Anda di halaman 1dari 16

PAPER BAKTERIOLOGI & MIKOLOGI

TINGKAT SANITASI PRODUK OLAHAN DITINJAU


DARI CEMARAN BAKTERI

Oleh :
Windy Kartika Sari 1809511094

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kuasa-Nya,
sehingga dapat diselesaikannya paper Bakteriologi & Mikologi “Tingkat Sanitasi Produk
Olahan Ditinjau Dari Cemaran Bakteri” ini dengan baik. Tulisan ini dibuat untuk
memenuhi tugas paper bakteriologi & mikologi, di Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Udayana. Segala kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kebaikan dari
tulisan ini, dan tak lupa penulis ucapkan banyak terimakasih.

Denpasar, 12 Oktober 2019


Hormat kami,

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 3
2.1 Bakteri Coliform Sebagai Indikator Sanitasi ................................................................................ 3
2.2 Angka Lempeng Total Sebagai Uji Sanitasi ................................................................................. 8
2.3 Jumlah Bakteri Coliform Pada Telur Ayam Buras Yang Dijual Di Pasar .................................... 9
BAB III................................................................................................................................................. 12
PENUTUP............................................................................................................................................ 12
3.1. Kesimpulan ........................................................................................................................... 12
3.2. Saran ..................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu bahan makanan yang praktis digunakan dan tidak memerlukan pengolahan
yang sulit adalah telur. Telur merupakan bahan pangan yang digemari masyarakat karena
sarat akan protein, lemak tak jenug, vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh manusia
(Warsito, 2015; Mulza dkk., 2013). Selain itu, telur adalah salah satu sumber protein hewani
yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna dan harganya lebih terjangkau dibandingkan
dengan protein hewani lainnya. Telur yang beredar di pasaran bermacam-macam, seperti
telur ayam ras, telur ayam kampung, telur bebek dan telur puyuh. Namun, umumnya
masyarakat cenderung mengkonsumsi telur ayam ras. Hal ini dikarenakan telur ayam ras
lebih mudah didapatkan dan harganya juga lebih murah. Telur rentan rusak/mudah pecah dan
memiliki daya simpan yang pendek (Nurhadi, 2012). Pada saat penyimpanan, telur ini bisa
terjadi kerusakan secara fisik, kimia maupun biologis (Hardianto dkk., 2012). Umumnya
kerusakan telur secara biologis, terjadi karena masuknya bakteri. Masuknya bakteri ini
berasal dari kotoran yang menempel pada kulit telur, kotoran dari feses, tanah atau suatu
bahan yang mengandung bakteri. Selain itu, bakteri dapat masuk ke dalam kulit telur yang
retak atau menembus kulit telur melalui poripori telur (Lubis dkk., 2012). Sebagai bahan
pangan yang bergizi tinggi, maka telur harus memenuhi standar kesehatan yang telah
ditetapkan sehingga aman dikonsumsi oleh masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut,
maka perlu dilakukan pengujian kualitas mikrobiologi telur ayam ras berdasarkan angka
lempeng total bakteri.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada paper ini :
1. Apa peran bakteri Coliform sebagai indikator sanitasi?
2. Bagaimana peran angka lempeng total sebagai uji sanitasi?
3. Berapa jumlah bakteri Coliform pada telur ayam buras yang dijual di pasar?

1
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan paper ini :
1. Mengetahui peran bakteri Coliform sebagai indikator sanitasi?
2. Mengetahui peran angka lempeng total sebagai uji sanitasi?
3. Mengetahui jumlah bakteri Coliform pada telur ayam buras yang dijual di pasar?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bakteri Coliform Sebagai Indikator Sanitasi

Bakteri coliform merupakangolongan mikroorganisme yang lazim digunakan


sebagai indikator, di mana bakteri ini dapat menjadi sinyal untuk menentukan suatu
sumber air telah terkontaminasi oleh patogen atau tidak. Berdasarkan penelitian, bakteri
Coliform ini menghasilkan zat etionin yang dapat menyebabkan kanker. Selain itu,
bakteri pembusuk ini juga memproduksi bermacam-macam racun
seperti indol dan skatol yang dapat menimbulkan penyakit bila jumlahnya berlebih di
dalam tubuh (Pracoyo, 2006).
Beberapa patogen yang telah dikenal sejak beberapa dekade lalu adalah giardia
lamblia (giardiasis), cryptosporidium (cryptosporidiosis), hepatitis A (penyakit terkait
hati), dan helminthes (cacing parasit). Bakteri Coliform dapat digunakan sebagai
indikator karena densitasnya berbanding lurus dengan tingkat pencemaran air. Bakteri ini
dapat mendeteksi patogen pada air seperti virus, protozoa, dan parasit. Selain itu, bakteri
ini juga memiliki daya tahan yang lebih tinggi daripada patogen serta lebih mudah
diisolasi dan ditumbuhkan (Doyle, 2006).
Bakteri kelompok koliform meliputi semua bakteri berbentuk batang, gram negatif,
tidak membentuk spora dan dapat memfermentasi laktosa dengan memproduksi gas dan
asam pada suhu 370C dalam waktu kurang dari 48 jam. Adapun bakteri E.Coli selain
memiliki karakteristik seperti bakteri koliform pada umumnya juga dapat menghasilkan
senyawa indole didalam air pepton yang mengandung asam amino triptofan, serta tidak
dapat menggunakan natrium sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon.
Ciri-ciri bakteri coliform antara lain bersifat aerob atau anaerob fakultatif, termasuk
ke dalam bakteri gram negatif, tidak membentuk spora, dan dapat
memfermentasi laktosa untuk menghasilkan asam dan gas pada suhu 35°C-37°C. Contoh

3
bakteri coliform antara lain Escherichia coli, Salmonella spp., dan lain-lain (Hajna,
1943).

