.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

23
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

Koagulasi merupakan proses penambahan zat pada suatu campuran


berupa koloid dengan suatu koagulan yang menghasilkan destabilisasi koloid
dan mendapatkan padatan tersuspensi, juga menggumpalkan partikel yang
tersuspensi. Koagulasi secara kimia dapat dilakukan dengan penambahan
elektrolit, penambahan bahan bermuatan yang berlawanan dengan koloid, dan
penambahan koagulan. Pada percobaan ini dilakukan penambahan koagulan
untuk mengetahui laju koagulasi koloid. Dimana koloid yang digunakan berupa
campuran air dengan lempung, sementara koagulan yang digunakan berupa biji
kelor.
Molekul-molekul tanah lempung akan terdispersi di dalam air sehingga
membuat cairan menjadi keruh (sistem koloid). Koagulan berupa biji kelor
kemudian dicampurkan agar terjadi koagulasi antara partikel-partikel koloid
sehingga dapat diendapkan dan cairan bagian atas akan menjadi lebih jernih.
Pada percobaa koagulasi ini, pengadukan cepat dilakukan untuk menciptakan
turbulensi pada air sehingga disperse koagulan dalam air merata dan inisiasi
proses koagulasi dapat terjadi. Sedangkan pengadukan lambat bertujuan untuk
membentuk flok-flok.

Asumsi yang digunakan selama percobaan ini adalah sebagai berikut:


1. Dispersi koloid telah merata di awal sehingga konsentrasi awal
koloid homogen.
2. Ketinggian cairan konstan karena pengambilan volume sampel
jauh lebih sedikit dibandingkan volum cairan keseluruhan.
3. Koagulasi terjadi saat campuran antara koloid dan koagulan berupa
biji kelor berada pada pipa.
4. Pada saat pengambilan sampel melalui kran, sistem koloid tidak
terganggu atau golakan air diabaikan.
5. Waktu pengambilan sampel tepat dengan durasi yang singkat.
Berdasarkan hasil percobaan terlihat bahwa konsentrasi yang keluar pada
tiap kran memiliki nilai yang berbeda. Pada sampel melalui kran pengeluaran pada
ketinggian 80 cm, konsentrasi koloid yang ditampung memiliki konsentrasi rendah.
Secara fisik sampel yang keluar dapat diamati memiliki tingkat kekeruhan yang
semakin sedikit. Sementara pada kran pengeluaran pada ketinggian 20 cm,

24
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

konsentrasi yang dihasilkan cukup tinggi, karena adanya pemekatan konsentrasi


pada bagian bawah pipa akibat proses sedimentasi. Konsentrasi koloid yang tersisa
atau yang merupakan konsentrasi sampel dapat didekati dengan menghitung
percent removal setiap ketinggian. Percent removal adalah perbandingan antara
konsentrasi larutan koloid yang terambil disetiap ketingggian terhadap konsentrasi
larutan koloid mula-mula. Berikut adalah grafik yang menunjukkan antara
konsentrasi koloid yang terbentuk di tiap ketinggian pipa paralon dan waktu.
Berdasarkan analisis perhitungan removal overall, berikut adalah hubungan antara
percent removal dengan waktu pengambilan sampel untuk setiap variasi jumlah
koagulan.

Gambar 8. Grafik Hubungan antara Percent Removal Overall (Rt) terhadap


Waktu dengan Massa Koagulan 6.0006 gram

25
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

Gambar 9. Grafik Hubungan antara Percent Removal Overall (Rt) terhadap


Waktu dengan Massa Koagulan 12.0312 gram

Gambar 10. Grafik Hubungan antara Percent Removal Overall (Rt)


terhadap Waktu dengan Massa Koagulan 18.0012 gram

26
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

Gambar 8, 9, dan 10 menunjukkan bahwa semakin lama proses


koagulasi terjadi maka nilai percent removal overall semakin meningkat.
Percent removal yang besar menunjukkan massa lempung dalam sistem
koloid yang terambil juga besar. Gambar diatas juga menunjukan bahwa
proses koagulasi juga dipengaruhi oleh jumlah koagulan yang digunakan.
Semakin banyak koagulan yang ditambahkan, maka konsentrasi koloid
yang keluar melalui kran semakin kecil dari waktu ke waktu. Hal in terjadi
Karena semakin banyak flok-flok koloid yang terbentuk. Berdasarkan teori,
hubungan antara percent removal overall dengan konsentrasi koagulan dan
waktu ditunjukkan dengan persamaan (31).

