Anda di halaman 1dari 16

TEKNIK DIAGNOSIS RONTGEN PADA PENYU

Disusun oleh:

Ribka Natasia Abel 1809511002


Ni Made Rastiti 1809511003
Sheira Tania Welfalini 1809511004
Febe Adonia Renandra Hermawan 1809511005
Bq. Nurlita Anugrah 1809511006
Leny Beatry Veronica Sinabariba 1809511007
Voni Cornelia Br Sembiring 1809511009
Ni Putu Dyah Prashanti Pusparini 1809511010
Kresensia Cyntia Dosom 1809511011
Ni Putu Tiara Indriana 1809511012
Silvester Yesa Gilbert Palangan 1809511014
Ni Made Adinda Arya Ningrum 1809511015

MANAJEMEN DAN KESEHATAN SATWA AKUATIK

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan paper yang
berjudul Teknik Diagnosis Rontgen Pada Penyu. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Dosen Mata kuliah Manajemen dan Kesehatan Satwa Akuatik yang
telah membimbing dan menuntun penulis dalam menyelesaikan paper ini dengan
baik.

Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan adanya kritik dan
saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan paper ini. Paper ini tidak akan
terwujud tanpa adanya bantuan berbagai pihak baik bantuan secara langsung
maupun tidak langsung.

Atas segala bantuan yang diberikan penulis mengucapkan terima kasih dan
penulis memohon maaf atas banyaknya kekurangan yang dimiliki dalam paper ini
sehingga dengan adanya paper ini diharapkan dapat menjadi ilmu bagi yang
membacanya.

Denpasar, 01 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2
1.4. Manfaat Penulisan .............................................................................. 2

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 3

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 5

3.1. Teknik Radiografi (Rontgen) pada Penyu .......................................... 5


3.2. Langkah-Langkah Radiografi ............................................................ 5
3.3. Kelebihan dan Kekurangn Teknik Diagnosis Rontgen pada Penyu .. 8
3.4. Interpretasi atau Pembacaan Hasil Foto Rontgen .............................. 9

BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 11

4.1. Simpulan............................................................................................. 11
4.2. Saran ................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12

iii
DAFTAR GAMBAR

gb.1 Foto rontgen pada penyu yang tidak dibersihkan teritipnya sebelum
pengambilan radiografi ......................................................................................... 6

gb.2 Proses pembersihan teritip pada penyu sebelum pengambilan


radiografi ............................................................................................................... 6

gb.3 Posisi Dorsoventral ...................................................................................... 6

gb.4 Posisi Lateral ................................................................................................. 7

gb.5 Posisi Anterior-Posterior ............................................................................... 7

gb.6 Posisi Skull .................................................................................................... 7

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perairan laut Indonesia merupakan habitat enam jenis penyu dari
tujuh jenis yang ada di dunia yaitu Penyu hijau, Penyu lekang, Penyu
tempayan, Penyu sisik, Penyu dan Penyu pipih. Semua jenis penyu di
Indonesia dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa dan PP No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan
Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang berarti segala perdagangan dalam
keadaan hidup atau mati dilarang. Hal ini karena hampir semua spesies
penyu yang ada di Indonesia telah mengalami penurunan populasi sehingga
dikategorikan terancam punah. Populasi penyu telah menurun selama
beberapa dekade terakhir karena aktivitas manusia. Pada penyu, cedera
traumatis pada cangkang dan tertelan kail adalah penyebab paling sering
penyu dimasukkan ke pusat penyelamatan hewan laut. Spesies reptil sering
menunjukkan gejala yang nonspesifik pada berbagai penyakit. Maka dari
itu perlu dilakukan pemeriksaan agar mendapatkan diagnose yang akurat.
Basis data minimum pemeriksaan penyu adalah pemeriksaan fisik (keluar
masuk air), jumlah sel darah (termasuk sel darah putih diferensial), panel
kimia, dan radiografi. Dalam kebanyakan kasus, pemeriksaan fisik tidak
bisa memberikan informasi yang cukup. Maka dari itu radiografi
dorsoventral adalah biasanya pilihan pertama sebagai tes tambahan untuk
menentukan diagnosis. Radiografi memberikan gambaran yang baik tentang
sistem kerangka. Penafsiran anatomi radiografi dapat membantu interpretasi
gambar film sinar-X penyu dan memberikan penentuan diagnosis yang lebih
baik. Maka dari itu, pada makalah ini penulis mengulas lebih dalam
mengenai radiografi pada hewan penyu.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu :
1. Bagaimanakah teknik radiografi (Rontgen) pada penyu?
2. Bagaimanakah langkah-langkah radiografi pada penyu?

1
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan teknik diagnosis rontgen pada
penyu?
4. Bagaimana interpretasi atau cara membaca hasil foto rontgen pada
penyu?

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan ini yaitu :
1. Untuk mengetahui Teknik radiografi pada penyu.
2. Untuk mengetahui langkah-langkan radiografi pada penyu.
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pada Teknik diagnosis
rontgen penyu.
4. Untuk mengetahui interpretasi dan pembacaan hasil foto rontgen
pada penyu.

1.4. Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan ini adalah untuk menambah wawasan bagi pembaca
dan penulisan mengenai radiografi atau teknik rontgen pada hewan penyu.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

Radiografi adalah teknik radiologi yang menerapkan radiasi Sinar-X.


Radiografi merupakan alat yang digunakan untuk mendiagnosis gangguan
pencernaan, evaluasi cedera traumatis, gangguan saluran gastrointestinal, dan
reproduksi pada reptile. Teknik radiografi dirancang untuk mengidentifikasi
kelainan atau lesi. Teknik radiografi (rontgen) memberikan informasi penting yang
dapat mempengaruhi hasil dari upaya rehabilitasi. Teknik radiografi (rontgen)
digunakan untuk mendiagnosis dan melakukan perawatan dengan melihat gambar
struktural internal tubuh untuk menilai ada atau tidaknya penyakit, benda asing, dan
kerusakan struktural.

Pemanfaatan sinar-x dalam radiodiagnostik dunia kedokteran hewan sangat


menunjang dalam penegakkan diagnosa. Secara tidak langsung hal ini akan
memberikan kontribusi radiasi yang berasal dari sumber radiasi buatan terhadap
pasien. Kontribusi radiasi buatan akan menimbulkan efek biologis yang secara
langsung atau tidak langsung akan diderita oleh penerima radiasi. Pemanfaatan
radiasi yang semena-mena tanpa memperhatikan bahayanya sangat merugikan pada
banyak pihak yang ikut andil dalam radiogafi.

Sinar-x ditemukan oleh ahli fisika Jerman yang bernama Wllhelm Conrad
Roentgen pada 8 November 1895, sehingga sinar-x ini juga disebut Sinar Roentgen.
Perkernbangan Roentgen di lndonesia dimulai oleh Dr. Max Herman Knoch
seorang ahli radiologi berkebangsaan Belanda yang bekerja sebagai dokter tentara
di Jakarta. Pemanfaatan sinar-x ini terus berkembang dari tahun ke tahun dan sudah
banyak dimanfaatkan dalam dunia kedokteran hewan sebagai sarana penunjang
diagnosa.

Pemanfaatan radiasi di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas Tenaga


Nuklir (BAPETEN). Oleh karena itu, maka pemanfaatan sinar-x sebagai
radiodiagnostik bidang kesehatan telah diatur oleh pemerintah dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan
Kearnanan Sumber Radioaktif serta Surat Keputusan Kepala BAPETEN Nomor 01

3
IKaBAPETENIV-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja dengan Radiasi.
Dengan demikian segala sesuatu berkaitan pemanfaatan radiasi untuk
radiodiagnostlk harus dilakukan dengan arif dan bijaksana yang aman baik bagi
hewan, manusia dan lingkungan.

4
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Teknik Radiografi (Rontgen) pada Penyu


Sinar-X pada teknik radiografi dapat digunakan untuk diagnosis
masalah pada penyu, seperti: Ketika penyu menelan kail, untuk mencari
letak lokasi dan posisi, Pneumonia (peradangan paru), pneumocoelom
(terdapat udara bebas pada rongga coelom), Trauma/fracture,
Osteomyelitis/arthritis, dan obstipasi.

3.2. Langkah-Langkah Radiografi pada Penyu


3.2.1 Langkah Persiapan
Sebelum pengambilan radiograf, teritip harus dihilangkan dari
karapas dan plastron, jika tidak teritip akan muncul pada radiografi sebagai
tuberkulum kepadatan tulang dan interpretasi gambar dapat
membingungkan atau lebih buruk lagi, mengaburkan lesi penyakit yang
sebenarnya. Perawatan harus dilakukan untuk menghilangkan teritip pada
karapas agar tidak merusak sisik.
Teritip pada jaringan lunak sering kali dapat dihilangkan dengan
mengambilnya dengan tangan. Jika penyu cukup lemah, disarankan untuk
menghilangkan hanya yang terbesar dan, oleh karena itu, segera teritip
radiodense, simpan sisanya sampai penyu lebih kuat. Jika pelepasan teritip
mengakibatkan kerusakan pada sisik atau dermis, tunda pelepasan sampai
pasien dapat mentolerir pelepasan tanpa cedera.
Penyu tidak memiliki diafragma yang memisahkan dada dari perut
dan sebaliknya memiliki rongga selom yang sama. Oleh karena itu, balok
horizontal harus digunakan untuk mengevaluasi pandangan lateral dan
anterior-posterior. Penempatan khas di posisi berbaring lateral kanan atau
kiri akan mengakibatkan jeroan bergeser ke bagian perut dan
membingungkan gambar. Kebanyakan mesin sinar-X dapat dimodifikasi
untuk mengambil sinar horizontal dengan menggerakkan tabung anoda ke
ujung meja, memutarnya 90 derajat dan meletakkannya di atas meja. Jarak
fokus lm dari mesin ke pelat harus dijaga pada 40 inci (~ 101 cm) untuk

5
menghindari pembesaran gambar. Jaga balok dan bidang pasien sejajar
dengan bagian atas meja dan tegak lurus dengan pelat untuk menghindari
distorsi.

gb. 1 Foto rontgen pada penyu yang gb. 2 Proses pembersihan teritip pada penyu
tidak dibersihkan teritipnya sebelum sebelum pengambilan radiografi
pengambilan radiografi

3.2.2 Penempatan Posisi


Penempatan posisi penyu ketika dilakukan pengambilan foto
rontgen adalah sebagai berikut :
1. Dorsoventral atau DV. Posisi ini digunakan terutama untuk
mengevaluasi rongga selom. Penyu yang lebih besar mungkin perlu
dibagi menjadi beberapa plat untuk tampilan lengkap.

gb. 3 Posisi Dorsoventral (DV)

6
2. Lateral. Posisi lateral kanan ini digunakan terutama untuk
mengevaluasi bidang paru kranial dan kaudal. Pastikan penyu
sedekat mungkin dengan plat untuk meminimalkan pembesaran.
Penyu yang lebih besar mungkin perlu dibagi menjadi beberapa plat.

gb. 4 Posisi Lateral

3. Anterior-posterior atau AP. Posisi ini digunakan terutama untuk


mengevaluasi bidang paru kanan dan kiri.

gb. 5 Posisi Anterior-Posterior (AP)

4. Skull atau Tengkorak Kepala (DV). Posisi ini sebagian besar


digunakan untuk mengevaluasi
trauma dan untuk memastikan
tidak ada kail. Seringkali
tengkorak akan dimasukkan ke
dalam DV lm. Meskipun untuk
benar-benar melihat struktur
tulang, disarankan untuk
mengukur tengkorak dan teknik
tulang dalam dengan tepat.
gb. 6 Posisi Skull

7
3.3. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Diagnosis Rontgen pada Penyu
X ray atau rontgen adalah salah satu dari sejumlah metode
pencitraan (imaging) yang umum dilaksanakan oleh dokter guna memeriksa
bagian dalam tubuh pasien yang sedang ditangani. Hal ini umumnya apabila
pasien terindikasi mengalami penyakit di dalam tubuh.
Sinar X merupakan suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang
memiliki panjang gelombang sangat pendek yaitu berkisar antara 0,01
hingga 10 nanometer dan memiliki frekuensi antara 1016 hingga 1021 Hz.
Hal ini yang menyebabkan sinar X mampu menembus tubuh.
Kegunaan rontgen :
1. Untuk memeriksa dan memonitor kondisi tulang, sendi dan gigi
Pemeriksaan area dada (Thorax)
2. Pemeriksaan area perut (Abdomen)
3.3.1. Kelebihan Sinar X

1. Untuk memastikan bagian dalam tubuh penyu yang mengalami


sakit;
2. Untuk memantau perkembangan suatu jenis penyakit, misalnya
penyumbatan pembuluh darah, kanker tulang, gangguan
pencernaan, pembesaran jantung, berbagai jenis infeksi, dan lain
sebagainya;
3. Untuk dapat melihat efek dari pengobatan medis yang telah
dilakukan.
3.3.2. Kekurangan Sinar X

1. Paparan radiasi dosis tinggi selama jangka waktu tertentu dapat


menyebabkan penyakit radiasi / sindrom radiasi akut (pingsan,
kebingungan, mual, muntah, luka pada kulit dan mulut, serta
terjadinya perdarahan);
2. Efek jangka pendek (perubahan warna kulit, mual, muntah, diare,
dan jumlah sel darah rendah);
3. Efek jangka panjang (mulut kering, kesulitan menelan, katarak, dan
kerusakan pada kulit);
4. Melemahkan tulang;

8
5. Menyebabkan gangguan anemia aplastik (kondisi kesehatan dimana
tubuh berhenti dalam memproduksi sel darah yang baru);
6. Infertilitas;
7. Meningkatkan resiko terjangkitnya kanker;
8. Meningkatkan resiko kerusakan genetik; dan
9. Membunuh sel-sel dalam tubuh (baik sel kanker maupun sel sehat).
3.3.3. Meminimalkan Risiko Bahaya Sinar X

1. Pemanfaatan hanya untuk situasi darurat;


2. Meminimalkan waktu paparan; dan
3. Pengaturan jarak antara tubuh dan sumber radiasi dua kali lipat.

3.4. Interpretasi atau Pembacaan Hasil Foto Rontgen


3.4.1. Melakukan Pmeriksaan

1. Pastikan nama yang tertera pada hasil tes rontgen sama dengan
pasien yang periksa.
2. Pastikan sudah mempelajari semua informasi terkait tentang pasien
termasuk riwayat medisnya.
3. Bandingkan hasil tes rontgen dengan hasil yang sebelumnya jika
ada. Perhatikan tanggal tes pada hasil rontgen tersebut.
3.4.2. Menilai Kualitas Film

1. Pastikan film tersebut diambil saat pernapasan penuh.


2. Pastikan hasil rontgen dada mendapatkan cahaya yang cukup
sehingga dapat membedakan tulang belakang tubuh dengan ruang
antar tulang belakang.
3. Cari tanda-tanda rotasi jika pasien tidak pas bersandar pada alat
rontgen. Jika terjadi rotasi maka bagian mediastinum dapat
terlihat tidak normal. Rotasi dapat ditemukan dengan melihat
bagian kepala clavicular.
3.4.3. Mengidentifikasi dan Mengatur Posisi Hasil Rontgen

9
1. Periksalah petunjuk Posisi yang tercetak pada film. "L" berarti kiri,
"R" berarti kanan, "PA" berarti bagian depan, "AP" bagian belakang.
Perhatikan juga posisi tubuh pasien.
2. Atur posisi rontgen bagian belakang dan bagian samping.
3. Memahami posisi rontgen bagian belakang (AP).
4. Tentukan apakah film diambil dari posisi berbaring menyamping.
5. Sejajarkan hasil rontgen kiri dan kanan.
3.4.4. Analisis Gambar
1. Melihat gambaran umum terlebih dahulu. Biasanya dimulai
menggunakan metode ABCDE. A (airway) yaitu memeriksa saluran
napas. B (bones) memeriksa tulang. C (cardiag shillouette). D
(diaphragm) yaitu memeriksa dan segala sesuaitu yang lainnya. Lalu
yang terakhir E (Everythih else).
2. Periksallah apakah ada selang, jalur invus intravena, petunjuk EKG,
klip bedah, alat pacu jantung atau saluran pengeluaran cairan.
3. Periksa saluran napas apakah sudah terlihat jelas atau samar-samar.
4. Periksa tulang-tulang apakah ada tanda-tanda fraktur, luka, atau
cacat.
5. Amati tanda siluet jantung. Lihatlah ukuran bayangan jantung. Siluet
jantung normal menempati kurang dari setengah lebar dada.
6. Cari diafragma yang mendatar atau menonjol. Diafragma mendatar
merupakan indikasi empisema. Diafragma yang menonjol
merupakan indikasi area konsolidasi ruang udara yang
mengakibatkan paru-paru bagian bawah berbeda dalam hal
kepadatan jaringan jika dibandingkan dengan bagian perut.
7. Periksa tepi jantung, harusnya terlihat tajam. Amatilah jika terlihat
bagian yang terang yang mengaburkan garis tepi jantung, di lobus
tengah kanan dan kiri pada lingula pneumonia. Periksa juga jaringan
lunak eksternal untuk jika ada kelainan.
8. Periksa ruang paru-paru, periksa simetri dan temukan keregangan
atau kepadatan yang abnormal. Periksa vaskularisasi dan keberadaan
massa atau modul.

10
BAB IV

PENUTUP

4.1. Simpulan
Radiografi adalah teknik radiologi yang menerapkan radiasi Sinar-
X. Sinar-X pada teknik radiografi dapat digunakan untuk diagnosis masalah
pada penyu. Sinar X merupakan suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang
memiliki panjang gelombang sangat pendek yaitu berkisar antara 0,01
hingga 10 nanometer dan memiliki frekuensi antara 1016 hingga 1021 Hz.
Hal ini yang menyebabkan sinar X mampu menembus tubuh. Salah satu
kelebihan dari sinar X adalah untuk memastikan bagian dalam tubuh penyu
yang mengalami sakit. Salah satu dari kekurangan sinar X adalah Paparan
radiasi dosis tinggi selama jangka waktu tertentu dapat menyebabkan
penyakit radiasi / sindrom radiasi akut (pingsan, kebingungan, mual,
muntah, luka pada kulit dan mulut, serta terjadinya perdarahan).

4.2. Saran
Dalam pelaksanaan pemeriksaan sinar X, agar pembaca harus teliti saat
melihat hasil dari foto sinar X. Kesalahan diagnosis dari hasil foto sinar X
akan dapat berakibat fatal terhadap pasien.

11
DAFTAR PUSTAKA

Mettee, Nancy. 2014. Radiographic Technique. Marine Turtle Trauma Response


Procedures: A Veterinary Guide. WIDECAST Technical Report No. 17.

Ana Luisa Valente, Rafaela Cuenca, Maria Luz Parga, Santiago Lavín, Jordi
Franch, Ignasi Marco. 2006. Cervical and coelomic radiologic features of the
loggerhead sea turtle, Caretta caretta. Canadian journal of veterinary

Ulum, M. Fakhrul dan Deni Noviana. 2008. Pemanfaatan Radiografi Sebagai


Sarana Diagnostik Penunjang Dalam Dunia Kedokteran Hewan Yang Aman
Bagi Hewan, Manusia Dan Lingkungan. Bogor, Indonesia.

12

Anda mungkin juga menyukai