Anda di halaman 1dari 13

1

BAB II

DASAR TEORI

Analisis perpindahan panas dapat dilakukan dengan metode Log Mean


Temperature Difference (LMTD) atau ΔTlm. Namun metode ini digunakan bila
temperatur fluida masuk dan temperatur fluida keluar ditentukan besarnya atau
dapat ditentukan dari persamaan kesetimbangan energi, sehingga nilai dari ΔTlm
dapat ditentukan. Tetapi jika hanya temperatur fluida masuk yang diketahui,
penggunaan metode (LMTD) memerlukan posedur coba – coba sehingga tidak
praktis. Oleh karena itu, lebih baik menggunakan metode lain yaitu dengan
metode effectiveness – NTU (ε – NTU method). Disamping itu, metode LMTD
cocok digunakan untuk mendesain heat exchanger sedangkan metode ε – NTU
cocok untuk analisis performa dari suatu heat exchanger yang sudah ada.

2.1 Definisi NTU


Untuk mendefinisikan effectivenes alat penukar panas, pertama kita harus
menentukan kemungkinan laju perpindahan panas maksimum (maximum possible
heat transfer rate), qmax pada alat penukar panas. Laju perpindahan panas ini
secara prinsip dapat dicapai pada alat penukar panas counterflow, gambar 2.1,
dengan panjang tak terhingga.
Alat penukar panas pada kondisi ini, kemungkinan perbedaan temperatur
maksimum pada fluida adalah Th,i – Tc,i. Untuk menggambarkan hal ini ,
perhatikan kondisi dimana Cc < Cn dari persamaan 2.1 dan 2.2, [2] maka [dTc] >
[dTh].
dq = - ṁh Cp h dTh = - Ch dTh (2.1)

dq = ṁc Cp c dTc = Cc dTc (2.2)


2

Gambar 2.1 Distribusi temperatur untuk couterflow heat exchanger

Kemudian fluida dingin akan mengalami perubahan temperatur yang besar

dan jika L→ ∞, maka fluida dingin tersebut akan dipanaskan mencapai panas

(Tc,o = Th,i). Berdasarkan persamaan maka akan didapat persamaan 2.3. [2]

Cc < Ch : qmax = Cc (Th,i-Tc,i) (2.3)

Demikian pula jika Ch < Cc fluida panas akan mengalami perubahan

temperatur terbesar dan akan menjadi dingin pada temperature masukan dari

fluida yang dingin ( Th,o = Tc,i). Kemudian dari persamaan 2.4 maka didapatkan

persamaan 2.5. [2]

q = ṁh Cp h (Th i – Th o) (2.4)

Ch < Cc : qmax = Ch (Th,I – Tc,i) (2.5)

Dari hasil tersebut kita dapatkan kondisi umum : [2]

qmax = Cmin (Th i – Tc i) (2.6)

Dimana Cmin sama dengan Cc atau Ch,mana yang lebih kecil. Untuk

temperatur masuk fluida panas dan dingin yang telah diketahui, dari persamaan

2.6 diatas dapat digunakan untuk menghitung kemungkinan besarnya laju

perpindahan panas maksimum yang dialami oleh alat penukar panas.


3

Sekarang sangat logis untuk mendefinisikan effectivenes (ε) sebagai

perbandingan antara laju perpindahan panas aktual untuk sebuah alat penukar

panas pada kemungkinan laju perpindahan panas maksimum, dan dinyatakan

sebagai, [2]

ԑ= q
(2.7)
q max

Dari persamaan 2.3, 2.5 dan 2.7 diatas didapat bahwa : [2]

C h �T h ,i −T h ,o �
ԑ= C min �T h ,i −T c ,i �
(2.8)

atau [2]

C c �T c ,o −T c ,i �
ԑ= C min �T h ,i −T c ,i �
(2.9)

Dari definisi effectiveness, yang tidak berdimensi harus pada range 0 ≤ ε ≤ 1.

Jika ε, Th,i dan Tc,i diketahui, laju perpindahan panas aktual untuk alat penukar

panas dapat ditentukan dengan persamaan [2]

q = ԑ Cmin (Th i – Tc i) (2.10)

Untuk setiap alat penukar panas itu dapat ditunjukkan bahwa : [2]

Cmin
ε = f (NTU, )
Cmax

dimana Cmin/Cmax adalah sama dengan Cc/Ch atau Ch/Cc, tergantung pada besaran

relatif antara laju kapasitas fluida panas dan dingin. Satuan jumlah perpindahan.

NTU (Number of Thermal Unit) adalah parameter yang tidak berdimensi

yang kegunaannya sangat luas pada analisis alat penukar panas dan didefinisikan

sebagai, [2]

NTU = UA
Cmin
(2.12)
4

Kemudian itu menyatakan laju perpindahan panas per derajat perbedaan

temperatur rata-rata antara fluida, persamaan q = U∆ A


T lm, terhadap laju

perpidahan panas per derajat perubahan temperatur untuk fluida yang mempumyai

laju kapasitas panas minimum.

2.2 Hubungan Effectiveness - NTU

Untuk menentukan bentuk spesifik dari hubungan Effectiveness – NTU,

persamaan 2.12, dengan memperhatikan alat penukar aliran paralel Cmin = Ch,

maka dari persamaan 2.9 kemudian kita dapatkan: [2]

Th i −Th o
ԑ= (2.13)
Th i−Tc i

dan dari pesamaan 2.2 dan 2.4 kemudian didapat bahwa, [2]
(2.14)
Cmin ṁh Cp h Tc o −Tc i
Cmax
= ṁ C= T h i −T h o
c pc

Sekarang perhatikan persamaan 2.15 dibawah ini: [2]


∆𝑇 1 1
ln (∆𝑇2 ) = −𝑈𝐴 (𝐶 + 𝐶 ) (2.15)
1 ℎ 𝑐

Dari persamaan 2.15 dapat dinyatakan sebagai: [2]

T h o −Tc o UA C
ln ( T h i −T c i
) =− Cmin
(1 +C
min
) (2.16)
max

Atau dari persamaan 2.12, [1]


T h o −T c o C min
= exp {−NTU ( 1 + )} (2.17)
T h i −T c i C max
5

Dengan menyusun suku sebelah kiri persamaan ini sebagai berikut: [2]
T h o−Tc o T h o−Th i+T h i−Tc o
= (2.18)
T c o −Tc I T h i −T c i

Dan memasukkan untuk Tc o dari persamaan 2.14, sehingga didapat: [2]

T h o −T c o (T h o −T h i )+(T h i −T c i )−(C min /C max )(T h i −T h o )


= (2.19)
T h i −T c i T h i −T c i

Atau dari persamaan 2.13, [1]

Tho − Tco
= − ε + 1 − (Cmin − Cmax )ε
Thi − Tci
𝐶𝑚𝑖𝑛
= 1 − 𝜀 (1 + 𝐶𝑚𝑎𝑥 ) (2.20)

Masukkan persamaan diatas dalam persamaan 2.17 dan menjawab untuk ԑ,

kemudian kita dapatkan untuk alat penukar panas aliran paralel (paralel-flow-heat

exchanger), [1]

(2.21)

Karena akan didapat hasil yang sama persis untuk Cmin = Cc, pesamaan 2.21

berguna untuk setiap alat penukar panas aliran paralel, tanpa memperhatikan

apakah laju kapasitas panas minimum terjadi pada fluida panas atau dingin.

2.3 Hubungan Effectiveness – NTU pada Alat Penukar Panas Aliran


melintang (Cross-Flow)
Hasil bentuk yang mirip dengan alat penukar panas aliran parelel telah
dikembangkan untuk bermacam-macam alat penukar panas. Untuk alat penukar
panas aliran melintang (cross-flow) dengan satu fluida bercampur (mixed)
sedangkan fluida yang lain tidak bercampur (unmixed), [2]
1
𝜀 = (𝐶𝑟) {1 − exp(𝐶𝑟(1 − exp(−𝑁𝑇𝑈)))} (2.22)
6

jika Cmax pada fluida yang bercampur (mixed) dan Cmin pada fluida yang tidak
bercampur (unmixed) atau, [2]

(2.3)

jika Cmax pada fluida yang tidak bercampur (unmixed) dan Cmin pada fluida yang
bercampur (mixed).
Dalam bentuk perhitungan desain alat penukar panas, akan lebih mudah
menggunakan hubngan ԑ-NTU dalam bentuk, [2]
(2.24)

Dari persamaan 2.24 akan didapat persamaan sebagai berikut: [2]

(2.25)
r

jika Cmax pada fluida yang bercampur (mixed) dan Cmin pada fluida yang tidak
bercampur (unmixed) atau, [1]
(2.26)
1

jika Cmax pada fluida yang tidak bercampur (unmixed) dan Cmin pada fluida yang
bercampur (mixed).
Hubungan antara ԑ-NTU dapat ditampilkan dalam grafik sebagai berikut:

Gambar 2.2 Hubungan Effectiveness – NTU pada Alat Penukar Panas


Aliran melintang (Cross-Flow) dengan satu fluida bercampur (mixed)
sedangkan fluida yang lain tidak bercampur (unmixed)
7

2.4 Definisi LMTD


Log berarti perbedaan suhu. Log Perbedaan suhu rata-rata (juga dikenal
dengan nya singkatan LMTD) digunakan untuk menentukan suhu mengemudi
berlaku untuk perpindahan panas dalam sistem aliran, terutama di penukar
panas . The LMTD adalah rata-rata logaritmik dari perbedaan suhu antara panas
dan dingin sungai di setiap akhir exchanger. Semakin besar LMTD tersebut,
semakin banyak panas yang ditransfer. Penggunaan LMTD muncul terang dari
analisis suatu penukar panas dengan laju alir konstan dan sifat termal cairan.
Penukar panas generik memiliki dua ujung (yang kita sebut "A" dan "B") di mana
panas dan dingin sungai masuk atau keluar di kedua sisinya, kemudian, yang
LMTD didefinisikan oleh mean logaritma sebagai berikut:

(2.27)

mana ΔT adalah perbedaan suhu antara dua aliran di akhir A, B dan ΔT adalah
perbedaan suhu antara dua aliran pada akhir B. Persamaan ini berlaku baik untuk
aliran paralel, di mana aliran masuk dari akhir yang sama, dan untuk saat ini
counter- aliran, di mana mereka masuk dari ujung yang berbeda.
Jenis ketiga aliran adalah cross-flow, di mana satu sistem, biasanya heat
sink, memiliki temperatur nominal yang sama di semua titik pada permukaan
perpindahan panas. Ini mengikuti matematika serupa, dalam ketergantungan
terhadap LMTD, kecuali bahwa faktor koreksi F seringkali perlu dimasukkan
dalam hubungan perpindahan panas.
Ada kalanya empat suhu digunakan untuk menghitung LMTD tidak
tersedia, dan metode NTU mungkin akan lebih baik.

2.5 Aplikasi LMTD


Setelah dihitung, LMTD biasanya diterapkan untuk menghitung
perpindahan panas dalam penukar menurut persamaan sederhana:
8

Dimana Q adalah tugas panas dipertukarkan (dalam watt ), U adalah koefisien


perpindahan panas (dalam watt per kelvin per meter persegi ) dan A adalah luas
pertukaran. Perhatikan bahwa mengestimasi koefisien perpindahan panas mungkin
cukup rumit.

2.6 Penurunan LMTD


Asumsikan perpindahan panas yang terjadi dalam penukar panas sepanjang
sumbu z, dari generik koordinat A ke B, antara dua cairan, yang diidentifikasi
sebagai 1 dan 2, yang suhu di sepanjang z adalah T 1 (z) dan T 2 (z).
Perbedaan suhu ΔT (A) pada titik A dan ΔT (B) di titik B, memiliki
didefinisikan ΔT (z) = T 2 (z)-T 1 (z).
Perhatikan bahwa arah aliran fluida tidak perlu dipertimbangkan; itu juga
tidak penting yang merupakan aliran panas dan yang merupakan salah satu dingin,
sebagai perubahan peran akan diwakili oleh angka negatif. Karena LMTD adalah
perbedaan suhu rata-rata dari dua aliran antara A dan B, hal ini didefinisikan oleh
rumus berikut:

(2.28)
Tingkat perubahan suhu dari dua cairan sebanding dengan perbedaan suhu
antara mereka:

(2.29)

Ini memberikan:

(2.30)
dimana K = k a k + b.

Kita sekarang dapat mengekspresikan dz sebagai fungsi dari ΔT:

(2.31)
9

Mengganti ungkapan ini kembali ke dalam rumus kami untuk LMTD, kita bisa
menghilangkan dz dari itu:

K adalah konstan dan dapat disederhanakan. Integrasi adalah pada saat ini sepele,
dan akhirnya memberikan:

2.7 Asumsi dan Keterbatasan


Ini telah diasumsikan bahwa tingkat perubahan untuk suhu kedua fluida
sebanding dengan perbedaan suhu, asumsi ini berlaku untuk cairan dengan sebuah
konstanta panas spesifik , yang merupakan penjelasan yang baik cairan perubahan
suhu lebih dari kisaran yang relatif kecil. Namun, jika perubahan panas spesifik,
pendekatan LMTD tidak akan lagi akurat.
Sebuah kasus tertentu di mana LMTD tidak berlaku
adalah kondensor dan reboilers , dimana panas laten terkait dengan perubahan fasa
membuat hipotesis tidak valid.
Ini juga telah diasumsikan bahwa panas transfer coeffficient (U) adalah
konstan, dan bukan fungsi temperatur. Jika hal ini tidak terjadi, pendekatan LMTD
lagi akan kurang valid
The LMTD merupakan konsep kondisi mapan, dan tidak dapat digunakan
dalam analisis dinamis. Secara khusus, jika LMTD itu harus diterapkan sementara
di mana, untuk waktu yang singkat, perbedaan suhu itu tanda-tanda yang berbeda
pada kedua sisi exchanger, argumen untuk fungsi logaritma akan menjadi negatif,
yang tidak diperbolehkan.

2.8 Resume Chapter 5


Pada gambar 2.3 dibawah ini menyatakan dua aliran yang masing-masing
memiliki koefisien film dan suhunya bervariasi dari inlet ke outlet. Dalam kasus
dua pipa konsentris, pipa dibagian dalam menjadi sangat tipis.
10

Gambar 2.3 Variasi Koefisien Film dan Suhunya dari Inlet ke Outlet

Karene Q sama dengan ∆t/∑R maka:

Dimana∑R merupakan resistensi secara keseluruhan, yang biasanya disubstitusikan


1/U untuk ∑R dimana U merupakan koeffisien perpindahan panas secara
keseluruhan. Pipa memiliki area yang berbeda dipermukaan dalam dan luarnya, hi
dan ho harus sama agar dapat bertepatan per unit leght. Jika area luar A dari pipa
bagian dalam digunakan , maka hi harus dikalikan dengan Ai/A, dimana areal A
lebih besar dari Ai. Untuk pipa dinding tebal, maka persamaannya menjadi:

Modifikasi keadaan steady state dari persamaan rumus fourier maka dapat ditulis:

Dimana ∆t merupakan perbrdaan suhu antara dua aliran untuk seluruh permukaan
A. Menggunaan penyederhanaan bahwa hambatan dinding pipa logam tipis dapat
diabaikan maka persamaan 1/U menjadi:
11

Untuk penurunanperbedaan suhu antara dua fluida dari gambar 5.1 dalam aliran
balik, maka diasumsikan:
1. Koefisien perpindahan panas U adalah konstan diseluruh aliran.
2. Pound per jam aliran fluida konstan, dengan memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan.
3. Panas spesifik konstan disepanjang aliran.
4. Tidak ada perubahan fase parsial berlaku untuk perubahan panas dan saat
penguapan.
5. Kehihangan panas gapat diabaikan.

Aplikasi differensial dari persamaan steady state:

Dimana a’’ setara dengan kaki permukaan per panjang pipa atau:

Untuk keseimbangan panas differensial:

Mengambil keseimbangan dari L=0 untuk L=X:

Dimana

Dari persamaan 5.5 dan 5.6 substitusikan T sehingga:

t dan L hanya variabel, dengan ketentuan t dan L


12

Right-hand merupakan bentuk:

Integral dl antara 0 dan L dan dt antara t1 dan t2:

Untuk memudahkan mensubstitusi t2 \, berdasarkan gambar 5.2 dengan


perluasa penyebut dan pembatalan ketentuan maka:

Substitusi wc/WC dari gambar 5.2 maka:

Wc(t2-t1) = Q dan substitusi ∆t2 dan ∆t1 untuk perbedaan suhu terminal
panas dan dingin T1 – t2 dan T2 – t1

Untuk counterflow dapat ditulis:

Dan
13

Mengacu pada gambar 2.3 untuk kasus dimana fluida mengalir pada aliran
yang sama, persamaan dasarnya sama. Persamaan steady state:

Tapi:

Karena t menurun kearah peningkatan nilai T. Diambil keseimbangan panas antara


X dan ujung kiri:

Dengan mempertimbangkan perbedaan terminal panas ∆t2 = T1 – t1 sebagai


perbedaan suhu yang lebih besar dalam aliran paralel dan ∆t1 = T2 – t2 perbedaan
suhu yang rendah. Hasilnya adalah:

Anda mungkin juga menyukai