𝐶3 𝐶4
(𝐶 + )
𝑐𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑡 𝐶𝑐𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑡√𝑡
𝑅𝑡 = 1 −
𝐶0
Untuk massa koagulan 6.0006 gram, diperoleh nilai C3 = 0.0014 dan
nilai C4 = 0.0187 dengan SSE minimum sebesar 0.1327. Sementara untuk
massa koagulan 12.0312 gram, diperoleh nilai C3 = 3.6612 dan C4 =
311.6051 dengan SSE minimum sebesar 0,3516. Adapun untuk massa
koagulan 18.0012 gram, diperoleh nilai C3 = 6.2526 dan C4 = 347.2889
dengan SSE minimum sebesar 0.0961.
0.0450
0.0400
0.0350
Konsentrasi Koloid
0.0300 dengan Koagulan 1

0.0250 Konsentrasi Koloid


dengan Koagulan 2
0.0200
Konsentrasi Koloid
0.0150 dengan Koagulan 3

0.0100
0.0050
0.0000
0 20 40 60 80

27
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

Gambar 11. Hubungan Konsentrasi Koloid dengan Waktu


Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin lama waktu koagulasi maka
konsentrasi koloid yang tersisa akan semakin kecil. Hal ini sesuai dengan teori yang
berlaku bahwa semakin lama proses koagulasi maka semakin banyak koloid yang
diikat oleh koagulan, sehingga menghasilkan endapan padatan koloid pada bagian
bawah alat percobaan.

28
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah:

1. Semakin banyak massa koagulan yang digunakan maka semakin


besar percent removal overall untuk durasi waktu yang sama.
2. Untuk massa koagulan 6.0006 gram, diperoleh nilai C3 = 0.0014
dan nilai C4 = 0.0187 dengan SSE minimum sebesar 0.1327.
Sementara untuk massa koagulan 12.0312 gram, diperoleh nilai C3
= 3.6612 dan C4 = 311.6051 dengan SSE minimum sebesar 0,3516.
Adapun untuk massa koagulan 18.0012 gram, diperoleh nilai C3 =
6.2526 dan C4 = 347.2889 dengan SSE minimum sebesar 0.0961.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk percobaan ini adalah:
1. Agar mudah larut dalam membuat koloid, ukuran lempung yang
digunakan dapat diperkecil terlebih dahulu.
2. Pengadukan dilakukan lebih lama sehingga diperoleh larutan
koloid yang lebih homogen.
3. Alat utama percobaan dilengkapi dengan kaki penyangga sehingga
dapat lebih seimbang.

29
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

4. Untuk percobaan selanjutnya digunakan koagulan jenis lain untuk


mengetahui kemampuan koagulan tersebut dalam mengikat
partikel koloid.
5. Analisis sampel yang digunakan menggunakan metode gravimetri.

DAFTAR PUSTAKA
Adieska. Penelitian Koagulan Biji Kelor pada Limbah Cair Industri,
http://adieska.net, 2010.
Brown, G.G., 1991, “Unit Operation”, Wiley and Sons, Japan.
Fuchs, N. A., Z. Phys. 89, 736 (1934).
Perry, R.H., Green, D.W., 2008, “Perry’s Chemical Engineers’ Handbook”,8thed.,
Mc Graw Hill Company, Inc., New York.
Pararaja. 2008. Meninjau: Proses Koagulasi & Flokulasi dalam Suatu Instalasi
Pengolahan Air. Skima Madiun.
Reynolds, Tom D. 1982. Unit Operations and Processes in Environmental
Engineering. Belmont, California: Wadsworth, Inc.
Risdianto Dian. 2007. Optimisasi Proses Koagulasi Flokulasi Untuk Pengolahan
Air Limbah Industri Jamu (Studi Kasus PT. Sido Muncul).Thesis.Magister
Sains, Pascasarjana Universitas Dipononegoro. Roebersen, G. J., and
Wiersema, P. H., 1974, “Calculation of Rate of Coagulation of
Hydrophobic Colloids in the Non-Steady State”, University of Utrecht,
Netherlands.
Schwarz D. 2000. Water Clarification Using Moringa oleifera. Technical
Information W1e, Gate Information Service, Eschborn, Germany.
http:/www.gtz.de/gate/gateid.afp
Sutrisno T., dkk, 1991. Teknologi Penyediaan Air Bersih, Jakarta : Rineka Cipta.
Tebbut, T.H.Y. 1982. Principles of Water Quality Control, Terjemahan, Mohajit.
Bandung ITB.
Von Smoluchowski, M., Phys. Z. 17, 593 (1916).

30
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

Winarno, F.G. 2003. “ Biji Kelor untuk Bersihkan Air Sungai”. Artikel pada Harian
Kompas. Minggu, 6 April 2003, hal 22.
Yuliastri, I.R., 2010. Penggunaan Serbuk Biji Kelor (Moringa Oleifera) Sebagai
Koagulan dan Flokulan Dalam Perbaikan Kualitas Air Limbah dan Air Tanah.
http://agrotenologi.web.id/morfologi-dan-klasifikasi-tumbuhan-kelor/ (diakses 17
Oktober 2016).
http://www.academicjournals.org/article/article1380878204_Sarpong%20and%20
Richardson.pdf (diakses 17 Oktober 2016).
LAMPIRAN

DATA PERCOBAAN
Suhu sistem koloid : 29 oC
==========================================================
Daftar I. Data Pembuatan Kurva Standar

No. Massa lempung, gram Volume air, mL Turbiditas, FTU


1 0 100 0
2 0.01 100 42.65
3 0.02 100 85.00
4 0.03 100 122.00
5 0.04 100 204.00
6 0.05 100 240.00
7 0.06 100 288.00
8 0.07 100 346.00
9 0.08 100 422.00
10 0.09 100 452.00
11 0.1 100 508.00

Data proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi


Massa padatan awal : 400 gram
Volume air : 9.2 liter

31
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

Diameter pipa : 4 inch


Ketinggian pengambilan sampel : 1. 80 cm 2. 60 cm 3.40 cm
4. 20cm
Massa serbuk biji kelor (gram) : 1. 6.0006 2. 12.0312 3. 18.0012

Daftar II. Data Pengukuran Turbiditas Sampel Hasil Pengenceran 100 kali di
Berbagai t dan H Massa Koagulan 1

No Waktu, Turbiditas sampel, FTU (mkelor=6.0006 gram)


menit H= 80 cm H= 60 cm H= 40 cm H= 20 cm
1 0 - - - -
2 10 199.00 200.00 202.00 257.00
3 20 45.27 190.00 198.00 439.00
4 30 38.94 61.00 180.5 333.00
5 40 8.21 10.51 120.50 328.00
6 50 7.96 8.78 35.50 365.00
7 60 6.82 7.63 8.96 369.00

Daftar III. Data Pengukuran Turbiditas Sampel Hasil Pengenceran 100 kali di
Berbagai t dan H Massa Koagulan 2

No Waktu, Turbiditas sampel, FTU (mkelor=12.0312 gram)


menit H= 80 cm H= 60 cm H= 40 cm H= 20 cm
1 0 - - - -

32
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

2 10 190.00 196.00 199.00 265.00


3 20 34.07 180.00 186.00 245.00
4 30 8.12 50.00 160.00 241.00
5 40 7.74 8.02 115.00 239.00
6 50 4.72 7.81 21.57 230.00
7 60 3.82 4.08 7.67 216.00

Daftar IV. Data Pengukuran Turbiditas Sampel Hasil Pengenceran 100 kali di
Berbagai t dan H Massa Koagulan 3

No Waktu, Turbiditas sampel, FTU (mkelor=12.0312 gram)


menit H= 80 cm H= 60 cm H= 40 cm H= 20 cm
1 0 - - - -
2 10 55.00 121.00 132.00 216.00
3 20 10.71 80.00 108.00 195.00
4 30 4.96 32.60 90.50 204.00
5 40 4.61 7.66 55.00 205.00
6 50 2.69 2.82 5.16 238.00
7 60 2.08 2.25 3.57 263.00

C. Perhitungan
1. Menghitung konsentrasi koagulan menggunakan persamaan (19):

6.0006
𝐶𝑘𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛1 = = 0.1200 gr/mL
50

12.0312
𝐶𝑘𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛2 = = 0.2406 gr/mL
50

18.0012
𝐶𝑘𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛3 = = 0.3600 gr/mL
50

33
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

2. Menghitung konsentrasi sampel mula-mula menggunakan persamaan


(20):

400 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝐶0 = = 0.0435 gram/mL
9200 𝑚𝐿

3. a. Menghitung konsentrasi sampel berbagai waktu dan ketinggian


Dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel diperoleh
persamaan garis kurva standard:

𝐶𝑡 = 0.00003 + 0.000002𝑋

Contoh perhitungan Daftar II nomor 2 ketinggian 80 cm:

Ct = 0.00003 + 0.000002 (191) = 0.000412 gr/mL

Nilai konsentrasi di atas merupakan konsentrasi sampel


setelah pengenceran 100 kali. Maka, konsentrasi sampel awal dapat
dihitung dengan persamaan berikut.

M1.V1 = M2.V2 (33)

M1.0.5 = 0.000412 . 50

M1 = 0.0412 gr/mL

Dengan cara di atas diperoleh data pada Daftar (…)

Daftar V. Data Konsentrasi Sampel Berbagai Waktu dan Ketinggian Massa


Koagulan 1
Waktu, Konsentrasi Sampel
No menit H=80 cm H=60 cm H=40 cm H=20 cm
1 0 - - - -

34
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

2 10 0.0412 0.0416 0.0418 0.0544


3 20 0.012054 0.0684 0.0454 0.0908
4 30 0.010788 0.0152 0.0452 0.0696
5 40 0.004642 0.005102 0.0446 0.0686
6 50 0.004592 0.004756 0.0438 0.076
7 60 0.004364 0.004526 0.0138 0.0768

Daftar VI. Data Konsentrasi Sampel Berbagai Waktu dan Ketinggian Massa
Koagulan 2
Waktu, Konsentrasi Sampel
No menit H=80 cm H=60 cm H=40 cm H=20 cm
1 0 - - - -
2 10 0.041 0.0422 0.0428 0.056
3 20 0.009814 0.039 0.0402 0.052
4 30 0.004624 0.013 0.035 0.0512
5 40 0.004548 0.004604 0.026 0.0508
6 50 0.003944 0.004562 0.007314 0.049
7 60 0.003764 0.003816 0.004534 0.0462

Daftar VII. Data Konsentrasi Sampel Berbagai Waktu dan Ketinggian Massa
Koagulan 3
Waktu, Konsentrasi Sampel
No menit H=80 cm H=60 cm H=40 cm H=20 cm
1 0 - - - -
2 10 0.014 0.0272 0.0294 0.0462
3 20 0.005142 0.019 0.0246 0.042
4 30 0.003992 0.00952 0.0211 0.0438

35
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

5 40 0.003922 0.004532 0.014 0.044


6 50 0.003538 0.003564 0.004032 0.0506
7 60 0.003416 0.00345 0.003714 0.0556

b. Menghitung Percent Removal dengan persamaan (22). Contoh


perhitungan Daftar II nomor 2 ketinggian 80 cm:

0.0435 𝑔𝑟/𝑚𝐿−0.0412𝑔𝑟/𝑚𝐿
= x 100%
0.0435 𝑔𝑟/𝑚𝐿

= 5.24%

Dengan cara yang sama diperoleh Daftar (…), (…), dan (…)

Daftar VIII. Data Percent Removal Sampel Berbagai Waktu dan


Ketinggian Massa Koagulan 1
Percent Removal, %
NO. Waktu, menit H=80 cm H=60 cm H=40 cm H=20 cm
1 0 - - - -
2 10 5.70% 1.10% 0.18% -25.12%
3 20 72.28% 5.70% 2.02% -108.84%
4 30 75.19% 65.04% 10.07% -60.08%
5 40 89.32% 88.27% 37.67% -57.78%
6 50 89.44% 89.06% 76.77% -74.80%
7 60 89.96% 89.59% 88.98% -76.64%

36
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

Daftar IX. Data Percent Removal Sampel Berbagai Waktu dan Ketinggian
Massa Koagulan 2
Percent Removal,%
NO. Waktu, menit H=80 cm H=60 cm H=40 cm H=20 cm
1 0 - - - -
2 10 5.70% 2.94% 1.56% -28.80%
3 20 77.43% 10.30% 7.54% -19.60%
4 30 89.36% 70.10% 19.50% -17.76%
5 40 89.54% 89.41% 40.20% -16.84%
6 50 90.93% 89.51% 83.18% -12.70%
7 60 91.34% 91.22% 89.57% -6.26%

Daftar X. Data Percent Removal Sampel Berbagai Waktu dan Ketinggian Massa
Koagulan 3
Percent Removal,%
NO. Waktu, menit H=80 cm H=60 cm H=40 cm H=20 cm
1 0 - - - -
2 10 67.80% 37.44% 32.38% -6.26%
3 20 88.17% 56.30% 43.42% 3.40%
4 30 90.82% 78.10% 51.47% -0.74%

37
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

5 40 90.98% 89.58% 67.80% -1.20%


6 50 91.86% 91.80% 90.73% -16.38%
7 60 92.14% 92.07% 91.46% -27.88%

c. Menghitung Overall Removal (secara visualisasi) dengan persamaan (23).


Contoh perhitungan Daftar II nomor 2 ketinggian 80 cm
(110−44) (44−29) (29−23)
𝑅𝑡 = 1% + (5% − 1%) + (25% − 5%) + (70% −
110 110 110

25%)
= 0.0858
Dengan cara yang sama, diperoleh Daftar (…), (…), dan (…)
========================================================

Daftar XI. Data Percent Removal Overall Sampel Berbagai Waktu


dengan Massa Koagulan 1
Waktu, menit Percent Removal Overall 1,%
15 34.55%
27.5 58.75%
44 67.33%
50 76.41%
60 88.36%

Daftar XII. Data Percent Removal Overall Sampel Berbagai Waktu


dengan Massa Koagulan 2
Waktu, menit Percent Removal Overall 2,%
18 0.1968
34.5 0.3064

38
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

47.5 0.4909
62.5 0.8000

Daftar XIII. Data Percent Removal Overall Sampel Berbagai Waktu


dengan Massa Koagulan 3
Waktu, menit Percent Removal Overall 3,%
20 0.4173
26 0.4836
50 0.5655
63.5 0.7000

d. Menghitung massa endapan berbagai waktu dengan persamaan (24).


Contoh perhitungan Daftar II nomor 2 ketinggan 80cm:

𝐶𝑐𝑜𝑙𝑙𝑜𝑖𝑑 = 0.0435(1 − 0.3455) = 0.0285 gr/mL

Dengan cara yang sama diperoleh Daftar (…), (…), dan (…)

Daftar XIV.Data Konsentrasi Koloid Berbagai Waktu Massa Koagulan 1


Ccolloid,
Waktu, menit gr/mL
15 0.0285

39
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

27.5 0.0179
44 0.0142
50 0.0103
60 0.0051

Daftar XV. Data Konsentrasi Koloid Berbagai Waktu Massa Koagulan 2

Ccolloid,
Waktu, menit gr/mL
18 0.0349
34.5 0.0302
47.5 0.0221
62.5 0.0087

Daftar XVI. Data Konsentrasi Koloid Berbagai Waktu Massa Koagulan 3

Ccolloid,
Waktu, menit gr/mL
20 0.0253
26 0.0225
50 0.0189
63.5 0.0130

40
Laporan Praktikum Khusus
Koagulasi Koloid dengan Koagulan Biji Kelor

4. Menentukan persamaan overall removal terhadap waktu diselesaikan


dengan metode numeris.
5. Evaluasi error persamaan pendekatan diselesaikan dengan metode
numeris.

41

Anda mungkin juga menyukai