Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

(Penyakit Paru Obstruksi kronis) PPOK

Disusun Oleh Kelompok 1:

1. Ana Mulyana (071182011)


2. Devi Anis Ramonda (071182013)
3. Wiwik Wulandari (071182014)
4. Kiki Devianti (071182018)
5. Ulfi izki Eristiyani (071182019)
6. Nina Ardiyanti (071182022)
7. Tri Yoga Astianta (071182038)
8. Ika Pramulya Sutarto (071182039)
9. Rizky Agus Mustakim (071182041)
10. Julio Armando Petrus Djara (071182057)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

UNGARAN

2018
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru
kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas
yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD,
2009).
Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena :
1. Emfisema merupakan diagnosis patologik
2. Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis

Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara


dalam saluran napas.

B. Epidemiologi
Prevalensi PPOK berdasarkan SKRT 1995 adalah 13 per 1000
penduduk, dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3
banding 1. Penderita PPOK umumnya berusia minimal 40 tahun, akan
tetapi tidak tertutup kemungkinan PPOK terjadi pada usia kurang dari 40
tahun. Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk.(2008) di ruang rawat inap
RS. Persahabatan Jakarta selama April 2005 sampai April 2007
menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan
tertua adalah 81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok, hampir semua pasien
adalah bekas perokok yaitu 109 penderita dengan proporsi sebesar
90,83%.
Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki.Hal ini disebabkan lebih
banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil
Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 menunjukkan
bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya
1,3% perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari perokok
menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama
anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota
rumah tangga merupakan perokok pasif.
C. Faktor Risiko
Faktor risiko PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau
yang menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok
tertentu.Faktor risiko tersebut meliputi faktor pejamu, faktor perilaku
merokok, dan faktor lingkungan.Faktor pejamu meliputi genetik,
hiperesponsif jalan napas dan pertumbuhan paru.Faktor genetik yang
utama adalah kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu suatu serin protease
inhibitor. Hiperesponsif jalan napas juga dapat terjadi akibat pajanan asap
rokok atau polusi. Pertumbuhan paru dikaitan dengan masa kehamilan,
berat lahir dan pajanan semasa anak-anak.Penurunan fungsi paru akibat
gangguan pertumbuhan paru diduga berkaitan dengan risiko mendapatkan
PPOK (Helmersen, 2002).
Merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya
PPOK.Prevalensi tertinggi terjadinya gangguan respirasi dan penurunan
faal paru adalah pada perokok.Usia mulai merokok, jumlah bungkus per
tahun dan perokok aktif berhubungan dengan angka kematian. Tidak
semua perokok akan menderita PPOK, hal ini mungkin berhubungan juga
dengan faktor genetik. Perokok pasif dan merokok selama hamil juga
merupakan faktor risiko PPOK.Pada perokok pasif didapati penurunan
VEP1 tahunan yang cukup bermakna pada orang muda yang bukan
perokok (Helmersen, 2002). Hubungan antara rokok dengan PPOK
menunjukkan hubungandose response, artinya lebih banyak batang rokok
yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka
risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar. Hubungan dose
response tersebut dapat dilihat pada Indeks Brigman, yaitu jumlah
konsumsi batang rokok per hari dikalikan jumlah hari lamanya merokok
(tahun), misalnya bronkitis 10 bungkus tahun artinya jika seseorang
merokok sehari sebungkus, maka seseorang akan menderita bronkitis
kronik minimal setelah 10 tahun merokok.
Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti
asap rokok, asap kompor, asap kayu bakar, dan lain-lain, polusi di luar
ruangan (outdoor), seperti gas buang industri, gas buang kendaraan
bermotor, debu jalanan, dan lain-lain, serta polusi di tempat kerja, seperti
bahan kimia, debu/zat iritasi, gas beracun, dan lain-lain. Pajanan yang
terus menerus oleh polusi udara merupakan faktor risiko lain PPOK. Peran
polusi luar ruangan (outdoor polution) masih belum jelas tapi lebih kecil
dibandingkan asap rokok. Polusi dalam ruangan (indoor polution) yang
disebabkan oleh bahan bakar biomassa yang digunakan untuk keperluan
rumah tangga merupakan faktor risiko lainnya. Status sosioekonomi
merupakan faktor risiko untuk terjadinya PPOK, kemungkinan berkaitan
dengan polusi, ventilasi yang tidak adekuat pada tempat tinggal, gizi buruk
atau faktor lain yang berkaitan dengan sosioekonomi (Helmersen, 2002).

