Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah umum Pendidikan Agama
Islam dengan judul “Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat”.
Terima kasih disampaikan kepada Bapak Tohedi, M.Pd I selaku dosen mata kuliah
Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan kuliah demi lancarnya tugas ini.
Demikianlah makalah ini disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas
mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Jember, Maret 2018

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3


1.1 LATAR BELAKANG............................................................................................................. 3
1.2 RUMUSAN MASALAH ......................................................................................................... 4
1.3 TUJUAN .................................................................................................................................. 4
BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 5
2.1 KONSEP MASYARAKAT MADANI ................................................................................... 5
2.2 KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI ................................................................. 6
2.3 PERAN UMAT ISLAM DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI ............ 8
2.4 SISTEM EKONOMI ISLAM DAN KESEJAHTERAAN UMAT .................................... 10
2.5 MANAJEMEN ZAKAT ........................................................................................................ 14
2.6 MANAJEMEN WAKAF ....................................................................................................... 16

BAB 3 KESIMPULAN ....................................................................................................................... 19


DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 21

2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Masyarakat madani secara harfiah berarti masyarakat kota yang sudah tersentuh oleh
peradaban maju atau disebut juga civil society (masyarakat sipil). Pada zaman Yunani
terdapat negara-negara kota seperti Athena dan Sparta disebut Sivitas Dei, suatu kota Ilahi
dengan peradaban yang tinggi. Masyarakat beradab lawan dari pada masyarakat komunitas
yang masih liar. Adapun masyarakat madani berasal dari bahasa Arab zaman Rasulullah saw.
yang artinya juga sama dengan masyarakat kota yang sudah disentuh oleh peradaban baru
(maju), lawan dari masyarakat madani adalah masyarakat atau komunitas yang masih
mengembara yang disebut badawah atau pengembara (badui).
Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil
society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada
simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26 September
1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa
masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju. Lebih
jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah
sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan
antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat.
Menurut Quraish Shibab, masyarakat Muslim awal disebut umat terbaik karena sifat-
sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada halhal yang
dianggap baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Allah (alma‟ruf) dan
mencegah kemunkaran. Selanjutnya Shihab menjelaskan, kaum Muslim awal menjadi
“khairu ummah” karena mereka menjalankan amar ma‟ruf sejalan dengan tuntunan Allah dan
rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2: 185).
Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada
peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat ideal ini.
Seperti, pelaksanaan amar ma‟ruf nahi munkar yang sejalan dengan petunjuk Ilahi, maupun
persatuan yang kesatuan yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya (lihat, QS. Ali Imran [3]: 105).
Adapun cara pelaksanaan amar ma‟ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah dengan
hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang tercermin dalam QS an-Nahl
[16]: 125. Dalam rangka membangun “masyarakat madani modern”, meneladani Nabi bukan

3
hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan dengan
sesama umat Islam ataupun dengan umat lain, seperti menjaga persatuan umat Islam,
menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak
melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur lainnya.
Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang tidak mendikotomikan
antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan
tidak meninggalkan akhirat untuk dunianya. Merekabersikap seimbang (tawassuth) dalam
mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada masyarakat Madinah
mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.
Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang menggambarkan
maasyarakat beradab yang mengacu pada nila-inilai kebajikan dengan mengembangkan dan
menerapkan prinsip-prinsip interaksi sosial yang kondusif bagi peneiptaan tatanan demokratis
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
1. Apakah pengertian konsep masyarakat madani?
2. Bagaimana karakteristik masyarakat madani?
3. Bagaimana peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani?
4. Bagaimana sistem ekonomi islam dan kesejahteraan umat?
5. Apa yang dimaksud dengan manajemem zakat?
6. Apa yang dimaksud dengan manajemem wakaf?

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk memahami pengertian konsep masyarakat madani.
2. Untuk memahami karakteristik masyarakat madani.
3. Untuk memahami peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani.
4. Untuk memahami sistem ekonomi islam dan kesejahteraan umat.
5. Untuk memahami manajemen zakat.
6. Untuk memahami manajemen wakaf.

4
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP MASYARAKAT MADANI
Masyarakat madani memiliki banyak pengertian yang telah dikemukakan oleh
beberapa pakar diberbagai negara yang mengaji dan mempelajari tentang fenomena
masyarakat madani, antaranya:
Pertama, definisi yang dikemukakan oleh Zbigniew Rau dengan latar belakang
kajiannya pada kawasan Eropa Timur dan Uni Soviet. Ia mengatakan bahwa yang dimaksud
masyarakat madani merupakan suatu masyarakat yang berkembang dari sejarah, yang
mengandalkan ruang di mana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing
satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini.
Kedua, yang digambarkan oleh Han Sung-joo yang belatar belakang kasus Korea
Selatan. Ia mengatakan bahwa masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang
melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu, perkumpulan sukarela yang terbebas dari
Negara, suatu ruang publik yang mampu mengartikulasi isu-isu politik, gerakan warga
Negara yang mampu mengendalikan diri dan independen, yang secara bersama-sama
mengakui norma-norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk
serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini.
Ketiga, definisi yang dikemukakan oleh Kim Sunhyuk, juga dalam konteks Korea
Selatan. Ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah suatu
satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan
gerakan-gerakan dalam masyarakat yang secara relative otonom dari Negara, yang
merupakan satuan-satuan dasar dari (re) produksi dan masyarakat politik yang mampu
melakukan kegiatan politik dalam suatu ruang public, guna menyatakan kepedulian mereka
dan memajukan kepentingan–kepentingan mereka menurut prinsip-prinsip pluralisme dan
pengelolaan yang mandiri.
Masyarakat madani diistilahkan pertama kali oleh mantan Wakil Perdana Menteri
Malaysia, Anwar Ibrahim.
Menurut Ibrahim masyarakat madani merupakan system sosial yang subur
berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbanganan taraf kebebasan individu dengan
kestabilan masyarakat.

5
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Allah SWT
memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba‟ ayat
15:

ْ‫ور‬ َ ٌ‫ط ِي َبة‬


ٌ ُ‫ْو َربٌّ ْ َغف‬ َ ٌْ‫ْواش ُك ُرواْلَهُْْۚ َبلدَة‬
َ ‫ْر ِب ُكم‬
َ ‫ق‬ِ ‫ْرز‬ ِ ُ‫ْو ِش َما ٍلْْۖ ُكل‬
ِ ‫واْمن‬ َ ‫ين‬ ِ ‫س َبإٍْ ِفيْ َمس َك ِن ِهمْآ َيةٌْْۖ َجنَّت‬
ٍ ‫َانْ َعنْ َي ِم‬ َ ‫لَقَدْْ َكانَ ْ ِل‬

“Sesungguhnya bagi kaum Saba´ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman
mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka
dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah
kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang
Maha Pengampun".

2.2 KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI

Masyarakatat madani tidak muncul dengan sendirinya. Ia membutuhkan unsur-unsur


sosial yang menjadi prasyarat terwujudnya tatanan masyarakat madani. Faktor-faktor tersebut
merupakan satu kesatuan yang saling mengikat dan menjadi karakter khas masyarakat
madani. Beberapa unsur pokok yang harus dimiliki oleh masyarakat madani adalah wilayah
publik yang bebas (free publik sphere), demokrasi, toleransi, kemajemukan (pliralism), dan
keadilan sosial (social justice).
Free public sphere adalah ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk
mengemukakan pendapat masyarakat. Di wilayah ruang publik ini semua warga negara
memiliki posisi dan hak yang sama untuk melakukan transaksi sosial dan politik tanpa rasa
takut dan terancam oleh kekuatan-kekuatan di luar civil society. Mengacu pada Arendt dan
Habermas, ruang publik dapat diartikan sebagai wilayah bebas di mana semua warga negara
memiliki akses penuh dalam kegiatan yang bersifat publik. Sebagai prasyarat mutlak lahirnya
civil society yang sesungguhnya, ketiadaan wilayah publik bebas ini pada suatu negara dapat
menjadi suasana tidak bebas di mana negara mengontrol warga negara dalam menyalurkan
pandangan sosial politiknya.
1. Demokrasi

Demokrasi adalah prasyarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil society yang murni
(genuine). Tanpa demokrasi masyarakat sipil tidak mungkin terwujud. Secara umum

6
demokrasi adalah suatu tatanan sosial politik yang bersumber dan dilakukan oleh, dari, dan
untuk warga Negara.

2. Toleransi

Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Lebih
dari sikap menghargai pandangan berbeda orang lain, toleransi, mengacu pandangan
Nurcholis Madjid, adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika
toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang menyenangkan antara berbagai
kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau manfaat
dari pelaksanaan ajaran yanng benar. Dalam perspektif ini, toleransi bukan sekedar tuntutan
sosial masyarakat majemuk belaka, tetapi sudah menjadi bagian penting dari pelaksanaan
ajaran moral agama.
Senada dengan Majdid. Azra menyatakan bahwa dalam kerangka menciptakan kehidupan
yang berkualitas dan berkeadaban (tamaddun/ civility), masyarakat madani menghajatkan
sikap-sikap toleransi, yakni kesedihan individu-individu untuk menerima beragam perbedaan
pandangan politik dikalangan warga bangsa.

3. Pluralisme

Kemajemukan atau pluralisme merupakan prasyarat lain bagi civil society. Pluralisme
tidak hanya dipahami sebatas sikap harus mengakui dan menerima kenyataan sosial yang
beragam, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan perbedaan
sebagai sesuatu yang alamiah dan rahmat Tuhan yang bernilai positif bagi kehidupan
masyarakat.
Menurut Madjid, pluralisme adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan
keadaban (genuine engagemen of diversities within the bonds of civility). Bahkan
menurutnya pula, pluralisme merupakan suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia
antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan (check and balance).
Kemajemukan dalam pandangan Madjid erat kaitannya dengan sikap penuh pengertian
(toleran) kepada orang lain, yang nyata-nyata diperlukan dalam masyarakat yang majemuk.
Secara teologis, tegas Madjid, kemajemukan sosial merupakan dekrit Allah untuk umat
manusia.

7
4. Keadilan

Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak
dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan: ekonomi,
politik, pengetahuan, dan kesempatan. Dengan pengertian lain, keadilan sosial adalah
hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh
kelompok atau golongan tertentu.

2.3 PERAN UMAT ISLAM DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI

Apa yang disebut sebagai modern dalam kehidupan sebuah negara yang
mengembangkan realitas masyarakat madani, tidak selalu berkaitan dengan masa atau waktu.
Artinya, ketika kita berbicara mengenai negara-negara modern, kemodernan itu tidak
ditentukan oleh waktu atau masa. Dalam sejarah, kemodernan dalam kerangka waktu
merujuk pada suatu episode revolusi komersial; renaisans; revolusi industry; munculnya
protestantisme; dan sebagainya. Dalam kehidupan politik dunia ketiga, kemodernan selalu
dikaitkan dengan masa-masa munculnya kebangkitan nasional, yang kemudian bermuara
dengan diperolehnya kemerdekaan.
Sifat kemodernan dalam kaitannya dengan masyarakat madani muncul dengan
mengatasi dimensi waktu. Sebagai gantinya, kemodernan sebuah politik yang sitandai oleh,
antara lain, adanya struktur masyarakat madani lebih merujuk pada sifat-sifat yang
dikembangkan oleh bangunan politik tersebut. Hal ini tidak aneh, karena dari sudut konsepsi,
bangunan masyarakat madani ini memang awalnya dikembangkan oleh para pemikir dan
filosuf lama: Plato, Aristotheles, Hobbes, Locke, Rosseau, Bentham, Hume, dan sebagainya.
Antara lain dari sudut ini pulalah, kita dapat mengaitkan antara islam dengan
masyarakat madani. Apa yang ingin dikatakan di sini adalah bahwa, seperti para pemikir dan
filosof politik klasik tersebut, islam, baik yang ideal (al qur’an dan sunah) maupun
menyejarah atau yang nampak dalam kehidupan sehari-hari (sejarah dan praktik islam), juga
mengembangkan dimensi masyarakat madani. Pernyataan ini berkesan apologis atau memuji
diri sendiri, seandainya yang mengungkapkan adalah para pemeluk islam sendiri. Apalagi,
hal itu diungkapkan ditengah suasana yang sering sekali islam dipandang sebagai sesuatau
yang berlawanan dengan kehidupan masyarakat madani. Paling tidak, menurut beberapa
orang, sulit untuk menemukan negara muslim dalam praktik yang mengembangkan
masyarakat madani.

8
Tetapi, kalau ungkapan apresiatif atau yang bersifat menghargai ini berasal dari
kalangan ilmuan nonmuslim atau barat, yang mengatakan bahwa ada kesesuaian antara islam
dan konsep masyarakat madani, bahkan kenyataan itu pernah ada dalam kehidupan nyata
masyarakat islam, barang kali orang akan menilai bahwa ini merupakan suatu penilaian yang
objektif. Sosiolog terkemuka dar Amerika Serikat, Robert N. Bellah misalnya mengatakan,
bahwa sesungguhnya bangunan politik yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Ketika berada di Madinah, adalah bersifat sangat modern. Memang bukan organisasi atau
lembaga di luar negara yang berkembang pada waktu itu, tetapi dimensi-dimensi lain yang
ada dalam bangunan konsep masyarakat madani. Hal itu tercermin dengan jelas dalam mitsaq
Al-madinah (perjanjian madinah), yang oleh para ilmuwan politik, dianggap sebagai
konstitusi pertama sebagai negara. Dalam hal ini, sejumlah persyaratan pokok tumbuhnya
kehidupan masyarakat madani yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad adalah prinsip
kesamaan, egaliter, keadilan, dan partisipasi. Dalam konstitusi itu disebutkan, bahwa
pluralitas suku yang diikatkan dalam suatu kesepakatan, bersama, dan dianggap sebagai
umat. Tentu, umat disini bukan dalam arti agama tetapi warga negara. Karenanya, dengan
enak bani aus yahudi itu juga disebut dengan umat madinah. Adanya aturan-aturan yang tegas
ini, yang dituangkan secara tertulis dalam perjanjian madinah, yang mengakui diterapkannya
prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan musyawarah merupakan ciri-ciri awal terbentuknya
kehidupan politik modern, yang antara lain ditandai dengan munculnya semangat masyarakat
madani. Disitu, yang ingin dikembangankan adalah nilai-nilai kehidupan berbangsa dan
bernegara yang sebanding dengan kehidupan politik demokratis meskipun masih dalam
bentuk dan strukturnya yang sederhana.
Dalam kerangka ini pernyataan yang muncul kemudian adalah dari mana sumber
transformasi atau perubahan itu berasal. Tak ada satu jawaban yang lebih pasti bagi kita
untuk mengatakan bahwa faktor pendorong itu adalah islam. Karena sejak muncul dan
berlembangnya islam disana meskipun dalam tahap awal transformasi atau perubahan
masayarakat secara besar-besaran terjadi disana, baik dilihat dari sudut pandang keagamaan
(lebih rasional) maupun kehidupan sosial budaya, ekonomi, dan politik (lebih berperadaban).
Dalam bahasa agama proses perubahan dari situasi jahiliyah ke berperadaban ditegaskan oleh
al-Qur’an, bahwa salah satu fungsi islam adalah membawa atau mengeluarkan masayarakat
dari alam kegelapan menuju alam terang. Dalam kehadiran islam adalah mengeluarkan umat
manusia dari kegelapan ke terang benderang. Sebanding dengan itu, yang lebih popular
adalah kehadiran islam adalah rahmat bagi alam semesta.

9
Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi
pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang
kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan
bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-
nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-
Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
Kualitas SDM Umat Islam Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110 :

ِ ‫ْولَو ْآ َمنَ ْأَه ُل ْال ِكت َا‬


ْْۚ‫ب ْلَ َكانَ ْخَي ًراْلَ ُهم‬ َّْ ِ‫ْوتُؤ ِمنُونَ ْب‬
َ ِْۗ‫اّلل‬ َ ‫ْوت َن َهونَ ْ َع ِن ْال ُمنك َِر‬
َ ‫وف‬ ِ َّ‫ُكنتُم ْخَي َر ْأ ُ َّم ٍة ْأُخ ِر َجت ْ ِللن‬
ِ ‫اس ْت َأ ُم ُرونَ ْبِال َمع ُر‬
َْ‫ْوأَكثَ ُْر ُه ُْمْالفَا ِسقُون‬
َ َ‫ِمن ُه ُمْال ُمؤ ِمنُون‬

Artinya “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli
Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah
umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek
kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnya dibanding umat non Islam.
Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur‟an itu sifatnya normatif,
potensial, bukan riil.
Posisi Umat Islam SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas
yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi,
militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang
signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya
masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang
berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum
dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.

Peranan umat islam di untuk mewujudkan masyarakat madani sangat diperlukan


dikarenakan umat islam merupakan masyarakat mayoritas. Untuk mewujudkan harus ada
upaya –upaya yang perlu dilakukan yaitu :
1. Keniscayaan peranan umat islam
Umat islam adalah umat yang diberikan oleh Allah di antara pemeluk agama yang
lainnya. Umat islam memiiki aturan hidup yang sempurna dan sesuai dengan fitrah
10
hidupnya. Dalam konteks masyarakat, dimana umat islam adalah salah satu agama
mayoritas maka sudah sangat pasti peranan umat islam sangat menentukan.
2. Keniscayaan sistem ekonomi dan kesejahteraan umat
Sistem ekonomi islam menggunakan prinsip ekonomi yang diasaskan dan dibatasi oleh
ajaran islam. Diman dalam Al-Qur’an dan Hadits dipelajari adanya motif laba (protif)
dalam kegiatan ekonomi, namun terbatasi oleh syarat-syarat moral kehidupan.
Kehidupan sosial dan pembatasan pada setiap diri masyakat. Islam mengharamkan riba,
tipu daya, pemaksaan dan eksploitasi berlebihan dan muderat. Islam lebih
mengedepankan ekonomi pasar untuk mengembangkan harta. Sebab harta bukan saja
untuk kesejahteraan pribadi tetapi juga melihat kesejahteraan sosial dalam kehidupan
bermasyarakat.
3. Zakat dan wakaf sebagai instrumen kesejahteraan umat
Dalam ajaran islam ada dua dimensi hubungan yang harus dipelihara yaitu hubungan
manusia dengan Allah dan hubungan manusia lain dalam kehidupan bermasyarakat,
kedua hubungan ini harus berjalan seimbang dan penuh dengan aturan.
Dengan terlaksanakannya hubungan tersebut maka manusia akan sejahtera baik dunia
maupun akhirat. Untuk mencapai tujuan itu, maka diadakan zakat, sedekah, infaq, hibah
dan wakaf. Dengan pengelolaan zakat dan wakaf dengan baik maka akan terwujud
masyarakat madani yaitu masyarakat akan sejahtera sosial ekonomi.

2.4 SISTEM EKONOMI ISLAM DAN KESEJAHTERAAN UMAT


a. Definisi Sistem Ekonomi Islam

Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan ekonomi haruslah
berlandaskan pada tauhid (keesaan Allah). Setiap hubungan seseororang dengan orang lain
dan penghasilan dari hubungan tersebut yang tidak sesuai dengan ajaran tauhid adalah
hubungan yang tidak Islami. Dengan demikian tidak ada hak mutlak dalam ajaran islam
sebab itu mengingkari ajaran tauhid. Maka, hanya ada pada Allah saja hak Mutlak tersebut.
Hal ini berarti hak yang ada pada manusia hanyalah hak milik nisbi, dan manusia berhak
mempertukarkan haknya itu dalam batas-batas yang ditentukan dalam hukum-hukum islam.
Di dalam ajaran islam, islam memandang umat manusia sebagai keluarga, maka
setiap manusia mempunyai derajat yang sama di hadapan Allah. Tetapi konsep persaudaraan
terhadap seluruh anggota masyarakat tidaklah ada artinya kalau tidak disertai dengan
keadilan ekonomi yang memungkinkan setiap orang memperoleh hak atau sumbangan

11
terhadap masyarakat. Allah melarang hak orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-
Syu’ara ayat 183:
ِ ‫ْو ََلْتَعثَواْفِيْاْلَر‬
َْ‫ضْ ُمف ِسدِين‬ َ ‫اسْأَشيَاءهُم‬ ُ ‫َو ََلْت َب َخ‬
َ َّ‫سواْالن‬
Artinya:
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela
di muka bumi dengan membuat kerusakan.”
Dalam ajaran islam yang mendalam terhadap persaudaraan antara semua umatnya,
dijelaskan bahwa ketidakadilan dalam pendapatan dan kekayaan bertentangan dengan hukum
islam. Akan tetapi, konsep islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan tidaklah
menuntut bahwa semua orang harus mendapatkan upah yang sama tanpa memandang
kontribusinya terhadap masyarakat. Islam mentoleransi ketidaksamaan pendapatan sampai
tingkat tertentu, sebab setiap orang tidak memiliki kemampuan, sifat, dan pelayanan yang
sama dalam masyarakat.
Setiap sistem ekonomi pasti didasarkan pada ideologi yang memberikan landasan
dan tujuannya di satu pihak, dan aksioma-aksioma serta prinsip-prinsipnya di lain pihak.
Sebagai konsekuensinya suatu sistem untuk mendukung ekonomi islam seharusnya
diformulasikan berdasarkan pandangan islam tentang kehidupan.
Sistem ekonomi islam adalah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang di
simpulkan dari Al-Qur’an dan sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang di
dirikan atas landasan dasar-dasar tersebut yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masa.
Definisi ekonomi islam menurut beberapa ahli ekonimi islam:
1. Muhammad Abdul mannan : “ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial
yang diihlami oleh nilai-nilai Islam.”
2. Hasanuzzaman : “ Ilmu ekonomi islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari anjuran
dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber daya
material sehingga tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan meraka
menjalankan perintah Allah dan masyarakat.”
Jadi, sistem ekonomi islam merupakan suatu sistem ekonomi yang didalamnya
mempelajari perilaku ekonomi manusia yang diatur berdasarkan aturan agama islam dan
didasari dengan tauhid sebagaimana yang dirangkum dalam rukum Iman dan rukan Islam.
Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya,
sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat105 :
َْ‫ش َهادَةِْفَيُنَبِئ ُ ُكمْبِ َماْ ُكنتُمْتَع َملُون‬
َّ ‫ْوال‬
َ ‫ب‬ِ ‫ست ُ َردُّونَ ْإِلَ ٰىْ َعا ِل ِمْالغَي‬ َ ْ َ‫سولُه َُْوال ُمؤ ِمنُون‬
َ ‫ْۖو‬ َ ‫ىَّْللاُْ َع َملَ ُكم‬
ُ ‫ْو َر‬ َ َ‫َوقُ ِلْاع َملُواْف‬
َّ ‫سيَ َر‬

12
“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, Allah dan rasul-Nya serta orang-orang yang
beriman akam melihat pekerjaan itu.”
Dan karena kerja membawa kepada ampunan, sebagai sabda Rasulullah Muhammad
saw:
“Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu
sore itu ia mendapat ampunan.” (HR. Thabrani dan baihaqi)
Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia
guna mewujudkan ketentraman kebahagian hidup seluruh umat di dunia dan di akhirat
sebagai nilai ekonomi tertinggi. Ketentraman hidup tidak sekedar dapat memenuhi kebutuhan
hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi ketentraman jiwa sebagai
bekal di akhirat nanti. Jadi antara pemenuhan dalam kebutuhan hidup di dunia dan kebutuhan
untuk di akhirat harus ada keseimbangan.
b. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah
Pada sistem ekonomi islam, masyarakat diajarkan untuk hidup hemat menggunakan
semua dengan seperlunya tanpa ada kemewahan yang diperlihatkan kepada
masyarakat lain.
2. Pelarangan Riba
Islam melarang adanya riba, karena riba telah diharamkan oleh Allah dalam firman-
Nya.

ْْۗ‫ُْالربَا‬
ِ ‫ْمثل‬ ِ ‫ْمنَ ْال َم ِسْْۚ ٰذَ ِلكَْْبِأَنَّ ُهمْقَالُواْإِنَّ َماْالبَي ُع‬ِ ُ‫طان‬ َ ‫شي‬ َّ ‫طهُْال‬ ُ ‫اَْلْيَقُو ُمونَ ْإِ ََّل ْ َك َماْ َيقُو ُمْالَّذِيْيَت َ َخ َّب‬ ِ َ‫الَّذِينَ ْيَأ ُكلُون‬
َ َ‫ْالرب‬
ْ َ‫ْۖو َمن ْ َعادَ ْفَْأ ُو ٰلَئِك‬ َّ
َ ِْ‫ىَّْللا‬ َ‫ْوأَم ُرهُ ْ ِإل‬
َ ‫ف‬ َ َ‫سل‬
َ ْ ‫ْر ِب ِه ْفَانت َ َه ٰى ْفَلَهُْ َما‬
َ ‫ْمن‬ ِ ٌ ‫ظة‬َ ‫ْالربَاْْۚفَ َمن ْ َجا َءهُ ْ َمو ِع‬ ِ ‫ْو َح َّر َْم‬ َّ ‫َوأ َ َح َّل‬
َ ‫َّْللاُ ْالبَي َع‬
ِ َّ‫أَص َحابُ ْالن‬
َْ‫ارْْۖهُمْفِي َهاْخَا ِلدُون‬
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);
dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
(Q.S Al Baqarah :275)

13
3. Menjalankan usaha-usaha halal
Islam membebaskan segala bentuk usaha yang akan dilakukan oleh masyarakat,
asalkan usaha yang dilakukan tersebut halal dan tidak merugikan orang lain.
4. Implementasi zakat
Dalam sistem ekonomi zakat dijadikan sebuah kewajiban bukan sebuah
kesukarelaan sebagaimana dalam rukun Islam. Zakat harus dibayarkan atas
kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).
5. Berbagai sumber daya yang ada dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah
swt kepada manusia.
6. Kekuatan pengerak utama ekonomi islam adalah kerja sama.
7. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh
segelintir orang saja.

Sistem ekonomi islam adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek
(penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat,
maupun pemerintah/penguasa dalam rangka mengkoordinasi faktor produksi, distribusi, dan
pemanfaatannya barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan/ perubdang-
undangan islam (sunnatullah).
Ekonomi islam dan sistem ekonomi islam merupakan perwujudan dari paradigma
Islam. Perkembangan ekonomi Islam dan Sistem ekonomi Islam bukan untuk menyaingi
sistem perekomian kapitalis, tetapi lebih ditunjukkan untuk mencari suatu sistem ekonomi
yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem
ekonomi yang telah ada sebelumnya. Adapun yang membedakan sistem ekonomi islam
dengan sistem ekonomi lainnya adalah sebagaimana diungkapkan oleh Suroso, Imam Zadjuli
dan Achmad Ramzy Tadjoeddin (1992:39) :
1. Asumsi dasar/ norma pokok ataupun aturan main dalam proses maupun interaksi
kegiatan ekonomi yang diberlakukan. Dalam sistem ekonomi islam yang menjadi
asumsi dasarnya adalah “syariat islam”. Syariat islam tersebut diberlakukan secara
menyeluruh baik terhadap individu, keluarga, kelompok masyarakat, usahawan,
maupun penguasa/ pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk
keperluan jasmani maupun rohaniah.
2. Prinsip ekonomi islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan alam.

14
3. Motif ekonomi islam adalah mencari “keberuntungan” di dunia dan di akhirat selaku
khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti yang luas.

Islam dan Kesejahteraan Umat


Kesejahteraan dalam pembangunan sosial ekonomi, tidak dapat didefinisikan hanya
berdasarkan konsep materialis dan hedonis, tetapi juga memasukkan tujuan-tujuan
kemanusiaan dan keruhanian. Tujuan-tujuan tersebut tidak hanya mencakup masalah
kesejahteraan ekonomi, melainkan juga mencakup permasalahan persaudaraan manusia
manusia dan keadilan sosial-ekonomi, kesucian kehidupan, kehormatan individu, kehormatan
harta, kedaimanan jiwa dan kebagiaan, serta keharmonisan kehidupan keluarga dan
masyarakat. Ajaran Islam, sama sekali tidak pernah melupakan unsur materi dalam
kehidupan dunia. Materi penting dalam kemakmuran, kemajuan umat islam, realisasi
kehidupan yang baik bagi setiap manusia, dan membantu manusia melaksanakan
kewajibannya kepada Tuhan.

2.5 MANAJEMEN ZAKAT


a. Pengertian Zakat

Dilihat dari sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti berkah,
tumbuh, bersih dan baik. Pendapat lain juga mengatakan bahwa kata dasar “zaka” berarti
bertambah dan tumbuh, sedangkan segala sesuatu yang bertambah disebutkan dengan zakat.
Adapun dari segi istilah, banyak ahli yang mengatakan ataupun mendefinisikan. Menurut
istilah fikih zakat berarti sejumlah harta tertentu diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada
yang berhak. Menurut Imam Nawawi jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut
zakat karena yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti dan melindungi
kekayaan dari kebinasaan. Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah, jiwa dan kekayaan orang yang
berzakat itu menjadi bersih dan kekayaannya akan bertambah. Hal ini berarti bahwa makna
tumbuh dan berkembang itu tidak banyak diperuntukkan buat harta kekayaan tetapi lebih jauh
dari itu. Dengan mengeluarkan zakat diharapkan hati dan jiwa orang yang menunaikan
kewajiban zakat itu menjadi bersih. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an:
ْ‫س ِمي ٌعْ َع ِلي ٌم‬ َ ْ‫سك ٌَنْلَ ُهم‬
َّْ ‫ْۗو‬
َ ُْ‫َّللا‬ َ ْ‫ص ِلْ َعلَي ِهمْْۖإِ َّن‬
َ ْ َ‫ص ََلتَك‬ َ ‫ْوتُزَ ِكي ِهمْ ِب َه‬
َ ‫اْو‬ َ ُ ‫صدَقَةًْت‬
َ ‫ط ِه ُرهُم‬ َ ْ‫ْمنْأَم َوا ِل ِهم‬
ِ ‫ُخذ‬
Yang artinya: “Pungutlah zakat dari kekayaan mereka, engkau bersihkan dan
sucikan mereka dengannya”. (Al-Taubah:103)

15
Dari ayat yang tergambar bahwa zakat yang dikeluarkan oleh para muzakki itu dapat
mensucikan dan membersihkan hati mereka. Suci hati dapat diartikan mereka tidak
mempunyai sifat yang tercela terhadap harta seperti rakus dan kikir. Sebagai orang yang suci
dan mendapat petunjuk Allah, dia akan mengeluarkan harta bendanya tidak hanya semata-
mata karena kewajiban yang diperintahkan Allah, melainkan benar-benar karena merasa
sebagai orang yang mempunyai kelebihan harta yang ikut bertanggung jawab atas sebagian
masyarakat yang terlantar.
Dari definisi tersebut jelas bahwa zakat selain merupakan ibadah kepada Allah juga
mempunyai dampak sosial yang nyata. Dari satu segi zakat adalah ibadah dan dari segi lain ia
merupakan kewajiban sosial. Zakat merupakan salah satu dana atau harta masyarakat yang
dapat dimanfaatkan untuk menolong orang-orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari sehingga dapat mempunyai kesempatan untuk hal-hal yang lebih luhur
sebagai khalifah Allah dibumi. Dalam ajaran Islam manusia selalu diberi kesempatan untuk
menikmati kehidupa ini dengan cara yang halal sehingga dengan kenikmatan yang ia rasakan
itu ia dapat berbuat bagi dirinya dan orang lain.
b. Tujuan Zakat

Zakat yang mengandung pengertian bersih, suci, berkembang dan bertambah


mempunyai makna yang penting dalam kehidupan manusia baik sebagai individu maupun
masyarakat. Dengan demikin lembaga zaka itu diwajibkan untuk mencapai tujuan-tujuan
yang diinginkan. Tujuan-tujuan tersebut diantaranya yaitu :
1. Mengankat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup dan
penderitaan.
2. Membantu memecahkan masalah yang hidup dihadapi oleh para ibnusabil dan
mustahiq lainnya.
3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam pada umumnya.
4. Menghilangkan sifat kikir atau loba pemilik harta.
5. Membersihkan diri dari sifat dengki dan iri dalam hati orang-orang miskin.
6. Menjembatani jurang pemisah antara orang kaya dan orang miskin.
7. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial dan pada diri sendiri.
8. Mendidik manusia disiplin menunaikan kewajibannya untuk menyerahkan hak orang
lain yang ada padanya.
9. Sarana pemerataan pendapatan (rizqi) untuk mencapai keadilan sosial.

16
Dari tujuan-tujuan diatas tergambar bahwa zakat merupakan salah satu ibadah
khusus kepada Allah yang mempunyai dampak positif yang sangat besar bagi kesejahteraan
masyarakat. Dengan terlaksananya lembaga zakat dengan baik dan benar diharapkan
kesulitan dan penderitaan fakir miskin dapat berkurang.
c. Pengelolaan Zakat
Sehubungan pengelolaan zakat yang kurang optimal, sebagian masyarakat yang
tergerak hatinya untuk memikirkan pengelolaan zakat secara produktif, sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan umat Islam pada umumnya dan masyarakat pada umumnya.
Oleh karena itu, pada tahun 1990-an, beberapa perusahaan dan masyarakat membentuk Baitul
Mal atau lembaga yang bertugas mengelola dan zakat, infak dan sedekah dari karyawan
perusahaan yang bersangkutan dan masyarakat. Sementara pemerintah juga membentuk
Badan Amil Zakat Nasional. Dalam pengelolaan zakat diperlukan beberapa prinsip, antara
lain:
1. Pengelolaan harus berlandasakn Alquran dan Assunnah.
2. Keterbukaan. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil
zakat, pihak pengelola harus menerapkan manajemen yang terbuka.
3. Menggunakan manajemen dan administrasi modern.

Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelolah zakat dengan sebaik-
baiknya.

2.6 MANAJEMEN WAKAF


a. Pengertian Wakaf

Dalam kamus Arab-Melayu yang disusun oleh Muhammad Fadlullah dan B. Th.
Brondgeest dinyatakan bahwa, wakaf menurut bahasa arab berarti al-habsu yang berasal dari
kata kerja habasa-yahbisu-habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan.
Kemudian kata ini berkembang menjadi habbasa dan berarti mewakafkan harta karena Allah.
Adapun menurut istilah, wakaf berarti berhenti atau menahan harta yang dapat diambil
manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah, serta dimaksudkan
untuk mendapatkan keridaan Allah swt. (Ahmad Azhar Basyir, 1987:5). Menurut Moh.
Anwar yang dimaksudkan dengan wakaf adalah menahan sesuatu barang daripada
dijualbelikan atau diberikan atau dipinjamkan oleh yang empunya guna dijadikan manfaat
untuk kepentingan sesuatu tertentu yang diperbolehkan oleh syara’ serta tetap bentuknya dan

17
boleh dipergunakan atau diambil hajatnya oleh orang yang ditentukan perorangan atau
umum.(Moh. Anwar, 1979:78).
Selanjutkan Maulana Muhammad Ali dalam bukunya De Relegie van den Islam
memberikan batasan, yang dimaksudkan dengan wakaf adalah penetapan yang bersifat abadi
untuk memungut hasil dari barang yang diwakafkan guna kepentingan orang seorang atau
yang bersifat keagamaan, untuk tujuan amal (Abdurrahman, 1984:6)
Dengan demikian, yang dimaksudkan dengan wakaf adalah menyediakan suatu harta
benda yang dipergunakan hasilnya untuk kemasalahatan umum (Abdoerraoef,1986: 146).
Harta yang dijadikan wakaf tidak habis karena dipakai , dengan arti biarpun faedah harta itu
diambil, tubuh benda itu masih tetap ada (Abdoerraoef, 1986: 147).
b. Klasifikasi atau Macam-Macam Wakaf
Wakaf dapat dibedakan atas wakaf ahli (wakaf keluarga atau wakaf khusus) dan
wakaf khairi (wakaf umum).
Wakaf ahli adalah wakaf yang tujuan peruntukannyaditujukan kepada orang-orang
tertentu saja atau dilingkungan keluarganya. Misalnya seseorang mewakafkan buku-bukunya
kepada anak-anaknya dan diteruskan kepada cucu-cucunya yang dapat menggunakannya
(Nico Ngani dan Saroso, 1984: 7-8)
Wakaf khairi atau wakaf umum adalah wakaf yang tujuan peruntukannya sejak
semula ditujukan untuk kepentingan umum (orang banyak) (Saroso dan Nico Ngani, 1984:
8). Wakaf khairi inilah yang benar-benar dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat secara
luas dan dapat merupakan salah satu sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan
masyarakat, baik dalam bidang sosialekonomi, pendidikan, kebudayaan, maupun keagamaan
(Ahmad Azhar Basyir,1987:15).
c. Pembinaan dan Pengembangan Wakaf Melalui Badan Wakaf Indonesia

Pada umumnya di negara-negara yang sudah berkembang wakafnya, memiliki Badan


Wakaf atau semacam Badan Wakaf yang bersifat nasional. Dengan Undang-Undang 41
Tahun 2004 juga dibentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai lembaga indepeden yang
bertugas untuk memajukan dan mengembangkan perwakilan perwakafan di Indonesia. BWI
ini berkedudukan di ibu negara dan dapat membentuk perwakilan di provinsi atau
kabupaten/kota sesuai dengan kebutuhan dan sebelumnya telah berkonsultasi dengan
pemerintah daerah setempat. Tugas dan wewenang BWI melakukan pembinaan dan
pengembangan harta wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan persetujuan
dan/ atau izin atas perubahn peruntukan dan status harta benda wakaf dsb. Dalam

18
melaksanakan tugas dan wewenang BWI dapat bekerja sama dengan instansi Pemerintah
baik Pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat, para ahi, dan pihak lain yang dipandang
perlu serta memperhatikan pertimbangan menteri yang bertanggung jawab di bidang agama
dan Majelis Ulama Indonesia. Badan ini mempunyai fungsi sangat srategis terutama dalam
rangka pembinaan dan pengawasan terhadap nazhir untuk dapat melakukan pengelolaan
wakaf secara produktif.

19
BAB 3
KESIMPULAN

1. Masyarakat madani merupakan system sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang
menjamin keseimbanganan taraf kebebasan individu dengan kesetabilan masyarakat
2. Masyarakatat madani tidak muncul dengan sendirinya. Ia membutuhkan unsur-unsur
sosial yang menjadi prasyarat terwujudnya tatanan masyarakat madani. Faktor-faktor
tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mengikat dan menjadi karakter khas
masyarakat madani.
3. Karakteristik dari masayarakat madani yaitu Wilayah Pubilik yang Bebas, Demokrasi,
Toleransi, Pliralisme, Keadilan.
4. Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi
pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang
kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan
kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan
terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu
Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
5. Tujuan-tujuan tersebut tidak hanya mencakup masalah kesejahteraan ekonomi,
melainkan juga mencakup permasalahan persaudaraan manusia manusia dan keadilan
sosial-ekonomi, kesucian kehidupan, kehormatan individu, kehormatan harta,
kedaimanan jiwa dan kebagiaan, serta keharmonisan kehidupan keluarga dan
masyarakat. Ajaran Islam, sama sekali tidak pernah melupakan unsur materi dalam
kehidupan dunia. Materi penting dalam kemakmuran, kemajuan umat islam, realisasi
kehidupan yang baik bagi setiap manusia, dan membantu manusia melaksanakan
kewajibannya kepada Tuhan.
6. Manajemen zakat yang baik adalah suatu keniscayaan. Dalam Undang-Undang (UU)
No.38 Tahun 1999 dinyatakan bahwa “Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan
pendistribusian serta pendayagunaan zakat”. Kualitas manajemen suatu lembaga
pengelola zakat harus dapat diukur. Untuk itu, ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan
sebagai alat ukurnya. Pertama, amanah. Sifat amanah merupakan syarat mutlak yang
harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Tanpa adanya sifat ini, hancurlah semua sitem yang
dibangun. Kedua, sikap profesional. Sifat amanah belumlah cukup. Harus diimbangi

20
dengan profesionalitas pengelolaannya. Ketiga, transparan. Dengan transparannya
pengelolaan zakat, maka kita menciptakan suatu sistem kontrol yang baik, karena tidak
hanya melibatkan pihak intern organisasi saja, tetapi juga akan melibatkan pihak
eksternal. Dan dengan transparansi inilah rasa curiga dan ketidakpercayaan masyarakat
akan dapat diminimalisasi.
7. wakaf adalah menyediakan suatu harta benda yang dipergunakan hasilnya untuk
kemasalahatan umum (Abdoerraoef,1986: 146). Harta yang dijadikan wakaf tidak habis
karena dipakai , dengan arti biarpun faedah harta itu diambil, tubuh benda itu masih tetap
ada (Abdoerraoef, 1986: 147).

21
DAFTAR PUSTAKA

Efendy, Bahtiar. 2001. Masyarakat Agama dan Pluralisme keagamaan. Yogyakarta : Galang
Pres.
Furqan, Arief. 2002. Islam untuk Disiplin Ilmu Ekonomi. Jakarta : Direktorat Jenderal
Kelembagaan Agama Islam.
Furqan, Arief. 2002. Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum. Jakarta : Direktorat Jenderal
Kelembagaan Agama Islam.
Kahf,Monzer. 1979. Ekonomi Islam (telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam).
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Lubis,Suhrawardi K. 2000. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta : Sinar Grafika.
TIM ICCE UIN. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani. Jakarta :
Prenada Media.
TIM ICCE UIN. 2010. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, & Masyarakat Madani. Jakarta :
Prenada Media.
Usman, Rachmadi. 2009. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika Offset.
http://ebookbrowse.com/7-masyarakat-madani-dan-kesejahteraan-umat-makalah-pdf-
d245510227
http://quran.ittelkom.ac.id/?sid=16&aid=97&pid=arabicid

22
23

Anda mungkin juga menyukai