TINJAUAN PUSTAKA
3
4
akhirnya akan membentuk polip plasenta. Perdarahan dengan cepat terjadi apabila
tangkai polip tersebut terlepas dari miometrium.
1. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat
berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat
melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Pada kehamilan cukup bulan aliran
darah ke uterus sebanyak 500-800cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan
segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar
350-500cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi
5
Partum. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh
pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan
sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah
partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut di atas, jika otot berkontraksi
akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi
ini akan menyebabkan terjadinya Perdarahan Post Partum.2,3
setelah anak lahir, secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan 1 jam
sesudahnya.1
Apabila terjadi Perdarahan Post Partum dan plasenta belum lahir, perlu
diusahakan untuk melahirkan plasenta dengan segera. Jikalau plasenta sudah lahir,
perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan akibat
perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia, uterus membesar dan
lembek pada palpasi, sedangkan pada perdarahan akibat perlukaan, uterus
berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontraksi dengan baik perlu
diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan dalam jalan
lahir.1
pusat ke arah bawah kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga
plasenta tampak pada vulva. Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta
belum lahir, pindahkan kembali klem hingga berjarak ± 5-10 cm dari vulva. Bila
plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit,
suntikkan ulang 10 IU Oksitosin intramuskular. Kemudian periksa kandung kemih
dan lakukan kateterisasi bila penuh, tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan
tindakan plasenta manual. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan
melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan
plasenta dan selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput
ketuban.
c. Masase Uterus; segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus
uteri dengan menggosok fundus secara sirkular menggunakan bagian palmar 4 jari
tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).
Letakan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan untuk
menahan bagian belakang uterus sejauh mungkin. Letakkan tangan yang lain pada
korpus depan dari dalam vagina, kemudian tekan kedua tangan untuk
mengkompresi pembuluh darah di dinding uterus. Amati jumlah darah yang
keluar yang ditampung dalam tempat tampungnya. Jika perdarahan berkurang,
teruskan kompresi, pertahankan hingga uterus dapat berkontraksi atau hingga
pasien sampai di tempat rujukan. Jika tidak berhasil, cobalah mengajarkan pada
keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna sambil penolong
melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksanaan atonia uteri.
c. Kompresi Bimanual Eksterna
menghalangi pengeluaran darah dari sinus-sinus yang terbuka; selain itu tekanan
tersebut menimbulkan rangsangan pada miometrium untuk berkontraksi.
e. Tindakan operatif
Tindakan operatif dilakukan jika upaya-upaya di atas tidak dapat
menghentikan pendarahan. Tindakan opertif yang dilakukan adalah :
1) Ligasi arteri uterina
2) Ligasi arteri hipogastrika
Tindakan ligasi arteri uterina dan arteri hipogastrika dilakukan
untuk yang masih menginginkan anak. Tindakan yang bersifat sementara
untuk mengurangi perdarahan menunggu tindakan operatif dapat
dilakukan metode Henkel yaitu dengan menjepit cabang arteri uterina
melalui vagina, kiri dan kanan atau kompresi aorta abdominalis.
3) Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch merupakan teknik menjahit untuk meningkatkan
kompresi verikal pada sistem vaskuler.
4) Histerektomi
12
Pemberian Uterotonika
Tabel 2.1 Jenis Uterotonika dan Cara Pemberiannya
Jenis dan
Oksitosin Ergometrin Misoprostol
Cara
IV : 20 U dalam 1
Dosis dan cara L larutan garam
IM atau IV Oral atau rektal
pemberian fisiologis dengan
(lambat) : 0,2 mg 400 mg
awal tetesan cepat
IM : 10 U
13
Ulangi 0,2 mg IM
IV : 20 U dalam 1 setelah 15 menit
L larutan garam Bila masih 400 mg 2-4 jam
Dosis lanjutan
fisiologis dengan diperlukan, beri setelah dosis awal
40 tetes/menit IM/IV setiap 2-4
jam
Dosis Tidak lebih dari 3
Total 1 mg (5 Total 1200 mg
maksimal per L larutan
dosis) atau 3 dosis
hari fisiologis
Pemberian IV Preeklampsia,
Kontraindikasi Nyeri kontraksi
secara cepat atau vitium kordis,
atau hati-hati Asma
bolus hipertensi
c. Robekan Serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks
seorang multipara berbeda daripada yang belum pernah melahirkan pervaginam.
Robekan serviks biasanya terdapat di pinggir samping serviks bahkan kadang-
kadang sampai ke segmen bawah rahim dan membuka parametrium. Robekan
15
d. Ruptur Uteri
Ruptur uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat
berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada
kehamilan tua. Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada
bagian bawah uterus. Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta pula.
Apabila robekan tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian atas, hal
ini dinamakan kolpaporeksis. Kadang-kadang sukar membedakan antara ruptur
uteri dan kolpaporeksis. Apabila pada ruptur uteri peritoneum pada permukaan
uterus ikut robek, hal ini dinamakan ruptur uteri komplit, jika tidak disebut ruptur
uteri inkomplit. Pinggir ruptur biasanya tidak rata, letaknya pada uterus
melintang, atau membujur, miring, dan bisa agak ke kiri atau ke kanan. Menurut
cara terjadinya ruptur uteri terbagi atas; 1) Ruptur uteri spontan, 2) Ruptur uteri
traumatik, 3) Ruptur uteri pada parut uterus.1
3. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga
atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Penemuan pada ultrasonografi
adanya masa uterus yang echoic mendukung diagnosa retensio plasenta. Hal ini
bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada
Perdarahan Post Partum Lambat. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak
perlu dilakukan dilatasi dan kuretase.7,13
17
Abnormalitas platelet dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar
merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis.8
Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang
berupa hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang
didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang
berhubungan dengan solusio plasenta, sindrom HELLP, IUFD, emboli air ketuban
dan sepsis. Kadar fibrinogen meningkat pada saat hamil, sehingga kadar
fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita yang tidak hamil harus
mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati dilusional dapat terjadi setelah
perdarahan post partum masif yang mendapat resusitasi cairan kristaloid dan
transfusi PRC.8
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi
jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan.
Pada kasus ini terdapat peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen
yang tajam, serta pemanjangan waktu trombin (thrombin time).8
Penatalaksanaan
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya
Perdarahan Post Partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari
terjadinya Perdarahan Post Partum, seperti solutio plasenta, sindrom HELLP, fatty
liver pada kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan septikemia.8,14
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada
pasien dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit
dengan cepat. Satu unit trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar
5.000 – 10.000/mm3. Dosis biasa sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejala-
gejala perdarahan telah jelas atau bila hitung trombosit di bawah 20.000/mm3.
transfusi trombosit diindikasikan bila hitung trombosit 10.000 – 50.000/mm3, jika
direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau diperkirakan
diperlukan suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan
karena masa paruh trombosit hanya 3 – 4 hari.8,14
Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V,
VII, IX, X dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak
21
diperlukan adanya kesesuaian donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi
dengan sel-sel penerima. Bila ditemukan koagulopati, dan belum terdapat
pemeriksaan laboratorium, plasma segar yang dibekukan harus dipakai secara
empiris.8,14
Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan
fibrinogen, dipakai dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan
penyakit von Willebrand. Kuantitas faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi untuk
terjadinya suatu pembekuan, serta bervariasi menurut keadaan klinis.8,14
Plasenta lengkap
Plasenta belum lahir Tali pusat putus akibat
setelah 30 menit traksi berlebihan
Perdarahan segera Inversio uteri akibat Retensio plasenta
Uterus berkontraksi dan tarikan
keras Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian Uterus berkontraksi
selaput tidak lengkap tetapi tinggi fundus Retensio sisa plasenta
Perdarahan segera tidak berkurang
Uterus tidak teraba
Lumen vagina terisi massa Neurogenik syok
Inversio uteri
Tampak tali pusat (bila Pucat dan limbung
plasenta belum lahir)
Sub-involusi uterus
Endometritis atau sisa
Nyeri tekan perut bawah Anemia
fragmen plasenta
dan pada uterus Demam
(terinfeksi atau tidak)
Perdarahan sekunder
Kriteria Diagnosis8
1. Pemeriksaan fisik : Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar
melalui vagina terus menerus
2. Pemeriksaan obstetri : Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi
uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir
3. Pemeriksaan ginekologi : Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan baik atau
telah diperbaiki, pada pemeriksaan dapat diketahui kontraksi uterus, adanya luka
jalan lahir dan retensio sisa plasenta
Pemeriksaan Penunjang8,9
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar
hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk
23
b. Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode
antenatal
c. Pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan
2. Pemeriksaan radiologi
a. Onset Perdarahan Post Partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium
atau radiologis dapat dilakukan. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat
adanya gumpalan darah dan retensio sisa plasenta.
b. USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan
resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum
seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas
dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.