D. Patogenesis
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu
pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran
karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari
tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses
masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa
pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi
adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi.Gangguan ventilasi terdiri
dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta
gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran
napas.Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi
adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi
digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan
rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa
(VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil
mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah
besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas.Mukus berfungsi sebagai
tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat
purulen.Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental
dan adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara
progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru.Akibat hilangnya
elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang.Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi
normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara
akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan
berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada
PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil.Asap rokok menginduksi
makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase,
yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan
pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi
perfusi.Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan
napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi
berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

E. Manifestasi
Manifestasi klinis menurut Reeves (2006) dan Mansjoer (2008)
pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah perkembangan gejala-
gejala yang merupakan ciri dari PPOK yaitu : malfungsi kronis pada
sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batukbatuk
dan produksi dahak khususnya yang muncul di pagi hari. Napas pendek
sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.

F. Etiologi
Etiologi Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK) menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) adalah :
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu,asap dangas-gas
kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya
fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan
asmaorang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim
yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan
orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia
yang relatif muda, walau pun tidak merokok.

G. Penatalaksanaan
PPOK adalah penyakit paru-paru kronis yang bersifat progresif dan
irreversible. Penatalaksanaan PPOK dibedakan berdasarkan pada keadaan
stabil dan eksaserbasi akut. Penatalaksanaan PPOK berdasarkan PDPI
(2016):
1. Tujuan penatalaksanaan berdasarkan GOLD (2006) dan dan
PDPI (2016):
a) Meminimalkan gejala
b) Pencegahan terjadinya eksaserbasi
c) Pencegahan terjadinya penurunan fungsi paru
d) Peningkatan kualitas hidup
2. Penatalaksanaan umum PPOK terdiri dari:
3. Edukasi Penatalaksanaan edukasi sangat penting pada PPOK
keadaan stabil yang dapat dilakukan dalam jangka panjang
karena PPOK merupakan penyakit kronis yang progresif dan
irreversible. Intervensi edukasi untuk menyesuaikan
keterbatasan aktifitas fisik dan pencegahan kecepatan
penurunan fungsi paru. Edukasi dilakukan menggunakan
bahasa yang singkat, mudah dimengerti dan langsung pada inti
permasalahan yang dialami pasien. Pelaksanaan edukasi
seharusnya dilakukan berulang dengan materi edukasi yang
sederhana dan singkat dalam satu kali pertemuan.
4. Terapi obat yaitu: bronkodilator, antibiotic, anti peradangan,
anti oksidan, mukolitik dan antitusif.
5. Terapi oksigen Pasien PPOK mengalami hipoksemia yang
progresif dan berkepanjangan sehingga menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot
maupun organ-organ lainnya.
6. Ventilasi mekanis Ventilasi mekanis pada PPOK diberikan
pada eksaserbasi dengan adanya gagal nafas yang akut, gagal
nafas akut pada gagal nafas kronis atau PPOK derajat berat
dengan gagal nafas kronis. Ventilasi mekanis dapat dilakukan
di rumah sakit (ICU) dan di rumah.
7. Nutrisi Pasien PPOK sering mengalami malnutrisi yang
disebabkan meningkatnya kebutuhan energi sebagai dampak
dari peningkatan otot pernafasan karena mengalami hipoksemia
kronis dan hiperkapni sehingga terjadi hipermetabolisme.
Malnutrisi akan meningkatkan angka kematian pada pasien
PPOK karena berkaitan dengan penurunan fungsi paru dan
perubahan analisa gas darah.
8. Rehabilitasi Rehabilitasi ini bertujuan meningkatkan kualitas
hidup dan toleransi pasien PPOK terhadap katifitas fisik yaitu:
menyesuaikan aktifitas, latihan batuk efektif dan latihan
pernafasan.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN

A. Identitas klien
Identitas klien mencakup :
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa,
status perkawinan, alamat, diagnosa medis, no RM/CM, tanggal masuk, dan
alasan masuk.