1. Escherichia coli
E. coli juga merupakan bakteri indikator kualitas air karena keberadaannya
didalam air mengindikasikan bahwa air tersebut terkontaminasi oleh feses, yang
kemungkinan juga mengandung mikroorganisme enterik patogen lainnya. E. coli menjadi
patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar
usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare (Brooks
et al., 2004).
E. Coli jika masuk ke dalam saluran pencernaan dalam jumlah banyak dapat
membahayakan kesehatan. Walaupun E. Coli merupakan bagian dari mikroba normal
saluran pencernaan, tapi saat ini telah terbukti bahwa galurgalur tertentu mampu
menyebabkan gastroenteritis taraf sedang hingga parah pada manusia dan hewan.
Sehingga, air yang akan digunakan untuk keperluan sehari-hari berbahaya dan dapat
menimbulkan penyakit infeksius (Suriaman, 2008).
Terdapat tiga jenis E.coli, yaitu: E. coli enterotoksigenik (enterotoxigenic E.coli
(ETEC)). Produksi enterotoksin oleh E.coli ditemukan sekitar tahun 1970 dari strain-
strain yang ada hubungannya dengan penyakit diare. Penelitian selanjutnya menerangkan
strain-strain enterototoksigenik dari E.coli sebagai suatu hal yang bersifat patogen pada
penyakit diare manusia. Dua tipe toksin E.coli disebut sebagai toksin labil (labile toxin,
LT) dan toksin stabil (stable toxin, ST).
Indonesia, sejak tahun 1968 E.coli lebih banyak diperhatikan sebagai penyebab diare
pada bayi atas dasar hasil yang diperoleh pada tahun tersebut di Bandung oleh Soeprapti
Thaib dkk.(1968) yaitu 41,9% (88 dari 210 tinja) pada bayi yang berumur 0-6 bulan dan
35,3% (45 dari 136 tinja) pada bayi umur 6-12 bulan, Ono Dewanoto dkk.(1969)
melaporkan 36,2% (163 dari 448 tinja) untuk bayi berumur 0-24 bulan dan Gracey
dkk.(1973) melaporkan angka 35,0% (7 dari 20 tinja bayi 0-24 bulan yang dirawat di
Bangsal Gastroenterologi Anak RSCK/FKUI Jakarta) pada tahun 1973. Sejak tahun 1975,
perhatian terhadap penyakit diare akut Universitas Sumatera Utara beralih dari E.Coli
enteropatogenik (EPEC) ke E.coli enterotoksigenik (ETEC) disamping Rotavirus dan
Salmonella Oranienburg.
Akhir-akhir ini kelompok E.coli dari serotipe yang berbeda (umumnya O78, O13, O6)
yang memproduksi enterotoksin telah ditemukan sebagai etiologi penting diare akut,
4
termasuk diare epidemik, pada neonatus (Sack,1977). Smith dan Gyles (1970)
mengemukakan adanya E.coli patogen pada babi yang mempunyai plasmid (suatu massa
DNA yang mempunyai kromosom) yang mudah dipindahkan dan dikenal sebagai plasmid
Ent+ yang mempunyai kemampuan membentuk berbagai macam enterotoksin. Pada
manusia, E.coli patogen juga mempunyai plasmid Ent + yang membentuk toksin tahan
panas (stable toxin, ST) dan toksin tidak tahan panas (labile toxin, LT) atau
kombinasi(ST/LT). Seperti toksin kolera, toksin LTETEC dapat merangsang adenilsiklase
dalam sel mukosa usu halus (Evans, 1972; Sujudi, 1983).
E.coli enteropatogenik (Entheropathogenic E.coli (EPEC)). Pada tahun 1945 Bray
berhasil menemukan tipe antigen spesifik E.coli pada bayi penderita kolera. Selain itu
dikemukakan terdapatnya bau yang khas seperti semen dari cairan yang dihasilkan oleh
organisme itu. Tidak lama kemudian Kauffman berhasil menyusun satu sistem untuk
menentukan tipe E.coli yang didasarkan atas antigen somatik (antigen O), antigen
kapsular (antigen K) dan antigen Flagelar (antigen H). Sejak itu ditemukan 15 serogrup,
diantaranya yang dikenal sebagai bentuk EPEC yang telah diketahui pula sebagai
penyebab epidemi diare pada bayi (Evans, 1979). Yang paling banyak didapatkan ialah:
O26 B6, O55 B5, O111 B4 dan yang agak kurang O114 B14, O126 B16, O127 B8, O128
B12 (Cruickshank, 1974). Pada kira-kira 2-3% bayi sehat ditemukan EPEC.

2. Salmonella sp.
Salmonella merupakan bakteri yang ditemukan di Amerika pada tahun 1899
(DHARMOJONO, 2001). Sakit yang disebabkan oleh salmonella disebut salmonelosis.
Penyakit ini terus meningkat dengan semakin intensifikasinya produksi peternakan dan
teknik laboratorium yang semakin canggih. Bakteri dari genus Salmonella merupakan
bakteri penyebab infeksi. Jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan
gejala yang disebut salmonellosis. Gejala salmonellosis yang paling sering terjadi adalah
gastroenteritis. Selain gastroenteritis, beberapa spesies Salmonella juga dapat
menimbulkan gejala penyakit lainnya. Misalnya demam enterik seperti demam tifoid dan
demam paratifoid, serta infeksi lokal.
Salmonellosis merupakan penyakit yang menular pada manusia (zoonosis). Kejadian
salmonellosis semakin meningkat dengan semakin banyaknya warung-warung manakn
yang tidak higienik. Sumber penularan berupa keluaran (eksresi) hewan dan manusia baik
dari hewan ke manusia maupun sebaliknya. Menurut www.oie.int salmonellosis adalah
penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh organisme dari 2 jenis
5
salmonella (S. enteritica dan S. bongori), meskipun sebagai bakteri yang terdapat di
saluran pencernaan, salmonella menyebar luas di lingkungan, umumnya ditemukan pada
sampah dan bahan-bahan yang berhubungan dengan kontaminasi fekal. Mikroorganisme
ini juga ditemukan di peralatan pakan, menyebabkan penyakit infeksi pada hewan
khususnya babi dan unggas.
Infeksi Salmonella dari pangan asal hewan memiliki peranan penting dalam kesehatan
masyarakat dan khususnya pada keamanan pangan sehingga produk pangan asal hewan
dipertimbangkan menjadi sumber utama pada infeksi salmonella pada manusia. Pakan
yang terkontaminasi salmonella menjadi sumber paling umum pada infeksi hewan.
Kontaminasi pakan sering disebabkan oleh serovar salmonella yang berhubungan dengan
kesehatan masyarakat, peralatan pakan, khususnya daging dan tepung tulang seharusnya
diselidiki/investigasi akan kehadiran dari salmonella.
Salmonellosis adalah salah satu penyakit zoonosis yang disebut foodborne diarrheal
disease dan terdapat di seluruh dunia. Disebut foodborne diarrheal disease karena
penyakit ini ditularkan oleh ternak carrier yang sehat ke manusia melalui makanan yang
terkontaminasi Salmonella spp. dan menyebabkan enteritis, di negara berkembang seperti
Indonesia, dokter praktek dan rumah sakit sering menerima pasien dengan diagnosa
thypus atau parathypus dengan insiden yang cukup tinggi sepanjang tahun. Insidensi
salmonellosis di negara-negara berkembang yang menyerang manusia meningkat antara
tahun 1980-1990an, sejalan dengan semakin intensifnya budidaya ternak dan munculnya
klon-klon salmonella baru.
Habitat bakteri salmonella adalah di dalam alat pencernaan manusia, hewan, dan
bangsa burung. Oleh karena itu cara penularannya adalah melalui mulut karena
makan/minum bahan yang tercemar oleh keluaran alat pencernaan penderita. Salmonella
akan berkambang biak di dalam alat pencernaan penderita, sehingga terjadi radang usus
(enteritis). Radang usus serta penghancuran lamina propria alat pencernaan oleh
penyususpan (proliferasi) salmonella inilah yang menimbulkan diare, karena salmonella
menghasilkan racun yang disebut cytotoxin dan enterotoxin (DHARMOJONO, 2001).
Salmonella mungkin terdapat pada makanan dalam jumlah tinggi, tetapi tidak selalu
menimbulkan perubahan-perubahan dalam hal warna, bau maupun rasa dari makanan
tersebut. Semakin tinggi jumlah salmonella di dalam suatu makanan, semakin besar
timbulnya gejala infeksi yang mengkonsumsi makanan tersebut dan semakin cepat waktu
inkubasi sampai timbulnya gejala infeksi. Makanan-makanan yang sering terkontaminasi
oleh salmonella yaitu telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olehannya, dging ayam,
6
daging sapi serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju (SUPARDI dan
SUKAMTO, 1999). JAY (2000) menjelaskan bahwa khusus untuk S. enteritidis dapat
ditemukan di dalam telur dan ovarium ayam yang bertelur, dengan kemungkinan jalur
penularannya sebagai berikut: (1) transovarium; (2) translokasi dari peritonium ke
kantong kuning telur atau oviduk; (3) mempenetrasi kerabang telur sewaktu telur bergulir
menuju kloaka; (4) pencucian telur; (5) pengolahan makanan. Salmonella akan
berpenetrasi ke dalam telur dan terperangkap di dalam membran, kemudian akan diingesti
oleh embrio. Habitat utama salmonella pada ayam adalah saluran pencernaan, termasuk
caecum. Apabila salmonella ada di dalam tubuh ayam, maka ayam akan bertindak sebagai
carrier sepanjang hidupnya (JAY, 2000). Menurut RAY (2001) manusia dapat bertindak
sebagai carrier setelah terinfeksi dan menyebarkannya melalui feces untuk waktu yang
cukup lama, selain itu dapat juga terisolasi dari tanah, air, dan sampah yang
terkontaminasi feces. Salmonella di dalam tubuh host akan menginvasi mukosa usus
halus, berbiak di sel epitel dan menghasilkan toxin yang akan menyebabkan reaksi radang
dan akumulasi cairan di dalam usus. Kemampuan salmonella untuk menginvasi dan
merusak sel berkaitan dengan diproduksinya thermostable cytotoxic factor. Salmonella
ada di dalam sel epitel akan memperbanyak diri dan menghasilkan thermolabile
enterotoxin yang secara langsung mempengaruhi sekresi air dan elektrolit (RAY, 2001).
Ciri-ciri klinis penyakit yang disebabkan oleh salmonella :
 Gastroenteritis
Gastroenteritis yang disebabkan oleh salmonella merupakan infeksi pada usus dan
terjadi lebih dari 18 jam setelah bakteri patogen itu masuk ke dalam host. Ciri-cirinya
adalah demam, sakit kepala, muntah, diare, sakit pada abdomen (abdominal pain) yang
terjadi selama 2 - 5 hari. Spesies yang paling sering menyebabkan gastroenteritis ialah S.
typhimurium. Kehilangan cairan dan kehilangan keseimbangan elektrolit merupakan
bahaya bagi anak-anak dan orang tua.
 Septisemia
Septisemia oleh Salmonella menunjukkan ciri-ciri demam, anoreksia dan anemia.
Infeksi ini terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Lesi-lesi dapat menyebabkan
osteomielitis, pneumonia, abses pulmonari, meningitis dan endokarditis. Spesies utama
yang menyebabkan septisemia ialah S. cholera-suis.

7
 Demam-demam enterik
Demam enterik yang paling serius adalah demam tifoid. Agen penyebabnya adalah S.
typhi. Selain itu S. paratyphi A dan B bisa menyebabkan demam enterik tetapi tidak
terlalu berbahaya dan resiko kematiannya lebih rendah. Manusia merupakan hos tunggal
untuk S. typhi, ciri-cirinya antara lain lesu, anoreksia, sakit kepala, kemudian diikuti oleh
demam. Pada waktu tersebut S. typhi sedang menembus dinding usus dan masuk ke
dalam saluran limfa. Melalui saluran darah S. typhi menyebar ke bagian tubuh lain.
Insidensi kematian yaitu antara 2 - 10%; lebih 3% penderita demam tifoid menjadi carrier
kronik.

2.2 Angka Lempeng Total Sebagai Uji Sanitasi

Uji Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode kuantitatif yang digunakan untuk
mengetahui jumlah mikroba pada suatu sampel. Angka Lempeng Total (ALT) menunjukkan
jumlah mikroba dalam suatu produk. ALT secara umum tidak terkait dengan bahaya
keamanan makanan, namun bermanfaat untuk menunjukkan kualitas, masa simpan,
kontaminasi, dan status higiene/sanitasi selama proses produksi. Media plating (sumber
energi) yang digunakan dalam pengujian ALT dapat mempengaruhi jumlah dan jenis bakteri
yang diisolasi karena perbedaan persyaratan nutrisi dan garam pada tiap mikroba (SNI
7388:2009).

Cara perhitungan koloni pada metode cawan ini adalah dengan


menggunakan Standard Plate Count (SPC) atau Angka Lempeng Total (ALT), caranya
adalah sebagai berikut (Ericka, 2011).

1. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yaitu angka pertama
(satuan) dan angka kedua (desimal). Jika angka yang ketiga sama dengan atau lebih
besar dari lima, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua.
2. Jika pada semua pengenceran dihasilkan kurang dari 30 koloni mikroba pada
cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Oleh karena itu jumlah
kuman pada pengenceran yang terendah yang diukur/dihitung. Selanjutnya hasil yang
kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang
sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.

8
3. Jika pada semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada medium,
berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Oleh karena itu jumlah kuman
pada pengenceran yang tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan kemudian
dikalikan dengan faktor pengencernya, tetapi jumlah yang sebenarnya harus
dicantumkan di dalam tanda kurung.
4. Jika digunakan dua cawan petri per pengenceran, data yang diambil harus dari
kedua cawan tersebut, tidak boleh diambil salah satu. Oleh karena itu harus dipilih
tingkat pengenceran yang menghasilkan kuman diantara 30-300.
Adapun rumus perhitungan ALT adalah sebagai berikut :

Jumlah kuman =

(10-3 - kontrol) x 1000 + (10-4 - kontrol) x 10.000


Luas Penampang
= . . . . . . koloni/gram

2.3 Jumlah Bakteri Coliform Pada Telur Ayam Buras Yang Dijual Di Pasar
Hasil jumlah bakteri Coliform pada telur ayam buras yang diambil pada pasar
tradisional dapat dilihat pada tabel berikut.

Rata-rata dari hasil jumlah bakteri coliform pada telur ayam buras yang dibeli
pada pasar tradisional menunjukkan bahwa jumlah rataan total bakteri coliform pada
kedonganan 165,75x102 lebih tinggi dibandingkan pada pasar kuta 1 yang berjumlah
157,75x102 , pasar kuta 2 yang berjumlah 47,25x102 dan pasar Jimbaran yang
9
berjumlah 54,75x102 . Ini menunjukkan bahwa kondisi sanitasi dari Pasar
Kedonganan memang buruk. Ini disebabkan dari kondisi pasar Kedonganan itu
sendiri yang terletak pada pinggir pantai yang cenderung becek dan penjualan telur itu
sendiri dibarengi oleh penjual sayuran segar. Kondisi inilah yang menunjang
perkembangan bakteri coliform menjadi lebih banyak jika dibanding pasar lainnya.
Telur di pasar Kuta 1 lebih banyak dibanding pasar Kuta 2 dan pasar Jimbaran. Ini
disebabkan karena pasar Kuta 1 itu sendiri cenderung lembab dan kurang adanya sinar
matahari yang bisa tembus kedalam pasar. Walaupun penjual telur tersebut tidak
digabung oleh penjual yang lain tapi karena suasana pasar yang lembab menjadikan
perkembangan bakteri coliform itu sendiri menjadi lebih banyak dibanding pasar Kuta
2 dan pasar Jimbaran. pada pasar Kuta 2 dan pasar Jimbaran jumlah bakteri coliform
lebih sedikit dibanding dengan pasar Kedonganan dan pasar Kuta 1. Ini disebabkan
karena kondisi pasarnya yang kering dan tidak dicapur dengan pedagang lain, yang
kemungkinan kontaminasi silang sangat kecil.
Berdasarkan perbandingan jumlah bakteri Coliform pada tiap pasar diberikan
peringkat bahwa pasar Kedonganan (54,75x102 ) > pasar Kuta 2 (47,25x102 ).

Berdasarkan perbandingan jumlah Coliform pada kelompok pasar, pasar yang


bersanitasi baik 51x102 dengan pasar yang bersanitasi buruk mempunyai 161,75x102.
Dari hasil ini bisa dilihat bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada jumlah Coliform
di telur ayam buras perkelompok pasar yaitu sebesar 110,75x102 . Hal ini disebabkan
karena pada sanitasi pasar yang buruk perkembangan bakteri Coliform menjadi lebih

10
banyak bila dibandingkan dengan pasar bersanitasi baik. Karena faktor lingkungan
juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dari bakteri.

Pembahasan

Standar Nasional Indonesia SNI No. 01-6366-2000 tentang batas maksimum


cemaran bakteri pada telur segar yang dibuat pemerintah untuk perlindungan terhadap
konsumen mengenai mutu produk hewan yang beredar, untuk Coliform adalah 1x102
(Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, 2007).
Berdasarkan standar di atas, maka telur ayam buras yang dijual di pasar
Kedonganan, pasar Kuta 1, pasar Kuta 2, dan pasar Jimbaran tidak memenuhi standar
yang ditetapkan, karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari total sampel
telur yang diperiksa menunjukkan jumlah rata-rata bakteri coliform 106,38x102 .
Hasil ini menunjukkan kualitas telur yang dijual di beberapa pasar tradisional tersebut
tidak baik.
Pasar tradisional yang becek biasanya karena berlantaikan tanah. Ketika turun
hujan, air hujan merembes ke lantai pasar. Ini menimbulkan keadaan lantai yang
becek sehingga terkesan kotor. Lantai pasar yang masih tanah tersebut, seyogyanya
dipaving atau dilantai dengan dasar semen. Di samping itu, pasar tradisional pada
umumnya masih menggunakan penerangan seadanya, sehingga terkesan redup dan
kusam, suasana yang tidak menarik orang untuk datang, memilih, dan membeli
dagangan pada malam hari. oleh karena itu, pelru dipasang lampu penerangan yang
lebih besar Watt-nya sehingga pembeli lebih gampang melihat-lihat dan memlih
barang yang hendak dibelinya sekaligus untuk memberikan kesan cerah/terang di
dalam pasar. Lorong - lorong yang menjadi area pembeli lalu - lalang pun demikian
sempit, sehingga orang agak sulit berpapasan apalagi untuk berhenti sebentar di situ
tatkala memilih barang yang hendak dibeli. Untuk mengatasi hal itu, perlu
membenahi penataan barang dagangan agar jalur lalu-lalang pembeli menjadi lebih
leluasa. Kondisi sanitasinya rata-rata masih buruk hanya pasar Jimbaran yang relative
baik, tetapi kebanyakan para penjual telur ayam buras sudah memiliki lapak atau toko
sendiri yang terpisah dari tempat pemotongan dan para penjual daging ayam sehingga
pencemaran bakteri Coliform dapat diminimalisir.

11
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan :
 Bakteri coliform merupakan golongan mikroorganisme yang lazim digunakan
sebagai indikator, di mana bakteri ini dapat menjadi sinyal untuk menentukan
suatu sumber air telah terkontaminasi oleh patogen atau tidak.
 Ciri-ciri bakteri coliform antara lain bersifat aerob atau anaerob fakultatif,
termasuk ke dalam bakteri gram negatif, tidak membentuk spora, dan dapat
memfermentasi laktosa untuk menghasilkan asam dan gas pada suhu 35°C-37°C.
Contoh bakteri coliform antara lain Escherichia coli, Salmonella spp.
 Uji Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode kuantitatif yang digunakan
untuk mengetahui jumlah mikroba pada suatu sampel. Angka Lempeng Total
(ALT) menunjukkan jumlah mikroba dalam suatu produk.

3.2. Saran
Diperlukan lebih banyak sumber materi untuk melengkapi data – data yang
masih kurang.

12
DAFTAR PUSTAKA

Islamy, Galang Panji, dkk. 2018. Jurnal : Analisis Hegiene Sanitasi dan Keamanan Makanan
Jajanan di Pasar Besar Kota Malang. Malang.
Poeloengan, Masniari, dkk. 2004. Jurnal : Bahaya Salmonella Terhadap Kesehatan. Bogor
Putri, Aprilia Mustikaning, dkk. 2018. Jurnal : IDENTIFIKASI KEBERADAAN BAKTERI
COLIFORM DAN TOTAL MIKROBA DALAM ES DUNG-DUNG DI SEKITAR
KAMPUS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA. Surakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai