Anda di halaman 1dari 30

Pengolahan Gula Aren , Perayaan Sekaten Jogja ,

Pedagang Sayur

Dosen Pengampu : Okta Risalah. S.Pd. M.Pd.I

DI SUSUN OLEH :

1. Aswaja ( 56.19.013 )
2. Akbar Ikhwan ( 56.19.017 )
3. Miraj Feri Gani ( 56.19.032 )

PROGRAM STUDI : IAD IBD ISD


SEMESTER : 1 (SATU)

SEKOLAH TINGGI EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


(STEBIS) MUARA ENIM
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat nikmatnya dan atas
kehendak-Nya lah makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Saya menyadari, bahwa sebagai mahasiswa yang ilmu pengetahuannya
belum seberapa sehingga makalah ini masih memiliki kekurangan, maka dari itu
diharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini menjadi lebih
baik.
Harapan saya, mudah-mudahan makalah yang sederhana ini banyak
memiliki manfaat yang baik dan diharapkan benar.

Muara Enim , 21 Oktober 2019

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 4
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Gula Aren,Perayaan sekaten,Pedagang sayur ................................ 5


2.2. Bahan Baku ...................................................................................................... 5
2.3 Proses Pengolahan Nira Menjadi Gula Kelapa.................................................. 7
2.4 Dampak Limbah Industri Gula .......................................................................... 9
2.5 Sejarah Sekaten.................................................................................................. 10
2.6 Dampak untuk Masyarakat ................................................................................ 13
2.7 Tradisi Sekaten di Keraton Jogja ...................................................................... 15
2.8 Grebek Maulid ................................................................................................... 19
2.9 Tujuan Di Selenggarakannya Sekaten ............................................................... 21
2.10 Pengertian Pedagang Sayur ............................................................................. 21
2.11Suka Duka Pedagang Sayur .............................................................................. 22
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 25


3.2 Saran ........................................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gulakelapa yang dikenal juga dengan nama gula jawa atau gula merah
adalah salah satu bahan pemanis untuk pangan yang berasal dari pengolahan nira
kelapa. Gula kelapa kebanyakan diperdagangkan dalam bentuk bongkahan padat
dengan bangun geometri yang bervariasi tergantung tempa tmencetak yang
digunakan pada saat pembuatannya. Gula kelapa bias dikonsumsi sebagai bahan
pemanis untuk makanan dan jugadigunakan sebagai bahan baku pada beberapa
industry pangan antara lain kecap dan minuman instan.
Dibandingkan dengan beberapa jenis gula yang lain gula kelapa memiliki
kelebihan maupun kekurangan. Kekurangan gula kelapa antara lain adalah pada
mutunya yang terlalu bervariasi disebabkan sifatnya yang merupakan industry
rakyat. Selain itu sebagian gula kelapa yang beredar di pasaran mengandung zat
pengawet yang berbahaya bagi kesehatan.
Namun kekurangan tersebut sebenarnya bukan merupakan sifat bawaan
dari gula kelapa melainkan lebih kepada kurang bagusnya cara pemrosesannya.
Dari waktu ke waktu permintaan masyarakat akan gula terus meningkat.
Hal ini disebabkan perkembangan penduduk dan semakin maraknya industri
yang menggunakan bahan baku gula. Meningkatnya konsumsi masyarakat akan
gula hendaknya disertai dengan meningkatnya produksi gula.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produksi gula. Salah
satu caranya adalah dengan menggunakan mesin-mesin dalam proses
pembuatan gula. Dengan adanya mesin-mesin ini pembuatan gula tidak lagi
dilakukan secara tradisional.
Seiring dengan semakin berkembangnya mesin-mesin pembuat gula, maka
produksi gula pun semakin meningkat. Produksi gula dewasa ini jauh lebih baik

1
dilihat dari segi kualitas maupun kuantitas bila dibandingkan dengan produksi
gula pada waktu sebelum adanya mekanisasi.
Proses pembuatan gula yang dilakukan secara tradisional tidak efektif dan
efisien. Pabrik – pabrik gula tradisional hanya mampu memproduksi gula dalam
skala kecil. Selain itu gula yang dihasilkan berkualitas rendah, karena gula
yang dibuat secara tradisional berwarna merah kecoklatan atau kuning. Hal ini
menyebabkan masyarakat enggan mengkonsumsi gula tersebut, sehingga
distribusi gula jenis ini terbatas pada masyarakat pedesaan sekitar pabrik gula
tradisional.
Apa yang dialami pabrik gula tradisional tentunya tidak dialami oleh pabrik-
pabrik gula modern yang telah menggunakan mesin-mesin dalam proses
pembuatan gula mampu memperoleh gula dalam skala besar, selain itu mutu
gula yang dihasilkan lebih baik. Gula yang dihasilkan merupakan gula SHS (
Superieure Hoofd Suiker) yang berwarna putih. Dan produksi gula tersebut juga
menimbulkan efek atau dampak yang dirasakan oleh masyarakat yang tinggal
di sekitar pabrik industri gula aren tersebut.
Berdasarkan kenyataan diatas, maka penyusun mencoba menyusun sebuah
makalah yang berjudul “PENGOLAHAN GULA AREN”. Dalam makalah ini
penyusun membahas mengenai proses pembuatan gula dan dampak bagi
lingkungannya.
Di topik lain,berbicara tentang kebudayaan.Indonesia merupakan negara
multikultural, yang terdiri dari berbagai suku yang mana masing-masing suku
memiliki tradisi kebudayaan yang unik yang memperkaya kebudayaan bangsa
Indonesia. Menurut bahasa, tradisi adalah adat- istiadat turun-temurun yang masih
dijalankan di dalam masyarakat sampai sekarang.
Suku Jawa adalah salah satu suku yang dominan di Indonesia, yang
kebanyakan mendiami provinsi Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur. Suku Jawa
memiliki banyak tradisi dan kebudayaan yang beragam di setiap daerah. Salah
satu warisan kebudayaan suku Jawa di daerah Solo dan Jogja adalah upacara
Sekaten.

2
Sekaten merupakan upacara kerajaan yang bertujuan memperingati hari
Maulud Nabi Muhammad SAW. Mengapa sekaten dilaksanakan di kota Solo dan
Jogja? Itu semua tak lepas dari taktik devide et impera yang dilakukan Belanda
untuk memecah belah kerajaan Mataram Islam melalui perjanjian Giyanti.
Dulunya sekaten merupakan cara Walisongo untuk menyebarkan
agamaIslam. Akan tetapi sekarang, selain untuk mempertahankan kebudayaan
Jawa, Sekaten diselenggarakan bertujuan untuk memenuhi sektor ekonomi dan
pariwisata di area kota Solo dan Jogja.
Upacara Sekaten di Solo dimulai dengan dikeluarkannya sepasang gamelan
Kyai Gunturmadu & Kyai Guntursari dan diakhiri dengan Gunungan (Grebeg
Maulud).
Manusia membutuhkan lauk pauk atau sayur sebagai bahan makanan,dan
disini akan kami bahas dari sisi penjual sayur itu.Penjual sayur keliling yang
menggunakan gerobak dorong di Ujanmas lama merupakan para wirausahawan
yang umumnya memiliki modal terbatas yang digunakan untuk membeli sayuran
segar dari para petani lalu menjualnya kembali dengan cara berkeliling
menggunakan gerobak dorong yang sudah dimodifikasi dengan menambahkan
keranjang sayur pada bagian dalam gerobak dorong tersebut. Berdasarkan hasil
survey, jumlah penjual sayur keliling yang menggunakan gerobak dorong di
Ujanmas lama lebih kurang 20 orang, dengan rentang usia antara 30 sampai
dengan 48 tahun. Kisaran modal harian para penjual sayur keliling ini adalah
antara 400 ribu sampai dengan 1 juta rupiah. Ada masalah yang dihadapi para
penjual sayur keliling ini, yaitu sayuran segar yang telah dibeli dari para petani
tersebut terkadang tidak habis terjual dalam sehari, akibatnya sayuran tersebut
tidak dapat dijual lagi keesokan harinya karena sudah layu, ditambah lagi sayuran
tersebut sudah lama terpapar sinar matahari selama di perjalanan. Terkadang pula,
ada pelanggan yang ingin membeli sayuran tertentu namun sudah habis terjual
atau bahkan tidak disediakan sama sekali.

3
1.2 RumusanMasalah
1. Apa saja dampak dari industri gula jawa tersebut?
2. Mengapa proses pembuatan gula secara tradisional sudah jarang dilakukan?
3. Bagaimana proses pembuatan gula jawa?
4. Bagaimanakah sejarah asal-mula perayaan Sekaten diadakan?
5. Apakah tujuan dari perayaan Sekaten?
6. Grebek maulud sebagai puncak perayaan acara sekaten
7. Bagaimana survey komoditas sayuran yang terjadi di desa?
8. Suka duka pedagang sayur keliling?

1.4 Tujuan
1. Untuk mengetahui proses pembuatan gula kelapa.
2. Untuk mengetahui pentingna AMDAL bagi lingkungan sekitar kita.
3. Mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan, serta
pemborosan sumber daya alam untuk kegiatan perindustrian.
4. Mengetahui sejarah awal-mula tradisi perayaan Sekaten.
5. Mengetahui tujuan diselenggarakannya tradisi Sekaten
6. Mengetahui grebek maulud sebagai puncak acara sekaten
7.Mengetahui jenis-jenis sayuran yang di jual

4
BAB 2
PEMBAHASAN PENGOLAHAN GULA AREN , PERAYAAN
SEKATEN , PEDAGANG SAYUR

2.1 Gula Aren

Tanaman kelapa termasuk dalam family palmae. Dari niranya lazim


digunakan berbagai keperluan terutama untuk gula. Nira diperoleh dari tandan
bunga, sehingga bila kelapa menghasilkan nira, dia tidak lagi berikan buah.
Pembuatan gula kelapa merupakan suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan
petani, bahkan dengan menghasilkan gula kelapa pendapatannya dapat jauh lebih
meningkat ketimbang bila menjual kelapa segar, bila harga kelapa/kopra lagi
merosot di pasaran. Jenis gula kelapa berdasarkan bentuknya ada gula semut, gula
petak dan gula tempurung. Proses pembuatannya hamper sama, hanya saja ada
beberapa tambahan perlakuan guna menghasilkan produk tersebut.

2.2 Bahan dan Peralatan :


A.Bahan Baku
1. Nira kelapa
Nira diperoleh dari penyadapan bunga kelapa yang sudah cukup umur.Nira
yang digunakan harus mempunyai pH 5,5-7,0 dan kadar gula reduksi (glukosa
dan fruktosa) relative rendah. Nira segar biasanya mempunyai pH 6,0-7,0.

Bahan Tambahan :

1.Bahan pengawet seperti air kapur, tatal nangka atau kulit manggis yang
diisikan kedalam pongkor penampung nira sebelum pongkor tersebut dipasang di
pohon (tiap pongkor biasanya diisi bahan pengawet sebanyak kira-kira 5 ml)

5
2.Pengawet lain yang dapat digunakan adalah natrium metabisulfit dengan dosis
0,025-0,10% atau natrium benzoate dengan dosis 0,05-0,20 %
3.Kelapa parut, kemiri atau minyak goreng, digunakan untuk menekan buih yang
terbentuk atau meluap sewaktu pendidihan
4.Air untuk mencuci peralatan dan cetakan sebelum dan sesudah digunakan dan
untuk membasahicetakan sehingga gula kelapa yang dicetak nantinya mudah lepas
dari cetakan

Peralatan :
1. Wajan (tempat untuk memasak gula aren)
2. Kebuk (alat yang terbuat dari kayu untuk mengaduk gula aren)
3. Etok-etok (alat yang terbuat dari batok kelapa untuk menuangkan gula yang
sudah matang, tapi belum kering kedalam cetakan gula aren)
4. Papan cetakan (untuk mencetak gula aren)
5. Plastik (untuk melapisi cetakan agar tidak menempel)
6. Saringan (menyarig sajeng/ nira yang akan masak)
7. Kayu bakar (untuk memasak)
8. Air sajeng/nira (bahan baku gula merah)
9. Pawon (tempat untuk menaruh wajan dan menyalakan api)
10. Semengka (Proses sajeng/nira muali matang dan jadi gula)
11. Kitit (Proses mengentalkan sajeng/nira yang sudah matang)

Proses Pengambilan Nira Kelapa.

1.Pohon baru bias disadap bila telah menghasilkan 3 tandan bunga yang baru
membuka dan tandan yang termuda sudah mencapai 20 cm panjangnya.
2.Pada kelapa dalam umumnya sekitar umur 8 tahun dan 4 tahun untuk kelapa
hybrida
3.Mahkota pohon perlu dibersihkan dari semua kotoran begitu pula alat-alat yang
akan

6
4.Digunakan harus dalam keadaan bersih.
5.Tangkai bunganya lalu dipukul-pukul perlahan-lahan dan baru boleh disadap
setelah 3 - 5
6.Hari kemudian agar memudahkan keluarnya nira
7.Mayang dipotong ujungnya ± 10 cm dengan pisau tajam.
8.Kira-kira seminggu kemudian niranya sudah akan keluar
9.Agar niranya tidak asam, kotorannya mengendap dan qulanya nanti berwarna
kuning
10.muda kedalam wadahnya perlu diberi 1 sendok makan kapur sirih secukupnya
(1 sendok
11.Nabisulfit dalam 2 liter air). Warna gula dapat ditentukan dengan
pekat/tidaknya larutan ini.
12.Penyadapan dilakukan pagi sebelum pukul 08.00 dan sore setelah pukul 16.00
13.Sebelum bumbung/wadah dipasang kembali guna penderesan berikutnya,
mayang
14.dipotong sedikit dengan sekali sentuhan agar bisa melancarkan keluarnyanira.
Setiap mayang dapat diambil niranya selama ± 40 hari, pagi dan sore hari
1. Nira yang baik bercirikan masih segar, rasa manis, harum, tidak berwarna dan
derajat
2. keasaman (pH)nya antara 6,0 - 7,0
3. Nira yang jelek pHnya >6,0 dan bila digunakan, mutu gulanya akan ikut jelek

2.3 Proses Pengolahan Nira Menjadi Gula Kelapa


1. Nira yang telah diperoleh disaring, selanjutnya dimasukkan kedalam
wajan/panci
2. Nira dimasak dengan panas yang konstan pakai bahan bakar kayu/seresah atau
bahan bakar lainnya.
3. Lama pemasakan tergantung
4. Seludang dibalut dengan tali dari ujung kebagian pangkalnya agar tidak mekar

7
5. Mayang tersebut di rundukkan perlahan-lahan hingga membentuk sudut 60°
dengan garis vertical dan diikat agar tetap pada posisi tersebut jumlah nira yang
dimasak
6. + 15 menit sebelum gulanya masak diberi 1 cc santan (1 butir kelapa parutan
dicampur 100 cc air)
7. Nira yang telah mengental diaduk cepat dengan arah memutar
8. Jika telah mengental dan berwarna kemerahan dituang kedalam cetakan. ± 10
menit. Kemudian cairannya sudah padat, berarti proses pembuatannya telah
selesai.
9. Bila menggunakan tempurung kelapa, pada tahap pertama diisi ¾ bahannya
terlebih dahulu, lalu didinginkan selama 15 menit.
10. Keluarkan dari cetakannya setelah mengeras, lalu tempelkan pada gula yang
ada dicetakan lainnya, agar bentuk yang dihasilkan identik satu dengan yang
lainnya.
11. Agar tidak lengket satu sama lainnya, diantara gala-gala tersebut dialas daun
pisang yang sudah tua serta kering.
13. Pengepakan dapat juga dilakukan memakai keranjang bamboo dengan dilapisi
daun pisang kering atau daun jati kering. Dengan cara pengepakan seperti ini gula
dapat bertahan + 1bulan.
14. Setelah diproduksi gula di distribusikan keagen-agen gula jawa.

Mutu gula kelapa dibagi dalam :


1. Mutu Super, adalah gula kelapa yang keras dan berwarna cerah/ coklat
kekuningkuningan.
2. Mutu A, adalah gula kelapa yang keras dan berwarna kecoklat-coklatan. 3.
Mutu B, adalah gula kelapa yang agak lembek, berwarna coklat kehitam-hitaman.

8
Standar Gula Kelapa yang Baik Untuk Dikonsumsi
-Bau : Normal
-Rasa : Normal, Khas
-Warna : Kuningsampaikecoklatan
-Air : Max. 10%bb
-Abu : Max. 2%bb
-Gulaproduksi : Max. 10%bb
-JumlahGulaSebagaiSakrosa : Min. 77%bb
-Bagian Yang TakLarutDalam Air : Max. 1%bb

Beberapa hal untuk menghasilkan gula merah yang bagus :


1.Sajeng/nira jangan yang sudah basi,ciri cirinya :warna sajeng sudah berubah dan
baunya lain.
2.Api untuk memasak harus kontinyu,jangan sebentar sebantar mati,itu juga
mempengaruhi hasil gula
3.Pemakaian bahan pengawet sesuai dengan label yang tertera pada bungkus
bahan pengawet itu sendiri.
4.Menghentikan pemasakan harus benar benar di pahami,banyak para pembikit
gula merah gagal karena hal tersebut.

2.4 Dampak Limbah Industri Gula Terhadap Lingkungan


Industri Gula yang saat ini berkembang di pasaran ternyata memberikan dampak
negatif bagi masyarakat di sekitarnya. Dampak negatif tersebut ditimbulkan oleh
berbagai macam jenis pencemar yang ada. Pencemar-pencemar tesebut terbagi
menjadi beberapa pokok bahasan seperti pencemar dalam bentuk asap atau gas,
dalam bentuk padatan dan dalam bentuk cairan. Pencemar dalam bentuk asap dan
debu merugikan masyarakat dalam segi kesehatan, baik itu bagi kesehatan paru-

9
paru dan sistem pernafasan serta bagi indera yang lain seperti kulit, mata dan lain
sebagainya.
Pencemar dalam bentuk padatan adalah blotong. Blotong adalah limbah padat
hasil dari proses produksi pembuatan gula. Blotong ini cenderung dihasilkan
cukup besar dalam setiap produksi pembuatan gula. Sehingga terjadi penumpukan
di mana-mana. Penumpukan blotong pada lahan-lahan kosong berpotensi menjadi
sumber pencemaran karena dapat ikut aliran air hujan yang masuk ke sungai di
sekitar pabrik. Pencemaran air sungai dapat berupa bau yang menusuk dan
pengurangan oksigen dalam air, sedang blotong yang ditumpuk dalam keadaan
basah dapat menimbulkan bau yang menusuk dan sangat mengganggu masyarakat
sekitar. Dalam bentuk cairan, limbah industri ini berbahaya karena merusak
ekosistem air. Untuk itu perlu diadakan nya pemanfaatan daripada limbah cair itu
sendiri untuk mengurangi dampak yang dirasakan oleh mayarakat.
Selain itu pengambilan air nira (aren) terhadap pohon kelapa juga dapat
menimbulkan dampak buruk bagi pertumbuhan pohon kelapa tersebut. Jika pohon
kelapa tersebut diambil air niranya secara terus-menerus maka pertumbuhan dari
pohon kelapa tersebut akan terhambat dan juga pohon tersebut sulit untuk
berbuah. 1

2.5 SEJARAH SEKATEN

Sekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh


hari. Konon asal-usul upacara ini ada sejak kerajaan Demak. Upacara ini
sebenarnya merupakan sebuah upacara untuk memperingati hari kelahiran Nabi
Muhammad SAW. Menurut cerita, kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam
agama Islam, Syahadatain.
Sekaten dalam bahasa arab adalah Syahadatain yang berarti dua kalimat
syahadat, yaitu dua kalimat yang menandakan seseorang masuk Islam dengan
mengakui dan meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan

1
Bu isnaeni , jalan kenanga, rt 04/rw04, desa gombol harjo, adipala , cilacap

10
Muhammad SAW sebagai Rosulnya (Asyhadu allaa Illaaha Ilallah wa Asyhadu
anna Muhammaddarrasulullah). Oleh lidah orang Jawa, Syahadatain diucapkan
menjadi sekaten.
Acara Sekaten tersebut dahulu didesain oleh Walisongo untuk memperingati
hari kelahiran Nabi Muhammad SAW sekaligus sebagai media mengajarkan
Agama Islam. Sekaten pertama kali dimulai sejak masa kerajaan Islam pertama di
Jawa, yaitu kerajaan Demak dan turun-temurun sampai era kerajaan Surakarta dan
Jogjakarta sekarang. Asal-muasalnya, ketika awal berdirinya kerajaan Islam
Demak Bintoro, Raja Demak pertama yaitu Raden Patah mengadakan pertemuan
dengan Walisongo yang terdiri dari Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri,
Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, dan
Sunan Gunung Jati membahas cara menyiarkan Islam di Jawa.
Pada saat itu Sunan Kalijaga mengusulkan cara penyiaran agama Islam
dengan membiarkan dilaksanakannya adat atau tata cara masyarakat yang saat itu
beragama Hindu tetapi dimasuki dan diganti tujuannya sesuai dengan ajaran
Islam. Misalnya acara Semedi diganti dengan acara Sholat, acara sesaji diganti
2
dengan acara zakat fitrah, dan acara keramaian untuk dewa diganti dengan acara
perayaan hari raya Islam. Untuk perayaan Hari Raya Islam, karena saat itu orang
Jawa suka gamelan, maka pada Hari Raya Islam untuk memperingati hari lahirnya
Nabi Muhammad SAW, ada yang mengusulkan untuk membunyikan gamelan di
sekitar masjid agar orang-orang tertarik untuk datang. Nantinya jika orang-orang
sudah datang dan berkumpul, kemudian diberi pelajaran tentang agama Islam.
Usul tersebut kemudian disetujui oleh para Wali dan segera dilaksanakan.
Pada hari lahir Nabi Muhammad SAW yaitu tanggal 12 Maulud penanggalan
Jawa atau 12 Rabi’ul Awal penanggalan Islam di sekitar masjid ditabuhlah
Gamelan. Ternyata benar, banyak orang yang berduyun-duyun datang ke masjid
untuk mendengarkan bunyi gamelan. Di sela-sela ketika gamelan ditabuh, para

2
https://id.m.wikipedia.org/wiki/sekaten

11
Wali bergantian berdakwah mengajarkan agama Islam pada orang-orang yang
datang di sana.
Setelah mengikuti kegiatan tersebut, masyarakat yang ingin memeluk agama
Islam dituntun untuk mengucapkan dua kalimat syahadat (syahadatain). Dari kata
Syahadatain itulah kemudian muncul istilah Sekaten sebagai akibat perubahan
pengucapan. Sekaten terus berkembang dan diadakan secara rutin tiap tahun
seiring berkembangnya Kerajaan Demak menjadi Kerajaan Islam.
Demikian pula pada saat bergesernya Kerajaan Islam ke Mataram serta ketika
Kerajaan Islam Mataram terbagi dua (Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan
Surakarta) Sekaten tetap digelar secara rutin tiap tahun sekali sebagai warisan
budaya Islam yang diadakan pada bulan Maulud, bulan ketiga dalam Tahun Jawa
dengan mengambil lokasi di pelataran atau Alun-alun Utara Kraton Kasunanan
Surakarta Hadiningrat.
Sekaten dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati (Kyai
Gunturmadu dan Kyai Guntursari) dari keraton untuk ditempatkan di depan
Masjid Agung Surakarta. Selama enam hari, mulai hari keenam sampai kesebelas
bulan Mulud dalam kalender Jawa, kedua perangkat gamelan tersebut
dimainkan/dibunyikan (Jawa: ditabuh) untuk gending ( komposisi musik Jawa)
Rambu dan Rangkur yang menandai perayaan Sekaten dimulai.
Gamelan Sekaten adalah benda pusaka Kraton yang disebut Kanjeng Kyai
Sekati dalam dua rancak, yaitu Kanjeng Kyai Gunturmadu dan Kanjeng Kyai
Guntursari. Gamelan Sekaten tersebut dibuat oleh Sunan Giri yang ahli dalam
kesenian karawitan dan disebut-sebut sebagai gamelan dengan laras pelog yang
pertama kali dibuat. Alat pemukulnya dibuat dari tanduk lembu atau tanduk
kerbau dan untuk dapat menghasilkan bunyi pukulan yang nyaring dan bening,
alat pemukul harus diangkat setinggi dahi sebelum dipukul pada masing-masing
gamelan.
Sedangkan Gendhing Sekaten adalah serangkaian lagu gendhing yang
digunakan, yaitu Rambu pathet lima, Rangkung pathet lima, Lunggadhung pelog
pathet lima, Atur-atur pathet nem, Andong-andong pathet lima, Rendheng pathet

12
lima, Jaumi pathet lima, Gliyung pathet nem, Salatun pathet nem, Dhindhang
Sabinah pathet nem, Muru putih, Orang-aring pathet nem, Ngajatun pathet nem,
Batem Tur pathet nem, Supiatun pathet barang, dan Srundeng gosong pelog pathet
barang.
Untuk persiapan spiritual, dilakukan beberapa waktu menjelang Sekaten. Para
abdi dalem Kraton yang nantinya terlibat di dalam penyelenggaraan upacara
mempersiapkan mental dan batin untuk mengemban tugas sakral tersebut.
Terlebih para abdi dalem yang bertugas memukul gamelan Sekaten, mereka
mensucikan diri dengan berpuasa dan siram jamas.

2.6 Dampak Untuk Masyarakat


Sekaten pada awalnya adalah acara kebudayaan peninggalan kerajaan
Islam yang pernah jaya di Indonesia. Upara Sekaten digelar untuk memperingati
hari lahirnya Nabi Muhammad SAW setiap tanggal 12 Rabiul Awal tahun Hijriah.
Upacara ini sudah menjadi kebiasaan dikeraton Surakarta, Yogyakarta, dan
Cirebon. Disini penulis mengambil kota Yogyakarta yang dalam perayaan sekaten
selalu meriah dan memakan waktu berbulan-bulan. Karena peringatan upacara ini
diikuti dengan pesta rakyat yang di laksanakan di alun-alun utara kota Yogyakarta
atau sering disebut Altar. Sebab acara ini selalu dimeriahkan dengan pasar malam
3
atau bisa disebut dengan “Dream Land” dengan beraneka wahananya sampai
panggung-panggung kesenian. Tak lupa pemerintahan setempat juga mendukung
penyelenggaraan acara ini dengan adanya pameran homeindustry yang ada di kota
Yogyakarta dalam sebuah bazar.
Ditambah bila acara ini diselenggarakan pada akhir tahun di tahu masehi.
Pasti ada penyelenggaraan pesta kembang api di penghujung tahun tersebut,
sebagai tanda untuk memeriahkan tahun baru. Dari sedikit realita yang penulis
tuliskan diatas, saya menjabarkan berapa ribu lapangan pekerjaan terbuka untuk
masyarakat Yogyakarta. Maka, tak heran jauh hari sebelum tanggal resmi sekaten

3
https://www.kompasiana.com.fuandh/sekaten

13
akan diselenggarakan. Para pemilik usaha pasar malam sudah berebut lahan untuk
menaruh wahana-wahana mereka dalam mengais rezeki. Disusul dengan para
penjaja kaki lima dari segala item dagangan. Dari makanan sampai barang-barang
rumah tangga.
Bahkan penjualan motor ataupun mobil terkadang memanfaatkan even ini
untuk memperkenalkan produk mereka di masyarakat. Belum lagi ditambah
tukang parkir dadakan dari warga sekitar alun-alun utara yang berebut lahan
pengais nafkah lewat penjagaan motor pengunjung. Saya pernah mewawancarai
salah satu tukang parkir musiman ini terkait berapa besar keuntungan permalam
yang mereka dapat dari menjaga parkir selama sekaten berlangsung. Mereka
semalam mendapatkan keuntungan berkisar kurang lebih Rp 80.000,-/malam. Jika
dikalikan berapa lama sekaten terselenggara. Karena ini sangat menguntungkan,
biasanya umumnya parkir sepeda motor hanya Rp 1.000,-, di sekaten bisa sampai
Rp 3.000,- belum lagi parkir mobil mencapai Rp 10.000,-. Maka bisa dibilang ini
sebagai lahan lapangan pekerjaan bagi rakyat Yogyakarta. Belum lagi para
penjaga wahana-wahan yang ada. Jika didalam satu alun-alun ada tujuh dreamland
yang berbeda dengan setiap dreamland ini tujuh wahana yang tersedia. Perlu
berapa orang yang dikerahkan? Karena setiap wahana ini masih manual dalam
pemutarannya, tidak seperti di dufan dan trans studio yang sudah menggunakan
mesin otomatis.
Semua wahana ini masih menggunakan bantuan tenaga manusia dalam
pemutarannya. Ditambah para pedagang kaki lima yang tak mau tertinggal dalam
mencari lahan demi rezeki yang akan dikais melihat besarnya keuntungan yang
akan diperoleh. Karena memang realita walaupun sekaten terselenggara setiap
tahun. Pengunjung tempat ini tak pernah berkurang, bahkan setiap harinya selalu
ramai. Yang menambah kemacetan kota Yogyakarta. Karena tanpa adanya
sekaten kota Yogyakarta sudah selalu diserbu oleh wisatawan. Belum lagi, kalau
liburan akhir semester tiba. Karena memang kota Ygyakarta ini adalah kota yang
masih kental dengan budayanya dibanding kota-kota di Indonesia yang lain.

14
Walau disisi lain memiliki dampak yang positif didalam sekaten dengan
menambah pendapatan warga Yogya yang menjadikan tempat tersebut sebagai
lahan mencari rezeki. Namun, disisi lain dampak negatif lebih banyak. Dari
ketertiban yang terganggu karena jauh sebelum waktu diselenggarakannya
upacara sekaten para bos dreamland sudah berebut lahan, begitu juga para penjaga
parkir. Dan ini tak jarang menimbulkan cekcok perselisihan lahan demi rezeki
yang harus didapat. Maka, tak jarang terjadi perkelahian antar pencari lahan
tersebut. Padahal di dunia nyatanya mereka tidak memiliki lahan ini. Lahan ini
semua adalah milik pemerintahan Yogyakarta. Milik keraton
NgayogyakartaHadiningrat. Jadi, perselisihan mereka terkadang tidak rasional.
Karena pihak keraton bisa sewaktu-waktu mengambil alih kebijakan dalam
pelaksanaan sekaten ini demi ketertiban dan keindahan kota Yogyakarta.

2.7 Tradisi Sekaten di Keraton Yogyakarta


Setelah menjadi sultan di Ngayogyakarto Hadiningrat, Sri Sultan
Hamengkubuwono l, untuk pertama kalinya menyelenggarakan upacara
perayaan sekaten. Sultan Hamengkubuwono l, yang mempunyai perhatian
terhadap tata cara dan adat keraton bermaksud meneruskan tradisi yang
sudah ada sejak sebelumnya. Sekaten pada masa Pemerintahan
Hamengkubuwono l melibatkan seisi keraton, aparat kerajaan, seluruh lapisan
masyarakat, dan mengharuskan pemerintah kolonial berperan serta. Pada
masa tersebut rakyat hidup aman, tentram dan sejahtera. Upacara kerajaan
seperti sekaten juga mencerminkan kemuliaan, kewibawaan keraton,
kehidupan, dan tingkat kebudayaan keraton. Keraton berfungsi sebagai
pusat tradisi dan kebudayaan Jawa. Perayaan sekaten juga terus
dilangsungkan oleh sultan sesudahnya sampai sekarang pada masa Sri
Sultan Hamengkubuwonop X. Walaupun dalam keadaan gawat seperti
ketika Belanda membuat kemelut dengan menurunkan tahta Sri Sultan
Hamengkubuwono ll, digantikan Sri Sultan Hamengkubuwono lll, sekaten
tetap dilangsungkan.

15
Secara garis besar rangkaian upacara sekaten adalah sebagai berikut;
Perayaan sekaten diawali dengan slametan atau wilujengan yang
bertujuan untuk mencari ketenraman dan ketenangan. Slametan ini dimulai
dngan pembuatan uborampai sampai perlengkapan gunungan. Ini juga
sekaligus menandai pembukaan pasar malam sekaten. Pada bagian ini
masyarakat banyak berkunjung untuk mencari hiburan atau membelui
makanan yang dijual.
Satu minggu sebelum puncak acara sekaten gamelan dikeluarkan dari
keraton dibawa ke Masjid Agung, kemudian diletakkan di Pagongan Utara
dan Pagongan Selatan atau miyos gongso. Selama satu minggu gamelan
Kiai Guntur Madu dan Kanjeng Kiai Ngawila dibunyikan terus kecuali pada
saat adzan dan hari jumat.
Upacara numlak wajig yang bertempat di magangan kidul. Upacara
ini menandai pembuatan gunungan wadon. Upacara numplak wajik diiringi
gejok lesung tujuannya agar pembuatan gunungan wadon berjalan lancar.
Miyos Dalem di Masjid Agung Yogyakarta. Acara ini dihadiri oleh
Sultan, pembesar keraton, para bupati, abdi dalem dan masyarakat, selain itu
juga dihadiri wisatawan yang ingin menyaksikan. Pada acara ini dibacakan
riwayat hidup Nabi Muhammad Miyos Dalem berakhir dengan Kondor
Gongso atau gamelan dibawa masuk lagi ke keraton.
Puncak acara dari perayaan Sekaten adalah grebeg maulid, yaitu
keluarnya sepasang gunungan dari Mesjid Agung seusai didoakan oleh ulama
Kraton. Masyarakat masih percaya bahwa siapapun yang mendapatkan gunungan
tersebut, akan dikaruniai kebahagiaan dan kemakmuran. Kemudian tumpeng
tersebut diperebutkan oleh ribuan warga masyarakat. Mereka meyakini bahwa
dengan mendapat bagian dari tumpeng akan mendatangkan berkah bagi mereka,
karena itu mereka saling berebut. Selain di Yogyakarta grebeg maulud ini
juga ada di Surakarta, Banten dan Cirebon
Sekaten tidak hanya menjadi milik kerajaan saja, tetapi juga rakyat biasa.
Bagi sebagian besar masyarakat Yogyakarta baik yang di perkotaan maupun

16
pedesaan, dari berbagai lapisan sosial, memandang sekaten sebagai sesuatu
yang penting dan merupakan upacara khas kejawen dengan hikmah dan
berkah, merupakan kebanggaan daerah serta mengingatkan pada sejarah
kerajaan Mataram lslam yang didirikan Panembahan Senopati.
Bagi keraton, sekaten tetap di teruskan dan memiliki makna
tersendiri. Makna religius berkaitan dengan kewajiban Sultan menyiarkan
agama lslam, sesuai dengan gelarnya, yaitu Sayidin Panatagama yang
berarti pemimpin tertinggi agama. Dari sejarahnya berkaitan dengan
keabsahan Sultan dan kerajaannya sebagai pewaris dari Panembahan
Senopati dengan kerajaan Mataram lslamnya dan lebih jauh lagi masih
keturunan raja-raja dari masa kerajaan Hindu-Budha (Majapahit). Makna
kultural yaitu berkaitan dengan Sultan sebagai pemimpin suku Jawa
Perkembangan Sekaten Masa Kini
Pada mulanya, fungsi sekaten merupakan media penyampaian dakwah
agama islam melalui kebudayaan oleh wali sanga pada masa kerajaan
Demak. Sekaten merupakan pengganti dan penyesuaian tradisi yang sudah
ada sebelumnya. Jadi fungsi utama sekaten sebagai syiar agama islam
melalui sarana kebudayaan. Para wali sanga dengan cerdas memanfaatkan
kebudayaan sebagai sarana dakwah.
Namun sekarang dengan perubahan jaman, nilai itu meluntur tapi
tidak hilang, juga lebih menonjolkan fungsi baru yaitu sisi komersil, ekonomi
dan hiburan. Salah satu sisi baru dari sekaten yang menonjol adalah dilihat
secara ekonomi. Yaitu penyelenggaraan sekaten dikemas dalam Pasar Malam
Perayaan Sekaten atau biasa disingkat PMPS, yang dimulai sejak
pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Pasar malam ini
diselenggarakan selama sebulan di alun-alun selatan dengan berbagai
hiburan, stan penjualan, stan promosi, makanan-minuman, pertunjukan seni.
Pasar malam selama sebulan di alun-alun selatan menjadi semacam pesta
bagi rakyat. Di pasar malam sekaten terdapat hiburan rakyat yang sulit
ditemui seperti ombak banyu, tong setan dan berbagai permainan lainnya.

17
Pada hiburan seperti itu antusiasme masyarakat cukup tinggi, karena
permainan seperti itu sulit ditemui dan kebutuhan akan hiburan.
Perubahan dan perkembangan penyelenggaraan sekaten, juga bergesernya
makna sekaten tidaklah mengapa karena tidak menghilangkan esensi sekaten.
Perubahan tersebut tak terelakkan karena perubahan cara berpikir
masyarakat, perubahan kebutuhan dan berubahnya jaman. Perkembangan
sekaten juga menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Perubahan ini menguntungkan dan memberi manfaat pada banyak pihak.
Penyelenggaraan sekatenpun menjadi aset pariwisata daerah.
Sekatenpun menjadi wisata tidak hanya bagi warga Yogyakarta saja tapi
juga dari luar Yogyakarta, t terbukti ketika perayaan sekaten banyak
wisatawan dari luar daerah yang datang ke Yogyakarta untuk melihat
sekaten. Ini menunjukkan bahwa sekaten merupakan aset wisata yang
menarik.
Dari sisi ritual, sekaten tetap terpelihara, dan masih mendapat
perhatian terutama oleh generasi tua. Bagi masyarakat terutama generasi tua
yang masih percaya memaknai sekaten sebagai sarana mencari berkah,
sehingga merka berebut gunungan.
Sekaten merupakan wujud akulturasi kebudayaan yang terus bertahan
dan berkembang melewati berbagai jaman sampai sekarang, maka harus
tetap dilestarikan. Sekaten merupakan fenomena budaya yang unik, menarik
dan langka yang berkaitan dengan berbagai hal. Sekaten juga mngandung
berbagai makna. Makna lama sudah semakin memudar tapi muncul makna
baru dari sekaten. Sekaten juga mendatangkan manfaat bagi banyak orang.
Penyelenggaraan sekaten penting, kerena memang dibutuhkan dan
menguntungkan banyak pihak, dan berkaitan dengan banyak aspek. Sekaten
di Yogyakarta ini menarik untuk dipelajari.

18
2.8 Grebeg Maulid
Grebeg Maulud adalah upacara tradisional yang telah berlangsung turun
temurun dan mendapatkan perhatian luas dari warga Yogyakarta dan sekitarnya.
Acara Grebeg Maulud yang sudah digelar beberapa bulan kemarin sedikit
berbeda, upacara tradisional Gregeg Maulud tahun ini Gunungan yang dikirap
ditambah satu Gunungan yang diberi nama Gunungan Bromo karena bertepatan
dengan tahun Dal (tahun dalam kalender jawa).
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat selama setahun menyelenggarakan upacara
tradisional Grebeg Besar sebanyak tiga kali yaitu Grebeg Syawal diselenggarakan
bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri, Grebeg Besar bertepatan dengan Hari
Raya Idul Adha dan Grebeg Maulud atau bertepatan dengan peringatan kelahiran
Nabi Muhammad SAW.
Upacara tradisional Grebeg Maulud ini berupa iring-iringan Gunungan
Lanang, Wadon, Gepak, Pawuhan dan Dharat yang dikeluarkan dari dalam
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat melewati Siti Hinggil, Pagelaran, Alun-Alun
Utara hingga berakhir di halaman Masjid Gede Kauman Yogyakarta. Iringan
"Gunungan" tersebut dikawal oleh sembilan pasukan prajurit keraton, di antaranya
prajurit Wirobrojo, Ketanggung, Bugis, Daeng, Patangpuluh, Nyutro. Mereka
mengenakan seragam dan atribut aneka warna dan membawa senjata tombak,
keris serta senapan kuno.

19
Ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya serta wisatawan mancanegara
sejak pagi sudah mulai memadati alun-alun utara. Dengan berdesak desakan
ribuan pasang mata ini melihat kirab gunungan Grebeg Maulud yang mulai
bergerak dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menuju Alun-Alun Utara dan
berakhir di Masjid Gedhe.
Selanjutnya sejumlah "gunungan" dibawa ke Masjid Agung/Besar
Kauman Yogyakarta, untuk diberkati dan didoakan oleh penghulu keraton.
Kemudian "gunungan" itu menjadi rebutan warga yang sudah sejak pagi
menunggu di halaman masjid tersebut. Sedangkan satu gunungan dibawa menuju
Pura Pakualaman dengan dikawal prajurit tradisional dan kemudian menjadi
rebutanratusan warga setempat. Mereka yang memperoleh bagian dari
"gunungan" tersebut masih mempercayai bahwa sedekah Raja Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X tersebut akan
membawa berkah bagi kehidupan mereka.
Grebeg maulud dilaksanakan padan tanggal 12 bulan maulud,
tujuannya untuk memperingati kelahiran nabi Muhammad. Mereka yang
berebut gunungan itu berkeyakinan bahwa dengan turut berpartisipasi merayakan
hari kelahiran Nabi Muhammad SAW akan mendapat imbalan pahala dari Yang
Maha Kuasa, dan dianugerahi awet muda. Sebagai Srono (syarat)nya, mereka
harus mengunyah sirih di halaman Masjid Agung, terutama pada hari pertama
dimulainya perayaan sekaten. Oleh karenanya, selama diselenggarakan perayaan
sekaten itu, banyak orang berjualan sirih dengan ramuannya, nasi gurih bersama
lauk-pauknya di halaman Kemandungan, di Alun-alun Utara maupun di depan
Masjid Agung Jogjakarta. Bagi para petani, dalam kesempatan ini memohon pula
agar panenannya yang akan datang berhasil. Untuk memperkuat tekadnya ini,
mereka memberi cambuk (pecut) yang dibawanya pulang.

20
2.9 Tujuan Diselenggarakan Sekaten
Telah diuraikan sebelumnya bahwa Sekaten dulunya merupakan cara syiar
Islam yang dilakukan oleh Walisongo yang juga merupakan acara untuk
memperingati hari Maulid Nabi Muhamad SAW karena dilaksanakan secara
terus-menerus selama 7 hari menjelang hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Seiring dengan rotasi waktu, selain untuk melestarikan budaya Jawa, Sekaten
pada zaman sekarang bertujuan untuk memenuhi sektor ekonomi dan pariwisata
di daerah Solo. Ritual yang biasa dikenal dengan Grebeg Mulud masih
dilestarikan sebagai tradisi dan daya tarik untuk menarik perhatian para
wisatawan.
Selain acara inti, ada pula kegiatan pendukung pada event Sekaten yaitu
diselenggarakannya Pasar Malam Perayaan selama 39 hari. Event inilah yang
menjadi daya tarik bagi masyarakat Joga dan sekitarnya.4

2.10 Pedagang Sayur


Pedagang Sayur Keliling (Vegetablemerchantcircle) adalah salah satu
usaha yang merupakan suatu kegiatan Perdagangan eceran dan melaksanakan
pemberian jasa. Pedagang Sayur Keliling merupakan salah satu pekerjaan yang
penting dalam mengurangi pengangguran.
Pedagang Sayur Keliling sering dihubungkan dengan proses urbanisasi, masalah
dan kebijakan kesempatan kerja, serta tentang kerangka. Pedagang Sayur Keliling
biasanya digambarkan sebagai perujudan pengangguran tersembunyi atau
setengah pengangguran. Pertumbuhannya pun semakin besar di kota-kota di dunia
ketiga, karena adanya ketidakseimbangan antara lapangan kerja dengan angkatan
kerja. Pedagang sayur keliling mungkin bisa digolongkan sebagai profesi yang
sangat mudah dijalani. Untuk menggelutinya, seseorang tidak membutuhkan

4
http://www.jogjasiana.net/adat_tradisi

21
pendidikan tinggi. Terlebih modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Itu
sebabnya bekerjaan tersebut kerap dianggap remeh sebagian orang.
Terlepas dari pandangan tersebut, sebenarnya perannya sangat dibutuhkan
masyarakat. Bayangkan saja, misal tidak ada pedagang sayur keliling, orang-
orang yang jauh dari pasar mau makan apa? Nasi saja? Nggak mungkin juga.
Makanya, jangan anggap sepele si bakul sayur keliling. Jika ada orang
berpendapat semua orang bisa jadi tukang sayur keliling, itu salah besar. Sebab,
kalau ditelisik lebih dalam lagi, hanya orang telaten, dan memiliki mental di atas
rata-rata yang mampu menjalaninya. Hal itu karena menjalani profesi tersebut
rupanya tak semudah kelihatannya. Berikut ini adalah suka duka pedagang sayur
keliling yang kerap kamu abaikan.

2.11 suka duka pedagang sayur keliling antara lain :


1. Tiap hari bangun dini hari, padahal yang lain lagi enak-enaknya meluk guling
Jadi tukang sayur keliling itu artinya harus telaten bangun awal. Harus lebih pagi
dari orang-orang pada umumnya. Rata-rata mereka jam bangun sekitar pukul
03.00 pagi. Di mana pemasok sayuran dengan harga miring masih banyak di
pasar.
Jadi bulan-bulanan ibu-ibu yang berebut minta dilayani duluan
Bagi pedagang sayur, banyaknya pelanggan yang datang memang sebuah
anugerah. Itu artinya dagangannya bakal lebih cepat habis. Laris manis. Tapi,
kebahagiaan itu juga harus bersisian dengan kesusahan di mana para ibu-ibu
rebutan pengen dilayani duluan. Berbeda dengan di bank yang
para customer diberi nomor antrian, para pelanggan sayur di sini nggak mau tahu
datang duluan atau belakangan. Yang penting harus cepat dilayani dengan
beragam alasan: keburu panci gosong atau suami sudah kelaparan, bahkan ada
yang ngambeknggak jadi belanja cuma karena penjual dinilai kurang sigap.
Padahal saat itu si tukang sayur juga berusaha secepat mungkin. Mungkin
batinnya cuma bisa bilang, sabar… ini ujian.
Banyak nya pelanggan yang membeli secara hutang

22
Menjalani profesi tukang sayur memang bisa dibilang lumayan menjanjikan.
Orang-orang awam mungkin melihat penampilan tukang sayur sangat biasa, tapi
apa yang ada di balik tas pinggangnya pasti bikin nelen ludah. Tebel, isinya duit
semua!
Banyaknya ibi-ibu yang beralasan tidak punya uang sehingga melakukan
pembelian secara berhutang sedangkan penjual takut menolaknya karena takut
kehilangan pelanggan sehingga modalnya tidak dapat berputar,sedangkan hasilnya
itu mau di modalkan lagi.
Dibanding-bandingkan
Dibanding-bandingkan dengan yang lain,misal cara pelayanannya, Menyebut-
nyebut harga di pasar yang lebih murah, padahal itu memang sudah jelas. Karena
pedagang sayur juga butuh tenaga dan waktu untuk berkeliling. Untung nggak
seberapa, tapi para pelanggan nawarnya bikin hati penuh luka

23
Jenis-jenis pedayang sayur keliling

penjual sayur gerobak dorong

24
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1.Gula kelapa yang dikenal juga dengan nama gula jawa merah adalah salah
satu bahan pemanis untuk pangan yang berasal dari pengolahan nira kelapa.
2.Gula kelapa biasa dikonsumsi sebagai bahan pemanis untuk makanan atau
pun minuman.
3`Secara nasional gula aren berpotensi menjadi salah satu komoditas substitusi
gula pasir andalan di dalam negeri di samping dapat berperan untuk menekan
ketergantungan terhadap imporgula.
Warisan kebudayaan di Indonesia sangat banyak karena Indonesia merupakan
negara multikultural. Salah satu warisan kebudayaan sejak zaman kerajaan Demak
yang masih dilestarikan hingga saat ini di kota Jogja dan Solo adalah Sekaten.

Penjual sayur keliling membantu pekerjaan rumah tangga,sebenarnya


perannya sangat dibutuhkan masyarakat,bayangkansaja,jika tidak ada
pedagang sayur keliling orang-orang yang jauh dari pasar akan kesulitan
dan menghabiskan banyak waktu untuk ke pasar.

3.2 SARAN
1.Jangan pernah melupakan warisan dari nenek moyang kita yaitu gula kelapa.
2.Bagi seorang petani kelapa harusnya kita bias mengelola pembuatan kelapa
dengan baik.
3.Betapa nikmatnya makanan khas Ramadhan seperti kolak, bubur kacang
hijau, candil dan jajanan lainnya yang dibuat menggunakan gula aren.
Acara Sekaten memiliki banyak sekali manfaat bagi masyarakat Jogja dan
sekitarnya. Selain bermanfaat untuk syiar agama Islam, acara ini juga bermanfaat
bagi sektor ekonomi dan pariwisata. Oleh sebab itu, kita sebagai generasi penerus

25
bangsa ini seharusnya berusaha mempertahankan tradisi yang memperkaya
kebudayaan Indonesia pada umumnya dan Solo pada khususnya.
Meskipun ada juga sebagian masyarakat yang menganggap bahwa upacara
Sekaten termasuk bid’ah atau syirik, akan tetapi sebaiknya kita ambil sisi
positifnya, yaitu menarik perhatian wisatawan sehingga mengembangkan kota
Solo di sektor ekonomi, pariwisata, dan kebudayaan.

Jangan banyak ngutang, penjual sayur harus menjual sayur yang segar

26
DAFTAR PUSTAKA

Bu isnaeni , jalan kenanga, rt 04/rw04, desa gombol harjo, adipala , cilacap


https://www.kompasiana.com.fuandh/sekaten
https://id.m.wikipedia.org/wiki/sekaten
http://www.jogjasiana.net/adat_tradisi

27

Anda mungkin juga menyukai