B. Pengkajian Primer
a. Airway
Napas pendek ( timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema) khususnya pada saat kerja, cuaca atau
berulangnya sulit napas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan
untuk bernapas, batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari
terutama pada saat bangun, episode batuk hilang timbul, bianyanya tidak
produksi pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif ( emfisema),
thacipnea.
b. Breathing
Biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan
mendengkur, napas bibir ( emfisema ), penggunaan otot bantu pernapasan,
bunyi napas mungkin redup dengan ekspirasi mengi, menyebar, lembut
atau krekels lembab kasar, ronkhi, mengi sepanjang area paru pada
ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan
atau tidak adanya bunyi napas abnormal.
c. Circulation
Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung, distensi
vena leher, edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung,
bunyi jantung redup ( yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP
dada ).
d. Disability
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari, dispnea saat
istirahat, keletihan, gelisah, kelemahan umum/kehilangan massa otot.
C. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah
yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada
manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi
sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa
muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang sudah berlangsung lama
sampai bertahun-tahun dan semakin berat setelah beraktivitas. Keluhan
lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau, sesak semakin bertambah, dan
badan lemah.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan
terutama dengan keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-
gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi
penumpukan lendir, dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat
jalan nafas.
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan
interaksi genetik dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang sering
merokok, polusi udara, dan paparan di tempat kerja.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit
paru-paru sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu :
1) Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui
satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak
dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya.
Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin
dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat.
2) Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat
polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan
bronchitis kronis, melainkan hanya memper-buruk penyakit tersebut.
f. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik fokus pada klien dengan PPOK, yaitu :
1) Inspeksi
Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha
dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu nafas
(sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat klien
mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap,
penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan
pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea
terjadi pada saat beraktivitas, bahkan pada beraktivitas kehidupan
sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian produk produktif
dengan sputum purulen mengindikasikan adanya tanda pertama
infeksi pernafasan.
2) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
3) Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan
diafragma mendatar/menurun.
4) Auskultasi
Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing sesuai
tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus (Muttaqin, 2008)
4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup hal berikut ini:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Ketidakefektifan pola napas
3. Gangguan ventilasi spontan
4. Intoleransi aktivitas
5. Intervensi Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO. TUJUAN DAN KRITERIA
KEPERAWATAN INTERVENSI (NIC)
HASIL (NOC)
1 Ketidakefektifan bersihan NOC : NIC :
jalan napas
- Respiratory Status : Ventilation Airway Suction
Definisi :
- Respiratory Status : Airway
Ketidakmampuan 1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning.
patency
membersihkan sekresi atau 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
obstruksi dari saluran napas suctioning.
Kriteria Hasil :
untuk mempertahankan 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang
bersihan jalan napas. - Mendemonstrasikan batuk efektif suctioning.
Batasan karakteristik : dan suara nafas yang bersih, tidak 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction
- Batuk yang tidak efektif ada sianosis dan dyspneu (mampu dilakukan.
- Dipsnea mengeluarkan sputum, mampu 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
- Gelisah bernafas dengan mudah, tidak ada memfasilitasi suction nasotrakeal.
- Penurunan bunyi napas pursed lips). 6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan
- Suara napas tambahan - Menunjukkan jalan nafas yang paten tindakan.
- Sputum dalam jumlah (klien tidak merasa tercekik, irama 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
yang berlebihan nafas, frekuensi pernafasan dalam dalam setelah kateter dikeluarkan dari
Factor yang berhubungan : rentang normal, tidak ada suara nasotrakeal.
- Perokok nafas abnormal). 8. Monitor status oksigen pasien.
- Terpajan asap - Mampu mengidentifikasikan dan 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
- Mucus berlebihan mencegah faktor yang dapat suction.
- Spasme jalan napas menghambat jalan nafas. 10. Hentikan suction dan berikan oksigen apabila
- Asma pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
- Penyakit paru obstruktif saturasi O2, dll.
kronis Airway Management

1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift


atau jaw thrust bila perlu.
2. Posisikan pasien untuk memaksimal-kan
ventilasi.
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan.
4. Pasang mayo bila perlu.
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan.
8. Lakukan suction pada mayo.

2 Ketidakefektifan pola NOC : NIC :


pernapasan
Respiratory status: Ventilation Management Asma
Definisi :
Inspirasi dan atau ekspirasi yang Respiratory status: Airway patency 1. Tentukan dasar pernapasan sebagai titik
tidak memberi ventilasi adekuat. pembanding
Vital sign Status
Batasan karakteristik : 2. Bandingkan status saat ini dengan status
- Dipsnea Kriteria Hasil : sebelumnya untuk mendeteksi perubahan
- Fase ekspirasi memanjang dalam status pernapasan
1. Mendemonstrasikan batuk efektif
- Penggunaan otot bantu 3. Monitor reaksi asma
dan suara nafas yang bersih, tidak
pernapasan 4. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan
ada sianosis dan dyspneu (mampu
- Pernapasan bibir usaha pernapasan
mengeluarkan sputum, mampu
- Pernapasan cuping hidung 5. Catat kapan terjadinya, karakteristik dan durasi
bernafas dengan mudah, tidak ada
- Pola napas abnormal (irama, dari batuk
pursed lips)
frekuensi, kedalaman) 6. Amati pergerakan dada simetris atau tidak,
2. Menunjukkan jalan nafas yang
Factor yang berhubungan : penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi
paten(klien tidak merasa tercekik,
- Hiperventilasi otot supravaskular dan interkostal auskultasi
irama nafas, frekuensi pernafasan
suara napas.
dalam rentang normal, tidak ada
Terapi Oksigen
suara nafas abnormal)
1. Bersihkan mulut, hidungdan secret trakea
3. Tanda Tanda vital dalam rentang
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
normal (tekanan darah, nadi,
3. Atur peralatan oksigenasi
pernafasan)
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasienterhadap
oksigenasi
Vital Sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


2. Catat adanya fluktuasitekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebabdari perubahan vital sign
3 Gangguan ventilasi spontan NOC : Management jalan nafas buatan
Definisi : Respiratory status
Respiratory status : gas exchange 1. Memberikan OPA atau alat bantu gigit untuk
Penurunan cadangan energy
yang mengakibatkan Respiratory status : ventilation mencegah tergigitnya selang endotrakeal
ketidakmampuan individu untuk 2. Memberikan kelembaban 100% pada udara,
Kriteria hasil :
mempertahankan pernapasan oksigen atau gas yang dihisap
yang adekuat untuk menyokong 1. Mendemonstrasikan batuk 3. Menyediakan system hidrasi yang adekuat
kehidupan. efektif dan suara nafas yang melalui oral maupun pemberian cairan
Batasan karakteristik : bersih, tidak ada sianosis dan intravena
- Dipsnea dyspneu (mampu mengeluarkan 4. Monitor suara ronki dan krekels di jalan nafas
- Gelisah sputum, mampu bernafas 5. Monitor warna dan konsistensi mucus
- Peningkatan laju dengan mudah, tidak ada pursed 6. Lakukan perawatan trakea
metabolisme lips) 7. Tinggikan kepala sama dengan atau lebih dari
- Peningkatan PCO2 2. SaO2 dalam batas normal > 30 derajat
- Peningkatan penggunaan 95% Bantuan Ventilasi
otot aksesorius 3. Menunjukkan jalan nafas yang 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Penurunan PO2 paten(klien tidak merasa 2. Posisikan pasien untuk mengurangi dypsnea
- Penurunan SaO2 tercekik, irama nafas, frekuensi 3. Monitor efek efek perubahan posisi pada
Factor risiko: pernafasan dalam rentang oksigenasi: ABG, SaO2, SvO2, tidal akhir CO2
- Gangguan metabolisme normal, tidak ada suara nafas 4. Auskultasi suara nafas, catat area area
- Keletihan otot pernapasan abnormal) penurunan atau tidak adanya ventilasi dan
adanya suara tambahan
5. Moitor pernafasan dan status oksigenisasi
4 Intoleransi aktivitas NOC NIC
Definisi : - Energy conservation Activity Therapy
Ketidakcukupan energy - Activity tolerance - Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
psikologis atau fisiologis untuk - Self Care : ADLs Medik dalam merencanakan program terapi yang
mempertahankan atau Kriteria Hasil tepat
menyelesaikan aktivitas - Berpartisipasi dalam aktivitas fisik - Bantu klien untk mengidentifikasi aktivitas yang
kehidupan sehari-hari yang tanpa disertai peningkatan tekanan mampu dilakukan
harus atau yang ingin dilakukan. darah, nadi dan RR - Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
Batasan karakteristik : - Mampu melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi, dan
- Dipsnea setelah beraktifitas aktivitas sehari-hari secara mandiri sosial
- Ketidaknyamanan setelah - TTV normal - Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
beraktivitas sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
Factor yang berhubungan : diinginkan
- Ketidakseimbangan antara - Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
suplai dan kebutuhan seperti kursi roda
oksigen - Bantu klien utnuk membuat jadwal latihan di
waktu luang
- Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
- Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media
Action.

Lynda, Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 1. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC.

Herdman Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2016-2018. Jakarta : EGC

Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction

Price, S.A. dan Wilson L.M. 2015. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi ke-6. Volume 1. Jakarta : EGC Smeltzer, S.C. dan B.C Bare.
2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi
ke-8. Volume 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai